Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Larutan
1. NaCl
Komposisi
Na 154 mmol
Indikasi
a. Resusitasi
Cl 154 mmol
2. Ringer Laktat
Na = 130-140 mmol
K = 4-5 mmol
Ca = 2-3 mmol
Cl = 109-110 mmol
Lactat= 28-30 mEq/l.
3. Glukosa
4. Ringer Asetat
5. Albumin
6. HES
(Hydroxyetyl
Starches)
7. Dextran
Ex : hibiron,
isotic tearin,
tears naturale
II,
plasmafusin.
a.
Penambah volume plasma pada kondisi
sepsis, iskemia miokard, iskemia cerebral, d
vaskuler perifer.
b.
Mempunyai efek anti trombus, mekanism
dengan menurunkan viskositas darah, dan
agregasi platelet. Pada suatu penelitian dikemu
dextran-40 mempunyai efek anti trombus palin
dibandingkan dengan gelatin dan HES.
8. Gelatin
dari hidrolisis kolagen Penambah volume plasma dan memp
Ex : haemacel, bovine.
antikoagulan,
gelofusine.
9. Manitol
Menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi k
serebral, meningkatkan diuresis pada
dan/atau pengobatan oliguria yang disebabkan
menurunkan tekanan intraokular, meningkat
uriner senyawa toksik, sebagai larutan irigasi
pada operasi prostat atau operasi transuretral.
10. Asering
Na 130 mEq
Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) p
K 4 mEq
gastroenteritis akut, demam berdarah dengue
Cl 109 mEq
bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Ca 3 mEq
Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat
Asetat (garam) 28 mEq
pasien yang mengalami gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA
asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neo
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahanka
sentral pada anestesi dengan isofluran
Mempunyai efek vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20
10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkat
11. Ka-En 1B
14. KA-EN 4A
15. KA-EN 4B
16. Oralit
K 8 mEq/L
Cl 28 mEq/L
Laktat 10 mEq/L
Glukosa 37,5 gr/L
Natrium klorida
Kalium klorida
Glukosa anhidrat
Natrium Bikarbonat
Triodium Sitrat hidrat
kurang 3 tahun
Mensuplai 8 mEq/L kalium pada pasie
meminimalkan risiko hipokalemia
Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik
Pengganti cairan pertama saat diare akut
Dikatakan menderita leukemia apabila sel blast dalam darah > 5 % dan dalam
sumsum tulang terdapat >30%
Antibiotik
Pada pasien tersangka difteri harus diberi penisilin prokain dengan dosis 50 000
unit/kgBB secara IM setiap hari selama 7 hari.
Oksigen
Hindari memberikan oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran respiratorik.
Tanda tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat dan gelisah
merupakan indikasi dilakukan trakeostomi (atau intubasi) daripada pemberian
oksigen. Penggunaan nasal prongs atau kateter hidung atau kateter nasofaring
dapat membuat anak tidak nyaman dan mencetuskan obstruksi saluran
respiratorik. Walaupun demikian, oksigen harus diberikan, jika mulai terjadi
obstruksi saluran respiratorik dan perlu dipertimbangkan tindakan trakeostomi.
(rujuk pasien)
Trakeostomi/Intubasi
Trakeostomi hanya boleh dilakukan oleh ahli yang berpengalaman, jika terjadi
tanda obstruksi jalan napas disertai gelisah, harus dilakukan trakeostomi sesegera
mungkin. Orotrakeal intubasi oratrakeal merupakan alternatif lain, tetapi bisa
menyebabkan terlepasnya membran, sehingga akan gagal untuk mengurangi
obstruksi.
Perawatan penunjang
Jika anak demam ( 39 C) yang tampaknya menyebabkan distres, beri
parasetamol.
Bujuk anak untuk makan dan minum. Jika sulit menelan, beri makanan melalui
pipa nasogastrik.
Hindari pemeriksaan yang tidak perlu dan gangguan lain pada anak.
Pemantauan
Kondisi pasien, terutama status respiratorik, harus diperiksa oleh perawat
sedikitnya 3 jam sekali dan oleh dokter 2 kali sehari. Pasien harus ditempatkan
dekat dengan perawat, sehingga jika terjadi obstruksi jalan napas dapat dideteksi
sesegera mungkin.
Tindakan kesehatan masyarakat
umur penderita antara lain pada umur muda < 20 tahun dan pada umur >
35 tahun,
paritas yaitu pada multipara,
endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau
manual plasenta, bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2
tahun dan kehamilan 2 tahun.
perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip,
keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang
lebih subur
Riwayat plasenta previa sebelumnya
b. Faktor pendukung
kali lipat pada bayi-bayi ini dibandingkan bayi tanpa faktor risiko. Namun
demikian, mayoritas bayi yang mengalami sepsis tidak bergejala (asimptomatik)
saat lahir, gejala baru muncul biasanya dalam 24 (90%) hingga 48 jam (100%). 4,5
Ada 2 pilihan dalam penatalaksanaan bayi demikian yaitu :
1. Pemantauan saja
Pemantauan dilakukan terhadap bayi hingga ditemukan 1 atau lebih gejala ke
arah sepsis. Walaupun terlihat lebih rasional, namun bahayanya adalah apabila
progresivitas penyakit ke arah perburukan berlangsung hanya dalam beberapa jam
setelah gejala timbul. Pemantauan dilakukan pada neonatus asimptomatik yang
lahir pada usia kehamilan 35 minggu dan antibiotik diberikan dengan atau tanpa
skrining pada neonatus yang lahir pada usia kehamilan <35 minggu.6
2. Melakukan skrining dengan atau tanpa pemberian antibiotik berdasarkan risiko
yang ditemukan
Pada pendekatan ini, neonatus dikategorikan berdasarkan derajat faktor risiko;
neonatus dengan risiko tinggi (lahir dari ibu dengan korioamnionitis) langsung
diberikan antibiotik tanpa menunggu hasil pemeriksaan lain, sementara mereka
dengan risiko sedang diberikan tatalaksana berdasarkan skrining sepsis.7
Bayi simptomatik
Semua neonatus dengan gejala klinis mengarah pada sepsis harus
dievaluasi lebih lanjut. Penilaian terhadap gejala klinis yang ada harus dapat
membantu untuk menentukan dimulainya pemberian antibiotik segera ataupun
dilakukan observasi dan pemantauan ketat diikuti penatalaksanaan jika
dibutuhkan. Jika kecurigaan secara klinis rendah, seperti bayi prematur dengan
berat lahir sangat rendah dengan gejala letargis, takikardi, atau bahkan apneu pada
minggu kedua kehidupan, maka sebaiknya penatalaksanaan ditunggu hingga hasil
skrining sepsis dan/atau kultur darah didapat. Hal yang sama juga berlaku pada
bayi dengan gejala sesak nafas pada 24-48 jam kehidupan. Pemeriksaan foto
toraks dengan hasil skrining dan ada atau tidaknya faktor risiko perinatal dapat
membantu untuk menegakkan diagnosis sepsis. Sebaliknya pada kecurigaan klinis
tinggi,
seperti
pada
bayi-bayi
dengan
community
acquired
sepsis
Pengobatan Khusus
Sebelum Pemberian ADS harus dilakukan uji kulit atau uji mata terlebih
dahulu, oleh karena pada pemberian ADS dapat terjadi reaksi anafilaktik,
sehingga harus disediakan larutan adrenalin a:1000 dalam spuit. Uji kulit
dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1.000
secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20 menit terjadi indurasi > 10 mm. Uji
mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes larutan serum 1:10 dalam garam
fisiologis. Pada mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil positif bila
dalam 20 menit tampak gejala hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi.
Bila uji kulit/mata positif, ADS diberikan dengan cara desentisasi (Besredka). Bila
uji hiprsensitivitas tersebut diatas negative, ADS harus diberikan sekaligus secara
intravena. Dosis ADS ditentukan secara empiris berdasarkan berat penyakit dan
lama sakit, tidak tergantung pada berat badan pasien, berkisar antara 20.000120.000 KI seperti tertera pada tabel diatas. Pemberian ADS intravena dalam
larutan garam fisiologis atau 100 ml glukosa 5% dalam 1-2 jam. Pengamatan
terhadap kemungkinan efek samping obat dilakukan selama pemberian antitoksin
dan selama 2 jam berikutnya Demikian pula perlu dimonitor terjadinya reaksi
hipersensitivitas lambat (serum sickness)
2. Antibiotik
Antibiotik diberikan bukan sebagai pengganti antitoksin melainkan untuk
membunuh bakteri dan menghentikan produksi toksin dan juga mencegah
penularan organisme pada kontak. C. diphtheriae biasanya rentan terhadap
berbagai agen invitro, termasuk penisilin, eritromisin, klindamisin, rifampisin dan
tetrasiklin. Sering ada resistensi terhadap eritromisin pada populasi yang padat
jika obat telah digunakan secara luas. Yang dianjurkan hanya penisilin atau
eritromisin; eritromisin sedikit lebih unggul daripada penisilin untuk
pemberantasan pengidap nasofaring. Dosis : Penisilin prokain 25.000-50.000
U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari berturutturut (-). Eritromisin 40-50 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6 jam selama
14 hari. Penisilin G kristal aqua 100.000-150.000 U/kgBB/hari, i.m. atau i.v. ,
dibagi dalam 4 dosis. Amoksisilin. Rifampisin. Klindamisin. Terapi diberikan
selama 14 hari. Bebrapa penderita dengan difteri kulit diobati 7-10 hari.
Lenyapnya organisme harus didokumentasi sekurang-kurangnya dua biakan
berturut-turut dari hidung dan tenggorok (atau kulit) yang diambil berjarak 24 jam
sesudah selesai terapi.
3. Kortikosteroid
Belum terdapat persamaan pendapat mengenai kegunaan obat ini pada difteria.
Dianjurkan korikosteroid diberikan kepada kasus difteria yang disertai dengan
gejala obstruksi saluran nafas bagian atas (dapat disertai atau tidak bullneck) dan
bila terdapat penyulit miokarditis. Pemberian kortikosteroid untuk mencegah
miokarditis ternyata tidak terbukti. Dosis : Prednison 1,0-1,5 mg/kgBB/hari, p.o.
tiap 6-8 jam pada kasus berat selama 14 hari.
26. Komplikasi parotitis
1. Meningoensepalitis
Dapat terjadi sebelum dan sesudah atau tanpa pembengkakan kelenjar parotis.
Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala ringan, yang kemudian
disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada anakanak. Insiden yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis sistem
syaraf sentral. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10% penderita
patogenesis meningoensefalitis parotitis diuraikan sebagai berikut: