Vous êtes sur la page 1sur 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

W
DENGAN HALUSINASI PENGLIHATAN
DI WISMA GATOTKACA RSJ.GRHASIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Jiwa Semester VI

Disusun oleh :
1. Alfika Dewi Wijayanti P07120213001
2. Alvionita Rosa N P07120213002
3. Putri Prastiti Mubarokah P07120213042
4. Shilmah Wahyuningsih P07120213041
5. Wisnu Eko Wihantoro P07120213039

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA TN.W DENGAN HALUSINASI PENGLIHATAN
DI WISMA GATOT KACA RS. JIWA GRHASIA

Diajukan untuk disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

( ) ( )
BAB I

PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Gangguan Sensori Persepsi ; Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi
sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi
yang paling sering adalah halusinasi pendengaran (auditory-hearing
voices or sounds), penglihatan (visual-seeing persons or things),
penciuman (olfactory–smelling odors), pengecapan (gustatory-
experiencing tastes), (Yosep I., 2011). Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu. Klien mersakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2012). Halusinasi adalah kesan,
respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Carpenito (2006), perubahan persepsi sensori; halusinasi
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau
interprestasi stimulus yang datang. Halusinasi merupakan gangguan
atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,
2005). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli
mengenai halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2. Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti
skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang
berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai
pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi
dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat
terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal
yaitu pada individu yang mengalami isolasi, gangguan sensorik seperti
kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan. Penyebab halusinasi secara spesifik tidak diketahui
namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,
psikologis, sosial budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress
lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
Jadi, terjadinya gangguan sensori persepsi: halusinasi
dipengaruhi oleh multifaktor baik eksternal maupun internal
diantaranya:
a. Koping individu tidak adekuat
b. Individu yang mengisolasi diri dari lingkungannya
c. Ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri
d. Koping keluarga yang tidak efektif
e. Permasalahan yang ironik dan tidak terselesaikan
3. Patofisiologi
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang
tidak adekuat, mengalami trauma, koping kelurga yang tidak efektif,
hal-hal tersebut menyebabkan individu mempunyai harga diri rendah,
klien akan lebih banyak timbul depresi karena individu tersebut tidak
ingin membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah
klien tersebut tidak terselesaikan. Dalam keadaan ini individu akan
mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian.
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus
pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di
sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba
untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di
sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika
akan berhubungan dengan orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam
jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
4. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri,
Orang lain dan lingkungan Akibat

Core
Gangguan persepsi sensori:Halusinasi
Problem

Isolasi sosial menarik diri Cause

Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 2006)

5. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu,
tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan).
Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi
Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
6. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada system receptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massakortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau
keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
7. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
8. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara
– suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau
yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang –
kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,
amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti
darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
9. Rentang Respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiologi. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera,
maka klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca
indera walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.
Berikut ini rentang respon neurobiologis dimana halusinasi
merupakan salah satu respon maladaptif dari persepsi.

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma


sosial budaya yang berlaku :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
e. Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan
orang lain dan lingkungan.
Respon maladaptif adalah:
a. Gangguan proses pikir
Pola klien dengan gangguan orientasi realita pola dan proses
pikir kanak – kanak klien yang terganggu pola pikirnya
sehingga sukar berperilaku koheren, tindakan cenderung
berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap reaksi yang tidak
sesuai dengan penilaian umum.
b. Gangguan terhadap persepsi
Persepsi merupakan proses pikir dan emosional terhadap objek
perubahan yang paling sering terjadi pada klien dengan
gangguan orientasi realitas adalah halusinasi dan depersonalisasi
c. Perubahan afek atau emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak
dengan perasaan tertentu karena jika langsung mengalami pada
saat tersebut dapat menimbulkan ansietas.
d. Perubahan motorik
Perubahan motorik dapat diobservasi pada klien dengan
gangguan orientasi realita dan sering dimanifestasikan secara
eksternal baik perubahan kognitif maupun persepsi,perubahan
motorik pada klien dengan gangguan orientasi realita dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan atau penurunan kegiatan
motorik.
e. Perubahan sosial
Jika berhubungan sosial tidak sehat dan menimbulkan
kecemasan yang meningkat maka individu akan merasa
kekosongan internal.
10. Penatalaksanaan
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan
di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak
mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan
di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk
ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di
beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di
ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk
berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang diberikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan
sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul ditelannya, serta
reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi
masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga
pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan.
Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan
nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya diberitahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan
dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan
pasien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-
laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain didekatnya suara-
suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien
jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya diberitahukan
pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.
11. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Klien Dengan Halusinasi
Sangat penting untuk mengkaji perintah yang diberikan lewat isi
halusinasi klien karena mungkin saja klien mendengar perintah
untuk menyakiti orang lain, membunuh, atau loncat dari jendela,
mungkin melihat suatu bayangan yang menakutkan.
b. Membina hubungan saling percaya dengan klien
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah membina
hubungan saling percaya dengan klien dengan cara :
1) Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam
2) Berkenalan dengan klien. Perkenalkan nama lengkap dan
nama panggilan perawat termasuk peran, jam dinas dan
senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya perawat
menanyakan nama klien serta senang dipanggil apa.
3) Buat kontrak asuhan. Jelaskan tujuan kita merawat pasien,
aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan, kapan dan
berapa lama aktivitas dilakukan.
4) Bersikap empati dengan cara mendengarkan keluhan pasien
dengan penuh perhatian, tidak membantah dan tidak
menyokong halusinasi klien.
5) Mengkaji data objektif dan subjektif
Berikut ini jenis-jenis halusinasi beserta data objektif dan
subjektifnya :
Jenis halusinasi Data subjektif Data objektif
Halusinasi - Mendengar suara yang - Mengarahkan telinga
Dengar menyuruh melakukan pada sumber suara.
sesuatu yang berbahaya. - Bicara atau tertawa
- Mendengar suara atau sendiri.
bunyi - Marah-marah tanpa
- Mendengar suara yang sebab.
mengajak bercakap- - Menutup telinga.
cakap - Mulut komat-kamit.
- Mendengar seseorang yang - Ada gerakan tangan.
sudah meninggal.
- Mendengar suara yang
mengancam diri klien
atau suara lain yang -
memba-hayakan

Halusinasi - Melihat seseorang yang - Tatapan mata pada


Pengelihatan sudah meninggal, tempat tertentu.
melihat mahluk tertentu, - Menunjukkan ke
bayangan, hantu yang arah tertentu.
menakutkan, cahaya atau - Ketakutan pada
monster. objek yang dilihat.

Halusinasi - Mencium sesuatu seperti - Ekspresi wajah


Penghidu bau mayat, darah, bayi, seperti mencium
atau bau masakan, bau sesuatu dengan
parfum yang gerakan cuping
menyenangkan. hidung,
- Klien sering mengatakan mengarahkan
mencium bau sesuatu. hidung pada tempat
- Tipe halusinasi ini sering tertentu.
menyertai klien
demensia, kejang, atau
penyakit
serebrovaskuler.
Halusinasi - Merasakan ada sesuatu - Mengusap,
Perabaan yang mengerayangi menggaruk-garuk,
tubuhnya seperti tangan, meraba-raba
binatang kecil, mahluk permukaan kulit.
halus. Terlihat mengerak-
- Merasakan sesuatu gerakan badan
dipemukaan kulit, seperti merasakan
merasakan sangat gerakan.
panas atau dingin,
merasakan tersengat
aliran listrik.
Halusinasi - Klien seperti sedang - Seperti mengecap
Pengecapan merasakan makanan sesuatu. Gerakan
tertentu, rasa tertentu mengunyah,
atau sedang mengunyah meludah dan
sesuatu muntah

Cenesthetic - Klien melaporkan fungsi - Klien terlihat


&kinestetik tubuhnya tidak dapat menatap tubuhnya
halucinations terdeteksi misalnya tidak sendiri dan terlihat
adanya denyutan di otak, merasakan sesuatu
atau sensasi yang aneh
pembentukan urine ditubuhnya.
dalam tubuhnya, -
perasaan tubuhnya
melayang di atas bumi.

c. Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini
dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu
terjadi halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi sehingga klien tidak larut dalam
halusinasinya.
d. Mengkaji respon terhadap halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada klien dan respon
klien saat halusinasi muncul, perawat dapat menanyakan hal
yang dirasakan atau dilakukan.
e. Mengkaji tahapan halusinasi klien.
Sleep disorder comforting condemning controling
conquering

f. Mekanisme Koping.
Saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan ke
orang terdekat klien dan mengobservasi dampak halusinasi pada
klien. Mekanis mekoping yang sering digunakan klien dengan
halusinasi adalah:
1) Regresi, menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2) Proyeksi,mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau
sesuatu benda.
3) Menarik diri, sulit mempercayai orang lain dan asyik
dengan stimulus internal.
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.
g. Perilaku
Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang
mengalaminya, seperti mimpi saat tidur. Klien mungkin tidak
punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata. Sama
halnya seperti seseorang mendengarkan suara-suara dan tidak
lagi meragukan orang yang berbicara tentang suara tersebut.
Ketidakmampuannya mempersepsikan stimulus secara riil dapat
menyulitkan kehidupan klien. Karenanya halusinasi harus
menjadi prioritas untuk segera diatasi. Untuk memfasilitasinya
klien perlu dibuat nyaman untuk menceritakan perihal
haluinasinya. Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa
karena mendapatkan respon negatif ketika mencoba
menceritakan halusinasinya kepada orang lain. Karenanya
banyak klien enggan untuk menceritakan pengalaman–
pengalaman aneh halusinasinya. Selain data tentang
halusinasinya, perawat juga dapat mengkaji data yang terkait
dengan halusinasi, yaitu:
1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
3) Tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata.
4) Tidak dapat memusatkan perhatian/konsentrasi.
5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) dan takut.
h. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah
tersebut adalah :
1) Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2) Isolasi sosial: Menarik Diri
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
i. Fokus Intervensi
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan
rencana tindakan dari diagnosa utama : resiko mencederai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2) Tujuan khusus
a) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling
percaya.
i. Kriteria evaluasi: ekspresi wajah bersahabat,
menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau
menjawab salam, mau duduk berdampingan
dengan perawat, mau mengutarakan masalah
yang dihadapi.
ii. Intervensi
- Bina hubungan saling percaya dengan :
Sapa klien dengan ramah dan baik secara
verbal dan non verbal.
Perkenalkan diri dengan sopan.
Tanyakan nama lengkap klien dan nama
panggilan yang disukai klien.
Jelaskan tujuan pertemuan.
Jujur dan menepati janji.
Tunjukkan sikap empati dan menerima klien
apa adanya.
Beri perhatian pada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar klien
Rasional : hubungan saling percaya
merupakan dasar untuk memperlancar
hubungan interaksi selanjutnya.
b) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
i. Kriteria evaluasi : klien dapat menyebutkan
waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi,
klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya.
ii. Intervensi
- Adakan sering dan singkat secara bertahap.
Rasional : kontak sering dan singkat selain
upaya membina hubungan saling percaya
juga dapat memutuskan halusinasinya.
- Observasi tingkah laku klien terkait
dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri dan ke
kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional : mengenal perilaku pada saat
halusinasi timbul memudahkan perawat
dalam melakukan intervensi.
- Bantu klien mengenal halusinasinya dengan
cara, jika menemukan klien yang sedang
halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di
dengar, jika klien menjawab ada lanjutkan
apa yang dikatakan, katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan
nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi),
katakan pada klien bahwa ada juga klien lain
yang sama seperti dia, katakan bahwa
perawat akan membantu klien.
Rasional : mengenal halusinasi
memungkinkan klien untuk menghindari
faktor timbulnya halusinasi.
- Diskusikan dengan klien tentang : situasi
yang menimbulkan/tidak menimbulkan
halusinasi, waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel, sedih).
Rasional : dengan mengetahui waktu, isi dan
frekuensi munculnya halusinasi
mempermudah tindakan keperawatan yang
akan dilakukan perawat.
- Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan
jika terjadi halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang) beri kesempatan mengungkapkan
perasaan.
Rasional : untuk mengidentifikasi pengaruh
halusinasi pada klien.
c) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
i. Kriteria evaluasi : klien dapat menyebutkan
tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya, klien dapat
menyebutkan cara baru, klien dapat memilih
cara mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien, klien dapat melakukan
cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasi, klien dapat mengetahui aktivitas
kelompok.
ii. Intervensi
- Identifikasi bersama klien tindakan yang
dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri sendiri dan lain-
lain)
Rasional : upaya untuk memutus siklus
halusinasi sehingga halusinasi tidak
berlanjut.
- Diskusikan manfaat cara yang digunakan
klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : reinforcement dapat mneingkatkan
harga diri klien.
- Diskusikan cara baru untuk
memutus/mengontrol timbulnya halusinasi,
meliputi katakan : “Saya tidak mau dengar
kau” pada saat halusinasi muncul, menemui
orang lain atau perawat, teman atau anggota
keluarga yang lain untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi yang didengar,
membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi
tidak sempat muncul, meminta
keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara
sendiri.
Rasional : memberikan alternatif pilihan
untuk mengontrol halusinasi.
- Bantu klien memilih cara dan melatih
cara untuk memutus halusinasi secara
bertahap, misalnya dengan : mengambil air
wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an,
membersihkan rumah dan alat-alat rumah
tangga, mengikuti keanggotaan sosial di
masyarakat (pengajian, gotong royong),
mengikuti kegiatan olah raga di kampung
(jika masih muda), mencari teman untuk
ngobrol.
Rasional : memotivasi dapat meningkatkan
keinginan klien untuk mencoba memilih
salah satu cara untuk mengendalikan
halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri
klien.
- Beri kesempatan untuk melakukan cara
yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika
berhasil.
Rasional : memberi kesempatan kepada klien
untuk mencoba cara yang telah dipilih.
- Anjurkan klien untuk mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita dan
stimulasi persepsi.
Rasional : stimulasi persepsi dapat
mengurangi perubahan interprestasi realitas
akibat halusinasi.

d) TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam


mengontrol halusinasinya.
i. Kriteria evaluasi : keluarga dapat saling percaya
dengan perawat, keluarga dapat menyebutkan
pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi.
ii. Intervensi
- Membina hubungan saling percaya dengan
menyebutkan nama, tujuan pertemuan
dengan sopan dan ramah. Rasional :
hubungan saling percaya merupakan dasar
untuk memperlancar hubungan interaksi
selanjutnya.
- Anjurkan klien menceritakan halusinasinya
kepada keluarga. Untuk mendapatkan
bantuan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
- Diskusikan halusinasinya pada saat
berkunjung tenang : pengertian halusinasi,
gejala halusinasi yang dialami klien, cara
yang dapat dilakukan klien dan keluarga
untuk memutus halusinasi, cara merawat
anggota keluarga yang berhalusinasi di
rumah, misalnya beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian
bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan
perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri, orang
lain dan lingkungan. Rasionalnya ntuk
mengetahui pengetahuan keluarga tentang
halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga
yang mempunyai masalah halusinasi.
e) TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
i. Kriteria evaluasi : klien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping
obat, klien dapat mendemonstrasikan penggunaan
obat dengan benar, klien mendapat informasi
tentang efek dan efek samping obat, klien dapat
memahami akibat berhenti minum obat tanpa
konsutasi, klien dapat menyebutkan prinsip 5
benar penggunaan obat.
ii. Intervensi
- Diskusikan dengan klien dan keluarga
tentang dosis dan frekuensi serta manfaat
minum obat. Rasional : dengan menyebutkan
dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan
klien melaksanakan program pengobatan.
- Anjurkan klien minta sendiri obat pada
perawat dan merasakan manfaatnya.
Rasional : menilai kemampuan klien dalam
pengobatannya sendiri.
- Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter
tentang mafaat dan efek samping obat yang
dirasakan. Rasional : dengan mengetahui
efek samping klien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
- Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter. Rasional : program
pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
- Bantu klien menggunakan obat dengan
prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat,
benar waktunya, benar caranya, benar
pasiennya). Rasional : dengan mengetahui
prinsip penggunaan obat, maka kemandirian
klien untuk pengobatan dapat ditingkatkan
secara bertahap.
j. Evaluasi
Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan
keperawatan yang telah dibuat. Adapun evaluasi yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2005)
yaitu:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul
masalah baru atau ada data yang kontraindikasi dengan
masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien.

BAB II
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hari/tanggal : Senin, 18 April 2016
Waktu : Pukul 12.30 WIB
Tempat : Ruang makan wisma Gatotkaca
Oleh : Alfika, Alvionita, Putri, Shilmah dan Wisnu
Sumber data : Tn.W, tenaga kesehatan di wisma Gatotkaca, RM
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi
1. Identitas Klien
Nama : Tn.W
Umur : 55th
TTL : Sleman, 31 Desember 1960
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Berbah, Sleman
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak terkaji
Pekerjaan : Tukang las di Batam
Status perkawinan : Belum kawin
No. RM : 00.8xx.81
Dx. Medis : Skizofrenia tak terinci
Tanggal masuk RS : 28 Maret 2016
Kunjungan ke : I (Satu)
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn.S
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Kendangan, Caturharjo, Sleman
Hub. dengan klien : Pendamping
3. Alasan masuk
Pendamping mengatakan klien mengamuk, marah-marah dan terkadang
berperilaku aneh di Panti.
4. Faktor predisposisi-presipitasi
a. Predisposisi
- Klien mengamuk di Panti Sosial tempat ia tinggal
- Klien tidak ada riwayat pengobatan terputus
- Anggota keluarga tidak ada yang menderita gangguan jiwa
- Klien mengatakan tidak jadi menikah dengan pasangannya karena
beda agama
b. Presipitasi
- Klien mengatakan dituduh merusak listrik milik tetangga sehingga ia
mengamuk
5. Pemeriksaan fisik
a. Tanda vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
b. Ukuran
1) TB : 164 cm
2) BB : 52.5 kg
3) IMT : 19.5 kg/m2
c. Keluhan fisik
Klien mengatakan pusing saat dilakukan pengkajian.

6. Psikososial
a. Genogram

Tn.W
Keterangan :
: perempuan

: laki-laki
: garis perkawinan
: garis keturunan
: tinggal satu rumah
: pasien (Tn.W)

: meninggal

b. Konsep diri
1) Gambaran diri
Klien mengatakan menyukai apa saja yang ada di tubuhnya
2) Identitas
Klien dahulu menjadi tukang las di Batam. Klien mengatakan puas
dengan statusnya sebagai tukang las, namun klien merasa ada
gangguan pada matanya (buram).
3) Peran
Klien sebelum dibawa ke RSJ, klien tinggal di Panti Sosial Hafara
Tempuran. Tetapi sebelum tinggal di Panti, klien tinggal bersama
kakaknya dan berperan sebagai adik.
4) Ideal diri
Klien mengatakan ingin menikah tetapi belum ada calon yang akan
ia nikahi. Klien juga ingin lekas sembuh dan kembali pada keluarga.
5) Harga diri
Klien merasa malu dan minder karena ia miskin. Klien merasa
paling miskin diantara orang-orang yang kaya.
c. Spiritual
Klien mengatakan selalu melakukan sholat 5 waktu di dalam Wisma
Gatotkaca.
7. Status mental
a. Penampilan
Penampilan klien tidak rapi. Tampak kancing pada baju tidak
dikancingkan, klien menggunakan baju 2 lapis/ rangkap. Klien
menggunakan kain yang diikat pada kepalanya karena merasa pusing.
b. Pembicaraan
Klien berbicara tidak cepat dan tidak lambat tetapi sedikit keras. Klien
bila berbicara berpidah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lainnya
yang tidak ada kaitannya (inkoheren). Contoh: ketika ditanya, “Siapa
yang merusak kotak listrik?”. Klien menjawab,”Aku adalah seorang
intel”.
c. Aktivitas motorik
Berdasarkan hasil observasi, terdapat gerakan-gerakan kecil pada otot
muka yang tidak terkontrol (tik). Klien sering melihat ke atas ketika
diajak berbicara.
d. Alam perasaan
Klien tampak biasa saja, tidak gelisah maupun khawatir. Hanya saja
klien merasa cepat bosan dengan duduk dan berdiam saja.
e. Afek
Mimik muka klien tumpul karena apabila diajak mengobrol yang lucu
dan diajak tertawa, klien akan tersenyum.
f. Interaksi selama wawancara
Klien tidak focus, kontak mata kurang karena selama dilakukan
pengkajin, klien tidak menatap perawat yang mewawancarai.
g. Persepsi
Klien mengalami halusinasi penglihatan. Klien mengatakan melihat
segerombolan bidadari dan laki-laki di langit saat siang hari, ketika
malam hari akan timbul di eternit kamar.
h. Proses pikir
Klien memiliki proses pikir sirkumstansial, pembicaraan yang berbelit-
belit tetapi sampai juga pada tujuan pembicaraan.
i. Isi pikir
Waham somatic: klien merasa di kepalanya serta tengkuk bagian
belakang seperti ditarik ke atas oleh benang sehingga merasa pusing.
j. Tingkat kesadaran
Klien dapat menyebutkan waktu, tempat dan juga situasi dengan benar.
Klien mengatakan pukul 12.30 WIB (siang hari), berada di ruang
Gatotkaca dan dalam situasi yang ramai.
k. Memori
Klien dapat mengingat dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Dalam jangka pendek, klien mengingat yang membawa ke RSJ satu
minggu yang lalu adalah pendamping Panti dan Polisi. Selain itu, saat
berkenalan dengan praktikan maka klien ingat nama praktikan satu per
satu.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Perhatian klien tidak mudah berganti dari satu objek ke objek lain.
Klien tidak pernah meminta pertanyaannya diulang.

m. Kemampuan penilaian
Klien lebih mementingkan mandi dahulu sebelum makan sehingga
dapat dikatakan ia mengambil keputusan dengan tepat. Setelah sholat
subuh, klien lalu mandi dan dilnjutkan sarapan.
n. Daya tilik diri
Daya tilik diri pada Tn.W jelek. Klien mengatakan yang salah adalah
polisi yang telah membawanya ke RSJ karena ia merasa tidak sakit dan
tidak perlu dibawa ke rumah sakit.
8. Kebutuhan Klien
a. Makan
Klien makan sesuai jadwal yaitu 3x/hari dengan menu yang bervariasi
sesuai yang diberikan rumah sakit. Klien makan secara mandiri.
b. BAB/ BAK
Klien BAB secara rutin 1x/hari dan BAK secara mandiri. Klien
melakukan BAB dan BAK di toilet yang sudah disediakan di wisma
Gatotkaca.
c. Mandi
Klien mengatakan mandi 2x/hari di kamar mandi secara rutin dan
mandiri. Klien menggosok gigi dengan pasta gigi dan mandi
menggunkan sabun.
d. Berpakaian
Klien menggunakan pakaian berangkap. Tampak kancing baju tidak
terkancing.
e. Istirahat dan tidur
Klien mengatakan tidur pukul 22.00 WIB sampai dengan 05.00 WIB.
f. Penggunaan obat
Klien mengonsumsi obat 2x/hari yaitu Haloperidol 1.5mg dengan dosis
1-0-1, Trihexyphenidyl 2mg dengan dosis 1/2-0-1/2 dan Clozapine
2.5mg dengan dosis 0-0-1.

9. Mekanisme koping
Klien masih merasakan halusinasi penglihatan, masih sering melihat bidadari
dan laki-laki di langit.
10. Masalah Psikososial dan lingkungan
Klien sebelumnya tinggal di Panti, Ia menganggap bahwa Panti adalah penjara
yang berisi orang-orang jahat. Klien ingin pulang dan berkumpul dengan
keluarganya.
11. Pengetahuan
Berdasarkan data di atas, klien masih kurang pengetahuan karena ia
mengganggap Panti sebagai penjara sehingga ia ingin pulang dan tidak ingin
kembali ke penjara.
12. Aspek medic
Diagnosa medis Tn.W adalah Skizofrenia tak terinci. Obat yang didapat klien
yaitu Haloperidol 1.5mg dengan dosis 1-0-1, Trihexyphenidyl 2mg dengan
dosis 1/2-0-1/2 dan Clozapine 2.5mg dengan dosis 0-0-1. Saat itu klien
melakukan rehabilitasi berupa membuat batako.

ANALISA DATA
No. Data Masalah
1. DS: Gangguan persepsi
- Klien mengatakan melihat segerombolan sensori: halusinasi
bidadari dan laki-laki di langit saat siang penglihatan
hari, ketika malam hari akan timbul di
eternit kamar.
DO:
- Klien tidak focus, kontak mata kurang
karena selama dilakukan pengkajin klien
tidak menatap perawat yang
mewawancarai.
- Klien sering melihat ke atas ketika diajak
berbicara.
2. DS: Gangguan proses pikir:
- Klien merasa di kepalanya serta tengkuk waham
bagian belakang seperti ditarik ke atas
oleh benang sehingga merasa pusing.
DO:
- Klien memiliki proses pikir
sirkumstansial, pembicaraan yang
berbelit-belit tetapi sampai juga pada
tujuan pembicaraan.
- Klien bila berbicara berpidah-pindah dari
satu kalimat ke kalimat lainnya yang
tidak ada kaitannya (inkoheren).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan, ditandai dengan:
DS:
- Klien mengatakan melihat segerombolan bidadari dan laki-laki di
langit saat siang hari, ketika malam hari akan timbul di eternit
kamar.
DO:
- Klien tidak focus, kontak mata kurang karena selama dilakukan
pengkajin klien tidak menatap perawat yang mewawancarai.
- Klien sering melihat ke atas ketika diajak berbicara.

2. Gangguan proses pikir:waham, ditandai dengan:


DS:
- Klien merasa di kepalanya serta tengkuk bagian belakang seperti
ditarik ke atas oleh benang sehingga merasa pusing.
DO:
- Klien memiliki proses pikir sirkumstansial, pembicaraan yang
berbelit-belit tetapi sampai juga pada tujuan pembicaraan.
- Klien bila berbicara berpidah-pindah dari satu kalimat ke kalimat
lainnya yang tidak ada kaitannya (inkoheren).
D. Perencanaan
No. Dx. Keperawatan Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
Tujuan Kriteria hasil Intervensi
1. Gangguan persepsi Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan
Bina hubungan saling percaya Hubungan saling
sensori:Halusinasi Klien dapat mengontrol keperawatan selama 2x
dengan prinsip komunikasi percaya merupakan
penglihatan halusinasi interaksi diharapkan klien
terapeutik. dasar untuk kelancaran
dapat menunjukkan tanda-
hubungan interaksi
TUK 1: tanda percaya kepada perawat - Sapa klien dengan ramah
selanjutnya.
Klien dapat membina dengan kriteria hasil: baik secara verbal maupun
hubungan saling - Ekspresi wajah non verbal.
percaya bersahabat - Perkenalkan diri dengan
- Menunjukkan rasa senang sopan.
- Ada kontak mata - Tanyakan nama lengkap
- Mau berjabat tangan klien dan nama panggilan
- Mau menyebutkan nama yang disukai klien.
- Mau menjawab salam - Jelaskan tujuan pertemuan.
- Mau duduk berdampingan - Jujur dan menepati janji.
dengan perawat
- Tunjukan sikap empati dan
terima klien apa adanya.
- Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuan dasar klien.
TUK 2: Setelah dilakukan asuhan
1. Adakan kontak sering 1. Kontak sering
Pasien dapat mengenal keperawatan selama2x
dengan singkat secara dan singkat selain
halusinasinya interaksi diharapkan klien
bertahap. upaya membina
dapat mengenal halusinasinya
hubungan saling
dengan kriteria hasil :
percaya dapat
- Bersedia mengungkapkan
memutus
masalah yang dihadapi
halusinasinya
- Dapat menyebutkan
2. Observasi tingkah laku klien 2. Mengenal
waktu, isi, dan frekuensi
terkait dengan halusinasinya perilaku saat
timbulnya halusinasi
halusinasi timbul,
- Klien dapat
memudahkan
mengungkapkan perasaan
dalam melakukan
terhadap halusinasinya
intervensi
3. Mengenal
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya dengan cara : halusinasi
- Jika menemukan klien memungkinkan
yang sedang klien
berhalusinasi tanyakan menghindari
apa yang dilihatnya faktor timbulnya
- Jika klien menjawab ada, halusinasi
lanjutkan apa yang
dikatakan
- Katakan jika perawat
percaya klien melihat
bayangan itu,namun
perawat sendiri tidak
melihatnya (dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh)

4. Diskusikan dengan kilen


4. Dengan
tentang :
- situasi yang mengetahui
menimbulkan atau tidak waktu, isi,
menimbulkan frekuensi
halusinasi halusinasi,
- waktu dan frekuensi mempermudah
terjadinya halusinasi tindakan
(pagi,siang,sore,malam keperawatanyang
atau jika sendiri, akan dilakukan
jengkel, sedih) perawat.
5. Diskusikan dengan kilen
tentang yang dirasakan jika 5. Mengidentifikasi
terjadi halusinasi (marah, pengaruh
takut, sedih, tenang) beri halusinasi pada
kesempatan klien
mengungkapkan perasaan

TUK 3: 1. Identifikasi bersama klien 1. Merupakan upaya


Setelah dilakukan asuhan
Klien dapat mengontrol tindakan yang dilakukan untuk memutus
keperawatan selama 2x
halusinasi jika terjadi halusinasi. siklus halusinasi.
interaksi diharapkanklien
2. Diskusikan manfaat cara 2. Reinforcement
dapat mengontrol
yang digunakan klien, jika positif dapat
halusinasinya dengan kriteria
bermanfaat beri pujian. meningkatkan
hasil :
3. Diskusikan cara baru untuk harga diri klien.
- Klien dapat menyebutkan mengontrol timbulnya 3. Memberi
tindakan yang dapat halusinasi seperti alternative pikiran
dilakukan untuk a. Katakan sambil bagi klien
mengendalikan menutupi wajah
halusinasinya. dengan kedua tangan :
- Klien dapat menyebutkan “Pergi, kamu tidak
cara baru. nyata” pada saat
- Klien dapat memilih cara halusinasi muncul.
yang telah dipilih untuk b. Menemui orang lain
mengendalikan halusinasi. atau perawat, teman
- Klien dapat mengikuti atau anggota keluarga
terapi aktivitas kelompok. yang lain untuk
bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi
yang dilihat.
c. Membuat jadwal
sehari-hari agar
halusinasi tidak sempat
muncul.
d. Meminta keluarga/
teman/ perawat, jika
tampak bicara sendiri.
4. Bantu klien melatih dan 4. Memotivasi dapat
memutus halusinasi secara meningkatkan
bertahap misalnya keinginan klien
mengambil air wudhu, untuk mencoba
membersihkan alat-alat memilih salah
rumah tangga, mengikuti satu cara
keanggotaan dimasyarakat. pengendalian
halusinasi.

5. Beri kesempatan klien 5. Memberi


melakukan cara yang kesempatan
dilatih kepada klien
untuk mencoba
cara yang telah
dipilih
6. Anjurkan klien mengikuti 6. TAK dapat
TAK mengontrol
halusinasi
TUK 4: 1. Anjurkan klien untuk 1. Untuk
Setelah dilakukan asuhan
Klien mendapat memberi tahu keluarga mendapatkan
keperawatan selama 2x
dukungan keluarga sedang halusinasi. bantuan keluarga
interaksi klien mendapat
dalam mengontrol 2. Diskusikan dengan dalam
dukungan keluarga dalam
halusinasinya keluarga tentang mengontrol
mengontrol halusinasinya
a. Gejala halusinasi yang halusinasi.
dengan kriteria hasil:
dialami klien. 2. Meningkatkan
- Klien dapat menjalin pengetahuan
hubungan saling percaya tentang
dengan perawat halusinasi.
- Keluarga dapat b. Cara yang dapat
menyebutkan pengertian, dilakukan klien dan
tanda dan tindakan untuk
keluarga untuk
mengendalikan halusinasi
memutus halusinasi.
c. Cara merawat anggota
keluarga yang
halusinasi di rumah,
beri kegiatan jangan
biarkan sendiri.
d. Beri informasi tentang
kapan pasien
memerluakn bantuan.

TUK 5: 1. Diskusikan dengan klien 1. Dengan


Setelah dilakukan asuhan
Klien dapat dan keluarga tentang dosis, mengetahui efek
keperawatan selama 1x
memanfaatkan obat frekuensi dan manfaat obat. samping obat
interaksi diharapkanklien
dengan baik klien tahu apa
dapat memanfaatkan obat
yang harus
dengan kriteria hasil :
dilakukan setelah
- Klien dan keluarga minum obat.
mampu menyebutkan 2. Diskusikan bahayanya obat 2. Bantu klien
tanpa konsultasi. menggunakan
manfaat, dosis dan efek
prinsip lama
samping
benar.
- Klien dapat
3. Bantu klien menggunakan 3. dengan
menginformasikan
prinsip lama benar. mengetahui
manfaat dan efek samping
prinsip maka
obat
kemandirian klien
- Klien dapat memahami
tentang
akibat pemakain obat
pengobatan dapat
tanpa konsultasi
ditingkatkan
- Klien dapat menyebutkan
secara bertahap
prinsip 5 benar pengunaan
obat.

2. Gangguan proses Tujuan Umum: Setelah dilakukan asuhan 1. Bina hubungan saling 1. Mempermudah
pikir:waham Klien dapat mengontrol keperawatan selama 2x percaya : salam terapeutik, perawat dalam
waham interaksi diharapkan klien perkenalan diri, jelaskan melakukan intervensi
dapat menunjukkan tanda- tujuan interaksi, ciptakan
TUK 1: tanda percaya kepada perawat lingkungan yang tenang,
Klien dapat membina dengan kriteria hasil: buat kontrak yang jelas
hubungan saling - Ekspresi wajah (waktu, tempat dan topik
percaya bersahabat pembicaraan)
- Menunjukkan rasa senang 2. Beri kesempatan pada klien 2. Meningkatkan
- Ada kontak mata untuk mengungkapkan kepercayaan klien
- Mau berjabat tangan perasaannya pada perawat
- Mau menyebutkan nama
- Mau menjawab salam
- Mau duduk berdampingan
dengan perawat
TUK 2: Setelah dilakukan asuhan 1. Diskusikan kemampuan dan 1. Meningkatkan
Klien dapat keperawatan selama 1x aspek positif yang dimiliki percaya diri pada klien
mengidentifikasi/ interaksi diharapkan klien 2. Hindarkan memberi 2. Membantu klien
menilai kemampuan dapat menilai aspek positif penilaian negatif setiap untuk berpikir realistis
dan aspek positif yang yang dimiliki dengan kriteria bertemu klien, utamakan
dimiliki hasil : memberi pujian yang
- Klien mengungkapkan realistis
kemampuan yang dimiliki
- Klien dapat
mengungkapkan
kebutuhan yang tidak
terpenuhi

TUK 3: Setelah dilakukan asuhan 1. Diskusikan kemampuan dan 1. Meningkatkan


Klien dapat menilai keperawatan selama 1x aspek positif yang dimiliki percaya diri pada klien
kemampuan yang dapat interaksi diharapkan klien 2. Diskusikan pula kemampuan 2. Mengurangi waktu
digunakan. dapat menilai kemampuannya yang dapat dilanjutkan luang yang
dengan kriteria hasil : setelah pulang ke rumah menimbulkan klien
- Klien mengungkapkan kambuh
kemampuan yang dapat
dilakukan
TUK 4: Setelah dilakukan asuhan 1. Rencanakan bersama klien 1. Mengurangi resiko
Klien dapat keperawatan selama 1x aktivitas yang dapat kambuh pada klien
menetapkan/ interaksi diharapkan klien dilakukan setiap hari sesuai
merencanakan kegiatan dapat merencanakan kegiatan kemampuan
sesuai dengan dengan kriteria hasil :
kemampuan yang - Klien membuat jadwal
dimiliki kegiatan sesuai 2. Tingkatkan kegiatan sesuai 2. Dengan berbagai
kemampuannya dengan toleransi kondisi kegiatan akan
klien mengurangi resiko
kambuh
3. Beri contoh cara pelaksanaan 3. Membantu klien
kegiatan yang boleh klien dalam menentukan
lakukan kegiatan yang dapat
dilakukan
TUK 5: Setelah dilakukan asuhan 1. Beri kesempatan mencoba 1. Meningkatkan
Klien dapat melakukan keperawatan selama 1x kegiatan yang telah kepercayaan klien
kegiatan sesuai kondisi interaksi diharapkan klien direncanakan
dan kemampuan dapat melakukan kegiatan 2. Beri pujian atas keberhasilan 2. Meningkatkan
dengan kriteria hasil : klien percaya diri klien
- Klien beraktifitas sesuai 3. Diskusikan kemungkinan 3. Membantu klien
jadwal yang sudah dibuat pelaksanaan di rumah menentukan aktivitas
yang dapat dilakukan
TUK 6: 1. Beri pendidikan kesehatan 1. Keluarga yang
Setelah dilakukan asuhan
Klien dapat pada keluarga tentang cara selalu kontak dengan
keperawatan selama 1x
memanfaatkan sistem merawat klien. klien selama 24 jam
interaksi diharapkanklien
pendukung yang ada 2. Bantu keluarga memberi 2. Keluarga adalah
mendapat dukungan keluarga
dukungan selama klien orang yang terdekat
dirawat. dengan klien
dalam mengontrol wahamnya
3. Bantu keluarga menyiapkan 3. Mengurangi resiko
dengan kriteria hasil:
lingkungan di rumah. terjadinya kambuh
- Klien dapat menjalin 4. Beri reinforcement positif 4. Meningkatkan
hubungan saling percaya atas keterlibatan keluarga. percaya diri keluarga
dengan perawat
- Keluarga dapat
menyebutkan pengertian,
tanda dan tindakan untuk
mengendalikan waham
E. Implementasi dan Evaluasi

Dx Implementasi Evaluasi
Dx Implementasi Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2006. Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. EGC: Jakarta.


Damaiyanti, M & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Refika Aditama :
Bandung
Keliat, B.A., dkk. 2009 .Model Praktik Keperwatan Profesional Jiwa. EGC:
Jakarta.
Keliat. 2005. Keperawatan jiwa. Jakarta: EGC
Keliat.2006.Proses keperawatan kesehatan jiwa edisi 2.Jakarta:EGC
Keliat.2011. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas. Jakarta: EGC
NANDA. 2010 .Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2009-2011.
Alih bahasa Indonesia Monica Ester. Jakarta: EGC
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan).
Jakarta: EGC.

Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5.
EGC: Jakarta
Yosep, I. 2011. Keperawatan jiwa. Edisi revisi. Revika Aditama : Bandung

Vous aimerez peut-être aussi