Vous êtes sur la page 1sur 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini, informasi memiliki peranan penting bagi kita semua.

Informasi merupakan sarana komunikasi yang efektif antara anggota masrakat dengan
anggota masyarakat lainnya atau anatara suatu entitas dengan masyarakat sekitarnya.
Dalam seperti ini, penyediaan informasi yang akan menciptakan transparansi dan
pada gilirannya akan mewujudkan akuntabilitas publik.
Akuntabilitas publik terjadi jika informasi yang diberikan dapat diterima dan
dimengerti secara meluas di masyarakat. Dengan latar belakang apapun, mereka dapat
memberikan keputusan dari informasi tersebut.Sehingga, informasi tersebut haruslah
memilki standar yang menyeluruh agar terjadi suatu keseragaman bentuk informasi.
Informasi akuntansi memiliki standar akuntansi yang disebut Prisnsip
akuntansi yang Berlaku Umum-PABU (Generally Accepted Accounting PrinciplesGAAP). Berlaku umum ini maksudnya informasi akuntansi suatu perusahaan bias
dimengerti oleh siapapun dengan latar belakang apa pun. Sehingga, informasi ini
berguna bagi investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok, kreditor lainnya,
pemerintah, dan lembaga-lembaganya, serta masyarakat.
Akuntansi sektor publik memiliki standar yang sedikit berbeda dengan
akuntansi biasa. Karena, akuntansi biasa belum mencakup pertanggungjawaban
kepada masyarakat yang ada di sektor publik. Ikatan Akuntansi Indonesia sebenarnya
telah memasukan standar untuk organisasi nirlaba di Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Standar ini tercantum pada PSAK nomor 45 tentang organisasi
nirlaba. Namun, standar ini belum mengakomodasi praktik-praktik lembaga
pemerintahan ataupun organisasi nirlaba yang dimilikinya. Oleh karena itu,
pemerintah mencoba menyusun suatu standar yang disebut dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).

[1]

Standar akuntansi sektor publik juga telah diatur secara internasional.


Organisasi yang merancang standar ini adalah International Federation of
Accountants-IFAC (Federasi Auntan Internasional). Mereka membuat suatu standar
akuntansi sector publik yang disebut Internation Public Sector Accounting StandardsIPSAS (Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik). Standar ini menjadi pedoman
bagi perancangan standar akuntansi pemerintahan di setiap Negara di dunia.

1.2

Tujuan
Adapun tujuan dibutnya makalah ini selain untuk memenuhi tugas matakuliah

Akuntansi Sektor Publik yaitu agar kami sebagai mahasiswa dapat mengetahui dan
memahami tentang regulasi dan standar akuntansi sektor publik.

1.3

Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan regulasi di sektor publik?
2. Bagaimana standar internasional akuntansi sektor publik?
3. Bagaimana standar akuntansi pemerintahan?
4. Bagaimana standar pemeriksaan keuangan negara SPKN?

[2]

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Perkembangan Regulasi di Sektor Publik


Regulasi di sektor publik dibagi dalam dua bagian besar, yaitu perkembangan

regulasi yang terkait dengan organisasi nirlaba dan instansi pemerintahan. Sifat
regulasi disektor publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi.
Pada instansi pemerintah, regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail.
Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
Regulasi Tentang Yayasan
Regulasi yang terkait dengan yayasan adalah undang-undang RI Nomor 16
Tahun 2001, yang dimaksudkan untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar
yayasan dapat berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip
keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarat. Undang-undang ini diperbarui dalam
beberapa aspek dengan UU no. 24 tentang perubahan atas UU. No. 16 Tahun 2001
tentang yayasan. UU 28/2004 mengatur tambahan bahwa jika tidak diberikan pada
yayasan lain yang memiliki kesamaan kegiatan, sisa hasil likuidasi yayasan dapat
diberikan pada badan hukum lain yang memiliki kesamaan kegiatan sebelum opsi
diserahkan pada negara.
Selain undang-undang nomor 16 tahun 2001 dan undang-undang nomor 28
tahun 2004 untuk lebih menjamin kepastian hukum pemerintah juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 tentang pelaksanaan undang-undang
tentang yayasan. PP ini memberikan penjelasan yang lebih detail dan aplikatif dari
ketentuan yang telah diatur dalam Undang-undang tetang yayasan, antara lain:
Regulasi tentang Partai Politik
Regulasi tentang partai politik mulai berkembang pesat sejak era reformasi
dengan sistem multipartainya. Undang-undang yang pertama ada setelah era reformasi
adalah undang-undang nomor 2 tahun 1999 tentang partai politik. Seiring dengan

[3]

perkembangan masyarakat dan perubahan sistem ketatanegaraan yang dinamis


diawal-awal era reformasi, undang-undang ini diperbarui dengan Undang-undang
nomor 31 tahun 2002 tentang partai politik.
Undang-undang 31/2002 kembali diperbarui dengan undang-undang nomor 2
tahun

2008

tentang

partai

politik

yang

sifatnya

lebih

melengkapidan

menyempurnakan UU 31/2002. Undang-undang 31/2002 belum memiliki ketentuan


mengenai kewajiban partai politik untuk menyusun laporan pertanggungjawaban
keuangan, sedangkan UU 2/2008 mengatur bahwa rekening kas umum partai politik
dan kewajiban penggurus disetiap tingkatan organisasi untuk menyusun laporan
pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan setelah tahun anggaran
berakhir dan bersifat terbuka untuk diketahui masyarakat. Hal ini sejalan dengan
semakin tingginya tuntutan akuntabilitas dan transparansi keuangan partai politik dari
masyarakat.
Regulasi tentang Badan Layanan Umum
BLU dalam tataran pengatur regulasi diatur oleh Direktorat Pembinaan
Pengelolaan Keuangan BLU yang ada dibawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
yang ada di Departement Keuangan. BLU dalam regulasi disebutkan dalam Undangundang nomor 1 tahun 2004 tentang perbedaharaan negara. Yang lebih khusus
dijelaskan pada peraturan pemerintah nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara
UU 17 tahun 2003 adalah tonggak sejarah penting yang mengawali reformasi
keuangan negara kita menuju pengelolaan keuangan yang efisien dan modern berikut
beberapa hal penting yang diatur dalam undang-undang ini.
1. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara
2. Penyusunan dan penetapan APBN
3. Penyusunan dan penetapan APBD
4. Hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah
daerah serta pemerintah/lembaga asing
[4]

5. Hubungan Keuangan antara pemerintah dan perusahaan negara,perusahaan


daerah, perusahaan swasta, serta badan pengelola dana masyarakat
6. Pertaggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini ditetapkan bahwa
Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam
APBN dan APBD. Sesuai dengan kaidah-kaidah yang baik dalam pengelolaan
keuangan negara, Undang-undang Perbendaharaan Negara ini menganut azas
kesatuan, azas universalitas, azas tahunan, dan azas spesialitas. Ketentuan yang diatur
dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan pula untuk
memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Oleh Karena
itu Undang-undang Perbendaharaan Negara ini berfungsi pula untuk memperkokoh
landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Undang-undang Perbendaharaan Negara ini juga diatur prinsip-prinsip
yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan
penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang
milik negara/daerah yang selama ini belum mendapat perhatian yang memadai.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara
Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, objektif, dan professional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola
keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertangungjawaban. Tanggung Jawab
Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan
keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
[5]

ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan


kepatutan.
Perkembangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah
Selama tiga tahun pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah menyadari masih
terdapat banyak aspek yang menjadi kelemahan sekaligus celah dalam peraturan
perundangan yang sering menimbulkan kerancuan, disamping itu UU Nomor 22
Tahun 1999 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, ketatanegaraan, dan
tuntutan penyelenggara otonomi daerah yang lebih efisien. Dengan demikin
dikeluarkanlah UU pengganti berikut:
1. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan
2. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Daerah.
Undang-Undang Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana Perimbangan
Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuang yang
proporsional, demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian
kewenangan pemerintah antara pemerintrah pusat dengan pemerintah daerah, maka
telah dikeluarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbanagn
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan
penyempurnaan dari Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999. Peraturan pemerintah
Nomor 55 Tahun 2005 mengatur tentang pembagian dana perimbangan, sumbersumber dana bagi hasil, mekanisme pengalokasian dana bagi hasil, mekanisme
pengalokasian dana alokasi umum, mekanisme pengalokasian dana alokasi khusus,
pemantauan serta evaluasi.
Undang-Undang Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan
Daerah
Peraturan pemerintah Nomor 56 tahun 2005 mengatur tentang prinsip-prinsip
informasi keuangan daerah, isi dari keuangan daerah, batas waktu penyampaian
informasi keuangan daerah, tujuan dari penyelenggaraan sistem informasi keuangan
daerah secara nasioanal dan di daerah, sanksi atas tidak disampakainnya informasi
keuangan daerah.
[6]

Peraturan Pemerintah Nomor 57 tahun 2005 tentang Hibah kepada daerah


Peraturan pemerintah nomor 57 tahun 2005 mengatur tentang sumber-sumber
hibah, bentuk hibah, pengelolaan hibah, pertanggungjawaban dan pelaporan hibah.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
daerah
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana
diatur dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 33
Tahun 2004, diaman timbul hak dan daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga
perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan
merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.
Selain kedua undang-undang di atas, terdapat beberapa pratuaran perundangundangan yang menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah yang telah terbit lebih
dulu. Undang-undang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan negara, Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keunagn Negara dan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencnaan Pembangunan Nasional.

2.2 Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik


Saat ini, banyak entitas yang termasuk dalam kategori organisasi sektor publik
yang telah mengimplementasikan akuntansi dalam sistem keuangannya. Akan tetapi,
praktik akuntansi yang dilakukan oleh entitas-entitas tersebut memiliki banyak
perbedaan khususnya dalam proses pelaporan keuangan. Hal tersebut sangat
dimungkinkan oleh belum banyaknya pemerintah suatu negara yang menerbitkan
standar baku akuntansi untuk mengatur praktik akuntansi bagi organisasi sektor
publik.
Berdasarkan kebutuhan tersebut, International Federation of AccountantsIFAC (Federasi Akuntan Internasional) membentuk sebuah komite khusus yang
bertugas menyusun sebuah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang
[7]

berlaku secara internasional yang kemudian disebut International Public Sector


Accounting Standards-IPSAS (Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik). Dalam
pelaksanaannya, komite tersebut tidak hanya menyusun standar tetapi juga membuat
program yang sistematis yang mendorong aplikasi IPSAS oleh entitas-entitas publik
di seluruh dunia.
IPSAS meliputi serangkaian standar yang dikembangkan untuk basis akrual
(accrual basis), namun juga terdapat suatu bagian IPSAS yang terpisah guna merinci
kebutuhan untuk basis kas (cash basis). Dalam hal ini, IPSAS dapat diadopsi oleh
organisasi sektor publik yang sedang dalam proses perubahan dari cash basis ke
akrual basis. Jika demikian, maka organisasi sektor publik yang telah memutuskan
untuk mengadopsi basis akrual menurut IPSAS, harus mengikuti ketentuan waktu
mengenai masa transisi dari basis kas ke basis akrual yang diatur oleh IPSAS.
Pada akhirnya, cakupan yang diatur dalam IPSAS meliputi seluruh organisasi
sektor publik termasuk juga lembaga pemerintahan baik pemerintah pusat, pemerintah
regional (provinsi), pemerintah daerah (kabupaten/kota), dan komponen-komponen
kerjanya (dinas-dinas).
IPSAS adalah standar akuntansi bagi organisasi sektor publik yang berlaku
secara internasional dan dapat dijadikan acuan oleh negara-negara di seluruh dunia
untuk mengembangkan standar akuntansi khusus sektor publik di negaranya.
IPSAS bertujuan :
a. meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor
publik.
b. menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang
dilakukan oleh entitas sektor publik.
c. meningkatkan transparasi dan akuntabilitas entitas sektor publik
International Federation of Accountants Public Sector Comitte (IFAC PSC)
merupakan lembaga yang didirikan di Munich pada tahun 1977 terdiri atas organisasi
akuntan internasional yang telah menerbitkan International Public Sector Accounting
Standards (IPSAS) yang terdiri dari :

IPSAS 1 (presentation of financial statements)


[8]

IPSAS 2 (cash flow statements)

IPSAS 3 (Accounting Policies, Change in accounting estimates adn errors)

IPSAS 4 (the effects of changes in foreign exchange rates)

IPSAS 5 (borrowing cost)

IPSAS 6 (consilidated financial statements and accounting for controlled


entities)

IPSAS 7 (Accounting for investment in associates)

IPSAS 8 (financial reporting of interest in joint venture)

IPSAS 9 ( revenue from exchange Transactions)

IPSAS 10 (Hyperinflationary economies)

IPSAS 11 (Construction Contracts)

IPSAS 12 (Inventories)

IPSAS 13 (Leases)

IPSAS 14 (Event After the Reporting Date)

IPSAS 15 (Financial Instruments : Disclosure and Presentation)

IPSAS 16 (Investment Property)

IPSAS 17 (Property, Plan, and Equipment)

IPSAS 18 (segmen Reporting)

IPSAS 19 (Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets)

IPSAS 20 ( Related Party Disclosures)

IPSAS 21 (Impairment of Non-Cash-Generating Assets)

IPSAS 22 (Disclosures of Finncial Information)

[9]

2.3

IPSAS 23 (Revenue from Non-Exchange Transactions(Taxes and Transfer)

IPSAS 24 ( Presentation of Budget Information in Financial Statement)

IPSAS 25 (Employee Benefit)

IPSAS 26 (Impairment of Cash and Generating Asset)

Perkembangan Standar Akuntansi Pemerintahan


Penyusunan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) memerlukan waktu yang

lama. Awalnya, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah, daerah diberi kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan
pengelolaan keuangannya sendiri. Hal ini tentu saja menjadikan daerah provinsi,
kabupaten, dan kota menjadi entitas-entitas otonom yang harus melakukan
pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangannya sendiri mendorong perlunya
standar pelaporan keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 yang
merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dalam pasal 35
mengamanatkan bahwa penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah
berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintah, meskipun belum ada
standar akuntansi pemerintahan yang baku.
Belum adanya standar akuntansi pemerintahan yang baku memicu perdebatan
siapa yang berwenang menyusun standar akuntansi keuangan pemerintahan.
Sementara itu, pelaporan dan penyajian keuangan harus tetap berjalan sesuai dengan
peraturan perundangan meskipun standar belum ada. Untuk mengisi kekosongan
sambil menunggu penetapan yang berwenang menyusun dan menetapkan standar
akuntansi pemerintahan dan terutama upaya untuk mengembangkan sistem
pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntable maka pemerintah dalam
hal ini Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan mengambil inisiatif
untuk membuat pedoman penyajian laporan keuangan. Maka lahirlah sistem akuntansi
keuangan daerah dari Departemen Keuangan yang diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 355/KMK.07/2001 tanggal 5 Juni 2001. Dari Departemen Dalam

[10]

Negeri keluar Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tanggal 18
Juni 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertangungjawaban dan Pengawasan
Keuangan Derah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Kedua keputusan ini bukanlah standar akuntansi sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah Nomor

105 Tahun 2000 maupun standar akuntansi pada

umumnya. Menteri Keuangan sebenarnya mengeluarkan Keputusan Menteri


Keuangan Nomor 308/KMK.012/2002 tanggal 13 Juni 2002 yang menetapkan adanya
Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (KSAPD). Keanggotaan
Komite ini terdiri dari unsur Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Organisasi Profesi Akuntan IAI,
dan juga kalangan perguruan tinggi. Dalam keputusan tersebut juga diatur bahwa
standar akan disusun oleh KSAPD tetapi pemberlakuannya ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan. KASPD bekerja dan menghasilkan Draft Publikasian
Standar Akuntansi berupa Kerangka Konseptual dan tiga Pernyataan Standar. KSAPD
melakukan due process atas keempat draft ini sampai dengan meminta pertimbangan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BPK berpendapat belum dapat memberikan persetujuan atas Draft SAP
tersebut karena belum mengakomodasi seluruh unsur yang semestinya terlibat dan
penyusun tidak independen karena diangkat hanya dengan Surat Keputusan Menteri
Keuangan.

Perkembangan berikutnya, KSAPD tetap bekerja dengan menambah

pembahasan atas delapan draft baru yang dianggap diperlukan dalam penyusunan
laporan keuangan pemerintah. Draft ini juga mengalami due process yang sama
seperti sebelumnya. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan negara yang mengamanatkan perlunya standar akuntansi, KSAPD terus
berjalan. Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 menyebutkan bahwa
bentuk dan isi laporan pertanggunggjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

[11]

Selanjutnya pasal 32 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003


menyebutkan bahwa standar akuntansi pemerintahan disusun oleh suatu komite
standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih
dahulu mendapat pertimbangan dari BPK. Kemudian pada tahun 2004 terbit UndangUndang

Nomor

Tahun

2004

tentang

Perbendaharaan

negara

kembali

mengamanatkan penyusunan laporan pertanggungjawaban pemerintah pusat dan


daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. Pasal 56 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang memberikan pernyataan bahwa
pengelolaan APBD telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern
yang memadai dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar
akuntansi pemerintah. Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
menyebutkan bahwa dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan
akuntansi pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntasi Pemerintahan. Pasal 57
ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Komite Standar
Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan yang
berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sesuai dengan
kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum. Pasal 57 ayat 3 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 menyebutkan bahwa pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan,
dan masa kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Komite standar yang dibentuk oleh Menteri Keuangan sampai dengan
pertengahan tahun 2004 telah menghasilkan draf SAP yang terdiri dari Kerangka
konseptual dan 11 pernyataan standar, kesemuanya telah disusun melalui due procees.
Proses penyusunan (Due Process) yang digunakan ini adalah proses yang berlaku
umum secara internasional dengan penyesuaian terhadap kondisi yang ada di
Indonesia. Penyesuaian dilakukan antara lain karena pertimbangan kebutuhan yang
mendesak dan kemampuan pengguna untuk memahami dan melaksanakan standar
yang ditetapkan.

[12]

Tahap-tahap penyiapan SAP yaitu :


a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Identifikasi Topik untuk Dikembangkan Menjadi Standar


Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) di dalam Komite
Riset Terbatas oleh Kelompok Kerja
Penulisan draf SAP oleh Kelompok Kerja
Pembahasan Draf oleh Komite Kerja
Pengambilan Keputusan Draf untuk Dipublikasikan
Peluncuran Draf Publikasian SAP (Exposure Draft)
Dengar Pendapat Terbatas (Limited Hearing) dan Dengar Pendapat Publik

(Publik Hearings)
i) Pembahasan Tanggapan dan Masukan Terhadap Draf Publikasian
j) Finalisasi Standar
Dari proses tersebut dihasilkanlah Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor
Publik yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Ada enam exposure draft yang dikeluarkan:
1) Penyajian Laporan Keuangan
2) Laporan Arus Kas
3) Koreksi Surplus Defisit, Kesalahan Fundamental, dan Perubahan Kebijakan
Akuntansi
4) Dampak Perubahan Nilai Tukar Mata Uang Luar Negeri
5) Kos Pinjaman
6) Laporan Keuangan Konsolidasi dan Entitas Kendalian
Selanjutnya dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004,
penetapan Komite SAP dilakukan dengan Keputusan Presiden (Keppres) setelah
diterbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2004 tentang
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan pada Tanggal 5 Oktober 2004, yang telah
diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005 Tanggal
5 Januari 2005.
KSAP bertugas mempersiapkan penyusunan konsep Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai prinsip-prinsip
akuntansi yang wajib diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
Dengan demikian, KSAP bertujuan untuk mengembangkan program-program
pengembangan akuntabilitas dan manajemen keuangan pemerintahan, termasuk

[13]

mengembangkan SAP dan mempromosikan penerapan standar tersebut. Dalam


mencapai tujuan tersebut, SAP telah disusun dengan berorientasi pada IPSAS. Selain
itu dalam penyusunannya, SAP juga telah diharmoniskan dengan Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan
Akuntan Indonesia.
Dalam menyusun SAP, KSAP menggunakan materi yang diterbitkan oleh: (1)
International Federation of Accountant (IFAC); (2) International Accounting
Standards Committee (IASC); (3) International Monetary Fund (IMF); (4) Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI); (5) Financial Accounting Standards Board (GASB); (6)
Perundang-undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berlaku di Republik
Indonesia; (7) Organisasi profesional lainnya di berbagai negara yang membidangi
pelaporan keuangan, akuntansi, dan audit pemerintahan.
Pengembangan SAP mengacu pada praktik-praktik terbaik di tingkat
international, dengan tetap mempertimbangkan kondisi di Indonesia, baik peraturan
perundangan dan praktik-praktik akuntansi yang berrlaku maupun kondisi sumber
daya manusia. Selain itu, strategi peningkatan kualitas pelaporan keuangan
pemerintahan dilakukan dengan proses transisi menuju basis akrual. Saat ini,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan dicatat berbasis kas; sementara aktiva,
kewajiban, dan ekuitas dana dicatat berbasis akrual.
SAP diterapkan di lingkup pemerintahan, baik di pemerintah pusat dan
departemen-departemennya maupun di pemerintah daerah dan dinas-dinasnya.
Penerapan SAP diyakini akan berdampak pada peningkatan kualitas pelaporan
keuangan di pemerintah pusat dan daerah. Ini berarti informasi keuangan
pemerintahan akan dapat menjadi dasar pengambilan keputusan di pemerintahan dan
juga terwujudnya transparansi serta akuntabilitas.
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ini terdiri atas sebuah kerangka
konseptual dan 11 pernyataan, yaitu:
1) PSAP 01
2) PSAP 02
3) PSAP 03

Penyajian Laporan Keuangan


Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Arus Kas

[14]

4) PSAP 04
5) PSAP 05
6) PSAP 06
7) PSAP 07
8) PSAP 08
9) PSAP 09
10) PSAP10

Catatan atas Laporan Keuangan


Akuntansi Persediaan
Akuntansi Investasi
Akuntansi Aset Tetap
Akuntansi Konstruksi dalam Pengerjaan
Akuntansi Kewajiban
Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan

11) PSAP 11

Peristiwa Luar Biasa


Laporan Keuangan Konsolidasi

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam

proses pengelolaan organisasi publik, baik pada organisasi pemerintah pusat,


pemerintah daerah, partai politik, yayasan, LSM, organisasi keagamaan tempat
peribadatan, maupun organisasi sosial masyarakat lainnya.Sifat regulasi disektor
publik setiap jenis bersifat lebih spesifik untuk setiap organisasi. Pada instansi
pemerintah, regulasi yang digunakan cenderung lebih rumit dan detail. Standar
akuntansi adalah regulasi atau aturan (termasuk pula hukum dan anggaran dasar yang
mengatuir penyusunan laporan keuangan. Penetapan standar adalah proses perumusan
atau formulasi standar akuntansi.

3.2

Saran
Sebaiknya permasalahan regulasi keuangan publik di Indonesia dapat diatasi

dengan memberikan sanksi yang sesuai dengan penyebabnya. Sehingga Regulasi


publik yang ada di Indonesia dapat dipatuhi dalam proses pengelolaan organisasi
publik.

[15]

DAPTAR PUSTAKA
Nordiawan, Deddi, Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
http://akuntansi-asp.blogspot.com/2012/03/perkembangan-regulasi-dan-standar.html
http://kedebok.blogspot.com/2013/03/akuntansisektor-publikpokokpembahasan_21.html

[16]

Vous aimerez peut-être aussi