Vous êtes sur la page 1sur 2

Toleransi Atau Partisipasi ?

Berbagai konflik antar agama belakangan ini mulai sering terjadi. Berbagai pendapat dari
para ahli bertebaran di media. Ada yang mengatakan karena tidak adanya toleransi antar
agama adapula yang mengatakan karena pemahaman agama yang salah. Bila kita melihat
berita-berita yang ditayangkan di media mainstream, memang kebanyakan solusi yang di
tawarkan tidak jauh-jauh dari penekanan ber-toleransi antar umat beragama. Namun yang
menjadi permasalahan serius sekarang, bukan saja bagi umat Islam, bahkan umat Kristen
sekalipun, adalah penyelewengan makna istilah toleransi ini, sehingga menggiring kepada
paham pluralisme yang mengikis keimanan paling dasar.
Banyak orang terlena bahkan sampai latah memahami toleransi. Sampai-sampai antara
toleransi dan adaptasi hampir tidak ada dinding pembatas, contoh kasus pada acara natal,
sebagian muslim yang tidak paham toleransi, terjebak pada permainan makna toleransi
sampai pada tahap partisipasi (ikut-ikutan). Mungkin bagi yang bangga dengan toleransi
"versi" partisipasi ini akan merasa dirinya sudah sangat menghormati agama lain. Padahal,
secara tidak langsung dia telah mengorbankan akidahnya sendiri lantaran mencapur adukkan
yang haq dan yang batil.
Dalam toleransi versi partisipasi ini sebenarnya terkandung pluralisme agama yang juga
sudah difatwakan bertentangan dengan ajaran Islam oleh MUI pada 29 Juli 2005 lalu(lihat:
Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS/VII/MUI/II2005 Tentang Pluralisme,Liberalisme
dan Sekularisme). Namun ada saja tokoh Islam(?) yang masih mendukungnya. Beberapa
nama tokoh Islam yang merupakan tokoh pendukung Liberalisme yang sepaket dengan
Pluralisme ini seperti yang disebutkan oleh Greg Barton adalah: Abdurrahman Wahid,
Nurcholish Madjid, Ahmad Wahib dan Djohan Efendi. Salah satu atau bahkan keempat nama
tersebut pasti salah sudah tidak asing ditelinga kita.
Yang lebih mengherankan lagi bagi penulis adalah isi pidato Kiai Haji Abdurrahman Wahid
saat malam Perayaan Natal Bersama, 27 Desember 1999: Bagi saya, peringatan Natal
adalah peringatan kaum Muslimin juga. Kalau kita konsekuen sebagai
seorang Muslim merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad saw., maka
adalah harus konsekuen merayakan malam Natal. Bisa dibayangkan bagaimana
pengaruh seorang presiden ketika mengucapkan hal yang demikian berbahayanya bagi akidah
umat Islam. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam buku Adian Husaini, Gus Dur Kau Mau

Kemana: Telaah Kritis Atas Pemikiran dan Politik Keagamaan Presiden Abdurrahman
Wahid, DEA Press, Jakarta, 2002.
Toleransi seperti ini, menurut hemat penulis sebenarnya telah melampaui jatahnya sebagai
makna toleransi itu sendiri. Pembawaan Pluralisme dalam pemaknaan Toleransi pun sudah
tidak bisa diterima. Karena pada hakikatnya kedua istilah ini sudah memiliki pengertiannya
masing-masing. Bahkan, Prof. Franz Magnis Suseno, seorang tokoh Katolik terkenal di
Indonesia menolak paham pluralisme dan menjelaskan makna toleransi yang lebih bisa
diterima. Dia mengatakan "Toleransi tidak menuntut kita semua menjadi sama,
mari kita bersedia saling menerima. Toleransi yang sebenarnya berarti
menerima orang lain, kelompok lain, keberadaan agama lain, dengan
baik, mengakui dan menghormati keberadaan mereka dalam keberlainan
mereka! Toleransi justru bukan asimilasi, melainkan hormat penuh
identitas masing-masing yang tidak sama." Dari penjelasan Prof. Franz Magniz
dapat dipahami bahwa toleransi ini bukan berarti harus mengakui bahwa semua sama atau
disamakan, tetapi mampu menghormati dalam perbedaan.
Dr. Adian Husaini dalam bukunya Islam Liberal, Pluralisme Agama & Diabolisme
Intelektual Beliau menjelaskan Kita bisa menunjukkan banyak ayat Al-Quran
yang memberikan kritik keras terhadap keyakinan kaum Kristen terhadap
Yesus. Sejak awal mula, Rasulullah saw. sudah menunjukkan sikap kritis
semacam itu. Namun, pada saat yang sama, Islam juga mengakui
eksistensi kaum Kristen, dan tidak diperbolehkan menganiaya mereka
karena perbedaan agama. Maka, cukuplah toleransi itu menghargai eksistensi
perbedaan tanpa perlu ikut-ikutan apalagi mencampur adukkan agama!

Vous aimerez peut-être aussi