Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit
infeksi
paru
masih
merupakan
penyebab
kematian
yang
paru
merupakan
salah
satu
penyakit
infeksi
paru
yang
paru
dapat
diklasifikasikan
berdasarkan
perlangsungan
dan
minggu.Abses disebut kronik apabila perlangsungannya terjadi dalam waktu > 4-6
minggu.Sedangkan menurut penyebabnya abses paru dibagi menjadi abses primer
dan
sekunder.
Abses
primer
pnumonitis, infeksi dan neoplasma) ataupun pneumonia pada orang normal. Disebut
abses sekunder
(misalnya endokarditis sisi kanan), obstruksi bronkus (misalnya aspirasi benda asing),
bronkiektasis ataupun pada kasus imunokompromis. 2
Abses paru biasanya terjadi pada umur tua karena terdapat peningkatan
insiden penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi. Kemajuan ilmu
kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun (jarang ditemukan)
karena adanya perbaikan resiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan
anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotic lebih dini, kecuali pada kondisikondisi
yang
memudahkan
terjadinya
aspirasi
dan pada
populasi
dengan immunocompromised. Karena angka harapan hidup yang lebih baik pada
pasien HIV maka pada tahun-tahun belakangan ini kasus abses paru tampak
mengalami peningkatan lagi. Kelainan ini jarang dijumpai dan terutama terjadi
pada manula sehingga maka dari itu penulis mencoba membahas mengenai kasus
abses paru yang terdapat di salah satu Rumah Sakit di Kota Palu, Sulawesi Tengah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru
2.1.1 Paru
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk
pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai ujung sternal kosta
pertama, permukaan costovertebral yang melapisi dinding dada, basis yang terletak di
atas diafragma dan permukaan mediastinal yang menempel dan membentuk struktur
mediastinal di sebelahnya.3
Setelah melalui saluran hidung dan faring, temoat udara pernapasan
dihangatkan dan dilembapkan oleh uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea,
melalui bronkiolus, bronkhiolus respiratorius dan ductus alveolaris sampai ke
alveolus.4
Antara trakea dan kantong alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran
udara. 16 percabangan pertama saluran udara merupakan zona konduksi menyalurkan
udara dari dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas bronkus, bronkhiolus dan
bronkhiolus terminalis. 7 percabngan berikutnya merupakan zona peralihan dan zona
respirasi, tempat terjadinya pertukaran gas, dan terdiri dari bronkhiolus respiratorius,
ductus alveolaris, dan alveolus. Adanya percabangan saluran udara yang majemuk ini
sangat meningkatkan luas total penampang melintang saluran udara, dari 2,5 cm 2 di
trakea, menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya kecepatan aliran udara di dalam
saluran udara kecil berkurang ke nilai yang sangat rendah. 4
Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di sebagian besar
daerah, udara dan darah dipisahkan hanya oleh epitel alveolus dan ondetol kapiler
sehingga keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 mikro meter. Manusia memiliki 300 juta
alveolus, dan luas permukaan total dinding alveolus yang berhubungan dengan
kapiler dikedua paru adalah sekitar 70 m2. 4
Tiap alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel. Sel tipe I merupakan sel gepeng
yang memiliki perluasan sitoplasma yang besar dan merupakan sel pelapis utama. Sel
tipe II (pneumosit granular) lebih tebal dan mengandung banyak badan inklusi
lamelar. Mungkin terdapat pula sel epitel jenis khusus lainnya, dan paru juga
memiliki makrofag alveolus paru (PAMs = Pulmonari Alveolar Makrophages),
limfosit, sel plasma, dan sel mast. Sel mast mengandung heparin, berbagai lipid,
histamin dan berbagai protease yang ikut ambil bagian dalam reaksi alergi. 4
ukuran rongga thoraks, tindakan ini berlawanan dengan otot interkostal eksternal.
Semakin ekspirasi paksa, tekanan intrapleura melebihi tekanan atmosfer tetapi paru
tidak kolaps. Karena tekanan intra-alveolus juga meningkat setara maka tetap terdapat
gradien tekanan transmural menembus dinding paru sehingga paru tetap teregang dan
mengisi rongga thoraks. Sebagai contoh, jika tekanan didalam thoraks meningkat 10
mmHg, maka tekanan intrapleura menjadi 766 mmHg dan tekanan intra-alveolus
menjadi 770 mmHg tetap terdapat perbedaan tekanan 4 mmHg. 5
mengembang
sehingga
teregang,
dan
pada
akhir
ekspirasi
tenang,
kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi
oleh daya recoil dinding dada ke arah yang berlawanan. Jika dindinga dada dibuka,
paru akan colaps; dan bila kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang (barrel
shaped). 4
Inspirasi merupakan proses aktif. Kontraksi otot inspirasi akan meningkatkan
volume intra thoraks. Tekanan intrapleura dibagian basis paru akan turun dari nilai
normal sekitar -2,5 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi,
menjadi -6 mmHg. Jaringan paru akan semakin teregang. Tekanan didalam saluran
udara menjadi sedikit lebih negatif, dan udara mengalir kedalam paru. Pada akhir
inspirasi, daya recoil paru mulai menarik dinding dada kembali ke kedudukan
ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan kembali antara daya recoil jaringan paru dan
dinding dada. Tekanan di saluran udara menjadi sedikit lebih positif, dan udara
8
Empat macam volume paru tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama dengan
volume maksimal paru yang mengembang atau disebut juga total lung
capacity, masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut : 5
1. Volume tidal merupakan jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap
kali inspirasi atau ekspirasi pada setiap pernapasan normal. Nilai rerata
pada kondisi istirahat = 500 ml.
2.
11
empat volume paru atau penjumalahan dari kapasitas vital dengan volume
residual. Nilai rerata = 5700 ml.
12
2.3.2 Etiologi
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu :
a. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi.
- Bacteriodes melaninogenus
- Bacteriodes fragilis
- Peptostreptococcus species
- Bacillus intermedius
- Fusobacterium nucleatum
b. Kelompok bakteri aerob
- Gram positif :staphylococcus aureus, streptococcus microaerophilic,
-
2.3.3. Epidemiologi
13
tenaga,
malnutrisi,
infeksi
HIV
atau
bentuk
lain
untuk
pasien
dengan
status
imunokompromis
mendasar
atau obstruksi bronkial yang kemudian membentuk abses paru dapat mencapai
75%.Organisme aerobik, yang biasanya didapat di rumah sakit, juga dapat
menghasilkan prognosa yang buruk. Sebuah studi retrospektif melaporkan
tingkat kematian abses paru yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan
gram negatif digabungkan adalah sekitar 20%. 7
a. Jenis kelamin
Laki-laki mempunyai prevalensi yang dominan dalam kejadian abses
paru yang dilaporkan dalam beberapa seri kasus yang sudah dipublikasikan.
b. Umur
Abses paru pada umumnya terjadi pada pasien usia lanjut dikarenakan
meningkatnya penyakit periodontal dan peningkatkan prevalensi disfagi dan
aspirasi pada usia ini. Namun, serangkaian kasus dari warga yang tinggal
dipusat perkotaan dengan prevalensi alkoholisme tinggi melaporkan usia ratarata yang mengalami abses paru adalah 41 tahun. Orang-orang tua, orang-
14
yang
tidak
pernah
orang yang paling rentan dan memiliki prognosis yang paling buruk 7
2.3.4
Patofisiologi
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering dijumpai adalah kelompok abses paru
bronkogenik yang termasuk akibat aspirasi, stasis sekresi, benda asing, tumor
dan striktur bronkial. Keadaan ini menyebabkan obstruksi bronkus dan
terbawanya organisme virulen yang akan menyebabkan terjadinya infeksi
pada daerah distal obstruksi tersebut. Abses jenis ini banyak terjadi pada
pasien bronchitis kronik karena banyaknya mukus pada saluran napas
bawahnya yang merupakan kultur medis yang sangat baik bagi organisme
yang teraspirasi. Pada perokok usia lanjut keganasan bronkogenik bisa
merupakan dasar untuk terjadinya abses paru. 7
Secara hematogen, yang paling sering terjadi adalah akibat septikemi
atau sebagai fenomena septik emboli sekunder dari fokus infeksi dari bagian
lain tubuh. Penyebaran hematogen ini umumnya akan berbentuk abses
multipel dan biasanya disebabkan oleh staphylococcus. Penanganan abses
multipel adalah lebih sulit daripada abses single walaupun ukurannya besar.
Secara umum diameter abses paru bervariasi dari beberapa milimeter sampai
dengan 5cm atau lebih. 7
Disebut abses primer bila infeksi diakibatkan aspirasi atau pneumonia
yang terjadi pada orang normal sedangkan abses sekunder bila infeksi terjadi
15
dengan
organisme
penyebabnya
paling
sering
ialah
dengan
disebabkan oleh septic emboli paru dengan infark, abses sudah bisa timbul
hanya dalam waktu 2-3 hari 7
Pemeriksaan fisis yang ditemukan adalah suhu badan meningkat
sampai 40 derajat celcius, pada paru ditemukan kelainan seperti nyeri tekan
lokal, pada daerah terbatas perkusi terdengar redup dengan suara nafas
bronchial.Bila abses luas dan letaknya dekat dengan dinding dada kadangkadang terdengar suara amforik.Suara napas bronchial atau amforik terjadi
bila kavitasnya besar dan karena bronkus masih tetap dalam keadaan terbuka
disertai dengan adanya konsolidasi sekitar abses dan drainase abses yang baik.
Biasanya juga akan terdengan suara ronchi 7
Bila abses paru letaknya dekat pleura dan pecah akan terjadi piotoraks
(empiema torakis) sehingga pada pemeriksaan fisik ditemukan pergerakan
dinding dada tertinggal pada tempat lesi, vocal fremitus menghilang, perkusi
redup atau pekak, bunyi nafas menghilang dan terdapat tanda-tanda
pendorongan
2.3.6
mediastinum
terutama
pendorongan
jantung
ke
arah
18
adalah
pewarnaan
langsung
dengan
teknik
gram,
biakan
20
Diagnosis
Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirikan
diagnosis banding yang lain dengan gejala yang hampir menyerupai abses
paru.
-
21
2.3.9
Komplikasi
Komplikasi lokal meliputi penyebaran infeksi melalui aspirasi lewat
bronkus atau penyebaran langsung melalui jaringan sekitarnya. Abses paru
yang drainasenya kurang baik, bisa mengalami ruptur ke segmen lain dengan
kecenderungan penyebaran infeksi staphylococcus, sedangkan yang ruptur ke
rongga pleura menjadi piotoraks (empiema). Komplikasi sering lainnya
berupa abses otak, hemoptisis masif, ruptur pleura viseralis sehingga terjadi
piopneumotoraks dan fistula bronkopleura. Abses paru yang resisten (kronik),
yaitu yang resisten dengan pengobatan selama 6 minggu, akan menyebabkan
kerusakan paru yang permanen dan mungkin akan menyisakan suatu
bronkiektasis dan amiloidosis. Abses paru kronik bisa menyebabkan anemia,
malnutrisi, ganggguan cairan dan elektrolit serta gagal jantung terutama pada
manula 7
2.3.10 Pengobatan
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi
secepatnya dari patogen penyebab dengan pengobatan yang cukup, drainase
yang adekuat dari empiema dan pencegahan komplikasi yang terjadi.
Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses
paru pada foto dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien
dirawat inap. Posisi berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang
22
terkena abses berada diatas supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen
superior lobus bawah yang terkena, maka hendaknya bagian atas tubuh
pasien/kepala berada di bagian terbawah. Diet biasanya bubur biasa dengan
tinggi kalori tinggi protein. Bila abses telah mengalami resolusi dapat
diberikan nasi biasa7
Penyembuhan sempurna abses paru tergantung dari pengobatan
antibiotik yang adekuat dan diberikan sedini mungkin segera setelah sampel
dahak dan darah diambil untuk kultur dan tes sensitivitas. Kebanyakan kasus
abses paru yang disebabkan bakteri anaerob kumannya tidak dapat ditentukan
dengan pasti, sehingga pengobatan diberikan secara empirik. Kebanyakan
pasien mengalami perbaikan hanya dengan antibiotik dan postural drainage,
sedangkan kira-kira 10% harus dilakukan tindakan operatif.7
Antibiotik
yang
paling
baik
adalah
clindamicyn
karena
antibiotik
diberikan
sesuai
dengan
hasil
tes
terjadi ruptur dari abses harus ditambahkan emetin parenteral pada 5 hari
pertama.7
Antibiotik diberikan sampai dengan pneumonitis telah mengalami
resolusi dan kavitasnya hilang, tinggal berupa lesi yang kecil dan stabil dalam
waktu lebih dari 2-3 minggu.Resolusi sempurna biasanya membutuhkan
waktu pengobatan 6-10 minggu dengan pemberian antibiotik oral sebagai
pasien rawat jalan.Pemberian antibiotik yang kurang dari waktu ini sering
menyebabkan kekambuhan dengan melibatkan organisme yang resisten
terhadap antibiotik yang diberikan sebelumnya.7
Tindakan operasi diperlukan pada kurang dari 10-20% kasus.
Indikasi operasi adalah :
-
Pengobatan
penyakit
yang
mendasari
karsinoma
obstruksi
25
26
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Pemeriksaan : 23 Maret 2016
Jam
: 12.20 WITA
Ruangan
27
IDENTITAS
Pasien
Nama
: Ny. R
: 42 Tahun
Alamat
: Desa Lembasada
Agama
: Islam
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Batuk berlendir
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan batuk disertai lendir berwarna kuning kehijauan
berbau amis sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk RS. Batuk dialami
sepanjang waktu.Pasien juga merasakan sesak sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu,
sesak yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh aktivitas.Pasien menyangkal sesak saat
berjalan, terbangun dimalam haru karena sesak, maupun tidur dengan lebih 1 bantal.
Pasien juga merasakan demam sejak 1 minggu yang lalu, demam terus
menerus, menggigil (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun sehingga berat
badan pasien dirasakan berkurang.Pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kanan
seperti ditusuk-tusuk tidak tembus belakang.
2 minggu sebelum masuk RS pasien mengaku mengalami BAB cair lebih dari
5 kali sehari dan terdapat ampas tanpa disertai lendir maupun darah.
Pasien belum pernah menjalani pengobatan sebelumnya, pasien juga
menyangkal pernah meminum obat paru selama 6 bulan atau buang air kecil
berwarna merah ketika meminum obat.
28
Riwayat Alergi
: Tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
KU
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Nadi
: 74 kali/menit
Respirasi
: 24 kali/menit
Suhu
: 36,8C
BB
: 45 kg
Kepala Leher :
Wajah
: deformitas (-)
Mata
: konjungtiva : anemis + / +
Hidung
Mulut
Leher
sklera
: ikterik - / pupil
: isokor (+)
: epistaksis (-)
: sianosis (-)
lidah kotor (-)
: Bentuk normal, trakea ditengah massa (-) KGB submentalis,
Palpasi
Perkusi
: Sonor pada kedua paru simetris, batas paru hepar pada SIC VI linea
mid klavikularis dexter.
29
Auskultasi
Murmur (-)
- Gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi
: Timpani
Palpasi
Ekstremitas :
Atas
Bawah
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium :
a. Darah Rutin
WBC
: 21,2 x 103/uL
RBC
: 4,45 x 108/uL
30
HGB
: 10,7 g/dL
HCT
: 32,32 %
PLT
: 285 x 103/uL
GDS
135 mg/dL
b. Kimia darah
Ureum
: 25 mg/dl
Kreatinin
: 1,4 mg/dl
c. Sputum
: BTA Negatif
Radiology :
Foto Thorax PA dan Lateral Dekubitus
31
: Lemah
TD
: 130/80 mmHg
Suhu
: 38,9C
Nadi
: 110 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Konsul Penyakit Dalam, advis :
IVFD RL 28 tpm
Paracetamol 3x500 mg
Ambroxol syr 3x1
Ceftriakson 2x1 gr/IV
Injeksi Ranitidin 2x1 amp/IV
Loperamide 2x1
Anjuran : Darah Rutin, Kimia darah, Sputum BTA.
b. 20 Maret 2016
S : Pasien sadar, batuk (+), demam (+), sesak (+)
O : KU
: Lemah
TD
: 140/90
Nadi
: 72 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
32
Suhu
: 37,4C
: 21,2 x 103/uL
RBC
: 4,45 x 108/uL
HGB
: 10,7 g/dL
HCT
: 32,32 %
PLT
: 285 x 103/uL
GDS
135 mg/dL
- Kimia darah
Ureum
: 25 mg/dl
Kreatinin
: 1,4 mg/dl
: Lemah
TD
: 130/70
Nadi
: 68 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 37,9 C
33
: Sedang
TD
: 130/80
Nadi
: 68 x/menit
Respirasi
: 22 x/menit
Suhu
: 36,7 C
: Sedang
TD
: 150/90
Nadi
: 74 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 36,8 C
Resume :
Pasien masuk dengan keluhan batuk disertai lendir berwarna kuning
kehijauan berbau amis sejak kurang lebih 1 minggu sebelum masuk RS, batuk
dialami sepanjang waktu. Pasien juga merasakan sesak sejak 1 minggu yang
lalu, sesak yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh aktivitas. Demam (+) sejak
1 minggu yang lalu, demam terus menerus. Nafsu makan berkurang. Pasien
juga merasakan nyeri dada disebelah kanan, BAB cair lebih dari 5 kali dalam
sehari disertai ampas. Pasien memiliki riwayat hipertensi. Sebelumnya pasien
belum pernah melakukan pengobatan di RS. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 150/90, Nadi 74 kali/menit, Respirasi 24 kali/menit, Suhu
35
Diagnosis banding
: Tuberkulosis Paru
Emfisema
Bronkietaksis
Pneumonia
Penatalaksanaan :
IVFD RL 28 tpm
Paracetamol 3x500 mg
Injeksi Ranitidin 2x1 amp/IV
Curcuma 3x1
Ceftriakson 2x1 gr/IV
Loperamide 2x1
Captopril 25mg
Prognosis : Dubia ad bonam.
BAB IV
DISKUSI KASUS
Pasien wanita usia 42 tahun dari anamnesis didapatkan keluhan yaitu batuk
berlendir warna kuning kehijauan berbau amis yang disertai dengan sesak napas,
nyeri dada sebelah kanan dan demam.
Pada pengukuran tanda-tanda vital didapatkan TD 150/90 mmHg, nadi 74
kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu 36,8 C . Pada pemeriksaan fisik
36
kering dimana setelah beberapa hari akan menjadi batuk berdahak yang bisa menjadi
purulen dan mengandung darah. Batuk merupakan refleks pertahanan tubuh yang
timbul akibat iritasi percabangan trakheobronkhial untuk membersihkan saluran
napas. Adanya sputum yang berlebihan menunjukkan bahwa terdapat gangguan
seperti infeksi pada membran mukosa. Sputum yang berwarna kuning kehijauan
disertai dengan bau amis disebabkan oleh infeksi dan penimbunan nanah. Dimana
warna hijau timbul karena adanya verdoperoksidase yang dihasilkan oleh lekosit
PMN dalam sputum.7
Kadang-kadang kita belum curiga adanya abses paru sampai dengan abses
tersebut menembus bronkus dan mengeluarkan banyak sputum dalam beberapa jam
sampai dengan beberapa hari yang bisa mengandung jaringan paru yang mengalami
gangren. Sputum yang berbau amis dan berwarna anchovy menunjukkan
penyebabnya bakteri anaerob dan disebut dengan putrid abscesses,tetapi tidak
didapatkannya sputum dengan ciri khas ini tidak menyingkirkan kemungkinan infeksi
anaerob. Nyeri dada pada pasien menunjukkan keterlibatan pleura. Selain itu pasien
37
juga mengalami sesak dimana sesak ini dapat disebabkan oleh adanya pus yang
menumpuk menutupi jalan napas.7
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/90 yang sudah termasuk dalam
Hipertensi Grade 1, Nadi dan Respirasi dalam batas normal, Suhu 36,8 C
dimana
pasien sudah mengalami demam sebelum masuk RS. Pada mata didapatkan
konjungtiva anemis.Hal ini dapat terjadi karena asupan gizi pasien yang kurang,
sehingga zat besi yang berguna dalam pengikatan hemoglobin berkurang.Pada
hemithoraks dekstra terdapat fremitus vokal menurun, hal ini menandakan bahwa
terdapat sesuatu pada paru kanan pasien dimana kemungkinan adanya cairan dan jika
dihubungkan dengan gejala yang dialami pasien yaitu adanya demam dan batuk
berdahak kuning kehijauan menandakan adanya cairan supuratif atau nanah.Dari hal
ini, kita dapat menyingkirkan diagnosis banding lain dan semakin mengarah kepada
adanya suatu abses paru.
Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan Hb 10,7 g/dL yang
semakin mendukung adanya anemia. Leukosit sebanyak 21.200/ul menunjukkan
adanya infeksi yang mungkin dapat disebabkan oleh bakterihal ini sudah sesuai
dengan teori dimana pada abses paru hitung leukosit umumnya tinggi berkisar
10.000-30.000/mm3 dengan hitung jenis bergeser ke kiri dan sel polimorfonuklear
yang banyak terumata netropil yang immatur.7
Pemeriksaan sputum BTA negatif sehingga dapat menyingkirkan bahwa
penyebabnya adalah kuman TB sehingga pasien positif tidak menderita TB. Pada foto
thoraks PA dan lateral dekubitustampak konsolidasi di lobus medius dan inferior
dengan kavitas berdinding tebal serta air fluid didalamnya hal ini telah sesuai dengan
teori bahwa pada abses paru akan tampak kavitas irregular dengan batas cairan dan
permukaan udara (air fluid level) didalamnya.8
Gambaran spesifik ini tampak dengan mudah bila kita melakukan foto dada
PA dengan posisi berdiri sehingga dari pemeriksaan ini dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita abses paru kanan lobus posterior.
38
Tujuan utama pengobatan pasien abses paru adalah eradikasi secepatnya dari
patogen penyebab dengan penyebab yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema
dan pencegahan komplikasi yang terjadi. Terapi non farmakologis berupa diet dengan
nutrisi yang baik yaitu tinggi kalori dan tinggi protein agar proses penyembuhan
dapat menjadi baik. Pada pasien ini tidak dilakukan drainage karena pasien menolak
dengan alasan tidak nyaman, tetapi sebaiknya dianjurkan pada pasien abses paru
dilakukan drainage. Postural drainage pada pasien abses paru dilakukan oleh
fisioterapi. Terdapat berbagai macam cara postural drainage yang sesuai dengan letak
absesnya. Letak abses paru pada pasien ini yaitu di lobus inferior segmen posterior
paru kanan.Sehingga caranya adalah dengan mengatur posisi pasien tidur tengkurap,
dibawah perut diganjal 2-3 bantal dan perut kanan lebih sedikit diganjal. 11
luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxone efektif terhadap mikroorganisme
gram positif dan gram negatif.Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta
laktamase yang dihasilkan oleh bakteri. Pemberian antibiotik ini diteruskan hingga
didapatkan adanya perbaikan pada abses paru kanan. Pada pasien ini, ketika diikuti
perkembangannya ternyata terdapat perbaikan. Keluhan batuk pasien diberikan
antitusif yang dapat berfungsi untuk menghambat atau menekan batuk dengan
menekan pusat batuk, serta
mengurangi iritasi. Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas
antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral. Antitusif yang
bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan nonnarkotik. Untuk simptomatis
yaitu Paracetamol 3x500 mg untuk demam, Injeksi Ranitidin 2x1 amp/IV untuk
mengurangi nyeri ulu hati. Roboransia atau peningkat daya tahan tubuh yaitu
curcuma 3x1 yang berguna untuk penambah nafsu makan dan loperamide untuk
keluhan buang air besar cair.
Prognosis pasien ini secara vitam adalah bonam. Faktor-faktor yang membuat
prognosis menjadi jelek adalah kavitas yang besar (lebih dari 6 cm), penyakit dasar
yang berat, status immunocomprimised, usia lanjut, abses yang disebabkan bakteri
aerobik (termasuk Staphylococcus auerus dan hasi Gram negatif), dan abses paru
yang belum mendapat pengobatan dalam jangka waktu yang lama. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Jain A, Acute left lung abscess caused by multidrug- resistant
NCBI.
2015.
Vol.
3(13),
Pp:183.
from;
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4543327.
4. Ganong W.F, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 2005, EGC.
5. Sherwood L, Fisiologi Manusia, 2009, EGC.
6. Murtaza Mustafa, et all, Lung abscess : Diagnosis, Treatment and
Mortality.2015. Vol. 28. Hal 54-60.
7. Rasyid A. Abses Paru. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata K M, Setiati S. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2010. Hal 2323-2338.
8. Dennis L, Anthony S, Harrisons Infection Disease, 2010, The McGrawHill Companies. Hal 205-206.
9. Shabir
Bhimji,
et
all,
Lung
Abscess
Surgery,
http://emedicine.medscape.com/article/428135-overview#showall
10. Nader
Kamangar,
et
all,
Lung
Abscess,
from
http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview#showall
11. Siraj O, An Update on The Drainage og Pyogenic Lung Abscesses, from
http://www.thoracicmedicine.org.
41