Vous êtes sur la page 1sur 15

ANALISIS SYAIR AL-MUALLAQAT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Masalah
Seni paling unggul adalah seni yang mampu membangkitkan hasratberkehendak setelah sekian lama tersumbat. Oleh karena itu, seni untuk
seni adalah sebuah rekayasa cerdas dari kebobrokan yang mengecoh dan
menipu agar kita semakin terasing dari realitas kehidupan dan kekuatan
(S.A Vahid dalam Iqbal, 1916).
Seni harus menghayati manusia dan segala kehidupannya. Di samping
memberi rasa nikmat, seni harus dapat memandu pikiran manusia. Oleh
karena itu, tak disangsikan bahwa seni ekspresi estetik paling hulu adalah
puisi. Induk segala bentuk ekspresi sastrawi, dan belum ada yang
melampauinya. Itu sebabnya, penyair Arab pada masa jahiliyah
mempunyai posisi sosial yang tinggi. Mereka termasuk para elite yang
sangat diperhitungkan dalam kabilah. Dengan puisi, mereka
mengungkapkan kebesaran kabilah. Dengan puisi, mereka sanggah dan
mereka lawan tipu daya musuh.
Kekuatan puisi bisa mengobarkan semangat juang di masa perang, tetapi
sekaligus dapat menciptakan suasana teduh dalam masyarakat. Karena
posisi penyair yang demikian itu, maka kabilah-kabilah sangat bangga dan
sangat menghormati para penyair yang muncul di kabilahnya. Penjamuan
bagi para penyair sangat besar. Sebagai elit, mereka mempunyai
kelebihan, baik dalam segi pengetahuan, wawasan maupun dalam segi
pengaruh di tengah-tengah masyarakat.
Puisi Arab yang paling terkenal pada zaman Jahiliyah adalah puisi-puisi alMuallaqat. Dinamakan al-Muallaqat, karena puisi-puisi tersebut
digantungkan pada dinding Kakbah. al-Muallaqat adalah Qasidah panjang
yang indah yang diucapkan oleh para penyair jahiliyah dalam berbagai
kesempatan dan tema. Sebagian Al-Muallaqot ini diabadikan dan
ditempelkan didinding-dinding Kabah pada masa Jahiliyah. Para pujangga
Al-Muallaqat berjumlah tujuh orang, yaitu Umru al-Qais, Amr' bin Kultsum
at-Taghlibi dan al-Harits bin Hiliziah al-Bakri dikenal dengan puisinya yang
bertemakan Al-Ghozal atau ungkapan cinta bagi sang kekasih, Zuhair bin
Abi Sulma dikenal dengan puisinya yang bertemakan Al-Hikam atau katakata hikmah/mutiara, Antarah bin Syaddad al-Absi dikenal dengan puisinya
yang bertemakan Al-Hamaasah atau semangat yakni untuk
membangkitkan semangat ketika ada suatu peristiwa semacam perang
atau membangun sesuatu, Tharafah bin Abdul Bakri dan Lubaid bin
Rabi'ah al-Amiri dikenal dengan puisinya yang bertema Al-Madh atau

pujian.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk menganalisis syairsyair dalam muallaqat tersebut.

BAB II
ANALISIS SYAIR

2.1 Umru al-Qais


Sebagian besar ahli sastra Arab berpendapat bahwa diantara puisi-puisi alMu'allaqat, puisi Umru' al-Qais merupakan puisi yang paling terkenal dan
menduduki posisi penting dalam khazanah kesusastraan Arab Jahiliyyah.
Mu'allaqat Umru' al-Qais merupakan peninggalan yang paling monumental
yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan kesusastraan
Arab pada masa-masa selanjutnya. Puisi-puisinya seringkali dipakai
sebagai referensi dalam kajian ilmu-ilmu bahasa Arab seperti nahwu,
sharf, maupun balaghah.
Keistimewaan puisi-puisinya,
pada kekuatan daya khayalnya dan pengalaman dalam
pengembaraannya. Bahasa yang digunakan sangat tinggi dan isinya
padat. Bait-bait puisinya menggambarkan cerita yang panjang, satu bait
puisinya memiliki tujuan yang sangat banyak. Ia juga dianggap sebagai
orang pertama yang menciptakan cara menarik perhatian dengan cara
istikafus-Shahby (yaitu cara mengajak orang untuk berhenti pada puing
reruntuhan bekas rumah kekasihnya, hanya untuk sekedar mengenang
masa percintaan), cara seperti ini sangat menarik bila digunakan dalam
puisi ghazal (cara untuk merayu wanita).
Di bawah ini merupakan contoh puisi Umru' al-Qais dalam bab Ghazal
yang menceritakan perjalanan bersama kekasihnya yang bernama
Unaizah, seperti di bawah ini:




"Suatu hari ketika aku sedang masuk ke dalam Haudat kekasihnya
Unaizah, maka Unaizah berkata kepadaku: "Celakalah kamu, jangan kamu
beratkan untaku".

"Ketika punggung untanya agak condong ke bawah (karena berat), maka


ia berkata kepadaku: "Turunlah hai Umru al-Qais, janganlah kamu ganggu
jalan untaku ini".
"Di saat itu, kukatakan kepadanya: "Teruskanlah perjalananmu dan
lepaskanlah tali kekangnya, janganlah engkau jauhkan aku dari sisimu".
Analisis pada syair di atas, kita dapat mengetahui bagaimana cara Umrul
Qais menggoda Unaizah kekasihnya dengan secara tiba-tiba menaiki unta
yang sedang ditunggangi Unaizah. Ketika itu kekasihnya enggan satu
tunggangan dengan Umrul Qais maka ia menyuruh Qais untuk turun dari
untanya. Akan tetapi Qais tetap berada satu tunggangan dengan Unaizah,
kemudian dia berkata "Teruskanlah perjalananmu dan lepaskanlah tali
kekangnya, janganlah engkau jauhkan aku dari sisimu" . Bait dalam syair
ini dapat kita simpulkan Umrul Qais begitu romantis, yang senantiasa ingin
selalu berada bersama kekasihnya. cara seperti itulah yang amat digemari
penyair Arab untuk membuka kasidahnya untuk menarik perhatian orang.
Selain itu, penyair ini juga mensifati kecantikan kekasihnya, Unaizah,
seperti dalam bait puisi di bawah ini:










"Ketika kami berdua telah melewati perkampungan, dan sampai di tempat
yang aman dari intaian orang kampung"
"Maka kutarik dirinya sehingga ia dapat merapat kepadaku, perutnya
ramping dan dadanya putih bagaikan kaca".
"Lehernya jenjang bak leher kijangi, jika dipanjangkan tidak bercacat
sedikit pun, karena lehernya dipenuhi kalung permata".
"Rambutnya yang panjang dan hitam bila terurai di bahunya bagaikan
mayang korma".
Pada bait puisi di atas Umru' al-Qais menggambarkan kecantikan
kekasihnya dengan mengumpamakannya seperti seekor kijang yang
panjang lehernya, karena seorang wanita yang panjang lehernya,
menandakan sebagai seorang wanita yang cantik. Dengan gayanya yang
khas tersebut dan gambaran yang seindah itu tidak dapat terlukiskan,
kecuali bagi orang yang mempunyai daya khayal yang tinggi, ditambah
dengan pengalaman yang luas, sehingga dengan itu semua ia dapat

melukiskan sesuatu dengan berbagai macam perumpamaan dan


sepertinya benar-benar terjadi.
Orang yang mempelajari puisi karya Umru' al-Qais dengan mendalam,
maka akan ditemukan bahwa keindahan penyair ini terletak pada caranya
yang halus dalam puisi ghazal-nya. Ditambah dengan gaya isti'arah (katakata kiasan dan perumpamaan). Sehingga banyak yang beranggapan
bahwa ialah orang pertama yang menciptakan perumpamaan dalam puisi
Arab. Walaupun pemakaian kata-kata kiasan, pengibaran dengan alam,
dan simbolisasinya, tidak hanya didominasi oleh puisi-puisi Umru' al-Qais,
tetapi dilakukan juga oleh para penyair lain. Akan tetapi, para ahli puisi
Arab, berpendapat bahwa ialah orang yang pertama kali menciptakan
puisi-puisi kontoversial pada zamannya, dan tidak jarang kata-kata yang
bernada sinisme juga dipakai oleh Umu al-Qais dalam puisi-puisinya.
Terkadang ia juga berkata vulgar yang mengarah ke pornografi dalam
ungkapan-ungkapan komparasi dan pembicaraannya mengenai wanita.
Tercium pula aroma kecerdasan dan kepiawaiannya, serta tersirat pula
indikasi-indikasi kepemimpinannya. Hal itu diantaranya terdapat dalam
kata-katanya di bawah ini:






"Gadis-gadis itu terus melahap dagingnya dan lemaknya bagaikan kain
sutra putih"
"Mereka terus memasak daging antara yang matang dengan dipanggang,
dan ada yang direbus setengah matang"
Contoh lain yang menunjukkan kemahiran penyair ini dalam
menggambarkan suatu kejadian dengan gayanya yang khas sehingga
bayangan yang ada benar-benar terjadi. Seperti kesusahan yang
dialaminya pada malam hari, seperti dibawah ini:










"Di kala gelap malam bagaikan badai laut yang tengah meliputiku dengan
berbagai macam keresahan untuk mengujiku (kesabaranku)".
"Di kala malam itu tengah memanjangkan waktunya, maka aku katakan
padanya".
"Hai malam yang panjang, gerangan apakah yang menghalangimu untuk
berganti dengan pagi hari? Ya walaupun pagi itu pun belum tentu akan

sebaik kamu".
Pada bait-bait puisi di atas, sebenarnya penyair ini ingin mengutarakan
betapa malang nasibnya. Di mana keresahan hatinya akan bertambah
susah bila malam hari tiba. Karena saat itu ia merasa seolah-olah malam
itu sangat panjang sekali. Sehingga ia mengharapakan waktu pagi segera
tiba, agar keresahannya dapat berkurang, namun sayang sekali
keresahannya itu tidak juga berkurang walaupun pagi hari telah tiba. Puisi
di atas, tidak lain merupakan contoh dari kepandaian Umru' al-Qais dalam
menggambarkan suatu keadaan. Sehingga seolah-olah itu benar-benar
terjadi.
Bait puisinya terkumpul semuanya dalam kasidah mu'allaqat-nya.
Mu'allaqat Umru' al-Qais sangat terkenal dikalangan setiap orang yang
mempelajari kesusastraan Arab. Penyair ini menciptakan kasidah
muallaqadnya tidak lain adalah untuk mengabadikan suatu kejadian yang
dialaminya. Seperti kejadian yang dialaminya besama sang kekasih
Unaizah.
Pada suatu ketika Umru' al-Qais ingin bertemu kekasihnya, namun
keinginannya itu selalu dihalangi oleh pamannya, karena ia takut anak
puterinya itu akan terbujuk dengan puisi Umru' al-Qais. Karena itulah,
Umru' al-Qais berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan
kesempatan agar dapat bertemu dengan anak pamannya yang bernama
Unaizah. Dan pada suatu ketika, ia berhasil bertemu dengan Unaizah dan
bersepakat bertemu dalam kesempatan lain bila anggota kabilahnya
sedang pergi mengambil air. Dan telah menjadi kebiasaan kabilah itu, bila
hendak mengambil air kaum lelaki berjalan terlebih dahulu, kemudian
barulah diikuti kaum wanita dari belakang.
Sewaktu kaum lelaki pergi ke mata air, Umru' al-Qais tidak keluar bersama
mereka, bahkan penyair ini menunggu keberangkatan kaum wanita. Dan
ketika kaum wanita keluar menuju mata air, maka Umru' al-Qais keluar
mendahului mereka agar dapat sampai lebih dahulu. Sesampainya di mata
air yang bernama Juljul yang terletak di daerah Kindah (Nejed), penyair ini
langsung bersembunyi di balik batu yang tidak terlalu jauh dari tempat itu.
Ketika rombongan wanita yang di dalamnya terdapat kekasihnya tiba di
mata air Juljul, maka mereka langsung menanggalkan pakaiannya masingmasing, dan meletakkannya di atas batu. Setelah mereka masuk ke dalam
air, maka Umru' al-Qais yang tengah asyik memperhatikan dari balik batu,
langsung mengambil pakaian mereka semua, dan berjanji tidak
mengembalikannya kecuali bila mereka keluar dari mata air itu dengan
keadaan telanjang bulat. Melihat kejadian itu, semua kaum wanita terkejut
dan meminta Umru' al-Qais untuk mengembalikan pakaian mereka.
Namun Umru' al-Qais tetap bersikeras tidak mengembalikan pakaian

mereka bila mereka tidak mau keluar dalam keadaan telanjang bulat.
Akhirnya, dengan keadaan terpaksa kaum wanita itu keluar dari mata air
Juljul dalam keadaan telanjang bulat untuk mengambil pakaian mereka
dari tangan Umru' al-Qais, tetapi hanya Unaizah yang tidak mau keluar
dari mata air, dan ia meminta Umru' al-Qais untuk mengembalikan
pakaiannya. Setelah ia mengetahui bahwa Umru' al-Qais tidak akan
mengembalikan pakaiannya, maka dengan terpaksa Unaizah keluar dari
mata air dengan keadaan telanjang dan meminta Umru' al-Qais untuk
mengembalikan pakaiannya. Dan kemenangannya itu, diabadikannya
dalam kasidah mu'allaqat-nya.

2.2 Tharfah ibn Abd







Aku melihat maut memilih orang-orang terhormat dan memilih orangorang yang mulia yang hartanya di dapat dengan melakukan tindakan keji
Aku melihat hidup ini adalah tabungan simpanan yang selalu berkurang
setiap malam, dan apa-apa yang berkurang karena masa dan hari-hari
pasti akan binasa
Demi tuhan pemberi nyawa sesungguhnya kematian tidak akan pernah
luput dalam mencabut nyawa, sungguh dia bagaikan tali pengikat
binatang yang salah satu ujungnya di genggaman tangan.

2.3 Zuhair Bin Abi Sulma


Keistimewaan karyanya terletak pada kekuatan bahasa dan susunan katakatanya, banyak terdapat kata-kata asing (sulit) dalam puisinya, dia
berupaya untuk mencari hakekat makna asli untuk mengeluarkannya pada
konkrisitas materi yang sebenarnya. Dengan kekuatan akal dan
wawasannya dalam penggambaran-penggambaran dan imajinasinya. Pada
umumnya, apa yang diungkapkannya tidaklah jauh dari hakekat realitas
yang konkret. Zuhair juga termasuk penyair masa Jahiliyyah yang terkenal
dalam pengungkapan kata-kata hikmah dan pribahasa. Dalam
kehidupannya ia terkenal dengan konsistensi dan kecerdasannya.
Pendapatnya sesuai dengan kehidupannya. Posisi kesusastraannya,
menurut kebanyakan para kritikus sastra Arab, dibangun atas hikmah dan
kata-kata bijak yang dikenal pada masanya (Karum al-Bustani, 1953:6).




"Aku dapat mengetahui segala yang terjadi pada hari ini dan kemarin,
tetapi aku tetap tidak akan tahu apa yang akan terjadi esok hari"
"Barang siapa berbuat kebaikan dari kedalaman harga dirinya, ia akan
terpelihara, dan barang siapa yang tidak melindungi diri dari cercaan, ia
akan dicerca"
"Barang siapa memiliki kelebihan harta, lalu ia bakhil (pelit) dengan
hartanya itu terhadap kaumnya, maka ia tidak akan berguna dan akan
dicerca"
"Barang siapa memenuhi kewajibannya, ia tidak akan dicerca, barang
siapa hatinya mendapat petunjuk menuju ketentraman dalam berbuat
kebaikan, maka ia tidak akan terguncang oleh ketegangan"
"Aku lihat maut itu datang tanpa permisi terlebih dahulu, barang siapa
yang didatangi pasti akan mati, dan barang siapa yang luput dia akan
mengalami lanjut usia".
"Barang siapa yang takut mati, pasti ia akan bertemu juga dengan
kematian itu, walaupun ia naik ke langit dengan tangga"
"Barang siapa yang menolong orang yang tidak berhak untuk ditolong,
maka ia akan menerima resikonya dan akan menjadikan penyesalan
baginya".
Pada syair diatas banyak mengungkapkan amtsal (pribahasa) dan katakata hikmah, sehingga penyair ini dianggap sebagai orang yang pertama
dalam menciptakan kata-kata hikmah dalam puisi Arab. Selain itu syair
diatas memiliki keistimewaan lain yaitu sebagai berikut:
1. Ijaz-nya bagus dan suka membuang tambahan pembicaraan serta katakata yang kurang dipelukan, sehingga ia menciptakan sedikit kata banyak
makna.
2. Madah-nya bagus dan menjauhi kedustaan di dalamnya. Dia tidak
memuji seseorang melainkan karena akhlaknya dan sifat-sifat terpuji yang
diketahuinya.
3. Puisinya sedikit sekali mengandung kata-kata yang buruk. Oleh karena

itu, puisi-puisinya bersih dan sedikit sekali adanya cercaan di dalamnya.


Adapun syair lain dalam muallakad Zuhair dibawah ini:








"Aku bersumpah dengan Ka'bah yang ditawafi oleh anak cucu Quraisy dan
Jurhum".
Aku bersumpah, bahwa kedua orang (yang telah menginfakkan uangnya
untuk perdamaian itu) adalah benar-benar pemuka yang mulia, baik bagi
orang yang lemah, maupun bagi orang yang perkasa".
"Sesungguhnya mereka berdua telah dapat kesempatan untuk
menghentikan pertumpahan darah antara bani Absin dan Dhubyan,
setelah saling berperang diantara mereka".
"Sesungguhnya mereka bedua telah berkata: "Jika mungkin perdamaian
itu dapat diperoleh dengan uang banyak dan perkataan yang baik, maka
kami pun juga bersedia untuk berdamai".
"Sehingga dalam hal ini kamu berdua adalah termasuk orang yang paling
mulia, yang dapat menjauhkan kedua suku itu dari permusuhan dan
kemusnahan".
"Kamu berdua telah berhasil mendapatkan perdamaian, walaupun kamu
berdua dari keluarga yang mulia, semoga kalian berdua mendapatkan
hidayah, dan barang siapa yang mengorbankan kehormatannya pasti dia
akan mulia"
Pada bait ini menjelaskan kehidupan zuhair dalam masa terjadinya
peperangan yang berlarut-larut selama 40 tahun antara kabilah Abbas dan
Bani Dzubyan, yang terkenal dengan peperangan Dahis dan Gabra'. Dalam
peristiwa perang ini, ia pun turut ambil bagian dalam usaha mendamaikan
dua suku yang sedang berperang tersebut. Dalam usaha perdamaian itu,
ia mengajurkan kepada para pemuka bangsa Arab untuk mengumpulkan
dana guna membeli tiga ribu ekor unta untuk membayar tebusan yang
dituntut oleh salah satu dari kedua suku yang sedang berperang itu.
adapun yang sanggup menanggung keuangan itu adalah dua orang
pemuka bangsa Arab yang bernama Haram bin Sinan dan Harits bin Auf.
Sehingga berkat usaha kedua orang ini, peperangan yang telah terjadi
selama 40 tahun dapat dihentikan. Untuk mengingat kejadian yang amat
penting itu, Zuhair mengabadikan dalam salah satu puisi muallaqat-nya,

Dari beberapa yang kami sebutkan di atas diketahui ketinggian budi


penyair dan keikhlasan terhadap kepentingan bangsanya sendiri, sehingga
ia disenangi penyair lain. bait syair di atas terdapat kata hikam bahwa
barang siapa yang mengorbankan kehormatannya pasti akan mulia.
Penyair ini memang tidak sempat merasakan masa ketika diutusannya
Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi, penyair ini sudah percaya akan
datangnya hari Kiamat dan hari pembalasan. Seperti terlihat pada bait
puisinya dalam muallakad dibawah ini:




"Janganlah sekali-kali kalian menyembunyikan kepada Allah (penghianatan
dan pelanggaran atas sumpah kalian) dalam hati kalian dengan tujuan
untuk menyembunyikannya, tetapi ingatlah!! Walau kalaian sembunyikan,
Allah maha mengetahui".
"Ditangguhkan, lalu dicatat dalam buku amal dan disimpan untuk
kemudian diungkapkan di hari perhitungan, atau disegerakan
pembalasannya dalam kehidupan dunia ini".
Jika benar bait-bait puisi di atas dinisbatkan kepada Zuhair bin Abi Sulma,
maka hal itu dapat dijadikan petunjuk bahwa dia termasuk salah seoorang
penyair masa Jahiliyyah yang mempunyai kepercayaan yang hanief
(lurus), dan kepercayaan keberhalaannya diragukan. Bahkan ada yang
berpendapat bahwa dia termasuk golongan orang-orang yang
mengharamkan khamr (arak atau minuman keras), mabuk, dan mengundi
nasib dengan panah (Syauqi Dhoif, 1960:303). Zuhair berumur panjang
dan meninggal sekitar setahun sebelum Nabi Muhammad Saw diangkat
menjadi Rasul.

2.4 Lubaid bin Rabiah



Bila beberapa kabilah sedang berkumpul, maka kaumku akan menandingi


mereka dalam berdebat ataupun bertanding.
Kaumku pembagi adil yang memberikan hak keluarganya, dan kaumku
sangat murah kepada orang yang merampas hak keluarganya.
Kaumku menolong dengan sukarela, karena mereka suka menolong, suka
memaafkan, suka pada suatu kemuliaan.
Kaumku berasal dari keturunan yang suka pada kemuliaan, dan bagi
setiap kaum pasti mempunyai adat dan pemimpin tersendiri.
Kaumku tidak pernah merusak kehormatannya dan tak suka mengotori
budi pekertinya, karena mereka tidak senang condong pada hawa nafsu.
Bila keluarganya sedang tertimpa musibah, mereka akan membantu,
merekalah pahlawan bila keluarga sedang terserang dan mereka yang
akan menundukkan musuh.
Kaumku adalah penolong bagi orang yang minta pertolongan dan
pembantu bagi janda yang tertimpa kemalangan.
(Syahrul Muallaqad halaman 137-139)
Para ahli sastra Arab menggolongkannya syairnya dalam kelas tinggi dari
segi kesopanan dan lebih condong kepada ketuhanan. Banyak
menunjukkan pada sifat mulia dan kemauan keras demi untuk mencapai
martabat tinggi. Yang paling menonjol sekali dari syairnya, dia tidak
pernah mengejek siapapun dan tidak pernah merendah diri kepada orang
besar, karena penyair ini tidakmenjadikan syairnya sebagai modal pencari
kedudukan ataupun harta seperti yang dilakukan oleh penyair lainnya.
Bahkan penyair ini selalu membanggakan kaumnya yang selalu berusaha
untuk mendapatkan kemuliaan dalam menolong orang lemah dan
sebagainya.

2.5 Amr bin Kaltsum

Kabilah-kabilah telah mengetahui siapa yang berbahagia


Jika berkemah di dataran luas kamipun membangun perkemahan
Bahwa kami adalah orang-orang yang bisa makan
Bila kami mampu mendapatkan makanan
Dan kami adalah orang yang porak-poranda
Bila kami tak henti diancam bencana
Kami adalah orang-orang yang mampu menahan diri
Tidak sembarangan menggapai apa yang kami kehendaki
Dan kami adalah orang-orang yang ditinggal, dimana kami suka
Kami adalah orang-orang yang meninggalkan sesuatu bila kami tidak suka
Dan kami adalah orang-orang yang mengambil bila kami memang suka
Kami akan minum kalau ada air yang segar
Sedangkan orang lain selain kami meminum air yang kotor dan lumpur
Ketika raja mengungguli manusia dengan perbuatan rendah dihinakan
Kami menolak dan tidak mau berbuat hina
Milik kami adalah dunia Dan kami terkuasa atasnya
Kami menindas ketika mau menindas
Orang-orang dzalim berbuat kedzaliman sedangkan kami tidak mau di
dzalimi
Tetapi kami akan mulai melawan orang-orang yang mendzalimi kami
Dunia sesak dengan kebaikan kami,
Kami adalah lautan dan kami memenuhinya dengan perahu-perahu kami
Apabila bayi kami telah selesai umur menyusui

Para penguasa dan diktator akan jatuh tersungkur dan bersujud


kepadanya
(Al-Iskandary, 1978:77)

Puisi ini menjelaskan ketika Banyak peperangan yang terjadi dan menimpa
Kabilah Taghlib adalah perselisihannya dengan kabilah yang masih
tergolong saudara dengan kabilah Taghlib yaitu dengan kabilah Bakr ibn
Wail. Peperangan kedua kabilah bersaudara ini sangat terkenal dikalangan
masyarakat Arab jahiliyah dengan sebutan perang Basus. Dan Puisi ini
menjelaskan tentang Kebanggaan diri kaumnya, yang selalu bertahan, dan
selalu berbuat Baik tidak pernah mendzolimi orang lain.

2.6 Antarah Ibn Syaddad Al-Absy


Pada mulanya penyair ini tidak terkenal sebagai penyair ulung, tetapi
untungnya sejak muda penyair ini telah menyimpan bakat untuk berpuisi.
Dan bakat inilah yang mendorong untuk meningkatkan prestasinya dalam
berpuisi. Kebanyakan puisinya dikumpulkan dalam mu'allaqadnya yang
sangat panjang. Puisinya dikenal bertemakan Al-Hamaasah atau semangat
yakni untuk membangkitkan semangat ketika ada suatu peristiwa
semacam perang atau membangun sesuatu.
Adapun beberapa bait syair Antarah dibawah ini:





"Wahai puteri Malik, tidakkah engkau tanyakan kepada ksatria itu tentang
diriku di medan peperangan, jika engkau tidak tahu?"
"Tidakkah engkau tanyakan kepada ksatria itu tentang diriku ketika aku
sedang berada di atas kuda yang dilukai oleh musuh?"
"Ada kalanya aku bawa kuda itu untuk menyerang musuh, namun
adakalanya aku membawa kudaku untuk bergabung dengan pasukan yang
banyak"
"Jika kamu bertanya tentang diriku pada orang yang hadir dalam

peperangan itu, maka mereka akan memberitahukan kepadamu bahwa


aku adalah orang yang selalu maju (berada di depan) dalam setiap
peperangan dan aku orang yang tidak tamak dalam pembagian rampasan
perang"
"Adakalanya ada ksatria yang berani dan sangat ditakuti oleh musuhnya
dan tidak mau menyerah"
"Namun tanganku buru-buru menerkamnya dengan tusukan tombak yang
kuat"
"Dan ketika ksatria itu aku tusuk dengan tombak yang keras, yang dapat
menembus baju jirahnya. Dan orang bangsawan pun tidak mustahil untuk
terbunuh"
"Setelah ksatria itu terbunuh, maka aku tinggalkan begitu saja agar
menjadi santapan binatang buas yang akan menghancurkan jari tangan
dan lengannya yang bagus itu"
Pada bait syair ini Antarah mengisahkan kegagahannya dalam berperang,
semangat dalam berperang yang luar biasa dan tidak pantang menyerah.
Gambaran bait dalam syair diatas yang berwarna kuning, bahwa antarah
sesosok ksatria yang begitu kejam terhadap musuhnya, ia tidak akan
membiarkan musuhnya dalam keadaan hidup, kekejamannya membuat ia
sangat ditakuti musuhnya.
Para ahli sastra Arab menggolongkan puisi Antarah ke dalam kelas
tertinggi dalam menggambarkan dan mensifati segala kejadian yang
dialaminya. Dalam salah satu bait puisinya, penyair ini menerangkan
kepada kekasihnya bahwa ia adalah seorang yang baik bila ia tidak
diganggu dan dirampas miliknya. Akan tetapi, jika ia diganggu, maka ia
akan membalas perbuatan orang itu dengan kekerasan yang dapat
dijadikan pelajaran selama hidup orang yang menggangunya. Seperti
contoh di bawah ini:


"Pujilah aku (wahai kekasihku) dari apa yang kamu ketahui dari kelakuan
baikku. Sesungguhnya aku adalah seorang yang lemah lembut bila tidak
dizalimi oleh siapa pun"
"Namun, jika aku dizalimi oleh seseorang, maka aku akan membalasnya
dengan balasan yang lebih keras dari kezalimannya"

2.7 Haris bin Hilza













Dan telah datang kepada kami berita dan kejadian yang tidak baik
Saudara-saudara kami adalah kabilah Arraqim telah melanggar batas
dan berkata yang tidak benar tentang kami,
Mencampur orang-orang yang tidak bersalah dengan orang-orang yang
berbuat dosa, tidak berguna, orang yang tidak melakukan dosa
Mereka menyangka bahwa setiap orang yang memukul himar adalah
Maula kami, Mereka bersepakat pada malam hari untuk menyerang kami
dan ketika datang waktu pagi mereka sudah ribut
Siapa yang menyuruh dan menjawab seruan,
Kuda-kuda dan ontapun Saling bersautan
Wahai orang yang berbicara tentang kita dengan penuh kebohongan
didepan Raja Amru.
Apakah kebohongan itu akan bisa abadi?
(Lajnah, 1962: 87)
Al-Haris ibn Al-Yasykari bil Bakri, diriwayatkan Bahwa Amru ibn Hindi Raja
Hirah ingin menjadi mediator perdamaian antara kabilah bakr taghlib
setelah terjadi perang al-Basus. Kemudian raja mengambil jaminan sandra
dari kedua kabilah tersebut. Pada suatu hari terjadi peristiwa raja memberi
izin sandra dari kabilah kabilah taghlib untuk keperluan mereka, ketika ada
rombongan datang suku taghlib menyangka mereka adalah kelompok
bakar yang akan mencari air kemudian dikepung sampai mati kehausan.
Kabilah bakar menyangka mereka diberi minum kemudian ditunjukan jalan
yang menyesatkan sampai meninggal. Kedua kabilah kemudian
mempermasalahkan tersebut diraja Amru, kemudian hal ini membuat al
Haris prihatin sedangkan dia dalam majlis tersebut berada dibalik tabir
karena Haris terkena penyakit Kusta, kemudian ia menyandingkan Qasidah
puisi tersebut yang membanggakan kaumnya, tentang kejujuran dan
kebaikan kaumnya. Maka dari itu puisinya bertemakan maddah, memuji.
Kemudian situasi berubah raja kemudian berbalik pada kabilah bakar dan
mengangkat Haris sebagai penasehatnya.

Vous aimerez peut-être aussi