Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Peringan cranium.
Resonansi suara.
a. Sinus Maksilaris
Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris
arcus I.
c. Nervus Optikus.
d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
c. Sinus Frontalis
Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.
Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.
Volume pada orang dewasa 7cc.
Sinusitis
A. Definisi
Sinusitis adalah peradangan pada mukosa sinus paranasal,
2.2.
adalah
penyakit
seluruh
dunia, terutama di tempat dengan polusi udara tinggi. Iklim yang lembab,
dingin, dengan konsentrasi pollen yang tinggi terkait dengan prevalensi
yang lebih tinggi dari sinusitis. Sinusitis maksilaris adalah sinusitis
dengan insiden yang terbesar.
Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa
penyakit
hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat
utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Di
Amerika Serikat, lebih dari 30 juta orang menderita sinusitis.
Virus adalah penyebab sinusitis akut yang
paling umum
ditemukan.
C. Etiologi
Beberapa faktor penyebab terjadinya sinusitis antara lain:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran
pernafasan bagian atas (misalnya pilek).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam
keadaan normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh
menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi
virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan
jamur
bisa
menyebabkan
sinusitis
akut.
sinusitis akut dan kronik, sinusitis akut dengan batas 8 minggu dan
sinusitis kronik jika lebih dari 8 minggu. Konsensus tahun 2004 membagi
menjadi akut dengan batas 4 minggu, sub akut antara 4 minggu sampai 3
bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan.
Sinusitis kronik umumnya merupakan kelanjutan dari sinusitis akut
yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya faktor
predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada sinusitis biasanya sangat bervariasi. Sinusitis
maksilaris akut biasanya menyusul suatu infeksi saluran nafas atas yang
ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum merupakan
predisposisinya. Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam,
malaise, nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian
analgetik biasa seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi
terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik atau
turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk, serta nyeri pada perkusi dan palpasi. Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif nonproduktif
seringkali ada. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya pus dalam hidung,
biasanya dari meatus media, atau pus dalam nasofaring sinus maksilaris
terasa nyeri pada perkusi dan palpasi.
F. Patofisiologi
Dalam
keadaan
fisiologis,
sinus
dapat terjadi bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus
menjadi tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus
negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok
untuk pertumbuhan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena
virus, bakteri ataupun jamur pada sinus yang berisi sekret ini, maka
terjadilah sinusitis.
Pada
dasarnya
patofisiologi
dari
drainase
sinusitis
sinus
di
pengaruhi
(sinus ostia),
kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas mukosa. Sebagian besar
episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut sebagian
besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti rhinovirus, influenza A
dan B,
parainfluenza,
adenovirus
dan
akan memperberat
kronik,
benda
asing,
dan
deviasi
septum
merupakan
10
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tranluminasi, sinus yang sakit akan terlihat suram atau
gelap
Pemeriksaanradiologi, fotoWaters, PA dan lateral akan tampak
perselubungana tau penebalan mukosa atau air-fluid level pada sinus
yang sakit
CT scan merupakan tes yang paling sensitif dalam mengungkapkan
kelainanan atomis selain melihat adanya cairan dalam sinus
Pemeriksaan kultur, sampel diambil dari secret dari meatus medius
atau meatus superior
J. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Sinusitis akut dapat diterapi dengan pengebatan (medikamentosa) dan
pembedahan (operasi). Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada pasien
sinusitis akut adalah:
1.
ampisilin,
eritromisin
plus
11
maksilaris
juga
terletak
di
dekatorbita
dan
dapat
12
BAB III
LAPORAN KASUS
1.1 Identifikasi
1.2.
Nama
: Tn. H
Umur
: 34 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
No. RekMed
: 27.38.33
Pekerjaan
: Swasta
Suku/Bangsa
: Indonesia
Alamat
Tanggal MRS
: 5 November 2014
Anamnesis
Keluhan Utama
: Hidung Tersumbat
Keluhan Tambahan
13
Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Status lokalis
Telinga
Kanan
Kiri
Normal
Normal
Serumen
Otalgia
Otorrhe
Edema
Hiperemis
Sekret
Membran timpani
Kanan
Kiri
Refleks cahaya
Retraksi
Bulging
Perforasi
Auricula
Nyeri
tekan
tragus
14
Hidung
Luar
Kanan
Kiri
Bentuk
Normal
Normal
Inflamasi
Nyeri tekan
Deformitas
Cavum nasi
Kanan
Kiri
Bentuk
Normal
Normal
Mukosa
hiperemis
hiperemis
Sekret
Kiri
Edema
Mukosa hiperemis
Septum nasi
Kanan
Kiri
Deviasi
Benda asing
Perdarahan
Mulut
Gigi
Lidah
Uvula
Palatum mole
15
Faring
1.4.
: Hiperemis (+)
Tonsila
Kanan
Kiri
palatina
besar
warna
Kripta
T1
normal
-
T1
normal
-
melebar
detritus
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan photo rontgen
waters
didapatkan
hasil
terdapat
Diagnosis Banding
Sinusitis maksilaris
Rinitis alergi
1.6.
Diagnosis Kerja
Sinusitis maksilaris dextra
1.7.
Hasil
12,2
13.060
334.000
O
+
7
2
Nilai normal
13,2-17,3 g/dL
4000-11000/cmm
200.000-400.000/uL
A/B/AB/O
+/< 15 menit
1-6 m3nit
Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa antara lain antibiotik spektrum luas seperti
16
1.9 Prognosis
Quo ad vitam: Bonam
Quo ad functionam: Dubia e bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams G., Boies L., Higler P. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 1997.
2. Soepardi E., Iskandar N. Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
ke lima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2004.
3. Mansjoer, Arif dkk.. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid
Pertama. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
4. Widodo Ario Kentjono. Rinosinusitis. Bagian / SMF llmu Kesehatan THT
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga / RSU Dr. Soetomo Surabaya.
2004
5. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed 11. Jakarta,
EGC
6. Wayne, dkk. 2005. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Ed VI. Jakarta;
18
Erlangga
Lampiran
19
20