Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
Oleh
Aditha Fitrina Andiani
122011101049
Pembimbing
dr. Dandy Hari Hartono, Sp.JP, FIHA
Oleh
Aditha Fitrina Andiani
122011101049
Pembimbing
dr. Dandy Hari Hartono, Sp.JP, FIHA
BAB 1. PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu kelompok
penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah dapat mengakibatkan terjadinya stroke, serangan jantung, gagal
jantung, dan gagal ginjal. Tekanan darah tinggi yang menetap tersebut dapat
mempengaruhi otak, mata, tulang, dan fungsi seksual. Selain itu juga hipertensi
merupakan penyebab kematian ketiga di dunia. ( Spark, 2007).
Prevalensi diseluruh dunia, diperkirakan 15-20%. Diprediksikan oleh
WHO pada tahun 2025 nanti sekitar 29% orang dewasa di seluruh dunia
menderita hipertensi (Depkes RI, 2006). Di Asia diperkirakan prevalensi
hipertensi sudah mendekati prevalensi di dunia yaitu mencapai 8-18%. Tingginya
angka kejadian hipertensi bisa terjadi karena berbagai faktor pemicu. Faktor
pemicu hipertensi digolongkan kedalam 2 golongan yaitu faktor yang tidak dapat
di kontrol, seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur, dan yang dapat di kontrol
seperti adanya diabetes, kegemukan, gaya hidup, pola makan, aktivitas, kebiasaan
merokok, serta alkohol dan garam (Sianturi, 2003).
Keadaan Hipertensi dapat menyebab payahnya jantung untuk bekerja,
sehingga jatuh dalam keadaan gagal jantung. Gagal jantung menjadi masalah
utama dalam bidang kardiologi karena bertambahnya jumlah penderita dan
kejadian rawat ulang serta kematian dan kecacatan. Penyebab meningkatnya
masalah gagal jantung adalah:
(1) Keberhasilan penanganan serangan akut miokard infark yang berhasil
menyelamatkan nyawa namun kecacatannya menyebabkan gagal jantung.
(2) Bertambahnya jumlah orang yang mencapai usia lanjut sedangkan pada
usia lanjut akan terjadi gagal jantung karena perjalanan usia.
(3) Masih tingginya kejadian infeksi di Indonesia yang dapat menyebabkan
penyakit jantung reumatik pasca infeksi Streptococcus beta hemolitikus,
infeksi virus yang menyebabkan miokarditis, infeksi yang menyebabkan
endokarditis
serta
tuberkulosis
tuberkulosa.
yang
menyebabkan
pericarditis
(4) Masih seringnya ditemukan faktor faktor risiko penyakit jantung koroner
seperti banyaknya diabetes, perokok, hiperkolesterolemia, hipertensi dan
obesitas.
Menurut Gibney (2009), Seperti yang dipaparkan diatas hipertensi dapat
menjadi faktor risiko utama untuk terjadinya DM. Hubungannya dengan DM tipe
2 sangatlah kompleks, hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin
(resisten insulin) (Mihardja, 2009). Padahal insulin berperan meningkatkan
ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme
karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di
dalam darah juga dapat mengalami gangguan (Guyton, 2008).
DM tipe 2 menempati lebih dari 90% kasus di negara maju. Negara sedang
berkembang, hampir seluruh diabetes tergolong sebagai penderita DM tipe 2, 40%
diantaranya terbukti dari kelompok masyarakat yang terlanjur mengubah gaya
hidup tradisional menjadi modern. DM tipe 2 merupakan yang terbanyak di
Indonesia. Bila dikaitkan dengan pernyataan diatas, selain hipertensi dapat
menyebabkan terjadinya DM, DM pun dapat menjadi penyebab aneka penyakit
seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal ginjal, katarak, glaukoma,
kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi, gangguan fungsi hati,
dan luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi, sehingga harus diamputasi
terutama pada kaki (Dinkes, 2009).
: Tn AW
Umur
: 68 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Baratan, Jember
Status
: Menikah
Pendidikan
: S1
Pekerjaan
: Pensiunan
Suku
: Jawa
Agama
: Islam
Status Pelayanan
: NPBI
No. RM
: 12198
Tanggal MRS
: 10 Juli 2016
: 25 Juli 2016
2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dan heteroanamnesis dilakukan kepada pasien dan
keluarga pasien pada tanggal 16 Juli 2016 di ruang Anturium.
2.2.1
Keluhan Utama
Sesak
2.2.2
2.2.3
2.2.4
2.2.5
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien pernah mendapatkan obat dari poli, namun pasien
tidak ingat nama obatnya.
2.2.6
2.2.7
Riwayat Gizi
Sehari pasien makan 2 3 kali. Rata-rata menu setiap harinya adalah
nasi, kadang-kadang sayur, ikan, tempe, tahu, daging, dan kadang makan
buah-buahan.
BB: 72 kg
TB: 170 cm
BMI = Berat Badan (Kg)
Tinggi Badan(m)2
= 72
(1,75)2
Anamnesis Sistem
-
Sistem serebrospinal
Sistem kardiovaskular
: berdebar-debar (+)
Sistem pernapasan
mual
Sistem urogenital
spontan.
-
Sistem integumentum
Sistem muskuloskeletal
2.3.2
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: cukup
Kesadaran
Vital sign
: TD
: 90/60 mmHg
Nadi
RR
: 24 x/menit
Suhu Aksila
: 36,7o C
Pernapasan
Kulit
Kelenjar limfe
Otot
Tulang
: deformitas (-)
Status gizi
: BB
: 72 kg
TB
: 175 cm
BMI
: 23,5
Pemeriksaan Khusus
a. Kepala
-
Bentuk
: bulat, simetris
Rambut
Mata
Hidung
sklera ikterus
: -/-
edema palpebra
: -/-
refleks cahaya
: +/+
10
Telinga
Mulut
b. Leher
-
KGB
Tiroid
: tidak membesar
JVP
: tidak meningkat
c. Thorax
1. Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
2. Pulmo
:
Ventral
Dorsal
Inspeksi:
Simetris
Retraksi -/ Ketinggalan gerak -/Palpasi:
Fremitus raba
Inspeksi:
Simetris
Retraksi -/ Ketinggalan gerak -/P: Palpasi:
Fremitus raba
N N
N N
N
Perkusi :
S
S
S
S
S
S
N N
N N
N
Perkusi :
S
S
S
R R
R
S
S
11
S
S
S
S
S
S
S
R R
R
Ventral
Auskultasi :
Dorsal
Auskultasi :
DS
V V
V V
V V
V
V
Rhon
ki
- - - - -
Wheez
ing
- - -
DS
V V
V V
V V
V V
V
Rhon
ki
- - - - -
Wheez
ing
- - -
d. Abdomen
-
Inspeksi
: cembung
Palpasi
Perkusi
: timpani
e. Ekstremitas
-
Superior
Inferior
12
: adekuat
2. Proses berpikir
Bentuk
: realistik
Arus
: koheren
Isi
: waham (-)
3. Kecerdasan
4. Kemauan
5. Psikomotor
6. Ingatan
Nilai Normal
Pemeriksaan
10,4 gr/dL
7,0 x109/L
32,4%
206 x109/L
13-16 gr/dL
4,5-11 x109/L
37-49%
150-450 x109/L
10-31 U/L
18 U/L
9 U/L
3,1 gr/dL
9-43 U/L
3,4-4,8 gr/dL
<200 mg/dL
78 mg/dL
119 mg/dL
<150 mg/dL
<200 mg/dL
138,5 mmol/L
4,99 mmol/L
112,5 mmol/L
135-155 mmol/L
3,5-5,0 mmol/L
90-110 mmol/L
2,7 mg/dL
0,5-1,1 mg/dL
13
BUN
Urea
64 mg/dL
147 gr/24h
6-20 mg/dL
26-43 gr/24h
Nilai Normal
Pemeriksaan
9,7 gr/dL
9,7 x109/L
193 x109/L
13-16 gr/dL
4,5-11 x109/L
150-450 x109/L
<200 mg/dL
<200 mg/dL
135,5 mmol/L
4,89 mmol/L
106,6 mmol/L
2,12 mmol/L
135-155 mmol/L
3,5-5,0 mmol/L
90-110 mmol/L
2,15-2,57 mmol/L
3,5 mg/dL
70 mg/dL
149 gr/24h
9 mg/dL
0,5-1,1 mg/dL
6-20 mg/dL
26-43 gr/24h
3,4-7 mg/dL
Nilai Normal
Pemeriksaan
10,1 gr/dL
18,1 x109/L
30 %
228 x109/L
13-16 gr/dL
4,5-11 x109/L
37-49%
150-450 x109/L
63 mg/dL stik
<200 mg/dL
5,6 mg/dL
128 mg/dL
274 gr/24h
0,5-1,1 mg/dL
6-20 mg/dL
26-43 gr/24h
14
Asam Urat
11,6 mg/dL
3,4-7 mg/dL
Hasil
Pemeriksaan
Jernih
Volume
Kejernihan
pH
BJ
Eritrosit
Glukosa
Albumin
Tp/Total Protein
2,8 ml
Jernih
8.0
1.015
Negatip
83
0.80
1.70
Nilai Normal
Tras Kuning-Eks Sawo
Matang
B. Thorax Foto
15
C. EKG
Tanggal 10 Juli 2016
16
17
2.5 Resume
Anamnesis
sesak sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit saat beraktivitas dan
terutama saat posisi tidur. Pasien mengeluh kedua kaki bengkak dan cekotcekot disertai batuk. Sebelumnya pasien sudah pernah periksa ke poli dan
diagnosa Hipertensi dan Diabetes. Saat ini BAK (+) normal, BAB (+) normal,
pasien
cukup,
DL
: Anemia
Faal hati
Lemak
Faal ginjal
Elektrolit
: Hiponatremia, Hipokalsemia
Pleura
: Transudat
Thorax Foto
EKG
18
2.6 Diagnosis
-
2.7 Planning
2.7.1 Planning Terapi
-
Berat badan
Hb darah
Gula darah
Faal Ginjal
19
2.9 Follow Up
Rabu, 16 Juli 2016
H7MRS
S Sesak, pasien susah tidur gelisah,
kaki bengkak dan cekot-cekot
20
O KU : lemah
Kes : compos mentis
TD : 90/60mmHg
N : 88x/mnt
RR : 24x/mnt
Tax : 36,7oC
K/L : a/i/c/d : +/-/-/+
Thorax:
Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS VI
AAL S
P : redup
A : S1S2 tunggal, reguler,
e/g/m : -/-/Pulmo :
I : simetris, retraksi -/P : fremitus raba /+
P : sonor +/+
A : Ves /+, Rh -/-, Wh -/Abd : cembung, BU (+) N,
timpani, soepel
Ext : AH (+) & pitting edema
(+) di kedua ekstremitas
bawah
KU : lemah
Kes : compos mentis
TD : 90/50mmHg
N : 80x/mnt
RR : 24x/mnt
Tax : 36,3oC
K/L : a/i/c/d : +/-/-/+
Thorax:
Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS
VI AAL S
P : redup
A : S1S2 tunggal, reguler,
e/g/m : -/-/Pulmo :
I : simetris, retraksi -/P : fremitus raba /+
P : sonor +/+
A : Ves /+, Rh -/-, Wh -/Abd : flat, BU (+) N, timpani,
soepel
Ext : AH (+) & pitting edema
(+) di kedua ekstremitas
bawah
Monitoring:
Produksi urin /24 jam: 1500 cc
BB : 72 kg
GDA : 107
Monitoring:
Produksi urin /24 jam : 2000
cc
BB : 72kg
GDA: tanggal 18 : 344
Tanggal 19 : 138
A HHF + DCFC gr III-IV + Efusi HHF + DCFC gr III-IV + Efusi
Pleura Dextra + Diabetes Pleura Dextra + Diabetes
Mellitus Tipe 2
Mellitus Tipe 2
P
mg
21
H12MRS
S Sesak berkurang
O KU : cukup
Kes : compos mentis
TD : 90/60mmHg
N : 60x/mnt
RR : 20x/mnt
Tax : 35,6oC
K/L : a/i/c/d : +/-/-/Thorax:
Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS VI
AAL S
P : redup
A : S1S2 tunggal, reguler,
e/g/m : -/-/Pulmo :
I : simetris, retraksi -/P : fremitus raba /+
P : sonor +/+
A : Ves /+, Rh -/-, Wh -/Abd : flat, BU (+) N, timpani,
soepel
Ext : AH (+) & pitting edema
(+) di kedua ekstremitas
bawah
H15MRS
Pasien sudah tidak memakai
02 sejak hari Sabtu, keadaan
sudah lebih baik
KU : cukup
Kes : compos mentis
TD : 110/80mmHg
N : 64x/mnt
RR : 18x/mnt
Tax : 35,7oC
K/L : a/i/c/d : +/-/-/Thorax:
Cor
I : ictus cordis tidak tampak
P : ictus cordis teraba di ICS
VI AAL S
P : redup
A : S1S2 tunggal, reguler,
e/g/m : -/-/Pulmo :
I : simetris, retraksi -/P : fremitus raba +/+
P : sonor +/+
A : Ves /+, Rh -/-, Wh -/Abd : flat, BU (+) N, timpani,
soepel
Ext : AH (+) & pitting edema
(+) di kedua ekstremitas
bawah sudah berkurang
Monitoring:
Monitoring:
Produksi urin /24 jam : 2000 Produksi urin /24 jam : 2000
cc
cc
BB : 72kg
BB : 72kg
GDA : 66
GDA : 216
A HHF + DCFC gr III-IV + Efusi
HHF + DCFC gr III-IV + Efusi
Pleura Dextra + Diabetes
Pleura Dextra (Post Punksi)+
Mellitus Tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 2
P
Konsul Paru :
Dari Paru, terapi punksi hari
Sabtu
Inf. RL:D5 10 tpm
Inj. Lasix 1-1-0
p/o Spironolakton 100 mg
22
2x1/2
p/o Ramipril 2,5 mg 0-0-1
p/o Codein 20 mg 2x1
p/o Glimepirid 2 mg 1-0-0
(Dosis
diturunkan
karena
pasien
cenderung
hipoglikemia
p/o Metformin 2x1
p/o Aminefron 3x1
p/o Allopurinol 300 mg 0-0-1
p/o Acarbose 3x1
23
p/o
p/o
p/o
p/o
p/o
Glimepirid 2 mg 1-0-0
Metformin 2x1
Aminefron 3x1
Allopurinol 300 mg 0-0-1
Acarbose 3x1
BAB 3. PEMBAHASAN
Textbook
Anamnesis
- Sesak nafas
- Ortopneu
- Paroxysmal nocturnal dyspnoe
- Toleransi aktifitas yang berkurang
- Cepat lelah
- Bengkak di pergelangan kaki
- Batuk di malam / dini hari
- Mengi
- Berat badan bertambah > 2 kg/minggu
- Berat badan turun (gagal jantung stadium
lanjut)
- Perasaan kembung/ begah
- Nafsu makan menurun
- Perasaan bingung (terutama pasien usia
lanjut)
- Depresi
- Berdebar
- Pingsan
Pemeriksaan Fisik
- Peningkatan JVP
- Refluks hepatojugular
- Suara jantung S3 (gallop)
- Apex jantung bergeser ke lateral
- Bising jantung
- Edema perifer
- Krepitasi pulmonal
- Sura pekak di basal paru pada perkusi
- Takikardia
- Nadi ireguler
- Nafas cepat
- Hepatomegali
- Asites
- Kaheksia
Diagnosis
1. EKG
2. Foto Thorax
24
Pasien
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
3. Laboratorium
Tatalaksana
1. Diuretik
2. ACE-inhibitor
3. Beta Blocker
4. ARB
5. Antagonis Aldosteon
6. OAD
+
+
+
+
3.1 Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai
160/95 mmHg untuk usia di atas 50 tahun, dan harus dilakukan pengukuran
tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan
tersebut (WHO, 2001)
Hypertension Heart Failure (HHF) merupakan jatuhnya keadaan jantung
menjadi gagal jantung yang disebabkan oleh hipertensi. Hipertensi yang dialami
bisa dikarenakan adanya pengaruh salah satu penyakit metabolik yaitu Diabetes
Mellitus. Gagal jantung yang dialami bisa diklasifikasikan berdasarkan tabel
berikut ini :
25
26
Tekanan darah tinggi telah lama dikenal sebagai faktor risiko utama untuk
penyakit jantung. Studi melaporkan hubungan positif antara hipertensi dan
resistensi insulin. Ketika pasien memiliki kedua hipertensi dan diabetes, yang
merupakan kombinasi umum, risiko mereka untuk ganda penyakit kardiovaskular.
Abnormal kolesterol dan trigliserida tinggi
Pasien dengan diabetes sering memiliki kadar kolesterol yang tidak sehat
termasuk LDL tinggi kolesterol, HDL rendah kolesterol, dan trigliserida tinggi.
Tiga serangkai ini dari jumlah lipid miskin sering terjadi pada pasien dengan
penyakit jantung koroner dini. Hal ini juga karakteristik dari gangguan lipid
terkait dengan resistensi insulin disebut aterogenik dislipidemia, atau dislipidemia
diabetik pada pasien dengan diabetes. Selengkapnya kelainan aboutcholesterol
yang berkaitan dengan diabetes.
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung dan telah
sangat terkait dengan resistensi insulin. Berat badan dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular, menurunkan kadar insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin.
Obesitas dan resistensi insulin juga telah dikaitkan dengan faktor risiko lainnya,
termasuk tekanan darah tinggi.
Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi utama untuk
resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular. Berolahraga dan menurunkan berat
badan dapat mencegah atau menunda timbulnya diabetes tipe 2, mengurangi
tekanan darah dan membantu mengurangi risiko serangan jantung dan stroke.
Kemungkinan bahwa setiap jenis intensitas sedang dan / atau kuat, aktivitas-baik
fisik aerobik olahraga, pekerjaan rumah tangga, berkebun atau bekerja terkait
aktivitas fisik-juga sama menguntungkan.
Tidak terkontrol gula darah (terlalu tinggi) atau dari kisaran normal
Diabetes dapat menyebabkan gula darah naik ke tingkat berbahaya. Obat
mungkin diperlukan untuk mengelola gula darah.
Merokok
27
3.3 Patofisiologi
Hipertensi dan dislipidemia sering terjadi bersama-sama dan berhubungan
dengan resistensi insulin untuk uptake glukosa. Resistensi insulin juga dikaitkan
dengan ketidakseimbangan yang tidak menguntungkan dalam produksi mediator
endotel yang mengatur agregasi platelet, koagulasi, fibrinolisis. Faktor-faktor
risiko ini membuat penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, mortalitas penyakit
kardiovaskular meningkat lebih lanjut. Konstelasi resistensi insulin, obesitas
perut, hipertensi, dan dislipidemia telah ditetapkan sebagai sindrom metabolik.
Pasien dengan hipertensi esensial juga mengalami resistensi insulin tahan insulin,
dan hiperinsulinemia.
Resistensi
insulin
dapat
menjadi
penanda
untuk
memprediksi
28
menggambarkan
beberapa
faktor
yang
berperan
dalam
29
30
31
34
3.5 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk
diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
- Paroksismal nocturnal dispnu atau ortopnoe
- Distensi vena leher
- Ronki paru
- Kardiomegali
- Edema paru akut
- Gallop S3
- Central venous pressure > 12 mmHg
- LVH pada EKG
-Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Kriteria Minor :
- Oedem ekstremitas
- Batuk malam hari
- Dispnea deffort
- Hepatomegali
- Efusi pleura
- Takikardia (>120 x/menit)
35
diterapi, meskipun
anemia
ringan,
36
bukti - bukti
peptidanatriuretik
memulangkan
yang
mendukung
penggunaan
kadar plasma
pasien,
dan
mengidentifikasi
berisiko
kardiak sering
pada gagal
selama
episode
pemeriksaan ekokardiografi
secepatnya
adalah
gagal
keharusan
dan
dilakukan
37
dan
prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakantindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku
yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal
jantung.
1) Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup
pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi.
2) Pemantauan berat badan mandiri
38
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat
badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan
dokter.
3) Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan
gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien
dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis.
4) Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala
dan meningkatkan kualitas hidup.
5) Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia
jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan
hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil
sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia.
Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati.
6) Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit
atau di rumah.
7) Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil) mengurangi tekanan
pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada gagal jantung lanjut dan tidak boleh
dikombinasikan dengan preparat nitrat.
b. Tatalaksana Farmakologi
Tujuan penatalaksanaan gagal jantung adalah untuk mencegah bertambah
progresifnya penyakit, mengurangi gejala / keluhan, mengurangi masa rawatan
dan mencegah kematian.Penatalaksanaan terhadap gagal jantung meliputi:
-
39
mengurangi pre load pada jantung dengan membatasi cairan dan garam,
penggunaan vasodilator untuk dilatasi vena dan penggunaan diuretik untuk
untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak
sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Oleh karena itu dosis pemberian harus
adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa
mengganggu perfusi jaringan. Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai
vasodilator yang diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien
gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari
pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati.
c. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor
Oleh karena pentingnya aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
dalam progresifnya gagal jantung maka blokade sistem ini menjadi salah satu
dasar keberhasilan terapi. Golongan ACE inhibitor bekerja dengan memblok
pembentukan angiotensin II dan aldosteron yang menyebabkan penurunan
resistensi vaskuler dan mengurangi retensi sodium/cairan. Pasien dengan tidak
ada kontra indikasi maupun pasien yang masih toleran terhadap ACE Inhibitor
(ACEI), ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang
simtomatik dan LVEF <40% dimana dengan ACE inhibitor akan memperbaiki
fungsi ventrikel. Beberapa contoh obat golongan ACE inhibitor adalah captopril,
enalapril, lisinopril, ramipril dan trandolapril.
d. Inotropik
Pasien dengan low output dan adanya tanda tanda hipoperfusi atau
bendungan dipertimbangkan untuk pemberian obat inotropik seperti dopamin,
dobutamin, milrinone, enoximone dan levosimendan. Obat obatan ini akan
memperbaiki gejala yang berhubungan dengan perfusi yang buruk dan
mempertahankan fungsi end organ pada pasien dengan disfungsi sistolik berat.
Obat inotropik memberikan hasil yang bagus pada pasien dengan hipotensi relatif
dan intoleran atau tidak respon dengan vasodilator dan diuretiks. Dobutamin dan
dopamin
bekerja
dengan
merangsang
reseptor
41
adrenergik
sehingga
Manfaat dari
42
terkontrol dengan pemberian ACE/ ARB, penyekat , MRA dan diuretic, maka
hidralazin dan amlodipine dapat diberikan.Pada pasien dengan gaal jantung akut,
direkomndasikan pemberian nitrat untuk menurunkan tekanan darah.
43
44
DAFTAR PUSTAKA
Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J
2008;29:2388442.
Jameson, J.Larry dan Loscalzo, Joseph. 2013. Harrison: Nefrologi dan Gangguan
Asam Basa, editor edisi bahasa Indonesia Alifa Dimanti, Rudi, Ferdy.
Jakarta: EGC
Lydia, Aida dan Marbun, Maruhum. 2014. Sindroma Nefrotik, dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration
with the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1641 e61. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136
Pia I. Acute HF: Guidance on Reducing Readmissions [Internet]. 2013 [cited
2015
Feb
21];Available
from:
http://www.medscape.com/viewarticle/777325
Prodjosudjadi W. 2006. Sindroma Nefrotik, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Rydn L, Grant PJ, Anker SD, et al. ESC guidelines on diabetes, prediabetes, and
cardiovascular diseases developed in collaboration with the EASD. Eur
Heart J 2013;34:303587.
Salme U. Sindrom Nefrotik. 2010. Journal [Serial On The Internet]. Available
From: Www.Scribd.Com.
Seigneux S, Marthin PY. 2009. Management Of With Nephrotic Syndrome. Swiss
Med Wkly.
Tjokroprawiro, A., Setiawan P.B., Effendi, C., Santoso, Soegiarto. 2015. Buku
Ajar Imu Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid II. Surabaya: Airlangga University
Press.
Waldman, M. 2007. Adult Minimal-Change Disease: Clinical Characteristics,
Treatment, And Outcomes, Clin J Am Soc Nephrol.
45