Vous êtes sur la page 1sur 6

BAB 3

DISKUSI

Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam
tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva
migrans, yaitu cutaneous larva migrans atau creeping eruptions dan visceral larva migrans.
Pada cutaneous larva migrans, larva cacing masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit
atau mulut dan larva mengadakan migrasi di dalam jaringan kulit saja. Pada visceral larva
migrans telur cacing masuk melalui mulut penderita dan larva cacing yang menetas
melakukan migrasi ke dalam organ organ tubuh atau jaringan viseral tubuh manusia.5

Pada cutaneus larva migrans (CLM) penyakit kulit yang disebabkan penetrasi
kulit larva Ancylostoma kaninus atau kucing. Spesies utama adalah Ancylostoma
braziliense, namun Ancylostoma caninum, Uncinaria stenocephala, dan Gnathostoma
spinigerum dan anjing lainnya juga dapat menyebabkan CLM. Selama beberapa
dekade, istilah "kutaneus larva migrans" telah digunakan secara bergantian. Pada
tahun 2004, Caumes dan Danis menyatakan bahwa CLM didefinisikan sebagai linear
atau serpiginous, sedikit menonjol, eritematosa yang bergerak maju dalam kulit
dengan pola tidak teratur.7,8
Ancylostoma braziliense adalah parasit yang menginfeksi kebanyakan anjing di
daerah tropis negara-negara berkembang . Cutaneus larva migrans terutama dijelaskan di
iklim panas, termasuk Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia, dan bahkan tenggara
Amerika Serikat. Kasus yang jarang terjadi telah dilaporkan di daerah beriklim , terutama di
musim panas. sebagian besar kasus didiagnosis di negara-negara industri melibatkan
wisatawan yang kembali dari daerah tropis. Anjing dan kucing yang telah penuh dengan CLM
meninggalkan telur di kotoran mereka. Telur tetap laten di tanah sampai tergantung pada
suhu dan kelembaban eksternal, kemudian berubah

menjadi larva yang

mempunyai

kemampuan untuk menembus kulit host baru.7,8,9 Infeksi biasanya diperoleh melalui kontak
dengan tanah atau pasir yang terkontaminasi dengan kotoran kucing atau anjing yang
terinfeksi.1

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki.9

Masa inkubasi CLM tidak pasti, namun biasanya berlangsung dari jam ke hari.
Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa pruritus dapat dimulai setelah beberapa jam
dan migrasi larva dapat terjadi setelah 4 hari. Jelinek dkk melaporkan, gejala terjadi > 15
hari setelah kembali dari negara endemis pada 25% penderita, masa inkubasi minimal 2
minggu.1,7
Sewaktu menembus kulit, bakteri piogenik dapat terikut masuk pada saat larva
menembus kulit, menimbulkan rasa gatal pada kulit (ground itch).9
Reaksi yang timbul pada kulit bukan diakibatkan oleh parasit, akan tetapi disebabkan
oleh reaksi inflamasi dan alergi oleh sistem imun terhadap larva dan produknya. Pada
hewan, larva ini mampu

menembus dermis dan

melengkapi siklus hidupnya dengan

berkembang biak di organ dalam. Pada manusia, larva ini memasuki kulit melalui folikel,
fisura atau menembus kulit utuh dengan menggunakan enzim protease, tapi infeksinya
hanya terbatas pada epidermis oleh karena tidak memiliki enzim kolagenase yang
dibutuhkan untuk penetrasi ke bagian kulit yang lebih dalam.7,8
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula - mula, pada
porte d entree, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi
berbentuk linear atau berkelok kelok yang terasa sangat gatal. Adanya lesi papul yang
eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau

hari. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah
dilaporkan late onset dari CLM. Perkembangan selanjutnya , papul merah ini menjalar
seperti benang berkelok- kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk
terowongan dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap
harinya, tanpa pengobatan larva dapat mati dan diabsorbsi dalam beberapa minggu sampai
bulan setelah invasi.1
Umumnya penderita hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2 5
cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga penderita sulit tidur. Rasa
gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati. Terowongan yang sudah lama, akan
mengering dan menjadi krusta, dan bila penderita sering menggaruk, dapat menimbulkan
iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat ditemukan
terperangkap dalam

kanal folikular, stratum

korneum atau dermis.Tempat predileksi

adalah di tempat tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas,
duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, telapak kaki, tangan, anus, bokong dan paha
juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.1-3
Diagnosis ditegakkan

berdasarkan pemeriksaan klinis yakni bentuk yang khas

seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menonjol dan terdapat papul atau vesikel di
atasnya. Pemeriksaan darah tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis.1
Pada kasus, seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, mengalami rasa gatal setelah
telapak kaki kiri terkena paku beberapa hari yang lalu. Diagnosis cutaneous larva migrans
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis yaitu adanya gambaran seperti benang berkelokkelok membentuk terowongan yang makin hari bertambah panjang.
Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa
ketidaknyamanan pada penderita. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang
baik. Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes baik topikal maupun
sistemik. Terapi pembekuan dengan menggunakan etilen klorida yang disemprotkan
sepanjang lesi, karbon dioksida padat atau cryotherapy (nitrogen cair) tidak efektif dan
sering tidak berhasil, selain itu dapat menimbulkan rasa sakit pada penderita, sehingga harus
dihindari. Cara penyemprotan dengan menggunakan etilen klorida agak sulit dilakukan
karena tidak diketahui secara pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak
jaringan sekitarnya. 6

Terapi topikal dengan menggunakan tiabendazole 10%-15% terbukti berkhasiat,


diberikan 2 sampai 3 kali sehari selama 5 hari. Keuntungan utama pengobatan topikal adalah
tidak adanya efek samping sistemik, akan tetapi terapi topikal mempunyai kelemahan
karena mempunyai efek terbatas pada beberapa lesi dan folikulitis akibat cacing tambang.1,6
Terapi sistemik yaitu dengan menggunakan

thiabendazol dengan dosis 50

mg/kgBB/hari, sehari 2 kali diberikan berturut-turut selama 2 hari. Jika belum sembuh dapat
diulangi setelah beberapa hari. Efek samping yang timbul seperti rasa mual, pusing dan
muntah-muntah.

Tiabendazole

kurang

ditoleransi

dibandingkan

albendazole

dan

ivermektin.6,8 Albendazole adalah generasi ketiga antihelmintes, terbukti mempunyai angka


kesembuhan 100% setelah pengobatan 400 mg dosis tunggal selama 3 sampai 5 hari
berturut-turut. Albendazole dapat ditoleransi dengan baik kecuali diberikan dengan dosis
tinggi atau dalam jangka waktu lama.
Ivermektin merupakan turunan avermektin B, aktif terhadap volvulus Onchocerca dan
nematode lainnya termasuk pencernaan cacing. Mekanisme kerja belum jelas. Dosis tunggal
ivermektin 12 mg menghasilkan 100% angka kesembuhan penderita kutaneus larva migrans,
dapat ditoleransi dengan baik dan tidak ada efek samping yang pernah dilaporkan.1,6,11
Pada kasus, pengobatan dilakukan dengan cryotherapy sebanyak 2 kali dalam sehari
dan diberikan tiabendazol topikal selama 1 minggu dan albendazole 400mg dosis tunggal
selama 5 hari berturut-turut. Setelah diberikan pengobatan, lesi pada tepalak kaki
mengalami penyembuhan dan penderita tidak lagi mengeluhkan gatal pada kulitnya.

Infeksi sekunder pada daerah sekitar kulit yang terlibat (impetiginasi)


merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Komplikasi sistemik terutama migrasi
larva ke jaringan dalam seperti paru yang dapat menyebabkan

pneumonitis (

Loefflers Syndrome), usus (enteritis), dan otot (miositis) sangat jarang terjadi.
Meskipun patogenesis belum pasti, namun pernah dilaporkan adanya larva
Ancylostoma dalam dahak penderita.1 Tidak dijumpai adanya komplikasi yang terjadi
pada kasus.
Penyakit CLM dapat sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan setelah
beberapa minggu atau bulan, tanpa diikuti efek samping jangka panjang apapun.
Morbiditas dihubungkan dengan pruritus yang hebat dan

kemungkinan infeksi

bekteri sekunder yang terjadi. Mortalitas belum pernah dilaporkan.4

Cara yang

terbaik untuk

mencegah CLM adalah dengan menggunakan

pelindung alas kaki ketika berjalan di pantai karena larva cacing umumnya
menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindung. Hendaknya menghindari
kontak langsung bagian

tubuh manapun dengan tanah atau pasir yang kering.

Bilamana tersedia bak pasir perlu ditutup rapat sehingga tidak memberi kesempatan
kucing atau anjing berdefekasi di tempat tersebut1,6

BAB 4
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus kutaneous larva migrans pada anak laki-laki berusia 3 tahun
. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Setelah diberikan
pengobatan CLM mengalami penyembuhan tanpa adanya komplikasi.

Vous aimerez peut-être aussi