Vous êtes sur la page 1sur 201

LAPORAN AKHIR

KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH

Susunan Anggota Kelompok Kerja:


Pengarah
Penanggungjawab
Narasumber
Pembina Peneliti
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Bendahara
Anggota

: Deputi Bidang Pengembangan Kebijakan


Kepariwisataan
: Asisten Deputi Litbang Kebijakan Kepariwisataan
: Lokot Ahmad Enda
: Roby Ardiwidjaja
: Dini Andriani
: Kemal Akbar Khalikal
: Lestya Aqmarina
: Titi Nurhayati
: 1. Ika Kusuma Permanasari
2. Robby Binarwan
3. Desty Murniati
4. Rakhman Priyatmoko
5. Woro Swesti
6. Rahma Prihatini
7. Nuryadin
8. Ajeng Puspita Tiara Anggraini

ASISTEN DEPUTI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN KEPARIWISATAAN


DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN
KEMENTERIAN PARIWISATA
2015

ii

KATA PENGANTAR
Saat ini konsep syariah telah menjadi tren dalam ekonomi global,
mulai dari produk makanan dan minuman, keuangan, hingga gaya hidup.
Sebagai tren baru gaya hidup, maka banyak negara yang mulai
memperkenalkan produk wisatanya dengan konsep halal dan Islami. Bahkan
negara seperti Jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru, dan sebagainya
yang notabene bukan negara mayoritas berpenduduk muslim turut membuat
produk wisata syariah. Terminologi wisata syariah masih belum memiliki
batasan yang jelas. Dan masih menggunakan beberapa nama yang cukup
beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination,
Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain.
Bahkan di Indonesia sendiri batasan konsep pariwisata syariah juga belum
jelas. Menurut beberapa pakar pariwisata wisata syariah merupakan suatu
produk pelengkap dan tidak menghilangkan jenis pariwisata konvensional.
Sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang
menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami tanpa menghilangkan
keunikan dan orisinalitas daerah. Penelitian ini mengidentifikasi kondisi
wisata syariah di Indonesia dengan mengambil studi kasus di Aceh dan
Manado. Kedua lokasi tersebut dipilih sebagai perbandingan konsep yang
tepat untuk pengembangan wisata syariah dengan karakteristik demografi
daerah yang berbeda.
Laporan akhir ini masih jauh dari kata sempurna, setidaknya masih
memerlukan saran dan kiritik yang membangun guna perbaikan ke depan.
Namun demikian penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah dan
referensi bagi penyusun kebijakan mengenai pengembangan wisata syariah
di Indonesia.

Jakarta,
November 2015
Asdep Litbang Kebijakan Kepariwisataan

Abdul Kadir

ABSTRAK
Sektor ekonomi berbasis Islam akhir-akhir ini telah meningkat secara
signifikan, yaitu kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fesyen, kosmetik,
farmasi, hiburan, dan pariwisata. Pariwisata Syariah dipandang sebagai cara
baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi
budaya dan nilai-nilai Islami. Wisata syariah tidak diartikan sebagai suatu
wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid, melainkan wisata yang di
dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan
nilai-nilai Islam. Wisata syariah tidak hanya melulu terkait dengan nilai-nilai
agama, tetapi lebih mengarah pada lifestyle. Kondisi pariwisata syariah di
Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika digarap lebih serius, potensi
pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar. Belum banyak biro
perjalanan yang mengemas perjalanan inbound dengan paket halal travel,
tetapi lebih banyak pengemasan perjalanan outbound seperti umrah dan haji.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan potensi destinasi
wisata syariah di Indonesia, menganalisis kesiapan masing-masing destinasi
wisata melalui persepsi pelaku usaha wisata dan wisatawan dalam
mengembangkan wisata syariah di Indonesia, dan menghasilkan strategi
yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah sesuai karakteristik
destinasi wisata di Indonesia. Pengumpulan data dan informasi dilakukan
melalui FGD, wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner terhadap 100
orang wisatawan di Aceh dan Manado. Berdasarkan hasil kajian ini, Aceh
sudah cukup optimal mencanangkan wisata syariah dalam produk wisatanya
namun masih memerlukan beberapa perbaikan atau strategi dalam
menggaet wisman Malaysia sebagai market utamanya. Sementara, Manado
ditemukan belum optimal atau belum siap dalam pengembangan wisata
syariah dan masih cukup banyak yang harus disiapkan jika akan
mengembangkan wisata syariah.
Kata kunci: wisata syariah, pengembangan wisata

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................
KATA PENGANTAR...................................................................................................................
ABSTRAK.......................................................................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................................................

o
i
ii
iii

1. PENDAHULUAN................................................................................................................
1.1. Latar Belakang........................................................................................................
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah............................................................
1.3. Ruang Lingkup/Batasan Masalah Penelitian.............................................
1.4. Tujuan Penelitian...................................................................................................
1.5. Manfaat Penelitian......................................
1.6. Strategi Pencapaian Keluaran.

1
1
6
9
10
10
10

2. RERANGKA PEMIKIRAN ANALISIS.....................................


2.1. Landasan Teoritis/Tinjauan Pustaka................
2.1.1. Definisi Wisata Syariah...........................
2.1.2. Kondisi Wisata Syariah Dunia..........
2.1.3. Kondisi Wisata Syariah di Indonesia.................................................
2.2. Penelitian Terdahulu.............................
2.3. Rerangka Berpikir Pemecahan Masalah...

12
12
12
15
19
22
27

3. METODE PENELITIAN...............
3.1. Pendekatan Penelitian....
3.2. Metode Pengolahan Data.......
3.3. Jenis dan Sumber Data..............................
3.4. Penentuan Variabel dan Definisi Operasional Variabel
(Operasionalisasi Konsep).........................................................................
3.5. Teknik Pengambilan Sampel......................
3.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.....
3.7. Teknik Analisis Data.....

28
28
28
28

4. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA


SYARIAH ACEH..
4.1. Kondisi Umum Pariwisata di Aceh.
4.1.1. Potensi Daya Tarik Wisata Kota banda Aceh...
4.1.2. Potensi Amenitas..
4.1.3. Potensi Aksesibilitas...
4.1.4. Potensi Market Wisatawan.
4.1.5. Dampak Pariwisata di Banda Aceh
4.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Banda Aceh Terkait
Pariwisata.
4.2. Hasil Penelitian Aceh.
4.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden.

iii

29
31
33
34
35
35
35
40
41
44
47
49
58
58

4.2.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiaan Destinasi Wisata


Syariah di
Aceh...
4.2.3. Hasil FGD dan Wawancara Pengembangan Wisata Syariah di
Aceh.
4.2.4. Analisis Hasil Penelitian di Aceh (Strategi
Kebijakan/SWOT)........................................................................................
5. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA
SYARIAH MANADO.
5.1. Kondisi Umum Pariwisata di Manado..
5.1.1. Potensi Daya Tarik Wisata Kota Manado...
5.1.2. Potensi Amenitas..
5.1.3. Potensi Aksesibilitas..
5.1.4. Potensi Market Wisman
5.1.5. Dampak Pariwisata..
5.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Pariwisata..
5.2. Hasil Penelitian Manado..
5.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden
5.2.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiapan Destinasi Wisata
Syariah Manado.
5.2.3. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Kajian
Pengembangan Wisata Syariah di Manado......
5.2.4. Analisis hasil Penelitian (Strategi Kebijakan/SWOT)........

60
95
99
102
102
102
108
110
111
112
114
115
115
118
155
161

6. PENUTUP..

163

DAFTAR PUSTAKA....
LAMPIRAN...
Lampiran 1 Pedoman Wawancara.
Lampiran 2 Pedoman FGD .......
Lampiran 3 Kuesioner ..
Lampiran 4 Foto Kegiatan .....................................................................................................

175
180
181
188
191
194

iv

BAB

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ekonomi Islam adalah bagian penting dari ekonomi global saat ini.
Ada tujuh sektor ekonomi Islam yang telah meningkat secara signifikan, yaitu
kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fesyen, kosmetik, farmasi,
hiburan, dan pariwisata. Dimana keseluruhan sektor itu mengusung konsep
halal dalam setiap produknya. Terdapat beberapa hal yang menjadi motor
pertumbuhan pasar muslim global, yaitu demografi pasar muslim yang
berusia muda dan berjumlah besar, pesatnya pertumbuhan ekonomi negara
mayoritas muslim, nilai Islam mendorong tumbuhnya bisnis dan gaya hidup
Islami, pertumbuhan transaksi perdagangan antara negara-negara Organisasi
Konferensi Islam (OKI), partisipasi perusahaan multinasional, teknologi dan
keterhubungan/konektivitas antar negara.

Gambar 1.1. Evolution of the Halal Industry

Sumber: CrescentRating dalam Sofyan (2012), hal. 4

Dahulu produk halal yang dibayangkan hanya produk makanan,


minuman, obat-obatan dan kosmetika yang tidak mengandung alkohol atau
bahan kimia yang mengandung unsur babi, darah dan bangkai. Namun
sekarang telah terjadi evolusi dalam industri halal hingga ke produk
keuangan (seperti perbankan, asuransi, dan lain-lain) hingga ke produk
lifestyle (travel, hospitalitas, rekreasi, dan perawatan kesehatan). Sektor
ekonomi Islam yang telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam
produk lifestyle di sektor pariwisata adalah pariwisata syariah. Sebagai
industri tanpa asap, pariwisata terus mengalami perkembangan yang luar
biasa dari yang bersifat konvensional (massal, hiburan, dan hanya

-1-

sightseeing) menjadi mengarah pada pemenuhan gaya hidup (lifestyle). Trend


wisata syariah sebagai salah satu pemenuhan gaya hidup saat ini telah
menjadi kekuatan pariwisata dunia yang mulai berkembang pesat.
Di beberapa negara di dunia, terminologi wisata syariah
menggunakan beberapa nama yang cukup beragam diantaranya Islamic
Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly
Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain. Pariwisata Syariah dipandang
sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang
menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Selama ini wisata syariah
dipersepsikan sebagai suatu wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid.
Padahal, wisata syariah tidak diartikan seperti itu, melainkan wisata yang di
dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan
nilai-nilai Islam.
Label wisata syariah di Indonesia sendiri kurang mendapat
persetujuan dari Menteri Pariwisata, Arief Yahya (2015) karena dinilai
terkesan eksklusif dan pelarangan berbasis agama tertentu. Sedangkan
penggunaan istilah lain seperti Islamic tourism (wisata islam), halal tourism
(wisata halal), wisata keluarga dan religi juga dinilai belum sesuai. Pada
suatu forum diskusi berkelompok dengan tema Halal Tourism dan Lifestyle
2015 yang dilaksanakan oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di NTB,
nama wisata syariah menurut Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya (2015),
dinilai tidak terlalu menjual di pasar wisata Indonesia. Nama yang sempat
ditawarkan oleh Menteri Pariwisata adalah universal tourism (UT), karena di
dalamnya melekat ketentuan dan nilai-nilai syariah dalam muatan paket dan
kemasan wisata syariah sehingga bisa digunakan oleh wisatawan lain selain
wisatawan muslim. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh salah satu
anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sapta Nirwandar, bahwa
penggunaan branding wisata syariah masih debatable dan penggunaannya
kerap diidentikkan dengan radikalisme. Sehingga perlu adanya perumusan
konsep branding yang tepat untuk pengembangan jenis wisata syariah di
Indonesia.
Perkembangan konsep wisata syariah berawal dari adanya jenis
wisata jiarah dan religi (pilgrims tourism/spiritual tourism). Dimana pada
tahun 1967 telah dilaksanakan konferensi di Cordoba, Spanyol oleh World
Tourism Organization (UNWTO) dengan judul Tourism and Religions: A
Contribution to the Dialogue of Cultures, Religions and Civilizations (UNWTO,
2011). Wisata jiarah meliputi aktivitas wisata yang didasarkan atas motivasi
nilai religi tertentu seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, dan religi lainnya.
Seiring waktu, fenomena wisata tersebut tidak hanya terbatas pada jenis
wisata jiarah/religi tertentu, namun berkembang ke dalam bentuk baru nilainilai yang bersifat universal seperti kearifan lokal, memberi manfaat bagi

-2-

masyarakat, dan unsur pembelajaran. Dengan demikian bukanlah hal yang


mustahil jika wisatawan muslim menjadi segmen baru yang sedang
berkembang di arena pariwisata dunia.
Dilihat dari faktor demografi, potensi wisatawan muslim dinilai
cukup besar karena secara global jumlah penduduk muslim dunia sangat
besar seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, dan negaranegara Timur Tengah dengan tipikal konsumen berusia muda/usia produktif,
berpendidikan, dan memiliki disposable income yang besar. Menurut Pew
Research Center (kelompok jajak pendapat di Amerika Serikat), bahwa
jumlah penduduk muslim pada tahun 2010 sebesar 1,6 miliar atau 23 persen
jumlah penduduk dunia. Jumlah penduduk muslim tersebut merupakan
urutan kedua setelah umat Kristiani sebesar 2,2 miliar atau 31 persen
penduduk dunia (Worldaffairsjournal, 2015). Dan diperkirakan hingga tahun
2050, penduduk muslim mencapai 2,8 miliar atau 30 persen penduduk dunia.
Pada tabel berikut menunjukkan pertumbuhan penduduk muslim dunia
dibandingkan dengan penduduk lainnya:
Tabel 1.1. Jumlah dan Prediksi Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan
Kelompok Agama Mayoritas di Dunia Tahun 2010 2050

Sumber: The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010 2050. PEW
Research Center (Worldaffairsjournal, 2015)

Potensi pasar muslim dunia memang sangat menggiurkan bagi pelaku


usaha bisnis pariwisata. Berdasarkan data Thomson Reuters yang diambil
dari 55 negara dalam Global Islamic Economy Report 2014 2015, total
pengeluaran muslim dunia pada tahun 2013 di sektor makanan dan
minuman halal mencapai US$1,292 miliar atau sebesar 10,8 persen dari
pengeluaran kebutuhan makan dan minum penduduk dunia dan akan
mencapai US$2,537 miliar atau 21,2 persen dari pengeluaran kebutuhan
makanan dan minuman global pada 2019. Di sektor perjalanan, pada tahun
2013 umat muslim dunia menghabiskan sekitar US$140 miliar untuk
berwisata atau sekitar 7,7 persen dari pengeluaran global. Diperkirakan
jumlah tersebut akan meningkat menjadi US$238 miliar atau 11,6 persen

-3-

pengeluaran global sektor perjalanan di tahun 2019 (di luar perjalanan haji
dan umrah). Di sektor media dan rekreasi, muslim dunia menghabiskan
sekitar US$185 miliar atau 7,3 persen pengeluaran global pada tahun 2013
dan diperkirakan mencapai US$301 miliar pada 2019 atau sekitar 5,2 persen
dari pengeluaran global (Reuters & DinarStandard, 2014).
Studi yang sama juga dilakukan oleh MasterCard dan CrescentRating
(2015) dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, bahwa pada tahun
2014 terdapat 108 juta wisatawan muslim yang merepresentasikan 10
persen dari keseluruhan industri wisata dan segmen ini memiliki nilai
pengeluaran sebesar US$145 miliar. Diperkirakan pada tahun 2020 angka
wisatawan muslim akan meningkat menjadi 150 juta wisatawan dan
mewakili 11 persen segmen industri yang diramalkan dengan pengeluaran
menjadi sebesar US$200 miliar. Berikut ini adalah 10 besar negara tujuan
wisatawan muslim:
Tabel 1.2. Sepuluh Besar Negara Tujuan Organisation of Islamic Cooperation
(OIC) dan Non-OIC dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015
Peringkat
Destinasi OIC
Skor
Destinasi Non-OIC
1
Malaysia (1)
83,8
Singapura (9)
2
Turki (2)
73,8
Thailand (20)
3
UEA (3)
72,1
Inggris (25)
4
Saudi Arabia (4)
71,3
Afrika Selatan (30)
5
Qatar (5)
68,2
Perancis (31)
6
Indonesia (6)
67,5
Belgia (32)
7
Oman (7)
66,7
Hongkong (33)
8
Jordania (8)
66,4
Amerika Serikat (34)
9
Moroko (9)
64,4
Spanyol (35)
10
Brunei (10)
64,3
Taiwan (36)
Keterangan: (..) Ranking GMTI secara keseluruhan 2015
Sumber: CrescenRating, GMTI Report 2015

Skor
65,1
59,2
55,0
51,1
48,2
47,5
47,5
47,3
46,5
46,2

Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015 dalam


kelompok destinasi Organisation of Islamic Cooperation (OIC), Indonesia
(skor indeks 67,5) menempati peringkat ke-enam setelah Qatar (skor indeks
68,2), Arab Saudi (skor indeks 71,3), Uni Emirat Arab/UEA (skor indeks
72,1), Turki (skor indeks 73,8), dan Malaysia (skor indeks 83,8). Sedangkan
Singapura menjadi tujuan utama untuk destinasi non-OIC, dimana Thailand,
Inggris, Afrika Selatan, dan Perancis juga termasuk di dalamnya. Studi GMTI
menganalisis data lengkap yang meliputi 100 destinasi dengan hasil rata-rata
berdasarkan sembilan kriteria seperti kecocokan sebagai destinasi liburan
keluarga dan keamanan (kunjungan wisatawan muslim, destinasi liburan
keluarga, perjalanan yang aman), ketersediaan layanan dan fasilitas muslim
friendly di destinasi wisata (makanan halal, kemudahan akses untuk
beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi), Halal
awareness (mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi).
-4-

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan industri


pariwisata syariah bukanlah suatu ancaman bagi industri pariwisata yang
sudah ada, melainkan sebagai pelengkap dan tidak menghambat kemajuan
usaha wisata yang sudah berjalan. Bahkan sejumlah negara-negara di dunia
telah menggarap industri pariwisata syariah. Sebagai contoh di Asia seperti
Malaysia, Thailand, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan China sudah
terlebih dahulu mengembangkan pariwisata syariah. Thailand memiliki The
Halal Science Center Chulalongkorn University, pusat riset itu bekerja sama
dengan Pemerintah Thailand dan keagamaan membuat sertifikasi dan
standardisasi untuk industri yang dilakukan secara transparan, bahkan
pembiayaannya tertera jelas dan transparan. Australia melalui Lembaga
Queensland Tourism mengeluarkan program pariwisata syariah pada bulan
Agustus 2012 melalui kerjasama dengan hotel-hotel ternama mengadakan
buka puasa bersama, menyediakan tempat sholat yang nyaman dan mudah
dijangkau di pusat-pusat perbelanjaan, memberikan pertunjuk arah kiblat
dan Alquran di kamar hotel, hingga menyediakan petugas di Visitors
Information Offices yang mampu berbahasa Arab. Korea Selatan melalui
Perwakilan Organisasi Pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta)
mengakui siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket
wisata bagi Muslim dan fasilitas yang mendukung. Demikian pula Jerman
menyediakan tempat shalat yang bersih dan nyaman di Terminal 1 Bandara
Munich, Jerman sejak bulan Juni 2011 (Sofyan, 2012): 13-19).
Bagaimana dengan kondisi industri pariwisata syariah di Indonesia?
Kondisi pariwisata syariah di Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika
digarap lebih serius, potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia
sangat besar. Belum banyak biro perjalanan yang mengemas perjalanan
inbound dengan paket halal travel, tetapi lebih banyak pengemasan
perjalanan outbound seperti umrah dan haji. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik dan Pusat Data dan Informasi Kementerian Pariwisata, angka
wisatawan dari beberapa negeri Timur Tengah berdasarkan kebangsaan,
yaitu Bahrain sebesar 98 orang pada tahun 2013 menjadi 99 orang pada
tahun 2014 (naik 1,02 persen), Mesir sebesar 675 orang pada tahun 2013
menjadi 733 orang pada tahun 2014 (naik 8,59 persen), dan Uni Emirat Arab
sebesar 1.322 orang menjadi 1.428 orang (naik 8,02 persen), sedangkan Arab
Saudi mencatat angka pertumbuhan turun 3,90 persen dari 7.522 orang
(tahun 2013) menjadi 7.229 orang tahun 2014 (Kempar, 2015).
Jika dilihat dari angka jumlah kunjungan wisman muslim memang
dinilai cukup kecil. Namun, target wisata syariah sebenarnya bukan hanya
wisatawan muslim, tetapi juga wisatawan non muslim. Karena pada
hakekatnya wisata syariah hanyalah sebagai pelengkap jenis wisata
konvensional. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,

-5-

Indonesia berupaya terus mengembangkan wisata syariah di Tanah Air.


Kementerian Pariwisata mengembangkan pariwisata syariah meliputi empat
jenis komponen usaha pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro atau jasa
perjalanan wisata, dan spa. Terdapat 13 (tiga belas) provinsi yang
dipersiapkan Indonesia untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa
Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau,
Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali (IndonesiaTravel, 2013). Wilayah tujuan
wisata syariah tersebut ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya
manusia, budaya masyarakat, produk wisata daerah, serta akomodasi wisata.
Pada dasarnya pengembangan wisata syariah bukanlah wisata
eksklusif karena wisatawan non-Muslim juga dapat menikmati pelayanan
yang beretika syariah. Wisata syariah bukan hanya meliputi keberadaan
tempat wisata ziarah dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan
fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan
halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam
pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Contohnya adalah
menyediakan tempat ibadah nyaman seperti sudah dilakukan di Thailand
dan negara lainnya yang telah menerapkan konsep tersebut terlebih dahulu.
Potensi wisata syariah di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi alternatif
selain wisata konvensional, hanya saja branding dan pengemasannya masih
belum memiliki konsep yang tepat.
1.2. Identifikasi Perumusan Masalah
Tujuan diadakannya pengembangan wisata syariah adalah untuk
menarik wisatawan muslim maupun non-muslim, dan wisatawan dalam
maupun luar negeri. Bagi Indonesia sendiri, dimaksudkan juga untuk
mendorong tumbuh kembangnya entitas bisnis syariah di lingkungan
pariwisata Indonesia. Di Indonesia masih belum jelas branding dan
nomenklatur tentang wisata syariah ini. Apakah menggunakan nama syariah
travel, Islamic tourism, halal travel, muslim friendly destination atau
sebagainya? Semua itu masih dalam tahap diskusi pembahasan antara
Kementerian Pariwisata dan pelaku pariwisata. Meski branding tersebut
belum final, bukan berarti usaha untuk industri ini belum dapat dijalankan.
Adapun salah satu langkah nyata dalam usaha mengembangkan pariwisata
syariah adalah dengan merancang produk dan daerah tujuan pariwisata
syariah. Pariwisata syariah dapat berarti berwisata ke destinasi maupun
atraksi pariwisata yang memiliki nilai-nilai Islami yang di dalamnya terdapat
produk makanan halal, minuman non-alkohol, hotel halal, ketersediaan
sarana ibadah yang bersih, aman, dan nyaman, serta fasilitas-fasilitas lainnya.

-6-

Meskipun nomenklatur pengembangan wisata syariah belum jelas.


Namun, dalam usaha pengembangannya, Kemenparekraf menggandeng
Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga
Sertifikasi Usaha (LSU). Dan pada tahun 2014, Kementerian Pariwisata telah
menyusun Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah melalui Peraturan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014. Dalam
PERMEN tersebut berisikan kriteria hotel syariah dengan kategori Hilal 1 dan
Hilal 2 yang dinilai dari aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan. Hilal 1
merupakan hotel syariah yang masih memiliki kelonggaran dalam aturan
syariah, misalnya, dalam hotel ini setiap makanan dan restoran dipastikan
halal. Artinya, restoran atau dapur sudah ada sertifikasi halal dari MUI, ada
kemudahan bersuci dan beribadah sehingga harus ada toilet shower bukan
hanya tissue, makanan halal, tapi tidak ada seleksi tamu, dapurnya sudah
bersertifikat halal, tapi dapurnya saja, minuman masih boleh ada jenis
alkohol seperti wine. Sedangkan dalam hotel Hilal 2, segala hal yang tidak
diperbolehkan dalam aturan syariah memang sudah diterapkan dalam hotel
syariah ini. Untuk klasifikasi hotel syariah hilal satu minimal memenuhi 49
poin ketentuan, untuk naik ke level hilal dua harus memenuhi 74 poin.
Seperti diketahui bahwa destinasi wisata di Indonesia sangatlah
banyak dan tidak hanya terbatas pada ketiga belas destinasi wisata syariah
yang telah ditetapkan. Dengan demikian perlu kiranya mengeksplor potensi
pengembangan wisata syariah di daerah lain di Indonesia. Namun, potensi
besar yang dimiliki Indonesia belum maksimal digarap jika dibanding dengan
negara-negara Asia Tenggara lainnya. Berdasarkan konsep Tiga Great yang
diusung oleh Kementerian Pariwisata, maka dari 13 daerah destinasi itu akan
dibagi dengan tiga pintu masuk utama yakni Jakarta, Bali, dan Batam.
Wisman dapat menjangkau daerah sekitar yang menjadi destinasi wisata
syariah. Melalui Jakarta, wisman dapat juga mengakses destinasi di Jawa
Barat, Banten, dan Lampung. Melalui Bali dapat mengakses Lombok, Jawa
Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Di Batam lebih diarahkan ke Sumatera
Barat. Tetapi, dilihat secara keseluruhan, daerah yang baru komitmen dan
benar-benar menyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta,
dan Jawa Timur. Bagaimana dengan Aceh yang merupakan daerah yang
dikenal dengan Serambi Mekah?
Pemerintah Provinsi Aceh memasang target wisatawan lokal dan
mancanegara yang berkunjung ke Aceh sebesar 1,8 juta orang pada tahun
2015 dan target tahun 2018 sebesar 2,8 juta orang. Angka itu naik 30 persen
dari tahun 2014. Dalam beberapa tahun terakhir, tren kunjungan ke Aceh
terus naik. Misalnya, pada 2014, kunjungan wisatawan ke Aceh berjumlah 1,4
juta orang, 50.072 di antaranya turis mancanegara. Sedangkan pada 2013,
kunjungan ke Aceh hanya 1,1 juta orang (Warsidi, 2015). Bahkan Pemkot

-7-

Banda Aceh telah meluncurkan branding pariwisatanya yaitu World Islamic


Tourism yaitu pada tanggal 31 Maret 2015 (Hutabarat, 2015). Dimana
peluncuran tersebut diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman
antara Pemkot Banda Aceh dan PATA Indonesia Chapter (PIC). Pada bulan
Juni 2015, Pemkot Banda Aceh mencoba menarik wisatawan yang ingin
mengikuti wisata syariah khas Banda Aceh. Dengan mengusung tema
Wonderful Ramadhan in Aceh. Disajikan pula sebuah tradisi Meugang, yaitu
tradisi potong sapi yang dilakukan dua hari sebelum Ramadhan dan dua hari
menjelang Hari Idul Fitri. Dalam tradisi ini, wisatawan dapat melihat
berbagai proses mulai dari pemotongan sapi, proses pemasakan, hingga
makan bersama. Selain itu, terdapat festival Ramadhan dan beragam
perlombaan, mulai dari lomba azan, Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), dan
hafiz Quran. Dari sekitar 50 obyek wisata di Banda Aceh, belum semuanya
memiliki fasilitas yang memenuhi kaidah wisata syariah.
Menjadi hal yang menarik ketika Manado juga dijadikan salah satu
lokus dalam penelitian ini. Karena pada beberapa negara seperti Jepang,
Australia, Austria, Jerman telah melakukan pengembangan produk halal
dengan target wisatawan muslim. Sehingga, menjadi hal yang mungkin pula
jika konsep halal dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan
pariwisata di Kota Manado.
Beberapa hal masih menjadi kendala dalam menerapkan wisata
syariah yang perlu dibenahi, salah satu diantaranya aspek sertifikasi produkproduk halal. Di Indonesia, restoran dan kafe yang menyediakan makanan
dan minuman halal masih baru dalam tataran self claim, belum bersertifikat.
Jumlah restoran dan hotel yang menjamin makanannya halal masih jarang.
Banyak yang menyarankan agar di dapur hotel ada pemisahan antara
makanan halal dan non-halal. Demikian pula masih ada beberapa fasilitas
yang harus dibenahi untuk memastikan Indonesia siap untuk menyambut
wisatawan mancanegara muslim. Masalah air pun tak luput diperhatikan.
Saat ini, terutama di hotel dan pusat perbelanjaan mewah, toiletnya sudah
banyak mengadaptasi gaya barat. Bahkan terkadang di toilet, hanya tersedia
kertas tisu, tanpa air mengalir. Padahal, air mengalir benar-benar penting,
terutama untuk bersuci. Industri pariwisata syariah Indonesia juga harus
didukung oleh pemerintah, industri dan strategi pemasaran yang baik,
standar dan regulasi yang tepat harus diperkuat oleh tenaga profesional
keuangan yang cukup, lembaga pelatihan kepariwisataan syariah yang baik
kemudian didukung oleh keuangan syariah yang kompetitif.
Menurut pendiri dan CEO Crescentrating, Fazal Bahardeen, Indonesia
belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti negara
tetangga Malaysia dan Thailand (Murdaningsih & Pratiwi, 2015). Indonesia

-8-

juga belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program


pariwisata nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.
Berdasarkan latar belakang permasalahan, yang menjadi pertanyaan
dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi potensi destinasi wisata
syariah di Indonesia khususnya di Aceh (daerah dengan mayoritas muslim)
dan Manado (daerah dengan mayoritas non-muslim)? Bagaimana kesiapan
kedua destinasi wisata tersebut jika dilihat berdasarkan persepsi wisatawan?
Apakah strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah di kedua
destinasi wisata tersebut?
1.3. Ruang Lingkup/Batasan Masalah Penelitian
Mengingat luasnya ruang lingkup wisata syariah, maka penelitian ini
dibatasi dengan memfokuskan analisis potensi pengembangan wisata syariah
di destinasi wisata Aceh dan Manado dengan tanpa menghilangkan autentik
dan keunikannya. Beberapa variabel dan indikator menggunakan kombinasi
sembilan aspek kesiapan destinasi wisata syariah yang dikembangkan oleh
CrescentRating dalam studi GMTI dan studi dari Riyanto (2012) dalam
bukunya berjudul Prospek Bisnis Wisata Syariah.
Studi ini akan diukur pula kesiapan destinasi wisata Aceh dan Manado
berdasarkan persepsi wisatawan, sehingga dengan menggabungkan potensi
dan tingkat kesiapan destinasi diharapkan dapat menghasilkan strategi yang
tepat untuk mengembangkan wisata syariah berdasarkan karakteristik
daerah.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dengan cara survei menggunakan kuesioner pada wisatawan di
Aceh dan Manado. Selain itu penelitian ini menggunakan FGD dan studi
literatur sebagai data tambahan/pelengkap data kuesioner. Adanya
keterbatasan dalam melakukan penelitian, maka kurun waktu pengamatan
dibatasi selama 3 hari prasurvei dan 6 hari survei pada bulan September
2015. Survei dilakukan terhadap minimal 100 orang responden wisatawan
yang dipilih secara acak pada saat penelitian ini dilaksanakan (metode
pengambilan sampel akan dibahas selengkapnya pada Bab 3).
Aceh dipilih sebagai salah satu lokus penelitian karena Pemkot Banda
Aceh telah meluncurkan branding pariwisatanya yaitu World Islamic Tourism.
Dengan branding yang telah ditetapkan oleh Pemkot Banda Aceh tersebut,
maka penelitian ini akan mencoba mengkaji dari sisi wisatawan sebagai
konsumen dalam menilai kesiapan sebagai destinasi wisata syariah.
Sementara itu, Manado dengan wilayah mayoritas penduduk non muslim
dipilih sebagai pembanding dan perlu juga menilai potensi serta kesiapan
destinasi wisata Manado jika diterapkan wisata syariah dalam produk

-9-

wisatanya. Sehingga, diharapkan dapat menghasilkan strategi apa yang


sesuai dengan karakteristik daerahnya masing-masing.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Mendeskripsikan potensi destinasi wisata syariah di Indonesia khususnya
Aceh dan Manado
b. Menganalisis kesiapan masing-masing destinasi wisata melalui persepsi
wisatawan dalam mengembangkan wisata syariah
c. Menghasilkan strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah
sesuai karakteristik destinasi wisata di Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau
rekomendasi bagi pengambil kebijakan di lingkungan pemerintah daerah dan
pusat seperti Deputi Pemasaran Pariwisata Nusantara, Deputi Pemasaran
Mancanegara, Deputi Pengembangan Destinasi Pariwisata, dan pemangku
kepentingan
pariwisata
lainnya.
Sehingga,
Indonesia
mampu
mengembangkan destinasi wisata syariah yang berdayasaing dan mampu
menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu andalan dalam memberikan
kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan memberikan manfaat bagi peneliti-peneliti lainnya yang
mengambil topik berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan wisata
syariah, ataupun pihak lain yang tertarik dengan permasalahan yang diteliti
dalam penelitian ini.
1.6. Strategi Pencapaian Keluaran
Dalam Kajian Pengembangan Wisata Syariah ini diperlukan strategi
guna mancapai hasil dari tujuan kajian, diantaranya metode pelaksanaan,
tahapan dan waktu pelaksanaan.
1.6.1. Metode Pelaksanaan
Ruang lingkup penelitian ini meliputi semua kebijakan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah yang dalam penerapannya mendapat banyak
hambatan terutama yang berkaitan dengan kajian pengembangan wisata
syariah di Indoinesia.
Keluaran dari kegiatan ini berupa hasil peneltian yang mampu
memberikan solusi terhadap pengembangan kebijakan terutama yang terkait
dengan pengembangan wisata syariah di Indonesia. Kegiatan ini akan
dilaksanakan di Nangroe Aceh Darusalam (Banda Aceh) dan Sulawesi Utara
(Manado) dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner
- 10 -

kepada responden dan melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD)


dengan narasumber yang dianggap memahami mengenai perkembangan
wisata syariah di Indonesia. Manado dipilih sebagai perbandingan
pengembangan wisata syariah di Indonesia.
1.6.2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Beberapa tahapan dan waktu pelaksanaan dalam penelitian ini,
sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, yakni meliputi penyusunan rancangan kegiatan,
koordinasi dan penyiapan instrumen penelitian.
b. Pelaksanaan penelitian adhoc, meliputi penyiapan logistik kegiatan,
penyiapan tempat FGD, koordinasi dengan panelis dan undangan, dan
penyebaran kuesioner. Wawancara dan observasi juga dilakukan guna
melengkapi data dan informasi penelitian.
c. Evaluasi dan pelaporan kegiatan, yakni melaksanakan penelitian adhoc
dengan menggunakan pendekatan tertentu dengan metode diskusi dengan
pihak-pihak terkait.
d. Pelaporan

- 11 -

BAB

RERANGKA PEMIKIRAN ANALISIS


2.1.
2.1.1.

Landasan Teoritis/Tinjauan Pustaka


Definisi Wisata Syariah
Terminologi wisata syariah di beberapa negara ada yang
menggunakan istilah seperti Islamic tourism, halal tourism, halal travel,
ataupun as moslem friendly destination. Menurut pasal 1 Peraturan Menteri
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang
pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah, yang dimaksud syariah
adalah prinsip-prinsip hukum islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau
telah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Istilah syariah mulai digunakan
di Indonesia pada industri perbankan sejak tahun 1992. Dari industri
perbankan berkembang ke sektor lain yaitu asuransi syariah, pengadaian
syariah, hotel syariah, dan pariwisata syariah.
Definisi pariwisata syariah adalah kegiatan yang didukung oleh
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah
(Kemenpar, 2012). Pariwisata syariah dimanfaatkan oleh banyak orang
karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal.Produk dan
jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah
sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata pada umumnya
selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi
pariwisata syariah tidak terbatas hanya pada wisata religi.
Berdasarkan pengertian di atas, konsep syariah yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah berhubungan dengan
konsep halal dan haram di dalam islam. Halal diartikan dibenarkan,
sedangkan haram diartikan dilarang.Konsep halal dapat dipandang dari dua
perspektif yaitu perspektif agama dan perspektif industri. Yang dimaksud
dengan perspektif agama, yaitu sebagai hukum makanan apa saja yang boleh
dikonsumsi oleh konsumen muslim sesuai keyakinannya. Ini membawa
konsuekensi adanya perlindungan konsumen. Sedangkan dari perspektif
industri. Bagi produsen pangan, konsep halal ini dapat diartikan sebagai
suatu peluang bisnis. Bagi industri pangan yang target konsumennya
sebagian besar muslim, diperlukan adanya jaminan kehalalan produk akan
meningkatkan nilainya yang berupa intangible value. Contoh produk pangan
yang kemasannya tercantum label halal lebih menarik bagi konsumen
muslim (Hamzah & Yudiana, 2015).

- 12 -

Menurut Sofyan (2012:33), definisi wisata syariah lebih luas dari


wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam.
Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen
wisata syariah bukan hanya umat Muslim tetapi juga non Muslim yang ingin
menikmati kearifan lokal. Pemilik jaringan Hotel Sofyan itu menjelaskan,
kriteria umum pariwisata syariah ialah; pertama, memiliki orientasi kepada
kemaslahatan umum. Kedua, memiliki orientasi pencerahan, penyegaran, dan
ketenangan. Ketiga, menghindari kemusyrikan dan khurafat. Keempat, bebas
dari maksiat. Kelima, menjaga keamanan dan kenyamanan. Keenam, menjaga
kelestarian lingkungan. Ketujuh, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan
kearifan lokal.
Selain istilah wisata syariah, dikenal juga istilah Halal tourism atau
Wisata Halal. Pada peluncuran wisata syariah yang bertepatan dengan
kegiatan Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang
digelar pada 30 Oktober - 2 November 2013 di Semeru Room, Lantai 6,
Gedung Pusat Niaga, JIExpo (PRJ), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu
(30/10/2013), President Islamic Nutrition Council of America, Muhammad
Munir Caudry, menyampaikan bahwa, Wisata halal merupakan konsep baru
pariwisata. Ini bukanlah wisata religi seperti umroh dan menunaikan ibadah
haji. Wisata halal adalah pariwisata yang melayani liburan, dengan
menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan
traveler muslim. Dalam hal ini hotel yang mengusung prinsip syariah tidak
melayani minuman beralkohol dan memiliki kolam renang dan fasilitas spa
terpisah untuk pria dan wanita (Wuryasti, 2013).
Berikut ini tabel perbandingan antara wisata konvensional, wisata
religi, dan wisata syariah:
Tabel 2.1. Komparasi wisata konvensional, wisata religi, dan wisata syariah
No
1

Item
Perbandingan
Obyek

Tujuan

Target

Guide

Konvensional

Religi

Alam,
budaya,
Heritage, Kuliner
Menghibur

Tempat
Ibadah,
Peninggalan Sejarah
Meningkatkan
Spritualitas

Menyentuh
kepuasan
dan
kesenangan
yang
berdimensi nafsu,
semata-mata hanya
untuk hiburan
Memahami
dan
menguasai
informasi sehingga
bisa
menarik
wisatawan terhadap

Aspek spiritual yang


bisa menenangkan
jiwa. Guna mencari
ketenangan batin
Menguasai sejarah
tokoh dan lokasi
yang menjadi obyek
wisata

- 13 -

Syariah
Semuanya
Meningkatkan
Spirituaitas dengan
cara menghibur
Memenuhi
keinginan
dan
kesenangan
serta
menumbuhkan
kesadaran
beragama
Membuat
turis
tertarik pada obyek
sekaligus
membangkitkan
spirit
religi

obyek wisata

Fasilitas Ibadah

Sekedar pelengkap

Sekedar pelengkap

6
7

Kuliner
Umum
Umum
Relasi
dengan Komplementar dan Komplementar dan
Masyarakat
hanya
untuk hanya
untuk
dilingkungan
keuntungan materi
keuntungan materi
Obyek Wisata
8
Agenda
Setiap Waktu
Waktu-waktu
Perjalanan
tertentu
Sumber: Ngatawi Al Zaztrow dalam Hamzah dan Yudiana, 2015

wisatawan. Mampu
menjelaskan fungsi
dan peran syariah
dalam
bentuk
kebahagiaan
dan
kepuasan
batin
dalam
kehidupan
manusia.
Menjadi bagian yang
menyatu
dengan
obyek
pariwisata,
ritual
ibadah
menjadi
bagian
paket hiburan
Spesifik yang halal
Integrated, interaksi
berdasar
pada
prinsp syariah
Memperhatikan
waktu

Menurut Duran dalam Akyol & Kilin (2014), pariwisata memiliki


bermacam dampak sosial dan budaya.Wisata halal adalah suatu produk baru
dari pasar muslim dan non-muslim. Menurut Zulkifli dalam Akyol & Kilin
(2014), pasar halal diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu: makanan,
gaya hidup (kosmetik, tekstil, dll), dan pelayanan (paket wisata, keuangan,
transportasi). Menurut Duman dalam Akyol & Kilin, Islamic tourism
didefinisikan sebagai:
the activities of Muslims travelling to and staying in places outside
their usual environment for not more than one consecutive year for
participation of those activities that originate from Islamic
motivations which are not related to the exercise of an activity
remunerated from within the place visited (Kilin, 2014 )
Menurut Pavlove dalam Razzaq, Hall & Prayag, Halal atau Islamic
tourism didefinisikan sebagai pariwisata dan perhotelan yang turut
diciptakan oleh konsumen dan produsen sesuai dengan ajaran Islam. Banyak
negara di dunia Islam yang memanfaatkan kenaikan permintaan untuk
layanan wisata ramah Muslim (Razzaq, Hall, & Prayag, 2015). Sedangkan
menurut Sapta Nirwandar (2015) dalam (Achyar, 2015) keberadaan wisata
halal sebagai berikut:
Halal tourism adalah extended services. Kalau tidak ada dicari,
kalau ada, bisa membuat rasa aman. Wisata halal bisa
bergandengan dengan yang lain. Sifatnya bisa berupa

- 14 -

komplementer, bisa berupa produk sendiri. Misalnya ada hotel


halal, berarti membuat orang yang mencari hotel yang menjamin
kehalalan produknya akan mendapatkan opsi yang lebih luas. Ini
justru memperluas pasar, bukan mengurangi. Dari yang tadinya
tidak ada, jadi ada.
Pada acara Focus Group Discussion (FGD) Halal Tourism & Lifestyle
2015 di Jakarta Convention Centre, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5). Menteri
Pariwisata Arief Yahya menyampaikan pendapat pribadi bahwa nama dari
wisata halal harus universal, beliau mengusulkan istilah Universal Tourism,
karena wisata halal bukan semata-mata tentang kuliner. Ada industri lainnya
seperti fesyen, finansial, kesehatan dan sebagainya. Sehingga kata Universal
baginya sudah mewakili seluruh wisatawan yang datang ke Indonesia, baik
Muslim maupun non-Muslim (Putri, 2015).
2.1.2.

Kondisi Wisata Syariah Dunia


Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia dan MENA (Timur Tengah
dan Afrika Utara), memberikan pengaruh terhadap daya beli wisatawan
Muslim. Sedangkan di Eropa Barat, meskipun pertumbuhan ekonomi tidak
tinggi, banyak kalangan kelas menengah Muslim dari belahan dunia lain igin
mengeksplorasi tempat-tempat wisata baru.Berikut tabel populasi dan daya
beli masyarakat muslim:
Tabel 2.2. Populasi dan Daya Beli Masyarakat Muslim
Largest Muslim
Largest Muslim % of Total
Population
Population
Indonesia
Bahrain
Pakistan
Kuwait
India
Saudi Arabaia
Bangladesh
Algaria
Turkey
Iran
Egypt
Oman
Iran
Turkey
Nigeria
Yamen
China
Tunisia
Ethiopia
Iraq
Algeria
Libya
Monaco
Pakistan
Sudan
UAE
Afganistan
Qatar
Iraq
Egypt
Sumber: A.T. Kearney dalam Sofyan (2012:...)

Highest Purching Power


of Muslim Population
Saudi Arabia
Turkey
Iran
Malaysia
Qatar
Russia
Frace
Libya
UAE
United States
Algeria
Singapore
Indonesia
Egypt
The Natherlands

Berdasarkan data di atas, Malaysia mampu memanfaatkannya dalam


meningkatkan wisatawan Muslim. Total estimasi wisatawan mancanegara
Muslim ke Malaysia berdasarkan Islamic Tourism Malaysia tahun 2010

- 15 -

sebesar 5.817.571 atau 24 % dari total wisatawan mancanegara Malaysia


sebesar 24.557.200 (Sofyan, 2012):40).
Tabel 2.3. Sepuluh Besar Negara Tujuan OIC (Organization of Islamic
Cooperation) dan Non-OIC Global Muslim Travel Index (GMTI)
2015
Peringkat
Destinasi OIC
1
Malaysia (1)
2
Turki (2)
3
UEA (3)
4
Saudi Arabia (4)
5
Qatar (5)
6
Indonesia (6)
7
Oman (7)
8
Jordania (8)
9
Maroko (9)
10
Brunei (10)
Sumber: CrescenRating, GMTI Report 2015

Skor
83,8
73,8
72,1
71,3
68,2
67,5
66,7
66,4
64,4
64,3

Destinasi Non-OIC
Singapura (9)
Thailand (20)
Inggris (25)
Afrika Selatan (30)
Perancis (31)
Belgia (32)
Hongkong (33)
Amerika Serikat (34)
Spanyol (35)
Taiwan (36)

Skor
65,1
59,2
55
51,1
48,2
47,5
47,5
47,3
46,5
46,2

Dari tabel di atas dapat diketahui, Indonesia sebagai negara dengan


penduduk Muslim terbesar di dunia, belum mampu menjadi negara tujuan
wisata bagi muslim traveller. Berikut contoh dari negara-negara yang menjadi
destinasi bagi muslim traveller, yaitu:
a. Turki
Meskipun Turki adalah negara sekuler, Islam adalah bagian penting
dari kehidupan Turki. Menurut laporan Pew Research Center tahun 2010
jumlah penduduk Turki 98% adalah muslim sehingga diasumsikan bahwa
sebagian besar produk makanan koheren dengan konsep halal di Turki
(PewResearchCenter, 2010).
Selain faktor jumlah penduduk muslim yang besar, meningkatnya
pendidikan dan tingkat pendapatan kaum konservatif kelas menengah atas
telah juga mempengaruhi permintaan untuk pasar halal terutama wisata
halal (Duman dalam Akyol & Kilin, 2014). Untuk memenuhi permintaan
wisata halal, salah satunya dengan audit halal oleh World Association Halal.
Hotel pertama yang menerima "sertifikat halal" di Turki adalah Adenya Hotel
& Resort. Selain itu, standar bintang hotel "crescent standards(standar
sabit)"menunjukkan kualitas di sektor perhotelan Islami (Kilin, 2014 ).
Menurut catatan Himpunan Pemilik Hotel Mediteranian (AKTOB),
tahun 2002 Turki hanya memiliki hotel 5 buah, saat ini setidaknya tercatat
ada 75 hotel di Turki yang memasang label hotel Islami bersahabat dengan
jilbab, liburan sesuai syariah, dan wisata halal. Hotel islami banyak dijumpai
di destinasi misalnya di Canakkale Kas dan Kusadasi. Hotel-hotel tersebut
tidak menghidangkan alkohol dan babi, memisahkan kolam renang untuk
tamu pria dan wanita, serta mengharuskan pegawainya untuk berpakaian

- 16 -

sopan. Tayangan televisi dan situs-situs internet dipilih sesuai dengan aturan
Islam.Mushala yang disediakan juga dilengkapi peredam suara dari luar
(Nashrullah & Pratiwi, 2014).
Dalam jajak pendapat yang dibuat BBC Turki baru-baru ini, 60 persen
wisatawan mencari hotel berlabel halal dan jumlah itu terus meningkat.
Kebanyakan wisatawan menghindari hotel yang menyajikan alkohol dan
makanan tak halal. Presiden Asosiasi Jurnalis Pariwisata (TUYED) Kerem
Kofteoglu menyampaikan, sektor pariwisata harus toleran terhadap semua
jenis wisatawan, termasuk bagi wisatawan berkerudung dan yang tidak.
Kofteoglu mengatakan, "Kami tak bisa memilih tamu yang singgah."
(Nashrullah & Pratiwi, 2014)
Muslim Traveler Index Europe 2014 memperkirakan nilai wisata halal
Eropa mencapai 137 miliar dolar AS. Turki sendiri termasuk menjadi lima
besar negara tujuan wisatawan pencari pariwisata syariah di Eropa.
Nilainya bahkan mencari 103 miliar euro pada 2013 atau sekitar 13 persen
dari total nilai pariwisata halal dunia. Turki diperkirakan akan meraih hingga
141 miliar euro dari sektor ini pada 2020.
b. Malaysia
Menurut laporan Pew Research Center tahun 2010 jumlah penduduk
Malaysia sebesar 28.400.000, dengan komposisi pemeluk beragama sebagai
berikut:
Agama

Folk Religions
2%
Hindus
6%
Christians
9%

<1%nother
<1% Jews
religion
<1% Unaffiliated
Muslims
63%

Buddhists
17%

Gambar 2.1. Jumlah Penduduk Malaysia Tahun 2010


Sumber: Global Religious Futures, 2010, diakses melalui
http://www.globalreligiousfutures.org

Sedangkan pada tahun 2020 menurut Pew Research Center, diperkirakan


jumlah penduduk Malaysia meningkat menjadi 33.360.000 terdiri dari
Muslim sebesar 66,1 %, Budha menjadi 15,7 %, Nasrani sebesar 9,4 %, dan
Hindu sebesar 5.8 % (PewResearchCenter, 2015).
Henderson dalam Akyol & Kilin (2014) berpendapat bahwa konsep
Islamic tourism adalah salah satu yang berkembang pesat di beberapa negara
di selatan Asia Timur seperti Malaysia dan Singapura.

- 17 -

Wisata Islami di Malaysia bagus karena mereka memiliki sistem khusus


pariwisata Muslim yang mempromosikan wisata Islam dalam agenda
pariwisata nasional. Dari catatan Crescentrating, tahun lalu jumlah
kunjungan wisatawan Muslim ke Malaysia mencapai 5,9 juta orang.
Sementara yang datang ke Indonesia hanya sekitar dua juta orang saja dari
total 10-11 juta wisatawan asing yang masuk (Pratiwi & Murdaningsih,
2015).
c. Thailand
Jumlah penduduk Thailand berdasarkan riset Pew Research Center
tahun 2010 sebagaian besar adalah 93,2% Budha, 5,5% Muslim, dan sisanya
agama lainnya kurang dari 1%. Meskipun sebagian besar penduduknya
beragama Budha, Thailandtelahmendirikan Halal Science Center di
Chulalongkorn University. Dalam usaha meningkatkan wisata halal Thailand
mengumumkan Muslim Friendly Thailand, seperti dilansir dari Deutsche
Presse-Agentur, Rabu (10/6), aplikasi ini akan diluncurkan pada tanggal 22
Juni mendatang dalam bahasa Inggris, Thailand, dan Arab. Piranti lunak ini
dirancang untuk membantu wisatawan menemukan restoran halal, hotel,
masjid, dan operator tour. Otoritas wisata Thailand mengatakan, aplikasi ini
merupakan bagian dari kampanye untuk menarik lebih banyak pengunjung
dari Timur Tengah, Malaysia, dan Indonesia, yang menyumbang tiga juta
wisatawan ke negara itu tahun lalu (Putri, 2015).
d. Singapura
Singapura sebagai negara yang memprioritaskan sektor pariwisata,
dianggap paling paham dalam melayani wisatawan temasuk wisatawan
Muslim. Sebagai bentuk dukungan bagi pelaku usaha pariwisata diberikan
halal award (Sofyan, 2012). Menurut Pew Research Center tahun 2010,
penduduk Singapura terdiri dari beberapa umat beragama, yaitu: Buddhist
(34 persen), Christians (18 persen), Folk Religions (2 persen), Hindus (5
persen), Muslim (14 persen), Jews (<1 persen), Unaffiliated (16 persen), oher
religions (10 persen).
Dari data di atas, mayoritas penduduk Singapura beragama Budha,
populasi Islam berada di posisi keempat. Sebagai negara yang mayoritas
beragama Budha, Singapura berhasil mencapai peringkat 9 menurut
Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2 015 untuk
negara Non-OKI yang menjadi tujuan wisata muslim terbaik di dunia. Badan
Pariwisata Singapura atau "Singapore Tourism Board" meluncurkan buku
panduan wisata halal bagi pelancong Muslim dari Indonesia.
Kriteria dalam survei GMTI meliputi berbagai macam faktor meliputi
kecocokan sebagai tempat berlibur bersama keluarga bagi keluarga Muslim,
tingkat pelayanan bagi wisatawan Muslim, ketersediaan fasilitas bagi
- 18 -

wisatawan Muslim, pilihan akomodasi yang baik, jumlah kedatangan


wisatawan Muslim, pilihan menu dan makanan halal, dan lainnya. Direktur
Eksekutif STB Wilayah Asia Tenggara Edward Koh menyampaikan Singapura
memiliki banyak fasilitas makanan halal yang sudah disertifikasi oleh Badan
Sertifikasi Halal yang dimiliki negara itu. Sebanyak 108 wisatawan Muslim
berkunjung ke Singapura, dengan nilai 145 miliar dolar AS dan
mempresentasikan 10 persen dari total perekonomian dunia (Putra, 2015).
e. Korea Selatan
Meskipun mayoritas penduduknya tidak beragama Islam, sebagian
tempat wisata di Korea Selatan sudah menyediakan fasilitas yang
memudahkan para turis Muslim. Tujuan wisata halal di Korea antara lain:
Gyeonggi-do (banyak terdapat tempat-tempat hiburan yang menyediakan
tempat ibadah dan makanan halal bagi umat Muslim meliputi Everland,
Korea Folk Village di Yongin, Petite France di Gapyeong, Skin Anniversary di
Paju dengan Woongjin Playdoci dan Aiins World di Bucheon (Rezkisari,
2014) .
Selain Gyeonggi-do, terdapat juga destinasi wisata halal yaitu
Gangwon. Pemerintah Korea Selatan aktif dalam mempromosikan paket
wisata syariah ke Indonesia. Strategi promosi yang dilakukannya adalah
dengan menandatangani
nota kesepahaman (MoU) antara perwakilan
organisasi pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta) dengan Garuda
Indonesia Holiday (GIH). Provinsi Gangwon mendukung kerja sama ini
dengan menyediakan restoran yang ramah bagi Muslim dan Mushala. Saat ini
produk wisata halal ke Korea yang telah dikembangkan oleh GIH adalah
berupa produk 3M5H, 4M6H, dan produk 5M7H, yang menyertakan makanan
halal di restoran ramah Muslim pada semua jadwalnya, serta kunjungan ke
mushala untuk shalat (Putri & Pratiwi, 2015).
2.1.3.

Kondisi Wisata Syariah di Indonesia


Berbagai upaya dilakukan untuk mempersiapkan produk pariwisata
ini bersama pemangku kepentingan, salah satu cara memperkenalkan Wisata
Syariah di Indonesia kepada masyarakat dan dunia Internasional,
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Majelis
Ulama Indonesia menyelenggarakan Global Halal Forum bertema Wonderful
Indonesia as Moslem Friendly Destination pada 30 Oktober 2013 di JIExpo
Kemayoran, Jakarta.
Pentingnya dikembangkan potensi wisata syariah disampaikan
Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat peluncuran Gerakan
Ekonomi Syariah (GRES) di kawasan silang Monas, tanggal 17 November
2013. Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono
menyampaikan bahwa Indonesia mempunyai banyak alasan untuk
- 19 -

mengembangkan potensi wisata syariah, antara lain keberadaan ekonomi


syariah penting untuk mengurangi kerentanan antara sistem keuangan
dengan sektor riil, sehingga menghindari penggelembungan ekonomi;
menghindari pembiayaan yang bersifat fluktuatif, dan dapat memperkuat
pengaman sosial.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan wisata
syariah adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi
destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh
Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari
ke-13 provinsi tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB,
Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Destinasi Wisata Syariah (indonesia.travel,2013)

Gambar 2.2. Destinasi Wisata Syariah di Indonesia

Sumber: Kemenparekraf, 2013, Indonesia as Moslem Friendly Destination (Buku Panduan


Wisata)

Penilaian kesiapan destinasi wisata dilihat dari beberapa aspek utama


pariwisata, yaitu:
a) Produk
Pengembangan Produk harus berdasarkan Kriteria Umum dan
Standarisasi yang diterapkan untuk Usaha Pariwisata Syariah dan Daya
Tarik.
2) SDM dan kelembagaan
Kompetensi Profesi Insan Pariwisata Syariah juga harus ditunjang
dengan Training dan Pendidikan yang sesuai dengan sasaran Standar
Kompetensi yang dibutuhkan Wisatawan Muslim.
3) Promosi

- 20 -

Bentuk promosi dan jalur pemasaran disesuaikan dengan perilaku


Wisatawan Muslim, World Islamic Tourism Mart (WITM), Arabian Travel
Mart, Emirates Holiday World, Cresentrating.com, halaltrip.com, etc.
Meskipun konsep halal sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar
penduduk Indonesia, namun wisata halal kurang berkembang di Indonesia
dikarenakan fasilitasi, tidak mudah memastikan makanan halal, sertifikasi
halal, dan promosi yang kurang. Hal tersebut tampak dari hasil laporan
lembaga riset dan pemeringkat industri pariwisata halal Crescentrating
bersama MasterCard, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, Indonesia
berada di urutan keenam tujuan wisata halal dunia, di bawah Malaysia dan
Thailand. Crescentrating menilai Indonesia harus berusaha lebih keras jika
ingin melangkahi Malaysia dan Thailand dalam mengembangkan wisata
halal. Menurut pendiri dan CEO Crescentrating Fazal Bahardeen bahwa
Indonesia belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti
negara tetangga Malaysia dan Thailand. Indonesia juga belum
mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program pariwisata
nasional, dan membuat paket khusus wisata halal.
Perbandingan Praktek Wisata Syariah antara Indonesia dengan
beberapa negara ASEAN lainnya pada tahun 2013, dapat dilihat sebagai
berikut:
Tabel 2.4. Perbandingan Praktek Wisata Syariah Tahun 2013
Total Wisman
Wisman Muslim
%
Praktik
Syariah

Wisata

o
o
o
o
o

Indonesia
8.802.129
1.729.912
(ME: 183.016)
20%
Hotel Syariah
bersertifikat: 12
Hotel dengan
Restoran halal
bersertifikat: 25
Restoran
bersertifikat
halal: 305
Spa syariah
bersertifikat: 0
Travel syariah
bersertifikat: 1

Singapura
15.567.923
3.920.907
(ME: 146.503)
25%
o Hotel &
restoran
bersertifikat
halal: 2.691
o Ada AMTAS
(Association of
Muslim Travel
Agent of
Singapore)

o
o

Sumber: Dari berbagai Sumber

- 21 -

Malaysia
25.715.460
6.099.279
(ME: 332.736)
24%
Hotel
syariah
bersertifikat: 366
(273 bintang 3
s/d 5, 53 hotel
bintang 1 & 2, 40
budget hotel &
restoran)
Restoran
bersertifikat
halal 2.000
The
Top
destination for
muslim tourist
in 2011, 2012,
2013 & 2014
by
CrescentRating
Singapore
KLIA terpilih
sebagai
the
Most Muslim
Friendly
Airport in the
world

o
o

Thailand
26.546.725
4.419.310
(ME: 630.243)
17%
Hotel & restoran
bersertifikat halal
100
Memiliki halal
science center
yang mendukung
Thailand menjadi
salah satu
produsen &
eksportir produk
halal terbesar di
Asia
The airways
catering memiliki
the largest halal
kitcehn in the
world
Bandara
internasional
Suvarnabhumi
adalah bandara
non-muslim yang
paling MuslimFriendly
(CrescentRating)

Fakta yang ada pariwisata syariah di Indonesia pada tahun 2013 yaitu hotel
syariah besertifikat baru 37 hotel. Sebanyak 150 hotel menuju operasional
syariah. Begitu juga dengan restoran, dari 2.916 restoran, baru 303 yang
bersertifikat halal. Sebanyak 1.800 mempersiapkan diri sebagai restoran
halal. Sedangkan tempat relaksasi, SPA kini baru berjumlah tiga unit.
Sebanyak 29 sedang proses untuk mendapatkan sertifikat halal.
2.2. Penelitian Terdahulu
Guna menghindari adanya plagiarisme, beberapa hasil penelitian dan
publikasi yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
2.2.1. Penelitian yang berjudul Internet and Halal Tourism Marketing
oleh Mevlt Akyol dan zgr Kilin
Hasil penelitian tersebut diterbitkan pada International Periodical for
the Languages, Literature and History of Turkish or Turkic Volume 9/8
Summer 2014, p. 171-186, Ankara-Turkey. Tujuan dari penelitian tersebut
adalah untuk menyajikan konsep pemasaran halal di dunia dan di Turki.
Dalam konteks ini, salah satu perusahaan perantara, yang disebut "hotel
halal", dianalisa dalam kerangka deskriptif. Penelitian yang dikembangkan
adalah definisi marketing halal, konsep wisata halal dan hotel halal, deskripsi
wisata halal di Turki, pentingnya internet dalam marketing wisata, dan
analisis visual dan textual dari website hotel-hotel halal di Turki. Kesimpulan
dari penelitian tersebut adalah pelaku marketing halal harus
mempertimbangkan harapan hotel halal baik untuk wisatawan Muslim dan
non-Muslim. Muslim mencari liburan yang koheren dengan Islam dan
harapan non-Muslim juga mendapatkan keamanan dan kebersihan.Hal
tersebut harus diperhitungkan oleh pelaku marketing halal. Hasil analisis
visual dan tekstual menunjukkan bahwa sebagian besar hotel Islam koheren
dengan Islam. Misalnya, memberikan prinsip makanan dan non-alkohol halal,
fasilitas terpisah untuk wanita dan ruang doa adalah fitur utama dan umum
dari Islam atau hotel halal. Berikut tabel klasifikasi hotel islami menurut
Ramli dalam Akyol & Kilin, 2014:
Tabel 2.5. Klasifikasi Hotel Ramah Muslim
RATING
One

Two

RATING MUSLIM FRIENDLY FACILITIES


(in addition to other standard facilities in a reputable hotel)
Qiblah
Pointing
Signage;
Prayer rug in
guest room
Halal
Prayer
Qiblah
Kitchen/Halal Room/Surau
Pointing

- 22 -

Food

Signage;
Prayer
rug in
guest
room
Three
Only Halal
Dedicate
Qiblah
Gym &
Food &
Prayer
Pointing
Swimming
Alcohol Free
Room/Surau
Signage;
Pool have
Beverages
with
Prayer
dedicated
Served
abdution
rug in
hours for
space
guest
Ladies only
room; at
least 50 %
are no
smoking
guest
rooms
Four
Only Halal
Dedicate
Qiblah
Separate
Food &
Prayer
Pointing
Gym &
Alcohol Free
Room/Surau
Signage;
Enclosed
Beverages
with
Prayer
Swimming
Served
abdution
rug in
Pool for
space &
guest
Ladies
resident
room;
imam
only no
smoking
guest
rooms
Five
Only Halal
Dedicate
Qiblah
Separate
Shariah
Food &
Prayer
Pointing
Gym &
Compliant
Alcohol Free
Room/Surau
Signage;
Enclosed
Entertainment
Beverages
with
Prayer
Swimming
&
Served
abdution
rug in
Pool, Spa &
Recreational
space &
guest
Health
Facilities
resident
room;
Facilities
Facilities for
imam
only no
for Ladies
all ages
smoking
guest
rooms
Sumber: Ramli, N. (2009). Halal Tourism: The Way Forward. In: International
Conference on Law and Social Obligation, 2009, Kashmir, India dalam Akyol
& Kilin, 2014

Selain itu, hotel islami, internet dan media sosial menyediakan platform
komunikasi yang signifikan untuk hotel halal karena halal berorientasi
pemasok industri dan perantara umumnya menargetkan populasi Muslim.
Dengan demikian, internet mungkin menawarkan kesempatan besar untuk
mendapatkan perhatian dari pasar ini. Penelitian ini memiliki beberapa
keterbatasan. Yang pertama adalah ukuran sampel mungkin tidak cukup
besar untuk menggeneralisasi temuan. Yang kedua adalah hanya
menganalisis hotel bintang lima, sehingga hotel dibawahnya dikeluarkan.
Keterbatasan terakhir adalah hanya menggunakan situs web untuk
mendapatkan gambar dari hotel karena itu, media lain seperti majalah, surat
- 23 -

kabar dan televisi tidak dimasukkan. Dengan mempertimbangkan studi lebih


lanjut, menganalisis persepsi halal, sikap dan perilaku pembelian dapat
mengembangkan lebih penjelasan terhadap konsep marketing halal.

2.2.2. Penelitian Analisis Komparatif Potensi Industri Halal dalam


Wisata Syariah dengan Konvensional oleh M. Maulana Hamzah
dan Yudi Yudiana.
Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2015 ini mengupas tentang
potensi industri halal dalam wisata syariah dan membandingkan antara
bisnis syariah dengan konvensional. Disampaikan bahwa perbedaan
mendasar antara bisnis syariah dan konvensional adalah visi dan misinya.
Visi bisnis syariah ditekankan pada keimanan. Sedangkan misinya adalah
berupa ibadah, jadi setiap aktivitasnya akan selalu bernilai ibadah.
Sementara bisnis konvensional adalah komersial dengan misi melakukan
profesionalisme dalam produksi. Berikut tabel paradigma bisnis syariah
dengan konvensional.
Tabel 2.6. Paradigma Bisnis Syariah dengan Konvensional.
SYARIAH
KONVENSIONAL
VISI
Iman
Ideologi Komersial
MISI
Amal/ Ibadah
Profesionalisme Dalam Produksi
METODOLOGI
Syariah
Common Management Practice
Sumber : Riyanto Sofyan dalam Maulana Hamzah dan Yudi Yudiana (2015)

Disampaikan dalam tulisan mereka bahwa perlu mengintegrasikan


antara wisata syariah dan konvensional untuk difokuskan pada industri
halal. Dalam perkembangannya wisata konvensional lebih dulu
berkembang ketimbang wacana wisata syariah.Meskipun Indonesia
sudah lama menerapkan wisata syariah dari produk pangan yang
halal.Namun kurangnya sosialisasi dan promosi, wisata syariah menjadi
minus disini.Karena patut belajar dari Bali yang menjadi daerah tujuan
wisata.Untuk pengembangan wisata syariah bisa mencontoh konsep
wisata konvensional dalam hal promosi, paket wisata dan layanan.
Lombok katakanlah, secara alam lebih unggul, alami dan indah dari bali,
secara budaya jauh lebih islami. Namun karena kurangnya promosi,
jumlah wisatwan yang berkunjung disini juga masih minim.
2.2.3.

Serrin Razzaq, C. Michael Hall& Girish Prayag. The capacity of


New Zealand to accommodate the halal tourism market or not.
Mereka meneliti situs penyedia akomodasi di Auckland dan Rotorua,
dua tujuan wisata utama di Selandia Baru, negara yang semakin berusaha
untuk memposisikan diri sebagai tujuan ramah halal di Asia dan Timur

- 24 -

Tengah. Analisis dari 367 situs akomodasi yang ditemukan hanya tiga situs
yang secara khusus menyebutkan halal dan juga mengidentifikasi sejumlah
atribut yang dapat mencegah lebih banyak wisatawan halal konservatif.
Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan signifikan terhadap kapasitas
sektor akomodasi Selandia Baru untuk kedua menyampaikan informasi
akomodasi yang tepat untuk pasar Islam serta memberikan pengalaman
memuaskan untuk mereka yang tinggal. Perbaikan substansial dalam
pelatihan dan pendidikan direkomendasikan.
Selandia Baru telah semakin mempromosikan dirinya sebagai tujuan
ramah Muslim untuk menarik wisatawan halal. Banyaknya eksportir daging
sapi halal dan domba negara ini berusaha untuk mempromosikan penawaran
halal lainnya. Namun, penyediaan wisata halal dan perhotelan adalah proses
yang jauh lebih rumit daripada daging halal. Hal ini membutuhkan
pemahaman yang lebih bernuansa konsumen Islam dan posisi sosial-budaya
mereka dan tuntutan yang berbeda ini akan memiliki pada pemasok.
Sejumlah atribut yang berbeda dari akomodasi halal diidentifikasi dari
literatur (Battour et al, 2010;.Henderson, 2010; Stephenson 2014) dan
diterapkan pada analisis isi dari situs penyedia akomodasi dari Auckland dan
Rotorua. Hanya 3 dari 367 situs dianalisis disebutkan halal dan hanya satu
yang bersertifikat.
2.2.4. Penelitian Potensi Desa Wisata Berbasis Syariah di Kabupaten
Sleman yang dilakukan oleh Unggul Priyadi, Yazid, Eko Atmaji.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi
pengembangan desa wisata yang ada di kabupaten Sleman untuk menjadi
desa wisata syariah sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat.
Analisa data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif
menggunakan metode SWOT. Kesimpulan dari penelitian ini adalah potensi
wisata di kabupaten Sleman cukup besar untuk dikembangkan menjadi desa
wisata karena telah tersedia fasilitas yang mendukung yaitu tempat ibadah
yang memadai dan mudahnya akses makanan halal. Kendala dalam usaha
pengembangan antara lain masyarakat masih belum memahami desa wisata
syariah, kurangnya promosi dan layanan yang belum berstandard serta
terbatasnya kreatifitas kerajinan dan kesenian.
Alternatif strategi pengembangan yang ditawarkan peneliti yaitu
peningkatan pemahaman masyarakat tentang desa wisatasyariah,
optimalisasi potensi alam, sosial dan budaya untuk merespon
minatmasyarakat untuk berkunjung atau
meningkatkan frekuensi
kunjungan ke desa wisata. Namun yang paling penting adalah komitmen
semua pihak dalam merealisasikan strategi-strategi yang telah disusun untuk
mengembangkan desa wisata syariah di kabupaten Sleman.

- 25 -

2.2.5. Penelitian Penciptaan Nilai Pariwisata: Sebuah Pendekatan Islam


(Value Creation in Tourism: An Islamic Approach) oleh Abolfazi
Tajzadeh Namin.
Di dalam penelitian ini disampaikan meskipun Islam dianggap sebagai
pasar utama global, namun nila-nilai islami belum didefinisikan secara baik
di pasar pariwisata. Peneliti mengembangkan sebuah model, de Figureted di
bawah ini, untuk penciptaan nilai pariwisata Islam.

Gambar 2.2. Creating value in Islamic approach to tourism Developed by


Abolfazl Tajzadeh Namin
Sumber: Tajzadeh Namin, 2013

Dalam pandangan peneliti, mata rantai yang hilang dalam pariwisata


secara umum dan khususnyapariwisata Iran adalah menciptakan nilai
melalui pariwisata Islam. Dengan kata lain, untuk meningkatkan tujuan
wisata di Iran dan dunia islam, maka perlu untuk mengkaitkan tujuan
berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan mengelola tujuan dengan cara yang
strategis dalam rangka menyediakan keunggulan kompetitif dalam dunia
yang dinamis saat ini. Untuk memenuhi harapan wisatawan Muslim tidak
hanya untuk memberikan wisatawan dengan pengalaman diinginkan
tetapi juga untukmelindungi nilai-nilai yang ada dan kualitas hidup di
tujuan.
Pada model di atas, terdapat interaksi antara semua komponen
model.Model tersebut berguna untuk semua pemangku kepentingan
(termasuk orang) baik di tingkat mikro dan makro. Dengan kata lain,
sukses di tingkat nasional dan internasional perlu menciptakan
- 26 -

keseimbangan antara tujuan destinasi dan unsur-unsur yang ada untuk


menciptakan nilai dalam pariwisata Islam secara konsisten untuk
pengembangan pariwisata di Iran dan promosi nilai-nilai Islamdi seluruh
dunia. Dengan demikian, mereka harus memiliki tingkat yang lebih tinggi
dalam interaksi budaya dan pengetahuan lebih tentang nilai-nilai dan
norma-norma mereka.Semua elemenbudaya, nilai-nilai, dan norma-norma
harus digunakan untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan sosial serta
melindungi hak asasi manusia. Pendekatan yang disampaikan peneliti
untuk mempromosikan wisata Islam adalah marketer ikut terlibat dalam
membuat pola travelling dan paket wisata.
2.3. Rerangka Berpikir Pemecahan Masalah
Berdasarkan studi dan publikasi terdahulu, maka dalam penelitian
menggunakan rerangka berpikir sebagai berikut:

Pengembangan Wisata Syariah

Tingkat kesiapan destinasi


wisata syariah

Deskripsi potensi
pengembangan wisata syariah

Atraksi wisata:
Alam, Budaya,
Buatan

Amenitas:
Perhotelan, Restoran,
Biro Perjalanan Wisata,
Spa, pramuwisata

Aksesibilitas

Ancillary/
kelembagaan

Hasil Penelitian & Analisis

Strategi, Kesimpulan & Masukan Kebijakan

Gambar 2.3. Rerangka Berpikir Kajian Wisata Syariah di Indonesia


Sumber: diolah peneliti (2015)

- 27 -

BAB

METODE PENELITIAN
3.1.

Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tujuan, penelitian ini termasuk penelitian bersifat
deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan
didukung pula dengan data kualitatif. Cakupan/besaran sumber data yang
dijadikan sebagai subyek penelitian hanya sampel yang dianggap
representatif. Menurut Sugiyono (2012):23) dikatakan metode kuantitatif
karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan
statistik. Selain itu, pendekatan kuantitatif digunakan karena peneliti
menempatkan teori sebagai titik tolak utama atas rasa ingin tahu peneliti
untuk mengukur tingkat kesiapan destinasi wisata dalam mengembangkan
wisata syariah di Indonesia.
3.2.

Metode Pengolahan Data


Analisis data dilakukan dengan program SPSS (Statistical Package for
the Social Science). Kompilasi data awal meliputi seleksi dan
pengelompokkan data sesuai kebutuhan analisis, mengubah bentuk data ke
dalam peta, tabel, diagram, grafik, gambar dan uraian sesuai dengan tujuan
analisis, yang dihimpun dalam suatu dokumen kompilasi data. Hasil program
SPSS tersebut akan dideskripsikan dalam bentuk narasi untuk mengetahui
persepsi pelaku usaha dan wisatawan.
3.3.

Jenis dan Sumber Data


Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, karena data
yang diperoleh nantinya berupa angka. Dari angka yang diperoleh akan
dianalisis lebih lanjut dalam analisis data. Sumber data adalah segala sesuatu
yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya,
data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data primer yaitu data yang dibuat peneliti untuk maksud khusus
menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Dalam penelitian
ini data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama
atau tempat objek penelitian dilakukan. Data primer diperoleh dengan
melakukan survei menggunakan kuesioner terhadap pelaku usaha wisata
dan pengunjung/wisatawan, FGD, wawancara mendalam, dan observasi.
Guna melengkapi informasi/data, survei dan wawancara juga dilakukan
dengan dinas/instansi pemerintah daerah terkait, masyarakat lokal dan
pengunjung/wisatawan.

- 28 -

b. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan
dengan cepat. Dalam penelitian ini menjadi sumber data sekunder adalah
literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Selain itu juga berasal dari kantor-kantor
pemerintah dan instansi terkait, antara lain jumlah kunjungan wisatawan
ke Aceh dan Manado, serta gambaran umum lokasi penelitian, dan
beberapa informasi lain yang berisikan tentang pariwisata syariah.
3.4.

Penentuan Variabel dan Definisi Operasional Variabel


Agar penelitian ini dapat mengukur variabel-variabel penelitian
dengan tepat, maka perlu dibuat indikator-indikator yang dapat secara valid
dan reliabel mengukur variabel penelitian. Hal ini penting, agar sesuai
dengan kerangka teori yang telah dipilih sebelumnya dan memudahkan
untuk menyusun pertanyaan dalam kuesioner. Beberapa definisi operasional
terkait, yaitu:
a. Wisata Syariah adalah wisata yang di dalamnya berasal dari alam, budaya,
ataupun buatan yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam dimana
kegiatannya didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan (hotel,
restoran, biro perjalanan, spa) yang disediakan masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan
syariah/islami.
b. Dalam melihat kesiapan destinasi wisata syariah, maka digunakan
komponen:
Tabel 3.1. Definisi Operasional Kajian Pengembangan Wisata Syariah
No
1

Variabel
Atraksi

Amenitas

1.
2.
3.

1.

Sub Variabel
Alam
Budaya
Buatan

Perhotelan

- 29 -

Indikator
Pertunjukan Seni dan
Budaya serta atraksi yang
tidak bertentangan dengan
kriteria umum Pariwisata
Syariah
Terjaga kebersihan sanitasi
dan lingkungan
Terdapat tempat ibadah
yang layak dan suci untuk
wisatawan
muslim
di
Objek wisata.
Tersedia sarana bersuci
yang layak (kebersihan dan
ketersediaan air untuk
bersuci) di objek wisata.
Tersedia makanan dan
minuman halal
Tersedia fasilitas yang
layak untuk bersuci
Tersedia fasilitas yang

Skala
Ordinal

Ordinal
Ordinal

Ordinal

Ordinal
Ordinal
Ordinal

memudahkan untuk
beribadah
Tersedia makanan dan
minuman yang halal
Fasilitas dan suasana yang
aman, nyaman dan
kondusif untuk keluarga
dan bisnis

2.

3.

4.

Restaurant/Penyedia
Makananan dan
Minuman

Biro Perjalanan Wisata

Spa

5. Pramuwisata

- 30 -

Terjaga kebersihan sanitasi


dan lingkungan
Terjamin kehalalan
Makanan dan Minuman
dengan sertifikasi Halal
MUI
Ada jaminan Halal dari MUI
setempat, tokoh Muslim
atau pihak terpercaya,
dengan memenuhi
ketentuan yang akan
ditetapkan selanjutnya
Terjaga lingkungan yang
sehat dan bersih
Menyediakan paket
perjalanan/wisata yang
sesuai dengan kriteria
pariwisata syariah
Memiliki daftar akomodasi
yang sesuai dengan
panduan umum akomodasi
pariwisata syariah
Memiliki daftar usaha
penyedia makanan dan
minuman yang sesuai
dengan panduan umum
usaha penyedia makanan
dan minuman pariwisata
syariah
Terapis pria untuk
pelanggan pria, dan terapis
wanita untuk pelanggan
wanita
Tidak mengandung unsur
porno aksi dan pornografi
Menggunakan bahan yang
halal dan tidak
terkontaminasi Babi dan
produk turunannya
Tersedia sarana yang
memudahkan untuk
beribadah
Memahami dan mampu
melaksanakan nilai-nilai
syariah dalam menjalankan
tugas
Berakhlak baik, komunikatif,

Ordinal
Ordinal

Ordinal
Ordinal

Ordinal

Ordinal
Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal

Ordinal
Ordinal

Ordinal
Ordinal

Ordinal

Aksesibilitas

Ancillary

1.

1.

Informasi

2.

Keterjangkauan

Kelembagaan

2.

Pemberdayaan
masyarakat

3.

Pemasaran

ramah, jujur dan


bertanggung jawab
Berpenampilan sopan dan
menarik sesuai dengan nilai
etika islam
Memiliki kompetensi kerja
sesuai dengan standar profesi
yang berlaku
Kemudahan akses
informasi wisata
syariah/halal
Objek wisata mudah
dijangkau
Transportasi (darat. Laut,
udara) mudah
Biaya transportasi sesuai
dengan yang standard
Terdapat sistem yang
mendukung sertifikasi
halal di destinasi wisata.
Terdapat kelembagaan
yang mendukung
sertifikasi halal di destinasi
wisata.
Terdapat sistem yang
mendukung
sertifikasi
halal di destinasi wisata.
Penyerapan tenaga kerja
dari masyarakat lokal
Sikap masyarakat
Promosi
Branding yang tepat

Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal

Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal

Sumber: data diolah dari berbagai sumber

3.5.

Teknik Pengambilan Sampel


Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2004:72). Populasi adalah keseluruhan objek
penelitian sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang
dimiliki dan oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Sampel merupakan
bagian atau subset dari pada populasi, sampel diambil dari bagian populasi
yang dipilih. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
subjeknya kurang dari 100 maka diambil semua sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar, maka 10% - 15% atau
20% - 25% atau lebih tergantung kemampuan penelitian.
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel sebagai responden
dilakukan dengan teknik nonprobability sampling (penarikan sampel secara
tidak acak) karena terkait dengan pengurangan biaya dan permasalahan
yang mungkin timbul dalam pembuatan kerangka sampel atau kerangka

- 31 -

sampel tidak diperlukan dalam pengambilan sampel secara nonprobability.


Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2012):67), dalam teknik nonprobability
sampling, sampel yang diambil tidak memberi peluang/kesempatan sama
bagi setiap unsur anggota populasi. Teknik nonprobability sampling menurut
Sugiyono (Sugiyono, 2012, hal. 68) meliputi sampling sistematis, kuota,
accidental sampling, purposive, jenuh, dan snowball.
Dalam penelitian ini digunakan teknik accidental sampling. Menurut
Santoso dan Tjiptono (2001:89 90) Accidental Sampling (Convenience
sampling) adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau
unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. Sedangkan menurut Sugiyono,
Accidental Sampling adalah mengambil responden sebagai sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan
ditemui cocok sebagai sumber data dengan kriteria utamanya adalah orang
tersebut merupakan wisatawan dan pelaku usaha pariwisata.
Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah wisatawan yang
berkunjung ke destinasi wisata di Aceh dan Manado baik wisatawan
domestik dan mancanegara. Karena di kedua lokus penelitian tersebut
wisman terbatas, maka responden belum dapat ditentukan jumlahnya. Dalam
penelitian ini jumlah populasi tidak diketahui, maka untuk memudahkan
penentuan jumlah sampel yang diambil ditentukan dengan rumus (Riduwan,
2004):66) :
= 0,25 (

/2 2
)

Dimana:
N
= jumlah sampel
Z/2 = nilai yang didapat dari tabel normal atas tingkat keyakinan

= kesalahan penarikan sampel


tingkat keyakinan dalam penelitian ini ditentukan sebesar 95% maka nilai
Z/2 adalah 1,96. Tingkat kesalahan penarikan sampel ditentukan sebesar
10%. Maka dari perhitungan rumus tersebut dapat diperoleh sampel yang
dibutuhkan, yaitu:
1,96
= 0,25 ( )2
0,1

= 96,04

Jadi berdasarkan rumus di atas, sampel yang diambil sebanyak 96,04 orang.
Untuk memudahkan perhitungan makan dibulatkan ke atas menjadi 100
orang. Kriteria responden wisatawan yang akan diambil sebagai sampel
sebesar 100 orang adalah:
a. Responden yang berusia di atas atau sama dengan 17 tahun
b. Responden beragama Islam

- 32 -

c. Lokasi pengambilan responden adalah destinasi wisata di Manado dan


Banda Aceh
3.6.

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan baik bersifat kualitatif maupun
kuantitatif terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan pariwisata
syariah di wilayah yang menjadi objek penelitian. Data yang dikumpulkan
meliputi data sekunder (studi pustaka) dari sumber-sumber sebelumnya,
baik dari hasil penelitian maupun publikasi, sedangkan data primer (FGD,
wawancara dan penyebaran kuesioner), serta melakukan pengamatan
langsung di lapangan (survei dan observasi) sebagai dasar untuk memahami
potensi dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wisata
syariah. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah:
a. Penelusuran Literatur dan kebijakan yang sudah dibuat, dilakukan, dan
disosialisasikan oleh Kementerian Pariwisata.
b. Persiapan survei meliputi Studi kepustakaan untuk mendapatkan
gambaran keadaan kawasan daerah yang dikembangkan baik dari data
sejarah maupun kondisi saat ini, menyiapkan instrumen penelitian
(pedoman FGD, pedoman wawancara, daftar kuesioner), jadwal kegiatan,
menyiapkan peta, peralatan lapangan, penyusunan dan pembagian tugas
tim.
c. Pelaksanaan survei meliputi berkunjung ke instansi terkait (pemerintah
dan non-pemerintah) untuk mendapatkan data tertulis atau peta, serta
survei lapangan untuk memperoleh informasi dengan cara pengamatan,
wawancara dan dengan pihak industri pariwisata (hotel, Biro Perjalanan,
Obyek Wisata) dan wisatawan, pelaku industri pariwisata serta
masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat.
d. Focus Group Discussion (Yusuf I. A., 2011)
FGD dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara
sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Irwanto
(Irwanto, 2006):1-2) mendefinisikan FGD adalah suatu proses
pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu
permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.
Sesuai namanya, pengertian Focus Group Discussion (FGD)
mengandung tiga kata kunci: a. Diskusi (bukan wawancara atau obrolan);
b. Kelompok (bukan individual); c. Terfokus/Terarah (bukan bebas).
Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, FGD tidak sama
dengan wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. FGD
bukan pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan
suatu hal. Banyak orang berpendapat bahwa FGD dilakukan untuk
mencari solusi atau menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang

- 33 -

dilakukan ditujukan untuk mencapai kesepakatan tertentu mengenai


suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas
tersebut bukanlah FGD, melainkan rapat biasa. FGD berbeda dengan arena
yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus.
Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer
maupun sekunder. FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan
sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain
metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai
metode penelitian sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset
yang bersifat kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi.
Dalam kaitan ini, baik berkedudukan sebagai metode primer atau
sekunder, data yang diperoleh dari FGD adalah data kualitatif.
Di luar fungsinya sebagai metode penelitian ilmiah, Krueger & Casey
(Krueger, 2002) menyebutkan, FGD pada dasarnya juga dapat digunakan
dalam berbagai ranah dan tujuan, misalnya (1) pengambilan keputusan,
(2) needs assesment, (3) pengembangan produk atau program, (4)
mengetahui kepuasan pelanggan, dan sebagainya.
e. Penyebaran kuesioner sebanyak 100 responden di masing-masing lokasi
penelitian dengan metode penarikan accidental sampling kepada
wisatawan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap wisata syariah.
3.7. Teknik Analisis Data
Ada dua pengukuran variabel, yaitu (1) Atraksi dan, (2) Amenitas.
Dari setiap variable ditentukan sub variable dan indikator untuk masingmasing sub variabel. Penilaian terhadap indikator menggunakan interval
dengan Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), Tidak Baik (TB), dan Sangat
Tidak Baik (STB).
Teknik analisa data menggunakan uji kualitas data pada program SPSS
20.0 for windows. Selain menggunakan analisis SPSS, data hasil FGD dan
wawancara mendalam akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT
(Strength, Weakness, Opportunity dan Threathened). Dengan menggunakan
dua teknik analisis dimaksud, diharapkan dapat mencapai hasil dan
rekomendasi yang optimal.
Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan strategis yang
digunakan untuk mengevaluasi Strengths, Weakness, Opportunities, dan
Threats terlibat dalam suatu proyek atau dalam bisnis usaha. Hal ini
melibatkan penentuan tujuan usaha bisnis atau proyek dan mengidentifikasi
faktor-faktor internal dan eksternal yang baik dan menguntungkan untuk
mencapai tujuan itu. Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang
memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an
dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan
Fortune 500.

- 34 -

BAB

HASIL DAN PEMBAHASAN


KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH
ACEH

4.1. Kondisi Umum Pariwisata di Aceh


4.1.1. Potensi Daya Tarik Wisata Kota Banda Aceh (Jenis Daya Tarik
Wisata: alam, budaya, man made)
Banda Aceh merupakan salah satu kota yang dilanda bencana alam
Tsunami pada Desember Tahun 2004. Pasca bencana Tsunami, kota Banda
Aceh kembali di bangun oleh Pemerintah dan berbagai bantuan dari luar
mancanegara. Hingga saat ini Banda Aceh telah berkembang pesat dari
berbagai segi, baik segi ekonomi, pendidikan, dan pariwisata khususnya.
Letak geografis Kota Banda Aceh berada antara 530 - 535 LU dan 95309916 BT dengan luas wilayah keseluruhan 61,36 km2 dan ketinggian ratarata 0,80 meter di atas permukaan laut, memiliki posisi strategis yang
berhadapan dengan negara-negara di selatan Benua Asia dan merupakan
pintu gerbang Republik Indonesia di Bagian Barat. Kondisi ini merupakan
potensi yang besar baik secara alamiah dan ekonomis. Potensi tersebut
secara tidak langsung akan menjadi aset bagi Kota Banda Aceh khususnya
dan Provinsi Aceh secara umum untuk lebih membuka diri terhadap daerah
sekitarnya maupun dunia luar atau lebih mengenalkan dan menumbuhkan
citra serta jati diri dalam ajang nasional dan internasional.
Pasca bencana Tsunami, kunjungan wisatawan ke kota Banda Aceh
hingga saat ini cukup menggembirakan. Walau tidak signifikan
peningkatannya tetapi sudah menunjukkan trend yang baik. Beberapa
potensi wisata di Aceh:
a. Masjid Raya Baiturrahman
Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol utama kota Banda Aceh yang
terletak di sebelah selatan sungai Kreung Aceh. Masjid dengan menara
setinggi 35 meter dengan 7 kubah ini paling ramai dikunjungi masyarakat
dan wisatawan luar. Arsitektur bangunan yang unik membuat desain masjid
ini banyak dicontoh oleh masjid-masjid lain di Indonesia sampai ke
Semenanjung Malaysia.
Masjid Baiturrahman dibangun pada pemerintahan Sultan Iskandar
Muda pada periode 1607-1636 yang sangat giat mengembangkan ajaran
agama Islam dalam wilayah kerajaan Aceh. Dalam sejarahnya, masjid ini

- 35 -

pernah digunakan sebagai markas dan tempat pertahanan bagi pasukan


perang Aceh melawan pemerintah kolonial Belanda.
Selain itu, tempat ini juga menjadi saksi bisu terjadinya gelombang
tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam. Sebab, masjid ini menjadi
tempat berlindung ribuan pengungsi yang menyelamatkan diri.

Gambar 4.1. Masjid Raya Baiturrahman


Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015

b. Museum Nagari Aceh


Museum negeri Aceh adalah obyek wisata yang patut dikunjungi
karena menyimpan kebudayaan Tanah Rencong pada masa lalu. Museum
ini berbentuk sebuah rumah tradisional Aceh (Rumoh Aceh) dan memiliki
halaman yang hijau yang luas. Terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah.
Di dalam museum ini terdapat barang-barang kuno seperti keramik,
persenjataan serta benda-benda budaya lainnya seperti pakaian adat,
perhiasan, kaligrafi, alat rumah tangga dan masih banyak lagi. Lebih lagi juga
terdapat sebuah lonceng besar yang diberi nama Lonceng Cakra Donya,
sebuah lonceng hadiah dari Maharaja China untuk Kerajaan Pasai yang
diantar oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1414. Lonceng ini juga
menjadi salah satu bukti kejayaan Kerjaan Aceh pada masa lalu.
c. Benteng Indra Patra
Benteng ini menjadi salah satu bukti sejarah sebagai tempat
pertahanan masyarakat kerajaan Lamuri dari serangan Portugis. Terletak di
dekat pelabuhan Krueng Raya berhadapan langsung dengan Selat Malaka.
Benteng ini berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 70 meter persegi,
dengan tinggi 4 meter dan berdinding kokoh dengan ketebalan sekitar 2
meter. Dengan bentuk yang unik di dalamnya terdapat bebatuan berbentuk
lorong kecil yang terbuat dari beton kapur. Benteng ini merupakan situs
penting bagi masyarakat Aceh. Terdapat kisah perlawanan, pemberontakan,
intrik dan kepahlawanan orang dibalik sejarah benteng ini.

- 36 -

d. Kerkhoff
Kerkhoff adalah sebuah komplek kuburan serdadu Belanda yang
gugur dalam peperangan melawan rakyat Aceh. Komplek makam yang cukup
luas ini berlokasi di Jalan Teuku Umar, disamping Blang Padang, Banda Aceh.
Kerkhoff dibangun pada tahun 1880 dan di dalam komplek ini terdapat
kurang lebih 2.200 kuburan serdadu Belanda yang dimakamkan Jenderal JHR
Kohler yang gugur ditembak oleh pasukan Aceh di depan Masjid Raya
Baiturrahman.
Selain itu pengunjung juga bisa mengetahui kisah-kisah
tentang prajurit semasa hidupnya yang diceritakan sekilas pada batu nisan.
Kuburan-kuburan ini seolah bercerita kepada pengunjung tentang
bagaimana penghuninya semasa hidup.

Gambar 4.2.
SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR Pengunjung menikmati suasana di Gedung
Museum Tsunami Aceh, Banda Aceh. Selain berisi informasi tentang gempa dan
tsunami, museum berlantai empat dengan arsitektur modern yang dibangun tahun
2007 tersebut juga diperuntukkan sebagai tempat evakuasi bencana alam.
(http://travel.kompas.com/read/2015/10/10/151000627/5.Obyek.Wisata.Sejarah.
di.Banda.Aceh)

e. Museum Tsunami Aceh


Terletak di Jalan Iskandar Muda, Kota Banda Aceh. Museum ini masih
menyimpan banyak kenangan yang tidak pernah luput dari masyarakat Aceh.
Puing-puing kenangan yang tersimpan dalam foto, rekaman suara, hingga
struktur bangunan yang dirancang M. Ridwan Kamil (sekarang Walikota
Bandung) menyibak kesedihan dalam setiap langkah di museum ini.
Memiliki empat lantai yang masing-masing berisi ruangan pameran dan
instalasi.
Pertama pengunjung akan diberikan suasana dramatis dengan
percikan air di lorong gelap. Suasana itu akan terasa mengerikan mengingat
tragedi tsunami di Aceh silam menuju pintu masuk museum. Di dalam
museum akan dihadirkan podium-podium yang menampilkan rangkaian foto
Banda Aceh sesaat setelah tragedi tsunami. Rangkaian foto pun akan
bergerak otomatis mengganti sejumlah gambar suasana sesaat setelah
tsunami. Dari ruangan itu terdapat jalan sempit menuju sebuah ruangan
- 37 -

bercahaya redup dengan atap berhias kaca patri berlafal Allah. Suasana
dramatis semakin terasa karena di sekeliling dindingnya ditempelkan nama
ribuan korban akibat tsunami. Khusus untuk lantai 4 diperuntukkan sebagai
tempat evakuasi bencana alam bagi para warga. Selama berkunjung
pengunjung bisa menikmati semua fasilitas secara gratis.

Gambar 4.3. Museum Tsunami Aceh (tampak depan)


Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015

f. Pantai Ulee Lheue


Tempat wisata yang satu ini hanya berjarak 3 km dari pusat kota
Banda Aceh, tepatnya di Kecamatan Meuraxa. Kegiatan yang paling populer
di pantai ini adalah memancing. Apabila pengunjung tidak membawa alat
pancing, terdapat pedagang yang menjualnya di sekitar pantai. Selain
memancing, bisa juga menyewa perahu nelayan untuk berlayar di laut atau
duduk santai di tepi pantai menikmati jagung bakar. Dari pantai bisa melihat
barisan pegunungan diseberang yang menambah keindahan Pantai Ulee
Lheue.
g. PLTD Apung
PLTD Apung merupakan kapal berbobot 2.600 ton. Saat kejadian
tsunami 26 Desember 2004 silam, kapal ini sedang berada di Pantai Ulee
Lhee, Banda Aceh. Akibat diterjang tsunami, kapal terseret dan terdampar 5
km ke perkampungan Gampong Punge, Blangcut, Banda Aceh. Wisatawan
bisa berkunjung ke tempat ini untuk membuktikan kedahsyatan tsunami
aceh. Kapal PLTD Apung kini menjadi monumen tidak sengaja dari bencana
besar itu. Sejak April 2012, di sekeliling area dipagari besi setinggi 1,5 meter.
Beragam fasilitas ditambah, mulai dari jembatan, prasasti hingga ruang
dokumentasi. Pasca-tsunami melanda Aceh, kapal itu menjadi menjadi
perhatian, tidak hanya dari masyarakat Aceh, tetapi juga hingga
mancanegara. PLTD Apung adalah situs tsunami yang alami, artinya bukan
dibangun oleh manusia, tapi tercipta oleh alam, dan itu yang menjadi alasan
bagi pengunjung untuk melihat langsung keajaiban alam tersebut. Berwisata

- 38 -

di Kota Banda Aceh memang terasa kurang bila belum berkunjung ke situs
PLTD Apung. Kapal PLTD Apung ini sebelumnya digunakan untuk mengatasi
kekurangan arus listrik di Banda Aceh. Namun, di pengujung tahun 2004
tsunami menerjang Aceh. Gelombang raksasa mendamparkan kapal
pembangkit arus listrik ini ke daratan.

Gambar 4.4. PLTD Apung

Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015

h. Kapal di Atas Rumah


Bencana Tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu
membawa kapal seberat 20 ton ini tersangkut di atas rumah penduduk di
kawasan gampong Lampulo, tepatnya di atas rumah keluarga Misbah dan
Abassiah. Kapal dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini terbuat dari
kayu. Bagian bawah kapal dicat warna hitam, sedangkan badan kapal tampak
telah dicat kembali dengan cat minyak berwarna perak. Beberapa bagian di
dinding kapal terlihat mulai lapuk dimakan usia. Bagi para pengunjung
keberadaan kapal ini tentu saja akan mengingatkan pada kekuasaan Sang
Pencipta. Untuk memudahkan pengunjung melihat bagian atas kapal,
dibangun tangga datar setinggi lima meter. Seluruh bangunan ini berwarna
abu-abu. Dari atas sini kita dapat dengan leluasa melihat bagian dalam kapal
dan juga rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Di bawah kita akan
menemukan sebuah plakat dalam tiga bahasa; Aceh, Indonesia dan Inggris.
Plakat ini dirancang oleh tim Bustanussalatin dan bantuan recovery AcehNias Trust Fund BRR. Di atas plakat ada tulisan Kapal ini dihempas oleh
gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 hingga tersangkut di
rumah ini. Kapal ini menjadi bukti penting betapa dahsyatnya musibah
tsunami tersebut. Berkat kapal ini 59 orang terselamatkan pada kejadian itu.

- 39 -

Gambar 4.5. Kapal di Atas Rumah

Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015

4.1.2. Potensi Amenitas (infrastruktur pendukung pengembangan


wisata syariah: jumlah hotel, resto/kuliner)
Jumlah hotel dan jasa akomodasi di Kota Banda Aceh terus bertambah
seiring banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke Kota Banda Aceh.
Hingga akhir tahun 2014, di Kota Banda Aceh tercatat 51 usaha akomodasi
yang terdiri dari 8 hotel bintang, 23 hotel melati, dan 16 jasa akomodasi
lainnya. Dari delapan hotel bintang, satu diantaranya merupakan hotel
bintang empat, empat diantaranya merupakan hotel bintang tiga, dan tiga
lainnya merupakan hotel bintang satu. Namun, sebagian besar hotel di Aceh
belum memiliki label/sertifikasi sebagai hotel syariah, meskipun dalam
pelayanannya sudah menerapkan prinsip syari. Misalnya jika ada dua orang
dengan jenis kelamin berbeda akan diminta surat/buku nikah bila akan
menginap, tersedia petunjuk arah kiblat di setiap kamar, sajadah, dan lainlain.
Sebagai Daerah yang memberlakukan syariat Islam sudah selayaknya
Provinsi Aceh dan Kota Banda Aceh juga melakukan sertifikasi produk yang
Halal di wilayahnya. Sejak bulan Oktober 2014 di launching program
sertifikasi Halal oleh Kantor Lembaga Pemeriksa & Pengawas Obat &
Makanan, Majelis Permusyawaratan Ulama (LPPOM MPU) Aceh dan
memberikan promosi pembiayaan gratis bagi pelaku usaha yang mengajukan
sertifikasi halal diantaranya permohonan sertifikasi halal restoran dan
katering. Sosialisasi juga terus ditingkatkan Pemerintah Kota Banda Aceh
melalui Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh dengan mengajak para
pedagang untuk menjual makanan yang halal, baik dan bersih atau halallan
thayibban.
Beberapa Restoran yang terkenal di Banda Aceh yang sudah terdaftar
dalam web TripAdvisor, diataranya: Solong Coffee, Warung Kopi Solong, La
Piazza, Canai Mamak, Mie Razali, Sate Matang DWan, Joels Bungalows and
Resturant, Rumah Makan Spesifik Aceh, Banda Seafood, Imperial Kitchen,,

- 40 -

Country Steak House, Warung Makan Hasan 3 (Cabang Kreung Cut), Pizza
Hut, Tanabata Coffee, Thousand Hills Ketambe, Soup Sumsum Kutaraja,
Restoran Kartika, Menara Bambu Cafe, Kentucky Fried Chicken (KFC), Ayam
Bakar Wong Solo, Restoran Bunda, My Bread Bakery and Cafe, Rumah Makan
Asia, Nasi Gurih Fakinah, Restoran Aceh Barat, Rumah Makan Aceh Rasa
Utama, Oasis Lobby Lounge, Caswells Coffee, Mie Ramen Akira, Tropicana,
Texas Chicken, PP Cafe & Restaurant, Rendesuous Restaurant, Tanabata,
Ramayana Baksi Batoh, Kopi Beurawe, RM Kurnia Dewi, Pizza Corner, Rumah
Makan Garuda, RM Narita, RM Edy Putra, RM Cindy Baru, Joglo Cafe, RM Aceh
Setia.
Dalam mendukung pengembangan wisata syariah, jika dilihat dari
sarana ibadah yang tersedia di Kota Banda Aceh pada tahun 2014 sebesar 95
(....% dari 3939 buah di Provinsi Aceh) buah dan 76 Meunasah/Masjid kecil
(...% dari 6363 buah di Provinsi Aceh). Di Kota Banda Aceh juga terdapat 26
pesantren (5,24% dari 1202 jumlah pesantren di Provinsi Aceh) dengan
jumlah Tengku/guru sebanyak 418 orang (2,63 % dari 15.906 orang
Tengku/guru di Provinsi Aceh) (sumber: (BPSProvAceh, 2014)).
4.1.3.

Potensi Aksesibilitas (transportasi, penerbangan, informasi)


Akses menuju Aceh dapat ditempuh dengan transportasi darat, laut
maupun udara. Melalui Provinsi Sumatera Utara terdapat banyak sekali bus
umum dengan frekuensi keberangkatan dan Class of Services yang bervariasi
mulai dari Economic Class sampai dengan Super VIP kondisi jalan sepanjang
Provinsi Aceh sangat baik dan nyaman dilalui. Berikut penjelasannya:

Gambar 4.6. Jalur Transportasi Ke Aceh

Sumber: http://acehtourism.info/id/transportasi-ke-aceh/, 15 November 2014

a. Kondisi jalan
- 41 -

Kondisi jalan menjadi faktor pendukung pengembangan pariwisata di


suatu destinasi. Berdasarkan data BPS Provinsi Aceh (2013) panjang jalan di
Banda Aceh sebesar 27,41 KM, dimana menurut kondisi jalan 25,38 KM
dalam kondisi baik, 2,03 KM dalam kondisi sedang, dan tidak ada jalan dalam
kondisi rusak. Pada saat penelitian dilakukan sebagian besar jalan raya di
Kota Banda Aceh masih tetap dalam kondisi fisik yang cukup baik dengan
penerangan lampu dan rambu lalu lintas yang cukup jelas.
b. Transportasi darat
Di Bandara Sultan Iskandar Muda telah tersedia Taksi dengan tarif
resmi. Yang disebut taksi di Aceh bukanlah taksi seperti Bluebird atau
Express melainkan kendaraan SUV seperti Avanza, APV dan merk SUV
lainnya. Tarif Taxi berbeda-beda sesuai tempat tujuan (lihat gambar). Labi
labi atau angkot di Aceh hanya beroperasi sampai jam 6 sore, selanjutnya
bisa naik becak motor, sesuai tarif perda Rp. 3.000,-/km.
Kota Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Aceh saat ini juga memiliki
karakteristik permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.
Pertumbuhan populasi kendaraan pribadi yang tinggi telah menimbulkan
persoalan bagi kelestarian/keasrian lingkungan kota. Angkutan publik
berupa angkutan perkotaan yang pernah menjadi andalan masyarakat kian
hari semakin ditinggalkan. Hal ini disebabkan pelayanan yang tidak
disesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi dan teknologi saat ini.
Kondisi dan persoalan transportasi di Kota Banda Aceh harus sesegera
mungkin diatasi. Apabila tidak, kondisi ini akan menjadi permasalahan besar
dan rumit dan semakin sulit di pecahkan.
Pertimbangan utama dalam perencanaan transportasi perkotaan Kota
Banda Aceh adalah mengefektifkan fungsi dari angkutan umum agar
pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan massal. Perencanaan
koridor dilakukan dengan dengan meminimumkan jarak dan waktu tempuh
perjalanan, penyediaan prasarana halte
dan sarana bus yang memberi rasa
aman dan nyaman bagi pengguna.
Perencanaan koridor untuk angkutan
massal Kota Banda Aceh dan sekitarnya
dilakukan
dengan
mempertimbangkanjuga ruas jalan
eksisting yang dapat dilalui untuk
mengakses area CBD (Central Business
District) dengan mengintegrasikan
pelabuhan dan bandar udara serta
pusat-pusat aktivitas lainnya mengacu

- 42 -

pada Rencana Tata Ruang Wilayah.


Berdasarkan hasil studi literatur, diperoleh informasi bahwa
pengembangan koridor angkutan massal kota Banda Aceh dan sekitarnya
terbagi atas 4 (empat) koridor utama antara lain koridor 1: Pelabuhan Ulee
Lheue Terminal APK Keudah - Bandara SIM, Koridor 2: Terminal APK
Keudah Darussalam, Koridor 3: Terminal APK Keudah Mata Ie, Koridor 4:
Terminal APK Keudah Lhoknga (dishubkomintel, 2015).
Pertumbuhan transportasi di Kota Banda Aceh masih tergolong kecil.
Faktor penyebab tumbuhnya transportasi ini di antaranya bertambahnya
mahasiswa baru. Sehingga Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi
Kota Banda Aceh pada tahun 2015 mengadakan Bus Trans Koetaraja yang
diperuntukkan bagi pelajar/mahasiswa dengan tarif murah dan membangun
halte guna menunjang bus tersebut.
Belum tersedia fasilitas transportasi darat yang khusus diperuntukkan
bagi wisatawan dengan tarif murah atau gratis semisal shuttle bus pariwisata
yang menghubungkan antar atraksi wisata di Aceh, sehingga memudahkan
aksesibilitas wisatawan dalam menjangkau setiap destinasi yang ada di
Banda Aceh dan sekitarnya. Namun, keterhubungan antar moda di Banda
Aceh telah tersedia pelayanan Angkutan Pemadu Moda/bandara pada
Bandar Udara Sultan Iskandar Muda, dimana operator pelaksananya adalah
Perum DAMRI. Jenis angkutan ini merupakan salah satu akses yang mudah
untuk keluar dan masuk bandara dari titik-titik simpul di Kota Banda Aceh
dan sekitarnya.
c. Transportasi Udara
Transportasi melalui udara di dukung oleh Bandara Internasional
yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda. Tidak kurang dari 6 perusahaan
Penerbangan yaitu Garuda Indonesia Airlines, Lion Air, NBA, Fire Fly Airlines,
Susi Air dan Air Asia Airlines. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh
mengungkapkan jumlah pengguna jasa transportasi udara melalui bandara
Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar pada
Juli 2015 naik sebesar 19,52 persen dibanding Juni 2015. Jumlah penumpang
yang berangkat melalui Bandara SIM Blang Bintang Aceh Besar pada Juni
sebanyak 52.501 orang dan menjadi 62.213 orang pada bulan Juli. total
penumpang yang berangkat dari seluruh bandara yang ada di provinsi
ujuung paling barat Indonesia itu dari periode Januari sampai Juli 2015
sebanyak 472.164 penumpang yang diangkut dengan 6.832 kali penerbangan
(selasar, 2015).
Jadwal penerbangan domestik:
i.
Garuda Indonesia (14 kali dalam seminggu)
Jakarta Banda Aceh
07:50 12:30
- 43 -

12:00 14:45
Banda Aceh Jakarta
08:20 11:05
15:50 18:35
ii.
Lion Air (7 kali dalam seminggu)
Jakarta Banda Aceh
08:45 11:35
Banda Aceh Jakarta
12:15 15:05
iii.
Susi Air
Susi Air mulai mengoperasikan dua KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)
subsidi yang dipusatkan di Nagan Raya dan Takengon. Dua wilayah
yang dijadikan jantung penerbangan perintis itu dipastikan mampu
melayani 10 rute penerbangan di Aceh. KPA Nagan Raya yang sudah
beroperasi melayani empat rute, yaitu Sinabang-Nagan Raya, Banda
Aceh-Nagan Raya, Medan-Singkil, dan Kutacane-Banda Aceh.
Sementara KPA Takengon memiliki enam rute penerbangan, masingmasing Medan-Takengon, Banda Aceh-Blangpidie, Banda AcehTapaktuan, Medan-Blangpidie, Medan-Tapaktuan, dan Banda AcehTakengon.
Sementara itu, penerbangan internasional ke Aceh hanya ada penerbangan
dari dan ke Malaysia, seperti:
i. Air Asia (10 kali dalam seminggu)
Kuala Lumpur Banda Aceh
08:00 08:25
Banda Aceh Kuala Lumpur
08:50 11:20
ii.
Firefly (7 kali dalam seminggu)
Penang Banda Aceh
11:05 11:45
Banda Aceh Penang
12:15 2:55
iii. Lion Air (7 kali dalam seminggu)
Penang Banda Aceh
12:10 15:55
Banda Aceh Penang
13:00 18:05
4.1.4. Potensi Market Wisatawan
Aceh masih sebatas menjadi tempat transit bagi para wisatawan,
terutama dari Eropa (travel.kompas, 2014). Umumnya, tujuan utama
wisatawan adalah Sumatera Utara. Berikut ini jumlah kunjungan wisatawan
mancanegara ke Banda Aceh berdasarkan kawasan:

- 44 -

Tabel 4.1. Jumlah Kunjungan Wisman di Kota Banda Aceh


Menurut Kawasan Negara (Orang), 2012 2014
No
Kawasan
2012
2013
2014
1
Asean
8.530
11.351
19.817
2
Afrika
26
30
30
3
Amerika
435
424
575
4
Asia (Tanpa Asean)
582
730
986
5
Eropa
1.812
1.825
2.276
6
Oseania
336
438
503
7
Timur Tengah
53
35
53
Total
11.774
14.833
24.240
Sumber: BPS Kota Banda Aceh, Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh
(2014)

Berdasarkan kawasan negara asal wisman yang datang ke Banda


Aceh, berasal dari kawasan Asia (negara-negara ASEAN dan non-ASEAN)
yaitu sebanyak 20.803 orang atau mencapai 85,82% dari total wisman. Dari
jumlah tersebut, 95,26% atau 19.817 orang adalah wisman dari kawasan
ASEAN, dan 4,73% atau 986 orang adalah wisman dari kawasan Asia non
ASEAN (Bangladesh, Hongkong, India, Jepang, Korsel, Pakistan, RRC, Srilanka,
Taiwan, dan Asia lainnya). Di posisi kedua adalah wisman dari kawasan
Eropa sebesar 2.276 orang (9,39%), kemudian kawasan Amerika sebanyak
575 orang (2,37%), kawasan Oseania sebanyak 503 orang (2,08%), kawasan
Timur Tengah sebanyak 53 orang (0,22%) dan terakhir kawasan Afrika
sebanyak 30 orang (0,12%).
Tabel 4.2. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Negara Asal Utama
di Kota Banda Aceh (orang), 2014
Negara
Jumlah Wisman
%
Malaysia
18.870
77,85
Singapura
520
2,15
Australia
441
1,82
Jerman
421
1,74
Amerika Serikat
413
1,70
Inggris
404
1,67
Perancis
370
1,53
Republik Rakyat Cina
308
1,27
Thailand
275
1,13
Belanda
191
0,79
Sumber: Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh, 2014

Jika diuraikan menurut negara dari masing-masing kawasan, maka


pada tahun 2014 negara penyumbang wisman terbesar ialah negara dari
Malaysia sebanyak 18.870 orang (77,85% dari total wisman), Singapura
sebanyak 520 orang (2,15%), Australia yaitu 441 orang (1,82%), Jerman
yaitu 421 orang (1,74%), Amerika Serikat sebesar 413 orang (1,70%),

- 45 -

Republik Rakyat Cina sebesar 308 orang (1,27%), Inggris yaitu 404 orang
(1,67%), Arab Saudi sebesar 15 orang (0,06%) dan negara Afrika Selatan
sebesar 6 orang (0,02%). Dari 18.870 wisman Malaysia, sebanyak 18.612
orang menggunakan izin BVKS (Bebas Visa Kunjungan Singkat), 217 orang
menggunakan visa kunjungan, 22 orang menggunakan Visa Kunjungan
Beberapa Kali Perjalanan.
Peningkatan kunjungan wisatawan di Aceh tidak lepas dari semakin
terkenalnya Aceh terutama lewat penerapan syariat Islam dan tsunami yang
membuat wisatawan dari negara lain penasaran. Selain itu, kondisi Aceh
yang sudah kondusif untuk menerima kunjungan wisatawan. Banyaknya
wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Aceh, berdasarkan hasil wawancara
dikarenakan adanya kedekatan kultur melayu dan histori, sehingga Malaysia
menjadi target market utama bagi Aceh. Dengan demikian, perlu suatu
strategi pembuatan paket wisata yang menarik dengan cara menyediakan
sesuatu di Aceh, dimana Malaysia tidak memilikinya.
Merujuk Banda Aceh dalam Angka 2014, tingkat kunjungan wisatawan
nusantara sebanyak 183.286 orang tahun 2013. Namun, berdasarkan
banyaknya kunjungan wisatawan domestik di situs pariwisata tertentu Kota
Banda Aceh pada tahun 2013 (Kapal di atas Lampulo Kuta Alam, Kapal PLTD
Apung Punge Blang Cut, dan Makam Syiah Kuala) sebesar 390.256
kunjungan. Sebagai contoh pada masa liburan panjang hari raya Idul Fitri di
kawasan Lhoknga atau sekitar 17 kilometer arah barat Kota Banda Aceh,
para pengunjung objek wisata itu tidak hanya didominasi masyarakat lokal,
tapi juga wisatawan nusantara terutama asal Kota Medan, Padang,
Palembang, dan Jakarta.
Jumlah wisatawan ke Kota Banda Aceh jika dihitung dari jumlah tamu
yang menginap di hotel/akomodasi adalah sebagai berikut: Jumlah
kunjungan wisman selama 2014 mencapai 11.103 dibandingkan 5.317 pada
tahun 2013. Jumlah wisnus tahun 2014 sebanyak 224.939 dibandingkan
dengan tahun 2013 yang mencapai 229.589. Tahun 2015 ini Aceh telah
menetapkan target kunjungan wisnus ke Aceh sebesar satu juta. Target
wisman yang awalnya 40 ribu kunjungan kini dinaikkan menjadi 100 ribu.
Dan total jumlah wisatawan yang datang ke kota Banda Aceh ditargetkan
25% dari total jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi Aceh.
Konsep wisata syariah tidak hanya akan menarik minat kunjungan
wisatawan domestik, tapi juga mancanegara. Terlebih baru-baru ini Aceh
resmi memiliki Qanun (peraturan daerah) tentang Hukum Jinayat (hukum
pidana Islam) yang berlaku bagi Muslim dan nonMuslim. Pengesahan Qanun
tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan menurunkan jumlah wisatawan ke
Aceh. Justru, pemerintah Aceh harus mengambil kesempatan, yakni

- 46 -

pengembangan wisata syariah. Dengan Qanun tersebut, Aceh lebih aman bagi
wisatawan yakni ada polisi syariah.
Berdasarkan data statistik Provinsi Aceh, dilihat dari segi kuantitas,
wisatawan di Aceh memang mengalami peningkatan namun tidak dalam
kualitas wisatawannya. Berdasarkan Length of Stay (LoS) wisatawan, di Aceh
belum menjadi tempat tujuan wisata utama para wisatawan domestik dan
mancanegara. Hal itu terlihat dari menurunnya rata-rata lama menginap
wisatawan di sejumlah hotel di Aceh, yakni dari 3-4 hari pada 2012 menjadi
berkisar 1-2 hari tahun 2013 (Asdhiana, 2014). Pada tahun 2015 ini angka
kunjungan wisatawan ke Provinsi Aceh ditargetkan naik 30 persen atau
sebanyak 1,8 juta orang pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut,
pemerintah setempat telah menyiapkan berbagai even dan atraksi wisata
yang digelar sepanjang tahun 2015.
4.1.5. Dampak Pariwisata di Banda Aceh
a. Sumbangan Terhadap PDRB
Naiknya angka kunjungan ke Banda Aceh, telah meningkatkan
perekonomian warga dan menghidupkan industri kreatif masyarakat.
Disbudpar Banda Aceh terus membenahi sektor pariwisata untuk
menggenjot kunjungan lebih banyak lagi. Bahkan gencar melakukan promosi
potensi wisata lewat berbagai even dan media. Andalan pariwisata Banda
Aceh adalah situs tsunami, sejarah, budaya, bahari, dan kuliner.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk
dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha
memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan
pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan
dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Perkembangan
pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun
investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang
dan jasa. Selama berwisata, wisatawan akan melakukan belanjaannya,
sehingga secara langsung menimbulkan permintaan (Tourism Final Demand)
pasar barang dan jasa. Selanjutnya final demand wisatawan secara tidak
langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan baku
(Investment Derived Demand) untuk berproduksi memenuhi permintaan
wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Dalam usaha memenuhi
permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan
komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri
produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain
(Spillane, 1994 : 20). Berikut ini Struktur PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Banda Aceh:

- 47 -

Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Kota Banda Aceh (Juta Rupiah), 2011 2013
No

Sektor

2011

2012*)

(1)

(2)

(3)

(4)

176.231,55
0,00
172.720,10
71.095,61
782.637,44
1.995.021,58
1.931.107,33
15.796,16

180.371,69
0,00
190.907,52
90.514,13
878.745,31
2.293.635,22
2.220.553,23
17.799,11
(12,68%)
55.282,88
(14,89%)
2.820.931,11
(6,83%)
414.414,87

201.958,65
0,00
208.982,65
110.227, 18
965.626,86
2.613.108,17
2.529.749,95
20.015,10
(12,45%)
63.343,13
(14,58%)
3.011.140,90
(6,74%)
441.571,73

3.480.915,73
3.312.143,25
168.772,48
110.109,83
17.854,14
(9,24%)
40.808,51

4.229.089,62
4.046.024,79
183.064,83
119.090,39
20.150,19
(12,86%)
43.824,26

I
II
III
IV
V
VI

Pertanian
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Minum
Konstruksi
Perdagangan, Hotel, & Restoran
1. Perdagangan Besar & Eceran
2. Hotel
3.

Restoran

VI

Pengangkutan & Rekreasi

VI

Keuangan, Persewaan & Jasa


Perusahaan
Jasa-Jasa
A. Pemerintahan Umum
B. Swasta
1. Sosial Kemasyarakatan
2. Hiburan & Rekreasi

VII

48.118,10
2.640.522,39
368.502,57
2.785.316,42
2.633.544,43
151.771,99
98.122,24
16.343,21

3.

Perorangan & Rumah


37.306,54
Tangga
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh
*) Angka diperbaiki
**) Angka Sementara

2013**)
(5)

Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa sumbangan sektor


pariwisata jika dilihat dari hotel, restoran, hiburan dan rekreasi belum
memberikan angka yang cukup besar. Sebagai contoh pada tahun 2013
sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Banda Aceh hanya
sebesar 0,55 0,6 persen saja. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan
(growth) juga tidak menunjukan pertumbuhan yang cukup besar, dimana
terlihat pertumbuhan sektor pariwisata dari tahun 2012 ke tahun 2013 ratarata hanya sebesar 11,66 persen.
Meskipun terlihat dampak sektor pariwisata terhadap PDRB Kota
Banda Aceh belum terlalu besar, namun dengan berkembangnya sektor
pariwisata Aceh ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian Aceh.
Dampak positif tersebut akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang
cukup besar, serta dapat membuka peluang usaha di sektor pariwisata di
Aceh. Kreatifitas bernilai syariat, dapat menjadi salah satu nilai jual Banda
Aceh sebagai Kota Madani sekaligus destinasi wisata Islami dunia.

- 48 -

b. Dampak Sosial Pariwisata di Banda Aceh


Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat
dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal seperti kegiatan
keagamaan, adat istiadat, dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek
wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Sedangkan dampak
negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon
masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya
perselisihan atau konflik kepentingan di antara para stakeholders, kebencian
dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalahmasalah sosial seperti praktek perjudian, prostitusi dan penyalahgunaan
seks (sexual abuse).
Apabila melihat dampak negatif dari pariwisata sebagaimana yang
telah diuraikan di atas, maka wajar bila sebagian masyarakat di Aceh agak
keberatan terhadap pengembangan pariwisata. Sebagai muslim yang taat
dalam menjalankan syariat Islam, masyarakat Aceh akan selalu menjaga
daerahnya dari kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam pandangan beberapa kelompok masyarakat, kegiatan
pariwisata kebanyakan bertentangan dengan syariat Islam. Walaupun tidak
seluruhnya benar, namun pandangan tersebut pada akhirnya membawa
dampak bagi pengembangan pariwisata di Aceh. Adanya sikap sebagian
masyarakat yang menganggap pengembangan pariwisata bertentangan
dengan syariat Islam pada dasarnya menjadi tantangan tersendiri bagi kita
semua terutama para pengambil kebijakan pariwisata di Aceh. Untuk
mengantisipasinya perlu adanya perubahan strategi dalam pengembangan
pariwisata di Aceh. Salah satunya adalah menempatkan masyarakat bukan
sebagai objek wisata yang selama ini terjadi, tetapi menempatkan
masyarakat sebagai subjek pariwisata.
Dengan demikian masyarakat dalam menjalankan kegiatan pariwisata,
tidak hanya berkewajiban melayani wisatawan sebagaimana yang selama
ini didengungkan oleh slogan sapta pesona, bahwa masyarakat harus
menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan melainkan juga mempunyai
kekuatan untuk membuat keputusan mengenai hal-hal apa yang menjadi
bagian budayanya yang dapat dikonsumsi wisatawan.
Dengan demikian masyarakat dapat berperan aktif menjadi kontrol
aktivitas pariwisata yang terjadi, termasuk menciptakan program-program
paket wisata beserta sarana pendukungnya.
4.1.6.

Kebijakan Pemerintah Daerah Banda Aceh Terkait Pariwisata


Menpar mengatakan tahun ini diperkirakan lebih dari 1,5 juta warga
Malaysia berdatangan ke berbagai destinasi wisata di Tanah Air dengan
estimasi akan tumbuh sebesar 9,26% pada tahun 2016 mendatang.

- 49 -

Kebijakan baru di bidang Pariwisata yang memudahkan pelancong asal


Malaysia ke Indonesia antara lain mengenai bertambahnya jumlah Tempat
Pemeriksaan Imigrasi (TPI) bagi wisawatan asal Malaysia, peraturan baru
yang menghapuskan peraturan mengenai Clearance Approval for Indonesia
Territory (CAIT) sehingga memudahkan perahu layar pesiar (yacht) masuk
ke wilayah Indonesia melalui 18 pelabuhan di Indonesia, dan menghapuskan
Asas Cabotage kemudahan singgah kapal pesiar (cruise) untuk menaikkan
dan menurunkan penumpang di lima pelabuhan di Indonesia (paradiso,
2015)
a. Pembangunan Kepariwisataan dalam Perspektif Peraturan
Perundangan-undangan
Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu
menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.
Pembangunan kepariwisataan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi masyarakat lokaldi seluruh tanah air. Sudah menjadi kewajiban
pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada warga negaranya untuk
dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan melalui kepariwisataan.
Untuk
mewujudkan
pembangunan
kepariwisataan
yang
berkesinambungan, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor
9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor 67
Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan.
Selanjutnya
peraturan tersebut dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.
Huruf c konsideran Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009
menegaskan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu,
berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan
perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam
masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan
nasional.
Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan,
pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana
pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman,
keunikan dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk
berwisata. Rumusan arah kepariwisataan yang lebih operasional tertuang
dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang
Penyelenggaraan Kepariwisataan menerangkan bahwa penyelenggaraan
kepariwisataan dilaksanakan dengan memperhatikan:

- 50 -

a. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan


kehidupan ekonomi dan sosial budaya;
b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat;
c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; dan
d. Kelangsungan usaha wisata.
Pada pasal selanjutnya dikemukakan bahwa lingkup pembangunan
kepariwisataan meliputi: a) Industri Parawisata, b) Destinasi Parawisata, c)
Pemasaran dan d) Kelembagaan Kepariwisataan.
Prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yaitu: (a).
menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan
dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan
Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan
hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi
manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; (c). memberi manfaat untuk
kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; (d.)
memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; (e). memberdayakan
masyarakat setempat; (f). menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah,
antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam
kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan;
(g). mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional
dalam bidang pariwisata; dan (h). memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Agar kondisi yang mendukung penyelenggaraan kepariwisataan dapat
terlaksana, maka pembangunan kepariwisataan di daerah dilakukan
berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPKD)
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dari
sini dapat diketahui bersama bahwa daerah memiliki kewenangan pula
dalam menyelenggarakan kepariwisataan berdasarkan Rencana Induk
pembangunan Kepariwisataan Daerah. Demikian pula hal nya dengan
Provinsi Aceh, serta Kotamadya Banda Aceh, sebagai daerah yang memiliki
beberapa keistimewaan, maka kebijakan kepariwisataan dimaksud menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam implementasi keistimewaan Provinsi
Aceh yang diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 mengakui ada 4 (empat)
keistimewaan Provinsi Aceh: a) Penyelenggaraan kehidupan beragama, b)
Penyelenggaraan kehidupan adat, c) Penyelenggaraan kehidupan pendidikan,
dan d) Peran ulama dalam menetapkan kebijakan daerah. Penyelenggaraan
kehidupan beragama di Provinsi Aceh diwujudkan dalam bentuk

- 51 -

pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya. Sementara pada Pasal 18 B ayat


(1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Provinsi Aceh, sebagai salah satu daerah yang memiliki otonomi
khusus, setelah adanya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh memberikan kekhususan dan pengaturan yang berbeda
dalam pengelolaan pemerintahan.
Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 membuka kemungkinan
penyelenggaraan pemerintahan di Aceh disesuaikan dengan sistem adat dan
budayanya.Maka lahirlah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih lanjut sesuai dengan perkembangan
politik lokal, maka UU No.18 Tahun 2001 dicabut dan digantikan dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Pasal 165 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 memberi
kewenangan kepada pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota mengelola
wisata dan pengelolaan kepariwisataan, dimana menurut undang-undang
tersebut selanjutnya akan diatur dengan Qanun, istilah peraturan
perundangan bagi wilayah Aceh.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
telah memberi ruang atau wadah bagi keistimewaan Aceh untuk dapat
diaktualisasi kembali. Karenanya, maka kebijakan pembangunan
kepariwisataan di provinsi Aceh harus dilihat dalam kerangka wilayah
kekhususannya.
Sehingga kebijakan-kebijakan kepariwisataan dapat
dilaksanakan dan tidak bertentangan satu sama lain (antara kebijakan pusat
dan daerah).
Otonomi hanya dapat diwujudkan melalui desentralisasi yaitu
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat
atasnya (pemerintah pusat) kepada daerah (pemerintah daerah) menjadi
urusan rumah tangga sendiri. Desentralisasi tidak lain bertujuan untuk
memberikan wewenang, tugas dan tanggung jawab kepada daerah untuk
mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri.
Rencana induk pengembangan kepariwisataan secara nasional
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk provinsi,
kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pemerintah daerah
harus menyiapkan rencana induk penyelenggaraan kepariwisataan di
daerahnya, tidak hanya peraturan daerah yang mengatur tentang restribusi,
izin usaha pariwisata, dan retribusi tempat rekreasi.
Konsep penyelenggaraan pariwisata yang baru harus melibatkan
secara aktif masyarakat, pengusaha dan pemerintah (baik pusat dan daerah),

- 52 -

serta harus melaksanakan tugas, peran, hak dan kewajiban masing-masing.


Arah dan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan Undangundang No 10 Tahun 2009 mengalami orientasi yang berbeda tajam apabila
dibandingkan Undang-undang No 9 Tahun 1990.
Penyelenggaraan
kepariwisataan bukan lagi memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan
dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata, melainkan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, mengatasi
pengangguran. Pembangunan kepariwisataan selain melestarikan alam,
lingkungan, dan sumber daya; juga memajukan kebudayaan; mengangkat
citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan
kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antarbangsa.
Dengan demikian, penyelenggaraan dan pengeloaan usaha pariwisata
mau tidak mau harus diurus dan dikelola secara profesional. Hal ini
memerlukan peraturan-peraturan daerah yang memuat dan mengatur
pengurusan dan pengelolaan kepariwisataan mengarah pada usaha
kepariwisataan yang bermutu dan sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan.
peraturan-peraturan daerah dibuat dalam usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau menghapus kemiskinan, dengan
memberikan perspektif bagi pengembangan dunia usaha pariwisata, tidak
hanya mengejar restribusi semata.
b. Peraturan Kepariwisataan di Aceh (Banda Aceh)
Aceh adalah daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat
hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yang
dipimpin oleh seorang gubernur.
Dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah
Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of
Understanding Between The Government of Republic of Indonesia and The Free
Aceh Movement, Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia
dan Gerakan Aceh Merdeka menegaskan komitmen mereka untuk
menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan
bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi
sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses
yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kekayaan potensi alam, budaya, sejarah, dan kekhususan yang
dimiliki Aceh merupakan anugerah Allah yang mempunyai .fungsi dan
peranan penting bagi kehidupan masyarakat dan wilayah Aceh

- 53 -

Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berfungsi: mensyukuri nikmat


Allah SWT; meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap tanah air;
meningkatkan taraf hidup jasmani dan rohani; menambah pengetahuan dan
pengalaman; dan membangun jiwa kewirausahaan.
Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berasaskan: iman dan Islam;
kenyamanan; keadilan; kerakyatan; kebersamaan; kelestarian; keterbukaan;
dan adat, budaya dan kearifan lokal.
Penyelenggaraan kepariwisataan di Aceh merupakan upaya untuk
mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan dan
pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong
pembangunan dan meningkatkan pendapatan Aceh, menumbuhkan rasa
cinta tanah air, serta melestarikan sejarah dan budayanya.
Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh bertujuan: melestarikan,
mempromosikan, mendayagunakan, dan meningkatkan mutu objek dan daya
tarik wisata; mengangkat nilai-nilai sejarah dan budaya Aceh yang islami
sebagai daya tarik wisata; memperluas lapangan kerja dan memeratakan
kesempatan berusaha; dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh menuju
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Usaha pariwisata digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: (a) usaha
jasa pariwisata; (b) pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan (c) usaha
sarana pariwisata. Selain itu, Pemerintah Aceh berwenang menetapkan
usaha pariwisata lainnya.
Pengembangan Usaha Pariwisata Aceh ditujukan untuk tercapainya
manfaat yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekonomi bagi
masyarakat, terutama masyarakat sekitar objek dan daya tarik wisata, dan
akselerasi pembangunan Aceh.
Untuk mencapai tujuan dimaksud,
Pemerintah Aceh melaksanakan pembinaan, pengendalian, perizinan dan
pengawasan usaha secara terpadu, terarah dan bertanggung jawab dengan
menjaga kelangsungan usaha pariwisata bagi kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat.
Usaha Jasa Pariwisata meliputi: jasa wisata syariat; jasa biro
perjalanan wisata; jasa pramuwisata; jasa konvensi, perjalanan insentif dan
pameran; jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; jasa
konsultan pariwisata; jasa informasi pariwisata; jasa makanan dan minuman;
jasa penyediaan akomodasi; jasa spa; dan jasa wisata kesehatan.
Objek dan daya tarik wisata di Aceh digolongkan berdasarkan jenis
dan pemanfaatannya. Objek dan daya tarik wisata terdiri atas:
1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Allah yang berwujud alam, flora, dan
fauna;
2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia seperti museum,
peninggalan purbakala, peniggalan sejarah, seni budaya, wisata agro,

- 54 -

wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan
tempat hiburan; dan Selain objek dan daya tarik wisata tersebut,
Pemerintah Aceh dapat pula menetapkan objek dan daya tarik wisata
lainnya.
Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan
memperhatikan: nilai-nilai Islam, adat-istiadat, serta kearifan lokal,
kehidupan ekonomi dan sosial budaya, kelestarian budaya dan mutu
lingkungan hidup, dan kelangsungan usaha pariwisata.
Pengelola hotel berbintang berkewajiban:
1) memberi kenyamanan kepada tamu hotel;
2) memberi laporan singkat tentang penghunian kamar secara berkala setiap
3 (tiga) bulan kepada gubernur melalui instansi yang menangani bidang
kepariwisataan Aceh;
3) memberikan kesempatan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan
pemeriksaan apabila dibutuhkan;
4) menjaga dan mencegah penggunaan hotel berbintang dari kegiatan yang
dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar
syariat Islam;
5) melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia secara terus
menerus berdasarkan standarisasi dan sertifikasi kompetensi;
6) memelihara higienis dan sanitasi dalam hotel dan lingkungan
pekarangannya;
7) menetapkan persyaratan penghunian kamar, termasuk tarif kamar yang
diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh tamu hotel;
dan
8) melampirkan perubahan persetujaun prinsip dan izin usaha pada setiap
perubahan nama atau pemindahtanganan pemilik hotel berbintang.
9) Masyarakat, tokoh adat, dan ulama memiliki kesempatan yang sama dan
seluas-luasnya
untuk
berperanserta
dalam
penyelenggaraan
kepariwisataan Aceh. Peran serta masyarakat tersebut berupa pemberian
saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap
pengembangan kepariwisataan, dan berperan aktif dalam pengelolaan
objek wisata serta pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan Aceh.
Masyarakat dapat membentuk kelompok-kelompok masyarakat
pariwisata yang disebut dengan kelompok sadar wisata pada kawasan objek
wisata. Kelompok masyarakat wisata dibina oleh Instansi yang menangani
bidang kepariwisataan. Kelompok masyarakat pariwisata yang dibentuk
secara resmi, dapat melaksanakan segala kegiatan pariwisata di daerahnya
sesuai dengan syariat Islam. Kelompok masyarakat pariwisata berperanserta
dalam memberikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan dan masukan
terhadap arah kebijakan pengembangan pariwisata Aceh.

- 55 -

Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat


berupa:
1) memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat;
2) melaksanakan pengembangan teknis ketenagakerjaan dan standarisasi;
3) menerbitkan lisensi dan sertifikasi tenaga kerja pariwisata; dan
4) melaksanakan pengembangan dan pemantapan kelembagaan pariwisata.
Tugas pembinaan tenaga kerja pada sektor pariwisata termasuk
pendataan, dan pengembangan SDM bidang pariwisata. Perlindungan tenaga
kerja sesuai dengan standar dan Peraturan Perundang-undangan.
Pemerintah Aceh berkewajiban untuk meningkatkan kualitas dan
kuantitas tenaga kerja di bidang pariwisata termasuk melaksakan
pendidikan, pelatihan serta menghimbau usaha pariwisata untuk dapat
mempekerjakan tenaga kerja lokal.
Pemerintah Aceh berkewajiban mendidik, memberdayakan dan
mengeluarkan lisensi pramuwisata serta memantau keberadaannya dalam
melaksanakan tugasnya. Pemerintah Aceh berkewajiban membina asosiasi
dan lembaga pariwisata di Aceh.
Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat
berupa memberikan penyuluhan kepada masyarakat, pengembangan teknis
ketenagakerjaan dan standarisasi lisensi tenaga kerja pariwisata Aceh serta
pengembangan lembaga pariwisata Aceh.
c. Larangan di Tempat-Tempat Wisata
Sesuai dengan qanun Aceh, di tempat-tempat wisata setiap orang
dilarang:
1) meminum minuman keras dan mengkonsumsi barang yang memabukkan
lainnya;
2) melakukan perbuatan asusila;
3) berjudi/maisir; dan/atau
4) merusak sebagian atau seluruh fisik objek dan daya tarik wisata.
Ketentuan lainnya bagi wisatawan yang datang ke Aceh terkait dengan
syariat Islam antara lain: bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca
negara diwajibkan berbusana sopan di tempat-tempat wisata; bagi
wisatawan muslim diwajibkan berbusana sesuai dengan syariat Islam;
pemandian di tempat umum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan; bagi
masyarakat yang menonton pertunjukan/hiburan; dipisahkan antara lakilaki dan perempuan; bagi pengusaha, kelompok masyarakat atau aparatur
pemerintah dan badan usaha dilarang memberikan fasilitas kemudahan
dan/atau melindungi orang untuk melakukan mesum, khamar/mabukmabukan dan maisir/judi; setiap orang, baik sendiri maupun kelompok
berkewajiban mencegah terjadinya perbuatan maksiat.
- 56 -

d. Ketentuan Pidana
Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan
kepariwisataan Aceh yang meliputi kegiatan usaha jasa pariwisata,
pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata
sebagaimana diatur dalam qanun ini, dikenakan Sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang
Kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan lainnya.
e. Fatwa terhadap Penyelenggaraan Kepariwisataan di Aceh
Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh melaksanakan Kegiatan Sidang
Paripurna ke IV pada bulan Mei 2014, dibuka oleh Ketua MPU Aceh Drs. Tgk.
H. Gazali Mohd. Syam dan diikuti oleh 44 orang peserta, terdiri dari Pimpinan
dan Anggota MPU Aceh yang berasal dari utusan provinsi dan utusan
Kabupaten/Kota se-Aceh. Agenda Sidang Paripurna adalah mengenai
Pariwisata dalam Pandangan Islam.
Dalam rumusan Keputusan Sidang/Fatwa yang dihasilkan dalam
Sidang Paripurna MPU Aceh, disampaikan poin-poin keputusan tentang
Pariwisata dalam Pandangan Islam, yaitu:
Pertama : FATWA
Satu : Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata,
termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha
yang terkait dengan bidang tersebut;
Dua : Pariwisata yang di dalamnya terkandung unsur-unsur kemaksiatan
hukumnya haram;
Tiga : Pariwisata yang didalamnya terkandung nilai-nilai kemaslahatan
hukumnya mubah (boleh).
Kedua : TAUSHIYAH
Satu : Pemerintah Aceh diharapkan untuk lebih mengedepankan nilai-nilai
Syariat Islam dalam pembangunan pariwisata di Aceh;
Dua : PEmerintah Aceh diharapkan untuk menyusun buku panduan wisata
yang berbasis Syariat Islam bersama lembaga dan instansi terkait;
Tiga : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mensosialisasikan wisata Syariah
kepada pengelola wisata dan masyarakat;
Empat : Masyarakat Aceh diharapkan untuk turut serta melakukan
pengawasan terhadap kegiatan pariwisata;
Lima : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mempersiapkan SDM pemandu
wisata profesional yang memahami syariat kearifan lokal;
Enam : Pemerintah Aceh lebih memprioritaskan promosi wisata Syariah ke
luar daerah dan negara-negara muslim;

- 57 -

Tujuh : Pemerintah Aceh mempersiapkan sarana ibadah yang memadai pada


lokasi-lokasi wisata;
Delapan : Pemerintah Aceh menempatkan personil Wilayatul Hisbah dan
petugas terkait lainnya pada lokasi-lokasi wisata;
Sembilan : Pemerintah Aceh memberikan sanksi bagi pengelola wisata dan
wisatawan yang melanggar nilai-nilai Syariat Islam.

4.2. Hasil Penelitian Aceh


4.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden
Profil demografi wisatawan yang dinyatakan dalam survei ini adalah
jenis kelamin, kebangsaan, usia, tingkat pendidikan, domisili, dan pekerjaan.
Berikut ini hasil survei melalui kuesioner terhadap 100 responden
wisatawan di Aceh:
JENIS KELAMIN

KEBANGSAAN
Malaysia
3%

perem
puan
31%

Cina
1%
Indonesia
96%

lakilaki
69%

Gambar 4.7. Kebangsaan dan Jenis Kelamin Responden (n=100)


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden adalah berkebangsaan Indonesia sebanyak


96%, sedangkan responden dari negara lain yang ditemui adalah dari
Malaysia sebanya 3% dan Cina sebanyak 1%. Sedangkan berdasarkan jenis
kelaminnya, sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 69%.

- 58 -

TINGKAT PENDIDIKAN
SMP
>S2
13%

tidak 2%
menjawa
b
3%

SMA
34%

S1
44%
Diploma
4%

Gambar 4.8. Tingkat Pendidikan dan Usia Responden (n=100)


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Dari segi tingkat pendidikan sebanyak 44% responden berlatar


pendidikan Sarjana/S1, 34% berpendidikan SMA dan 13% berpendidikan
Magister (S2). Sedangkan dari segi usia sebanyak 45% berusia 15-25 tahun.

Gambar 4.9. Domisili Responden (n=100)


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden penelitian yaitu sebanyak 44% berdomisili


di wilayah Aceh, 26% berasal dari Sumatera Utara, dan sisanya berasal dari
daerah lain seperti Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, beberapa ada yang berasal dari Malaysia dan Cina.

Gambar 4.10. Pekerjaan Utama Responden (n=100)


Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 59 -

Sebanyak 28% responden merupakan pelajar/mahasiswa, 27%


merupakan profesional/swasta, 13% merupakan PNS, sisanya berprofesi
sebagai pensiunan, ibu rumah tangga dan lain-lain.
4.2.2. Persepsi Wisatawan terhadap Kesiapan Destinasi Wisata Syariah
di Aceh
1. Daya Tarik Wisata Aceh
Enam pertanyaan untuk menguji kesiapan tarik wisata Aceh sebagai
destinasi wisata syariah dari persepsi wisatawan yang berkunjung.
Pertanyaannya sebagai berikut:
Apakah Aceh memiliki daya tarik wisata:
a. Yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan.
b. Berbagai produk seperti wisata belanja, kuliner, sightseeing, atraksi
budaya dll.
c. Makanan dan minuman halal di destinasi wisata mudah diperoleh.
d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan
dengan kaidah syariah.
e. Yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan
sarana bersuci memadai di destinasi wisata.
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan
baik.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata
buatan
Untuk pertanyaan pertama distribusi frekuensi jawaban responden
seperti pada gambar 4.10:

Gambar 4.10. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, budaya, dan buatan
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Persepsi responden mengenai kondisi DTW (wisata alam, budaya, dan


buatan) di Aceh menunjukkan bahwa 58% responden menjawab baik, 30%
menjawab sangat baik dan 6% sisanya menjawab netral. Skoring jawaban
- 60 -

pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan


nilai 406. Jadi untuk pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Grafik
skor bisa dilihat pada gambar 4.11. sebagai berikut:

Gambar 4.11. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi DTW


(wisata alam, budaya, dan buatan) di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Aceh Memiliki Berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing,


Atraksi Budaya
Untuk pertanyaan kedua berkaitan dengan atraksi wisata di Manado,
distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.12:

Gambar 4.12. Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai Produk Wisata


Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden sebanyak 51% menjawab Baik, 26%


menjawab Netral, dan 13% persen menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban
pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 361. Grafik skor dapat dilhat pada gambar 4.13. dibawah ini :

- 61 -

Gambar 4.13. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai


Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya
di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015

c.

Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Mudah Diperoleh


Untuk pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan
halal di destinasi wisata, distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.14. sebagai berikut:

Gambar 4.14. Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam


Halal Mudah Diperoleh di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam


Halal Mudah Diperoleh di Aceh menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 42% menjawab Sangat Tidak Baik, 36% menjawab Baik,
dan 16% persen menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan
pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 411.
Nilai/skoring tersebut dapat dilhat pada gambar 4.14. dibawah ini:

- 62 -

Gambar 4.14. Skoring Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan


Minumam Halal Mudah Diperoleh di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015

d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan


dengan kaidah syariah
Pertanyaan keempat berkaitan dengan seni dan budaya yang
dipertontonkan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar 4.15:

Gambar 4.15. Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni Budaya yang


Diselenggarakan
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar 4.15 di atas, sebagian besar responden sebanyak


34% cenderung menjawab Baik, 31% menjawab Netral, dan 24% persen
menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 360. Grafik skor dapat dilhat
pada gambar 4.16. dibawah ini:

- 63 -

Gambar 4.16. Skoring Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni


Budaya yang Diselenggarakan Tidak Bertentangan dengan
Kaidah Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

e. Aceh memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan


suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di
destinasi wisata
Pertanyaan kelima berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah yang
layak di daya Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar
4.17:

Gambar 4.17.

Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW yang


Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci

Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan Gambar di atas, sebagian besar responden sebanyak


44% menjawab cenderung Sangat Baik, 37% menjawab Baik, dan 15%
persen menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 417. Grafik skor dapat dilhat
pada gambar 4.18 dibawah ini:

- 64 -

Gambar 4.18. Skoring Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW


yang Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci
Sumber: Hasil penelitian, 2015

f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga


dengan baik
Pertanyaan keenam berkaitan dengan sanitasi pada destinasi wisata
di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar
4.19 berikut ini :

Gambar 4.19. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan


Lingkungan di destinasi wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sebagian besar responden sebanyak 32% menjawab Baik, 23%


menjawab Netral, dan 20% persen menjawab Tidak Baik. Skoring jawaban
pada pertanyaan ini dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai
329. Grafik skor dapat dilhat pada Gambar 4.20 dibawah ini:

- 65 -

Gambar 4.20. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan


Lingkungan di destinasi wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Daya Tarik Wisata di Aceh
menghasilkan nilai 1624, atau berada pada kategori Netral. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.21. Total Skoring Persepsi Responden Mengenai Daya Tarik Wisata
di Aceh
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil total skoring pada pertanyaan terkait Daya Tarik Wisata Syariah,
menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa Daya Tarik
Wisata di Aceh cukup potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi
wisata syariah. Namun, memang belum dipahami oleh masyarakat secara
keseluruhan dengan kata lain definisi dan pemahaman tentang wisata
syariah itu sendiri belum terdapat kesepakatan di masyarakat. Sehingga
jawaban dari responden cenderung netral. Hal ini dibuktikan dengan hasil
skoring yang menunjukan kategori Netral. Padahal Aceh mempunyai potensi
yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena
mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam baik nature based (Pantai
Ulee Lheu, Pantai Lhok Nga, Pantai Lhampuuk), culture based (Rumoh Cut
Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda,
Masjid Baiturrahin Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man
made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang
Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya

- 66 -

tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim


friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata.
Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah
(sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak
yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh,
diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas.
Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya
untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syari ada aturan yang
melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat
(berdua-duaan). Daerah-daerah di Provinsi Aceh juga menerapkan konsep
syari yang berbeda-beda.
2. Akomodasi Wisata Syariah di Aceh
Untuk kategori akomodasi wisata syariah terdapat 5 pertanyaan.
a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat
menginap lainnya.
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan
bisnis.
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap
lainnya
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah di
hotel atau tempat menginap lainnya di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar 4.22. :

Gambar 4.22. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Tempat Ibadah yang


Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 67 -

Berdasarkan Gambar 4.22 di atas, sebesar 62% responden cenderung


menjawab Baik, 20% responden menjawab Netral dan 16% menjawab
Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 318. Skor bisa dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 4.23. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Tempat


Ibadah yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap


lainnya
Pertanyaan kedua berkaitan dengan kelayakan sarana bersuci di hotel
atau tempat menginap lainnya di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar 4.24. berikut ini:

Gambar 4.24. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci yang


Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan Gambar 4.24. di atas, terlihat bahwa 53% responden menjawab


Baik, 24% responden menjawab Netral dan 21% menjawab Sangat Baik.
Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 389. Skor bisa dilihat pada gambar 4.25. sebagai
berikut:

- 68 -

Gambar 4.25. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci


yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015

c.

Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat


menginap lainnya.
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan dan
minuman halal di akomodasi di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar 4.25:

Gambar 4.26. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan


Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa 58% responden cenderung


menjawab Baik, 25% responden menjawab Sangat Baik dan 15% menjawab
Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan
skala Likert menghasilkan nilai 402. Skor bisa dilihat pada gambar 4.27.
sebagai berikut:

- 69 -

Gambar 4.27. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan


Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya
Sumber: Hasil penelitian, 2015

d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan


keperluan bisnis
Pertanyaan keempat berkaitan dengan suasana hotel atau tempat
menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.28 sebagai berikut:

Gambar 4.28. Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman, Nyaman


dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, 47% responden menjawab baik, 27%


responden menjawab sangat baik dan 22% responden menjawab netral.
Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 393, atau berada berada pada kategori baik. Skor bisa
dilihat pada gambar 4.29 sebagai berikut:

- 70 -

Gambar 4.29. Skoring Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman,


Nyaman dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis
Sumber: Hasil penelitian, 2015

e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik


Pertanyaan kelima berkaitan dengan sanitasi (kebersihan) hotel atau
tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada Gambar 4.30 berikut:

Gambar 4.30. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan


Lingkungan Hotel Terjaga Baik
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 41% responden menjawab


baik, 26% responden menjawab netral dan 22% responden menjawab sangat
baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 363, atau berada berada pada kategori baik. Skor
bisa dilihat pada gambar 4.31. sebagai berikut:

Gambar 4.31. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan


Lingkungan Hotel Terjaga Baik
Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 71 -

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Aceh
menghasilkan nilai 1935, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada grafikberikut:

Gambar 4.32. Total Skoring Persepsi Responden Tentang Akomodasi Aceh


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil total skoring pada pertanyaan terkait akomodasi wisata syariah,


menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa akomodasi
di Aceh dalam hal ini hotel siap dalam menunjang Aceh sebagai destinasi
wisata syariah. Hal ini dibuktikan dengan hasil skoring yang menunjukan
kategori Baik. Pada umumnya ketersediaan akomodasi pada sebagian besar
hotel dan tempat menginap lainnya di Aceh sudah menerapkan konsep
syariah baik dari segi produk, pelayanan, dan pengelolaannya. Dari segi
produk, misalnya toilet hotel sudah tersedia penyekat antar bilik dan
menyediakan air mengalir selain tissue; pada setiap kamar di hampir
sebagian besar hotel sudah menyediakan sajadah, arah kiblat, tidak tersedia
akses pornografi, tidak tersedia minuman beralkohol di mini bar setiap
kamar, dll. Dari segi pelayanan diantaranya melakukan seleksi terhadap tamu
yang datang berpasangan, tidak ada fasilitas hiburan yang mengarah kepada
pornografi/asusila, dll. Dan dari segi pengelolaan, diantaranya seluruh
karyawan dan karyawati memakai seragam yang sopan, karyawati pada
umumnya menggunakan jilbab, dll.
3. Usaha Penyedia Makanan dan Minuman di Aceh
Untuk variable yang berkaitan dengan restoran atau usaha
penyediaan makanan dan minuman terdapat 2 pertanyaan sebagai berikut:
a. Terdapat Restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang
terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI.
b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan
dan minuman terjaga dengan baik.

- 72 -

Hasil survei sebagai berikut:


a. Terdapat restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang
terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan restoran dengan
serttifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Distribusi frekuensi
jawaban responden seperti pada gambar 4.33 berikut:

Gambar 4.33. Persepsi Responden Mengenai Terdapat Restoran yang


Menyediakan Makanan & Minuman yang Terjamin
Kehalalannya dengan Sertifikasi Halal dari MUI
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar 4.33, terlihat bahwa 40% responden menjawab Siap,


31% responden menjawab Sangat Siap, 25% responden menjawab Netral.
Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 363. Grafik
skor bisa dilihat pada gambar 4.34 sebagai berikut:

Gambar 4.34. Skoring Persepsi Responden Mengenai Terdapat Restoran


yang Menyediakan Makanan & Minuman yang Terjamin
Kehalalannya dengan Sertifikasi Halal dari MUI
Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 73 -

b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa


makanan dan minuman terjaga dengan baik
Pertanyaan kedua untuk menguji kesiapan restoran dari aspek
sanitasi atau kebersihan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.35:

Gambar 4.35. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan


Lingkungan Restoran dan Penyedia Jasa Makanan dan
Minuman Terjaga dengan Baik
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat 51% responden cenderung


menjawab Siap, 27% responden menjawab Netral, 16% responden
menjawab sangat siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 371, atau berada berada pada kategori netral. Skor bisa
dilihat pada Gambar 4.36. sebagai berikut:

Gambar 4.36. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan


Kebersihan Lingkungan Restoran dan Penyedia Jasa
Makanan dan Minuman Terjaga dengan Baik
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Daya Tarik Wisata di Aceh
menghasilkan nilai 764, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 74 -

Gambar 4.37. Total Skoring Persepsi Responden tentang Penyediaan


Makanan dan Minuman Halal
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan


dengan penyedia jasa makanan dan minuman menunjukkan bahwa menurut
persepsi wisatawan, Aceh sudah siap untuk menjadi tujuan wisata syariah
dari aspek ini. Secara umum, restoran dan penyedia jasa makanan minuman
di Aceh dalam pengolahan dan penyajiannya sudah menerapkan prinsip
halal. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas adalah muslim, sehingga
kehalalalan makanan dan minuman merupakan suatu hal yang sudah lumrah
dan menjadi kewajiban sebagai muslim. Namun, Menurut peserta FGD,
standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan
belum siap. Masih sangat diperlukan adanya pengawasan dan sosialisasi dari
hulu ke hilir mengenai produk makanan yang terjamin halal.
4. SPA, Sauna dan Massage di Aceh
Kelompok pertanyaan keempat untuk menguji kesiapan usaha SPA,
sauna dan massage di Manado. Terdapat 4 pertanyaan sebagai berikut:
a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk
pelanggan wanita.
b. Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan
pornografi.
c. Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan
produk turunannya.
d. Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA,
sauna dan massage.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita
untuk pelanggan wanita
Pertanyaan pertama untuk menguji pertanyaan tentang terapis pada
usaha SPA atau massage, distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar 4.38:

- 75 -

Gambar 4.38. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria untuk


Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan
Wanita
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa 42% responden


cenderung menjawab Siap, 37% responden menjawab netral, 11% menjawab
sangat siap, 8% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 350. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.38
sebagai berikut:

Gambar 4.39. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria


untuk Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan
Wanita
Sumber: Hasil penelitian, 2015

e. Praktik SPA, sauna, massage tidak mengandung unsur pornoaksi


dan pornografi
Pertanyaan kedua untuk menguji apakah praktik SPA mengandung
unsur pornografi atau pornoaksi. Distribusi jawaban responden seperti pada
gambar 4.40 berikut ini:

- 76 -

Gambar 4.40. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage


tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden


menjawab netral, 31% responden menjawab siap, 16% menjawab sangat
tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai
352. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.41 sebagai berikut:

Gambar 4.41. Skoring Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna,


Massage tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi
Sumber: Hasil penelitian, 2015

f. Praktik SPA, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Yang Halal dan


Tidak Terkontaminasi Babi dan Produk Turunannya
Pertanyaan keempat untuk menguji bahan-bahan yang dipergunakan
dalam praktik SPA, sauna atau massage. Distribusi frekuensi jawaban
responden sebagai berikut:

- 77 -

Gambar 4.42. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage


Menggunakan Bahan Halal
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa 33% responden menjawab


netral, 31% responden menjawab sangat siap, 21% menjawab siap. Skoring
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 357. Grafik skor bisa
dilihat pada Gambar 4.43 sebagai berikut:

Gambar 4.43. Skoring Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna,


Massage Menggunakan Bahan Halal
Sumber: Hasil penelitian, 2015

g. Tersedia Sarana yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat


SPA, Sauna, dan Massage
Pertanyaan kelima untuk menguji ketersediaan tempat ibadah pada
tempat SPA, sauna atau massage. Distribusi jawaban responden seperti pada
gambar 4.44 berikut ini:

- 78 -

Gambar 4.44. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana yang


Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan
Massage
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa 40% responden menjawab


netral, 29% responden menjawab siap, 20% menjawab sangat siap. Skoring
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 351. Grafik skor bisa
dilihat pada Gambar 4.45 sebagai berikut:

Gambar

4.45.

Skoring Persepsi Responden Tersedia Sarana Yang


Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan
Massage
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Usaha Spa, Sauna,
dan Massage di Aceh menghasilkan nilai 1402, atau berada pada kategori
Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 79 -

Gambar 4.46. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Ketersediaan Spa,


Sauna, dan Massage
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Untuk usaha SPA, dari hasil FGD, menyatakan bahwa praktik SPA di
Aceh belum ada yang secara khusus membuka usaha spa, kalaupun ada
masih menyatu dengan usaha hotel dan salon. Kondisi salon yang ada di Aceh
pada umumnya memang sudah khusus diperuntukkan hanya untuk
muslimah. Terapis wanita biasanya hanya untuk pelanggan wanita. Praktik
SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi.
Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk
turunannya. Serta pada umumnya tersedia sarana yang memudahkan untuk
beribadah di tempat SPA, sauna dan massage.
5. Biro Perjalanan Wisata Syariah di Aceh
Kelompok pertanyaan kelima untuk menguji kesiapan Biro Perjalanan
Wisata di Manado. Terdapat 3 pertanyaan sebagai berikut:
a. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata
syariah
b. Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum
akomodasi pariwisata syariah
c. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai
dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman
pariwisata syariah
Hasil survei sebagai berikut:
a. Menyediakan Paket Wisata yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata
Syariah
Pertanyaan pertama untuk menguji ketersediaan paket wisata syariah.
Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:

- 80 -

Gambar 4.47. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam


Menyediakan Paket Wisata Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 43% responden


cenderung menjawab siap, 36% menjawab netral, 11% menjawab sangat
siap, 7% menjawab tidak siap. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 349 atau pada ketegori netral. Skor dapat dilihat
pada gambar 4.48. sebagai berikut:

Gambar 4.48. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah


dalam Menyediakan Paket Wisata Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Perjalanan Wisata Syariah: Memiliki Daftar Akomodasi yang Sesuai


Dengan Panduan Umum Akomodasi Pariwisata Syariah
Pertanyaan kedua berkaitan dengan daftar akomodasi syariah.
Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.49 berikut
ini:

- 81 -

Gambar 4.49. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam


Memiliki Daftar Akomodasi Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 44% responden


cenderung menjawab netral, 30% menjawab siap, 15% menjawab sangat
siap, 8% menjawab sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring
jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 343 atau pada
ketegori netral. Skor dapat dilihat pada gambar 4.50 sebagai berikut:

Gambar 4.50. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah


dalam Memiliki Daftar Akomodasi Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan dan Minuman yang Sesuai


Dengan Panduan Umum Usaha Penyedia Makanan dan Minuman
Pariwisata Syariah
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan daftar usaha penyedia makanan
dan minuman. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
4.51 berikut ini:

- 82 -

Gambar 4.51. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam


Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 40% responden


menjawab netral, 32% menjawab siap, 16% menjawab sangat siap, 9%
menjawab sangat tidak siap dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 346 atau pada ketegori
netral. Skor dapat dilihat pada Gambar 4.52 sebagai berikut:

Gambar 4.52. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah


dalam Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman
Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Usaha Spa, Sauna,
dan Massage di Aceh menghasilkan nilai 1038, atau berada pada kategori
Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 83 -

Gambar 4.53. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW


Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan


jawaban dengan kategori Siap. Berdasarkan jawaban responden, Biro
Perjalanan Wisata di Aceh dapat dikatakan telah siap untuk mendukung Aceh
menjadi destinasi wisata syariah. Kesiapan ini dapat disimpulkan dari
jawaban responden karena mayoritas penduduk Aceh adalah muslim,
sehingga dalam melakukan segala hal umumnya sudah didasarkan pada
peraturan dan kaidah syariah islam. Akan tetapi dalam implementasinya di
Aceh memang secara umum belum terdapat BPW (tours and travel) yang
mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah, walaupun BPW yang ada
di Aceh sebenarnya sudah mampu untuk menyediakan paket wisata yang
sesuai dengan kriteria pariwisata syariah, BPW di Aceh memiliki daftar
akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata
syariah serta memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang
menyediakan makanan dan minuman yang halal dan cocok untuk wisatawan
muslim.
6. Pramuwisata
Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata
di Aceh dengan 4 pertanyaan sebagai berikut:
a. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam
menjalankan tugas.
b. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab.
c. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam.
d. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Pramuwisata Syariah memahami dan mampu melaksanakan nilainilai syariah dalam menjalankan tugas.

- 84 -

Pertanyaan pertama untuk menguji pemahaman pramuwisata


terhadap nilai-nilai syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperi
pada gambar 4.54 berikut ini:

Gambar 4.54. Persepsi Responden Terhadap Pemahaman Pramuwisata


Syariah dalam Menjalankan Tugas
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 49% responden


menjawab baik, 26% menjawab netral, 18% menjawab sangat baik, 5%
menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab.
Skoring jawaban dengan menggunakan skala likert menghasilkan nilai 374
atau pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar

4.55.

Skoring Persepsi Responden Terhadap Pemahaman


Pramuwisata Syariah dalam Menjalankan Tugas
Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Pramuwisata Syariah berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan


bertanggungjawab
Pertanyaan kedua untuk menilai attitude dari pramuwisata di Kota
Banda Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar di
bawah ini:

- 85 -

Gambar 4.56. Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden


menjawab baik, 28% menjawab sangat baik, 20% menjawab netral, 2%
menjawab sangat tidak baik, 1% menjawab tidak baik dan 1% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 392 atau pada ketegori Baik.

Gambar 4.57. Skoring Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata


Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Pramuwisata Syariah berpenampilan sopan dan menarik sesuai


dengan nilai etika islam
Pertanyaan ketiga untuk menilai penampilan dari pramuwisata di
Kota Banda Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar berikut ini:

- 86 -

Gambar 4.58. Persepsi Responden Terhadap Penampilan Pramuwisata


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 34% responden


menjawab baik, 35% menjawab sangat baik, 25% menjawab netral, 3%
menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik, dan 2% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 393 atau pada kategori netral.

Gambar

4.59.

Skoring Persepsi
Pramuwisata

Responden

Terhadap

Penampilan

Sumber: Hasil penelitian, 2015

d. Pramuwisata Syariah memiliki kompetensi kerja sesuai dengan


standar profesi yang berlaku
Pertanyaan keempat untuk menilai kompetensi kerja pramuwisata di
Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut
ini:

Gambar 4.60. Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata


Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 87 -

Berdasarkan gambar di atas, 37% responden menjawab baik, 34% menjawab


netral, 25% menjawab sangat baik dan 1% menjawab tidak baik, 1%
menjawab sangat tidak baik dan 2% tidak menjawab. Skoring jawaban
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 378 atau pada kategori
baik.

Gambar 4.61. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Kerja


Pramuwisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Pramuwisata di Aceh
menghasilkan nilai 1537, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.62. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Pramuwisata Aceh


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan hasil observasi, jumlah pramuwisata yang sudah


tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang dan sebagian besar adalah muslim.
Namun belum terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk
melayani tamu atau wisatawan muslim. Secara umum pramuwisata
berpenampilan sopan dan menarik sesuai etika serta memiliki kompetensi
kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku, namun terkait akhlak dan

- 88 -

kesesuaian perilaku dengan nilai-nilai syariah tentu sangat tergantung


dengan individu pramuwisata itu masing-masing.
7. Aksesibilitas
Untuk aspek aksesibilitas terdapat 4 pertanyaan :
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal
b. Objek wisata mudah dijangkau
c. Transportasi (darat, Laut, udara) mudah dijangkau
d. Biaya transportasi sesuai standar
Hasil survei sebagai berikut:
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal
Distribusi jawaban responden seperti pada gambar 4.61 berikut ini:

Gambar 4.63. Persepsi Responden Terhadap Kemudahan Akses Informasi


Wisata Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden


cenderung menjawab baik, 24% menjawab netral, 18% menjawab sangat
baik, 6% menjawab tidak baik, 2% menjawab sangat baik dan 3% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 364 atau pada ketegori baik.

Gambar 4.64. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kemudahan Akses


Informasi Wisata Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Objek wisata mudah dijangkau


Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 89 -

Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah Dijangkau


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 49% responden menjawab


baik, 27% menjawab netral, 16% menjawab sangat baik, 5% menjawab tidak
baik dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik.

Gambar 4.66. Skoring Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah


Dijangkau
Sumber: Hasil penelitian, 2015

c. Biaya transportasi sesuai standar


Distribusi frekuensi jawaban responden untuk biaya transportasi
seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Biaya Transportasi


Sesuai Standar
Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 90 -

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 39% responden


cenderung menjawab baik, 31% menjawab netral, 15% menjawab sangat
baik, 10% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 4%
tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik

Gambar 4.66. Skoring Persepsi Responden Terhadap Biaya Transportasi


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk


kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Pramuwisata di Aceh
menghasilkan nilai 1430, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring
jawaban responden seperti pada gambar berikut:
TOTAL SKORING AKSESIBILITAS

Gambar 4.67. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Aksesibilitas


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Hasil skoring menunjukan bahwa secara umum aksesibilitas terhadap


kemudahan memperoleh informasi tentang wisata di Aceh, keterjangkauan
daerah wisata dengan transportasi baik darat, laut, maupun udara, serta
keterjangkauan biaya transprtasi bagi wisatawan berada pada kategori Baik.
Aksesibilitas dari segi ketersediaan informasi dapat diperoleh melalui media
internet yang disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku usaha
wisata.
Pemerintah daerah menyediakan website yang memberikan informasi
tempat-tempat wisata seperti: bandaacehkota.go.id, bandaacehtourism.com.
Sementara pelaku usaha wisata seperti: acehexplorer.com, inbandaaceh.com,
inaceh.com, wisataaceh.com, seputaraceh.com, visitaceh.id, selain itu juga
membuat page di facebook seperti NTA tour and Travel, acehexplorer, dan
- 91 -

lain-lain. Adapun dari segi transportasi melalui udara, Aceh dapat dijangkau
dengan penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly,
serta pesawat Garuda Indonesia untuk domestik. Secara umum, kondisi
ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik, walaupun
kendala aksesibilitas masih ditemui di daya tarik wisata alam yang jauh dari
pusat kota.
8. PERTANYAAN TERBUKA
Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban,
kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut:
a.

Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah

Gambar 4.68. Responden Menggunakan Biro Perjalanan Wisata


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebesar 79%


responden cenderung menyatakan tidak menggunakan BPW syariah
dalam melakukan perjalanan wisata. Sedangkan yang menggunakan BPW
Syariah sebanyak 21%. Alasan responden menggunakan BPW syariah,
24% berpendapat bahwa dengan menggunakan Biro Perjalanan Wisata
Syariah maka terasa lebih aman, nyaman dan informatif, sedangkan 43%
lainnya memberikan jawaban variatif seperti pada gambar berikut:

Gambar 4.69. Alasan Responden Menggunakan Biro Perjalanan Wisata


Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, sebagian besar responden memilih untuk


tidak menggunakan Biro Perjalanan Wisata Syariah karena 40% responden
memiliki saudara atau kolega yang memandu selama berwisata ke Aceh, 11%
menjawab masih minimnya informasi tentang keberadaan travel syariah,

- 92 -

dan alasan lainnya seperti lebih mudah menentukan tujuan sendiri tanpa
BPW Syariah, memiliki kendaraan sendiri, perjalanan dinas,
touring/backpacker dan sudah beberapa kali ke Aceh sehingga tidak
memerlukan panduan. Prosentase alasan tidak menggunanakan Biro
Perjalanan Wisata Syariah dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.70. Alasan Responden Tidak Menggunakan Biro Perjalanan Wisata


Syariah
Sumber: Hasil penelitian, 2015

b. Apakah anda mengutamakan "halal" dalam melakukan perjalanan


wisata

Gambar 4.71. Responden Mengutamakan Halal dalam Melakukan


Perjalanan Wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Berdasarkan gambar di atas, menunjukan bahwa 91% responden


menyatakan mengutamakan kehalalan dalam melakukan perjalanan wisata.
Hanya 9% saja yang tidak mengutamakan halal dalam melakukan
perjalanan wisata.

- 93 -

Gambar 4.72. Alasan Responden Mengutamakan Halal dalam


Perjalanan Wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Gambar diatas menunjukan bahwa sebagian besar alasan responden


yang mengutamakan konsep halal dalam perjalanan wisata adalah karena
halal merupakan keutamaan sebagai muslim, 13% berpendapat bahwa
halal berarti bersih, aman, dan nyaman.

Gambar 4.73. Alasan Responden Tidak Mengutamakan Halal dalam


Perjalanan Wisata
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Sedangkan alasan responden yang tidak mengutamakan halal dalam


perjalanan wisatanya adalah karena sebanyak 44% bukan beragama islam.
Sedangkan 56% lainnya dengan jawaban yang variatif.

Gambar 4.74. Saran Responden Guna Pengembangan Wisata Syariah di Aceh


Sumber: Hasil penelitian, 2015

- 94 -

Pada gambar di atas, menunjukkan 37% responden berpendapat


bahwa untuk mengembangkan wisata syariah, maka perlu perbaikan sarana
dan prasarana penunjang wisata syariah, 19% berpendapat bahwa wisata
syariah harus lebih dikembangkan lagi, 13% berpendapat promosi wisata
syariah sebaiknya dikemas lebih kreatif dan menarik, 8% menyarankan
informasi tentang wisata syariah harus diperbanyak, dan 7% responden
menyarankan agar wisata syariah harus dikembangkan dengan benar-benar
menerapkan prinsip syariah,bukan hanya sekedar nama atau slogan.
4.2.3. Hasil FGD dan Wawancara Pengembangan Wisata Syariah di Aceh
Beberapa poin penting dalam FGD dan wawancara sebagai berikut:
1. Terminologi Wisata Syariah
Dari hasil FGD dan wawancara penggunaan istilah wisata syariah
dinilai belum jelas batasannya, akan terkesan ekstrim/fanatik dan dapat
mempersulit Aceh dalam melakukan promosi karena target pasar yang
diperoleh nantinya hanya wisatawan muslim saja. Sebaiknya konsep wisata
membuat wisatawan merasa welcome di destinasi wisata. Benchmark
syariah di dalam masyarakat Aceh sendiri sulit diterima, karena hal tersebut
berarti hukum syariah yang berlaku dan diterapkan sehingga masih ada
ketakutan sendiri di masyarakat apalagi wisatawan. Label syariah bukan
hanya sekedar kata tetapi maknanya sangat dalam.
Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara, branding halal menjadi
pilihan utama dalam branding pariwisata Aceh dibandingkan penggunaan
branding syariah, atau Islamic tourism. Jika branding syariah digunakan,
dikhawatirkan akan menghilangkan konsep syari itu sendiri, yang ada malah
hanya akan menghidupkan wisata konvensional saja. Dapat dilihat pula
melalui media internet, jika di google dengan menggunakan keywords halal
tourism diperoleh 13 juta hint lebih banyak dibandingkan dengan syariah
tourism hanya 338 ribu hint. Untuk Aceh dapat menggunakan branding
Serambi Mekah Halal Tourism. Dengan demikian, konten halal yang harus
dihidupkan mulai dari produk makanan hingga sarana/fasilitas pendukung
pariwisata.
2. Kesiapan Destinasi (Daya Tarik Wisata)
Kesiapan Aceh menjadi destinasi wisata syariah dapat dilihat melalui
beberapa indikator utama yaitu: daya tarik wisata, hotel dan restoran, biro
perjalanan wisata dan pramuwisata, dan SPA. Dari keempat indikator
tersebut forum menyimpulkan bahwa Aceh mempunyai potensi yang luar
biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena
mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam baik nature based (Pantai
Ulee Lheu, Pantai Lhok Nga, Pantai Lhampuuk), culture based (Rumah Cut
- 95 -

Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda,


Masjid Baiturrahim Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man
made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang
Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya
tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim
friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata.
Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah
(sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak
yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh,
diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas.
Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya
untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syari ada aturan yang
melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat
(berdua-duaan). Tidak semua daerah di Provinsi Aceh menerapkan konsep
syari secara utuh dan berbeda-beda.
Aspek kesiapan masyarakat dan fasilitas pendukung masih menjadi
kendala dalam pengembangan pariwisata Aceh. Berbeda dengan kondisi
pariwisata di Bali melihat wisatawan asing menggunakan pakaian minim
seperti bikini sudah menjadi pemandangan yang biasa. Lain halnya di Aceh,
hal itu menjadi seperti tontonan dan membuat wisatawan menjadi tidak
nyaman. Dan masih banyak tokoh masyarakat (para ulama) Aceh yang masih
menolak konsep pariwisata, karena menurut mereka kata wisata identik
dengan maksiat, sehingga mereka lebih memilih kata rekreasi yang hanya
identik dengan hiburan/pengisi waktu luang dengan keluarga.
3. Aksesibilitas
Berdasarkan hasil diskusi, sejauh ini aksesibilitas di Aceh baru
tersedia dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air
Asia dan Firefly. Jadwal penerbangan 4 kali dalam seminggu dari Kuala
Lumpur dengan Air Asia, dan 3 kali dalam seminggu dari Pulau Penang
dengan menggunakan Firefly. Demikian pula kondisi ketersediaan
infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik. Kendala aksesibilitas masih
ditemui di daya tarik wisata alam. Penerbangan domestik dengan Garuda
Airlines hanya memiliki jadwal penerbangan dua kali dalam sehari.
Aksesibilitas dari segi ketersediaan informasi dapat diperoleh melalui
media internet yang disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku
usaha wisata. Pemerintah daerah menyediakan website yang memberikan
informasi
tempat-tempat
wisata
seperti:
bandaacehkota.go.id,
bandaacehtourism.com. Sementara pelaku usaha wisata seperti:
acehexplorer.com,
inbandaaceh.com,
inaceh.com,
wisataaceh.com,

- 96 -

seputaraceh.com, visitaceh.id, selain itu juga membuat page di facebook


seperti NTA tour and Travel, acehexplorer, dan lain-lain.
4. Akomodasi (Hotel dan Tempat Menginap Lainnya)
Pada umumnya ketersediaan akomodasi pada sebagian besar hotel
dan tempat menginap lainnya di Aceh sudah menerapkan konsep syariah
baik dari segi produk, pelayanan, dan pengelolaannya. Dari segi produk,
misalnya toilet hotel sudah tersedia penyekat antar bilik dan menyediakan
air mengalir selain tissue; pada setiap kamar di hampir sebagian besar hotel
sudah menyediakan sajadah, arah kiblat, tidak tersedia akses pornografi,
tidak tersedia minuman beralkohol di mini bar setiap kamar, dll. Dari segi
pelayanan diantaranya melakukan seleksi terhadap tamu yang datang
berpasangan, tidak ada fasilitas hiburan yang mengarah kepada
pornografi/asusila, dll. Dan dari segi pengelolaan, diantaranya seluruh
karyawan dan karyawati memakai seragam yang sopan, karyawati pada
umumnya menggunakan jilbab, dll. Namun, Sebagaimana tercantum dalam
Permen Parekraf No. 2 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha
Hotel Syariah, seluruh hotel yang ada di Aceh belum memperoleh sertifikat
Hilal 1 maupun Hilal 2. Sehingga, dalam akomodasi yang mendukung wisata
syariah masih memerlukan standardisasi yang jelas dan sosialisasi kebijakan
dalam Permen tersebut. Kendala dalam penyediaan akomodasi yakni kualitas
dan pelayanan (hospitality) yang masih belum maksimal.
Untuk usaha SPA, dari hasil FGD, menyatakan bahwa praktik SPA di
Aceh belum ada yang secara khusus membuka usaha spa, kalaupun ada
masih menyatu dengan usaha hotel dan salon. Kondisi salon yang ada di Aceh
pada umumnya memang sudah khusus diperuntukkan hanya untuk
muslimah.
5. Restoran dan Usaha Penyedia Jasa Makanan Minuman
Secara umum, restoran dan penyedia jasa makanan minuman di Aceh
dalam pengolahan dan penyajiannya sudah menerapkan prinsip halal.
Namun, berdasarkan hasil diskusi perlu dikaji kembali mengenai
pemotongan hewan ternak seperti ayam yang masih belum sepenuhnya
menggunakan konteks islami/halal. Menurut peserta FGD mengenai
standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan
belum siap. Perlu dibuat suatu standard yang menjadi pedoman bagi
restoran dan penyedia jasa makanan minuman di Aceh. Selain itu, perlu
adanya pengawasan dan sosialisasi dari hulu ke hilir mengenai produk
makanan yang terjamin halal.
6. Kondisi Biro Perjalanan Wisata dan Pramuwisata

- 97 -

Kondisi pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100


orang dan sebagian besar adalah muslim. Di Aceh, secara umum belum
terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket
wisata syariah. Karena menurut HPI, daya tarik wisata yang ada di Aceh
sudah mencerminkan konsep islami. Bahkan daftar akomodasi dan restoran
sudah ada yang sesuai kriteria syariah. Untuk pramuwisata juga belum
terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk melayani tamu atau
wisatawan muslim. Sayangnya masih ditemukan pramuwisata/driver yang
tidak mencerminkan sikap islami, contohnya pada waktu sholat mereka tidak
ikut sholat. Sehingga, masih banyak yang perlu dibenahi lagi pada BPW dan
pramuwisata yang ada di Aceh.
7. Kelembagaan dan Sistem Sertifikasi Halal
Pemberlakuan Aceh menetapkan syariat Islam dalam kehidupan
bermasyarakat dilakukan sejak tahun 2000. Pemberlakuan syariat Islam
hanya khusus diberlakukan untuk warga muslim. Pasca penetapan syariat
Islam banyak pantai yang ditutup untuk wisata karena dikhawatirkan dapat
merusak akidah, sebagai contoh kawasan pantai di Aceh Barat.
Dalam konteks pariwisata, belum ada PERDA khusus yang mengatur
wisata syariah di Aceh, akan tetapi program dan aktivitas wisata syariah
sudah dikembangkan seperti paket wisata kurban Idul Adha, paket wisata
Ramadhan, ziarah ke masjid dan makam, dll. Demikian pula kebijakan khusus
halal dalam pariwisata, karena selama ini di Aceh masih dalam konteks
produk makanan dan obat saja. Bahkan Kota Banda Aceh sudah menetapkan
branding pariwisata tahun 2015 yaitu World Islamic Tourism yang di
launching oleh Menteri Pariwisata pada bulan Maret 2015 bersama dua
destinasi lainnya yaitu NTB dan Sumatera Barat.
Konteks halal maupun syariah sudah ada dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Aceh. Namun label halal dapat menjadi hal yang sensitif di
kalangan pelaku usaha atau masyarakat, karena dalam persepsi mereka halal
maupun syari sudah dijalankan dalam kehidupan sehari-hari dan mereka
akan mengukur SDM yang melakukan penilaian halal. Sertifikasi halal di Aceh
diperoleh melalui Majelis Permusyawaratan Umat (MPU). Dalam proses
sertifikasi hotel, restoran dan penyedia jasa makanan minuman masih
terkendala aspek kesehatan. Masih ditemukan kurangnya kontrol pada
proses penjagalan hewan yang tidak menggunakan cara islami. Selama ini
MPU lebih banyak memberikan label halal hanya pada produk kemasan
seperti kopi dan dendeng sapi buatan Aceh. Pembiayaan sertifikasi halal pada
tahun lalu sempat diberikan secara gratis. Namun, dikarenakan MPU
memperoleh pembiayaan proses sertifikasi halal dari MUI Pusat membuat

- 98 -

mereka memiliki keterbatasan dalam memberikan sertifikasi halal pada


industri makanan minuman yang ada di Aceh.
4.2.4. Analisis Hasil Penelitian di Aceh (Strategi Kebijakan/SWOT)
Berdasarkan pembahasan beberapa subbab sebelumnya terkait
kondisi eksisting, peluang, dan kendala pengembangan wisata syariah di
Aceh, maka analisis SWOTdan kemungkinan strategi yang dapat digunakan
dapat dijabarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.4. Analisis SWOT dan Kemungkinan Strategi Pengembangan
Wisata Syariah di Aceh

Faktor Internal

KEKUATAN (S)
1.

2.

3.

4.
5.

6.

Aceh memiliki beragam


potensi untuk menjadi
salah satu destinasi
wisata syariah yang
strategis bukan karena
aksesibilitas, melainkan
karena ketersediaan
sarana seperti pilihan
akomodasi serta atraksi
wisata alam, budaya,
religi serta minat khusus.
Pascatsunami, Aceh
muncul sebagai salah satu
destinasi wisata yang
diincar wisatawan
mancanegara (wisman)
maupun wisatawan
nusantara (wisnus).
Syariat Islam atau produk
halal sudah menjadi
bagian dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat
Aceh
Sudah berlakunya Qanun
di Aceh dan adanya Polisi
Syariah
Aceh sudah mulai
mengadakan even-even
tahunan yang berbasis
religi dan tradisi
Banda Aceh juga telah
memiliki bandara
internasional yang
terhubung secara
langsung dengan Kuala
Lumpur (Malaysia)

- 99 -

KELEMAHAN (W)
1.

2.

Sebagian besar pelaku


industri di Aceh belum
mencantumkan
label
halal yang bersertifikasi
dari MPU
Belum siapnya SDM
Aceh dalam
mengembangkan
wisata syariah
terutama dalam
pelayanan (hospitality),
walaupun di Aceh ada
istilah peu meulia jame
adat geutanyo
(memuliakan tamu
adalah adat kita), tapi
dari sektor itu dilihat
masih ada
kekurangannya,
misalnya:
- Pramuwisata yang
belum sepenuhnya
menerapkan
prinsip-prinsip
islami dalam
mendampingi
wisatawan
misalnya tidak
mendampingi
sholat
jumat/berjamaah
- Para supir travel
dan bus. Baik dari
aspek tingkat
kebersihan,
kerapian dan
ketertiban, seperti
kebiasaan
menerobos lampu
merah.

3.

Faktor Eksternal

PELUANG (O)
1.

2.

3.

4.

Indonesia merupakan
negara dengan
penduduk muslim
terbesar di dunia dan
banyak objek wisata
alam bernuansa
syariah seperti situssitus peninggalan
kerajaan Islam dan
pusat pesantren
Islam.
Potensi devisa yang
bisa dihasilkan
negara dari wisata
syariah juga cukup
besar
Industri halal dan
kesadaran akan
pentingnya produk
halal terus
bertumbuh, ditandai
dengan semakin
meningkatnya
permintaan sertifikasi
halal ke badan
LPPOM MUI
Kelas menengah di
Indonesia disinyalir
kian meningkat. Hal
ini berdampak pada
tingkat konsumsi
secara signifikan,
khususnya dari kelas
menengah untuk

Strategi SO
1. Pengemasan paket wisata
syariah yang lebih menarik
sesuai target pasar.
Misalnya Pasar Malaysia
dengan paket wisata
sejarah dan religi.
2. Mengembangkan fasilitasfasilitas pariwisata
berstandar syariah seperti
hotel, restoran, spa
3. Branding pariwisata Banda
Aceh tahun 2015 yaitu
World Islamic Tourism
harus dibuat Juknis yang
jelas bagi pelaku usaha
wisata di Aceh, dan bersifat
informatif bagi
wisatawannya mulai dari
jenis produk, jadwal, harga,
aksesibilitas, akomodasi
dan lainnya.

Strategi WO
1.

2.

3.

- 100 -

Pandangan negatif
dari
masyarakat/tokoh
masyarakat/ulama
bahwa pariwisata
hanya menekankan
pada sun, sand, sea,
smile, and sex
Beberapa keluhan
wisatawan saat
berkunjung ke Aceh
adalah masih
kurangnya fasilitas
pariwisata, seperti MCK
serta mushalla, harga
barang dan makanan di
pasar belum standar,
karena di setiap lokasi
berbeda-beda
harganya.

Memberikan
insentif/donasi dari
pemerintah baik pusat
maupun daerah,
misalnya kemudahan
pengajuan dan
pembiayaan gratis
sertifikasi halal,
penyediaan shuttle bus
gratis khusus bagi
wisatawan untuk
mengantar ke setiap
atraksi wisata
SDM: Pembinaan
kelompok sadar wisata
(Pokdarwis)
halal/muslim friendly, ,
mengadakan seminar
dengan tema
kesehatan dan
syariah, dan adanya
sanksi bagi pelaku
usaha yang tidak
mempunyai sertifikasi
halal
Penciptaan sistem
sertifikasi produk halal
yang mapan dan
transparan di bawah
MPU Aceh.

membelanjakan
uangnya terutama di
sektor-sektor
konsumtif seperti
kuliner, fashion dan
gaya hidup.
ANCAMAN (T)
1.

2.

4.

5.

6.

Belum adanya
kejelasan konsep
wisata syariah yang
dapat diterapkan di
Aceh dan di Indonesia
pada umumnya.
Perkembangan
Wisata syariah di
Indonesia masih
kalah cepat dibanding
negara lain yang
sudah lebih dulu
menggarap industri
wisata syariah.
diantaranya Thailand,
Jepang, China, Korea
Selatan, Filipina, dan
sejumlah negara di
Eropa dan Amerika
Belum adanya
regulasi dalam
bentuk perundangundangan secara
nasional terkait
wisata syariah.
Birokrasi yang lambat
menjadi ciri khas
Indonesia, ikut
memperlambat
pengembangan
wisata syariah. Belum
adanya regulasi juga
membuat pelaku
usaha gamang dalam
menerapkan wisata
syariah.
Promosi wisata yang
berkaitan dengan
wisata syariah belum
begitu segencar
wisata
umum/konvensional
Kurangnya sosialisasi
dan koordinasi
tentang wisata
syariah di Indonesia

Strategi ST
1.

2.

3.

4.

Inventarisasi/audit/quick
assessment
setiap
destinasi,
produk,
restoran yang diberikan
sertifikasi halal, kesiapan
sarana dan prasarana,
serta unsur pendukung
lain. serta kebutuhan
wisata syariah secara
konkret di Aceh
Meningkatkan koordinasi
dan sosialisasi wisata
syariah
dengan
menggandeng kalangan
masyarakat dan lembaga
lain.
Melakukan kerja sama
dengan negara lain dan
lembaga
internasional
yang memiliki perhatian
dalam mengembangkan
wisata syariah seperti
CrescentRating dan atau
PATA
untuk
mengembangkan promosi
bersama sehingga Banda
Aceh menjadi wisata
tingkat dunia.
Kerjasama dengan
Malaysia dalam
pengemasan paket wisata

- 101 -

Strategi WT
1.

2.

3.

Tetap memperhatikan
dan mempertahankan
karakteristik keaslian
dan keunikan Aceh
Peningkatan promosi
wisata dan penyediaan
informasi
wisata
berbasis
teknologi
komunikasi
yang
mengerti
kebutuhan
wisatawan (customerfriendly)
Mendorong para pelaku
bisnis wisata di Aceh
untuk
mempelajari
bahasa Inggris, Arab
dan
bahasa
asing
lainnya
untuk
menggaet
pasar
wisatawan dari negara
yang mayoritas muslim.

BAB

HASIL DAN PEMBAHASAN


KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH
MANADO
5.1. Kondisi Umum Pariwisata di Manado
5.1.1 Potensi Daya Tarik Wisata Kota Manado (Jenis Daya Tarik
Wisata: Alam, Budaya, Man Made)
Nama Manado berasal dari bahasa Minahasa Manadou atau
Wanazou yang berarti diujung pantai. Hal ini disebabkan lokasi kota
Manado yang memang memiliki banyak wilayah pantai (Colours, 2015).
Kondisi geografis dan topografi Kota Manado yang cukup lengkap merupakan
salah satu faktor pendukung beragamnya daya tarik wisata di Manado. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Manado memiliki daya tarik wisata yang
cukup lengkap baik berbasis alam (nature), budaya (culture) maupun buatan
manusia (man made).
1. Daya Tarik Wisata Berbasis alam (Nature Based)
a. Taman Nasional Bunaken
Tidak dapat dipungkiri Taman Nasional Bunaken merupakan daya tarik
wisata utama yang menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung ke
Manado. Bunaken merupakan taman laut pertama di Indonesia. Lokasinya
berada di Teluk Manado, tepatnya di utara Pulau Sulawesi dan secara
administratif bagian dari Kota Manado. Resmi didirikan pada 1991, Taman
dengan laut sekira 8,08 km ini adalah bagian dari Taman Nasional termasuk
laut sekitar Pulau Manado Tua yaitu Siladen dan Mantehage.
(http://indonesia.travel). Pada Tahun 2015 UNESCO menetapkan Taman Laut
Bunaken sebagai salah satu situs warisan dunia karena kaya akan biota laut
dan terumbu karang yang indah. Keindahan taman laut ini dapat dijumpai
pada spot-spot yang bernama Lekuan 1, Lekuan 2, Lekuan 3, Fukui, Mandolin,
Tanjung Prigi, Rons Point, Sachiko Point, Pangalisang, Muka Kampung, dan
Bunaken Timur. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Taman Nasional ini
antara lain berkeliling dengan menggunakan katamaran (perahu berkasa),
snorkeling, diving, foto bawah laut, dan berjemur (sun bathing).

- 102 -

Gambar 5.1. Taman Nasional Bunaken


Sumber: Hasil Observasi Penelitian

b. Pantai Malalayang
Pantai Malalayang berjarak 4 km dari Kota Manado. Selain memiliki
daya tarik untuk menyelam, wisatawan juga dapat menikmati pemandangan
matahari terbenam dan kuliner pisang goreng dengan sambal khas Manado.

Gambar 5.2. Pantai Malalayang


Sumber: Hasil Observasi Penelitian

c. Arum Jeram Sawangan


Arum jeram ini memiliki arus yang cukup deras. Panjang lintasan
sungai 9 km. Perjalanan arum jeram ini dimulai di Resort River Park, Desa
Sawangan.

- 103 -

d. Air Terjun Kima Atas


Terletak di Kelurahan Kima Atas, sekitar 15 km dari pusat Kota
Manado, tepatnya berada di Kecamatan Mapanget. Meski belum terekspose,
tetapi air terjun ini menjanjikan pesona yang cukup memikat. Hawa sejuk
dan kondisi alam dengan pepohonan yang masih rimbun menciptakan
suasana yang menenangkan.
e. Danau Tondano
Merupakan danau vulkanik yang dihasilkan dari letusan gunung purba.
Danau yang terletak di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut ini
memiliki pulau di tengahnya, dan memiliki luas 4.000 hektar yang diapit oleh
gunung Tampusu, Gunung Kawean, dan Gunung Masarang.
f. Taman Wisata Tandurusa
Taman ini berada di kecamatan Aertembaga. Di taman ini banyak
terdapat binatang khas Sulawesi mulai babirusa, monyet hitam, tarsius dan
berbagai jenis burung. Tarsius merupakan hewan yang tubuhnya
menyerupai monyet tapi tubuhnya sekitar 15 cm, dengan tangan dan kakinya
yang berukuran panjang dari tubuhnya. Ciri yang mencolok adalah matanya
yang bulat besar dan berukuran hamper setengah dari wajahnya.
g. Kota Bunga Tomohon
Terletak 22 km dari kota Manado terdapat kota bunga Tomohon,
berada di kaki gunung Lokon. Disini banyak terdapat bunga warna-warni.
Pada bulan Juni-Agustus biasanya diadakan festival bunga hias, acara ini
mempertunjukkan parade bunga dan seni di sepanjang jalan kota
(anekatempatwisata.com). Daftar daya tarik wisata alam di Manado secara
lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.1. Daftar Daya Tarik Wisata Berbasis Alam Kota Manado
NO
1
2
3

LOKASI
Pulau Bunaken-Kecamatan Bunaken
Pulau Siladen-Kecamatan Bunaken
Pulau Manado Tua-Kecamatan Bunaken

Desa Meras dan desa Tongkaina Kecamatan Bunaken


Desa Kima atas-Kecamatan Bunaken
5
Desa Malalayang Dua
6
Sumber: BPS Kota Manado, 2015
4

- 104 -

DAYA TARIK
Taman Laut Bunaken
Pantai Pasir Putih Siladen
Pendakian Hutan Lindung-Pulau Manado
Tua
Gunung Tumpa
Air Terjun Kima
Pantai Malalayang

2. Daya Tarik Wisata Budaya dan Buatan


1. Gereja Katolik Katedral Hati Tersuci Maria Manado.
Tempat ibadah yang indah dan megah ini di kalangan
masyarakat Manado
dikenal
dengan
sebutan
Gereja
Katedral.
Bangunannya berdiri kokoh di atas lahan seluas 2000 meter persegi. Pertama
kali dibangun pada tahun 1932 dan ditahbiskan pada bulan Mei 1933. Saat
itu sebutannya bukan Gereja Katolik Katedral, tapi Gereja Katolik Manado.
Katedral ini memiliki gaya arsitektur bangunannya merupakan gabungan
atau campuran dari 3 (tiga) arsitektur dunia, yaitu Byzantium,
Romanesque dan Gothic. Langgam atau gaya arsitektur gothic merupakan
puncak arsitektur Gereja Katolik. Arsitektur langgam gothic memiliki filosofi
istana Surga, yaitu bangunan gedung gereja dibuat seperti istana yang
megah dan menjulang tinggi ke langit (http://manadokota.go.id).
2. Klenteng Ban Hin Kiong,
Klenteng Ban Hin Kiong dibangun pada tahun 1819 dan merupakan
klenteng tertua di Kota Manado. Terletak di kampung Cina di Jl. DI Panjaitan.
Kata Klenteng bukan berasal dari bahasa Tionghoa, tetapi merupakan bunyi
suatu instrumen sembahyang, yang berbentuk seperti lonceng genta, yang
mengeluarkan bunyi teng. Dari bunyi teng inilah kata Klenteng (Temple)
berasal. Sedangkan Ban Hin Kiong berasal dari bahasa Tionghoa. Ban artinya
banyak, Hin artinya berkat yang melimpah atau kelimpahan berkat, dan
Kiong artinya istana. Jadi, Ban Hin Kiong artinya istana/rumah atau tempat
ibadah yang kelimpahan banyak berkat.
Setiap tahun pada bulan Februari, areal di sekitar 3 (tiga) Klenteng ini
dipadati dan disesaki puluhan ribu manusia. Orang-orang tampak menyemut
menyaksikan arak-arakan peserta pawai Cap Go Meh yang menampilkan
berbagai atraksi memukau, yang ditampilkan setiap tahun dalam rangka hari
raya Imlek. Pada saat pelaksanaan pawai Cap Go Meh, di kampung Cina
terutama lokasi di sekitar 3 (tiga) Klenteng yang berdekatan berubah
menjadi lautan manusia. Puluhan ribu orang datang untuk menyaksikan dari
dekat prosesi Goan Siau atau Cap Go Meh, yang diikuti oleh seluruh Klenteng
di Kota Manado. Masing-masing klenteng mengutus peserta festival untuk
berparade di sepanjang kawasan kampung Cina. Pada saat pelaksanaan
festival Cap Go Meh, budaya-budaya di Minahasa juga ikut berpartisipasi. Di
depan parade misalnya ditempatkan tari dan musik tradisional Minahasa
seperti tari kabasaran, musik bambu, dan musik Bia (kerang) ikut berbaur
bersama parade etnis Cina yang tampil dengan ornamen dan pakaian khas
(http://manadokota.go.id).

- 105 -

3. Makam Ratu Sekar Kedaton.


Makam permaisuri dan putra mahkota yang dibuang oleh
Pemerintahan Hamengkubuwono VII ini berada di samping persekolahan
Yayasan Eben Haezar Manado, Jl. Diponegoro, Kelurahan Mahakeret Timur,
Kecamatan Wenang. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di tempat ini,
adalah melihat dan mengenal sejarah Keluarga Hamengkubuwono V.
Berjarak sekitar 700 meter dari pusat Kota (Pasar 45/Taman Kesatuan
Bangsa) Manado dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dengan
menggunakan transportasi darat, atau bisa juga jalan kaki sambil menikmati
pemandangan dan udara sejuk kota Manado (http://manadokota.go.id).
4. Bukit kasih
Bukit Kasih berada di desa kanonang atau sekitar 55 km dari pusat Kota
Manado. Bukit Kasih merupakan simbol kerukunan beragama di Manado. Di
bukit ini terdapat rumah ibadah dari lima agama di Indonesia. Di dekat pintu
masuk terdapat Tugu Toleransi, sebuah monumen berbentuk segi lima yang
di setiap sisinya terdapat simbol masing-masing agama dengan kutipan ayat
dari kitab sucinya.
5. Museum Negeri Sulawesi Utara
Museum ini terletak di Jl. WR. Supratman Kota Manado. Di museum ini
terdapat miniatur rumah adat, pakaian adat, alat menangkap ikan, peralatan
rumah tangga, sampai benda peninggalan pahlawan daerah. Total ada sekitar
2.810 buah koleksi. Di museum ini kita juga dapat melihat budaya asli
masyarakat Manado yaitu suku Minahasa.
6. Kawasan Kuliner Wakeke
Jalan Wakeke merupakan salah satu pusat kuliner tradisional di
Manado. Di kawasan yang mempunyai panjang kurang lebih 1 Km ini,
wisatawan dapat menikmati berbagai kuliner tradisional khas Manado atau
Sulawesi Utara. Tinutuan merupakan makanan tradisional yang paling
populer di kawasan ini. bubur yang dicampur dengan aneka macam sayurmayur ini menjadi primadona bagi wisatawan maupun penduduk lokal untuk
sarapan di pagi hari.

- 106 -

Gambar 5.3. Kawasan Wisata Kuliner Wakeke


Sumber: hasil Observasi Penelitian

7. Ragam Wisata Kuliner


Kota Manado sangat kaya dengan wisata kuliner lokal. Mulai dari yang
berbahan dasar kelapa seperti Klappertaart, kemudian ada Tinutuan atau
bubur tradisional manado yang merupakan perpaduan berbagai macam
sayur-mayur, ada juga pisang goreng sambal, kemudian yang berbahan dasar
ikan laut seperti ikan woku belanga, ikan rica-rica, cakalang fufu, (cakalang
asap), mie cakalang, dan nasi kuning seroja.
8. Kawasan Boulevard
Terletak di sepanjang jalan Piere Tendean, kawasan ini merupakan
landmark yang juga merupakan tempat berkumpul anak-anak muda Kota
Manado. Di kawasan ini terdapat mall dan pusat perbelanjaan. Pada malam
hari kawasan ini menjadi pusat kuliner, disini banyak terdapat caf, restoran,
dan tempat-tempat makanan yang menyajikan makanan khas Manado. Daftar
lengkap daya tarik wisata budaya dan buatan Kota Manado dapat dilihat
pada tabel berikut:

- 107 -

Tabel 5.2. Daya Tarik Wisata Budaya dan Buatan Kota Manado
No
Lokasi
1
Jl. Asia Afrika (Kampung Cina)
2
Kayuwatu
3
Komo Dalam
4
Komo Luar
5
Pusat Kota
6
Ranotana
7
Komo Luar
8
Kelurahan Bahu
9
Kelurahan Bahu
10 Jl. Ahmad Yani Sario
11 Jl. Piere Tendean
12 Pusat Kota
13 Kelurahan Pakowa
14 Komplek Gereja Sentrum, Pusat Kota
15 Komplek Kubur Teling
16 Malalayang Barat n
17 Malalayang I
18 Malalayang I
19 Tikala Ares
20 Jl. Rike
21 Kel. Titiwungen
22 Dendengan Luar
23 Singkil
Sumber: BPS Kota Manado, 2015

Daya tarik
Klenteng Ban Hin Kiong
Lapangan Golf Kayuwatu
Museum Provinsi
Tugu Toar Lumimuut
Tugu Pendaratan Batalion Worang
Tugu Sam Ratulangi
Tugu Walanda Maramis
Tugu Wolter Monginsidi
Tugu Piere Tendean
Gelanggang Sario
Boulevard
Teater Terbuka Dotu LolonglasutTKB
Taman Budaya
Tugu Perang Dunia II
Tugu Tentara Jepang
Situs Budaya Batu Kounga
Situs Batu Buaya
Situs Batu Niopo
Situs Batu Sumanti
Veld Box
Veld Box
Veld Box
Goa Jepang

5.1.2 Potensi Amenitas (Infrastruktur Pendukung Pengembangan


Wisata Syariah: Jumlah Hotel, Resto/Kuliner)
1. Masjid (Tempat Ibadah)
Kota Manado merupakan kota yang memiliki motto torang samua
basudara yang berarti kita semua bersaudara. Motto tersebut yang membuat
kerukunan umat beragama di Manado tetap terjaga dengan baik sampai
sekarang. Meski Islam bukan agama mayoritas masyarakat Manado, bukan
berati daerah tersebut tidak mempunyai potensi untuk dikembangkan
menjadi destinasi wisata halal atau syariah. Secara umum penduduk Kota
Manado menganut enam agama dengan distribusi sebagai berikut:
Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut
NO
AGAMA
1 Islam
2 Kristen
3 Katolik
4 Hindu
5 Budha
6 Konghucu
Sumber : BPS Kota Manado, 2012

JUMLAH
128.483
254.912
20.603
692
2.244
499

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Islam merupakan agama terbesar kedua
- 108 -

di Manado dengan jumlah penganut mencapai 128.483 orang atau 31,53% dari
total penduduk Kota Manado. Dengan jumlah penganut terbesar kedua, maka
jumlah tempat ibadah umat Islam atau masjid menjadi salah satu infrastruktur
amenitas penting dalam mengembangkan Manado sebagai destinasi wisata
syariah. Menurut data Kanwil Kementerian Agama, distribusi tempat ibadah di
Kota Manado sebagai berikut:
Tabel 5.4. Jumlah Tempat Ibadah Di Manado
NO
Tempat Ibadah
1
Masjid
2
Mushola
3
Gereja Protestan
4
Gereja Katolik
5
Pura
6
Vihara
Sumber : Kanwil Departemen Agama Kota Manado, 2013

JUMLAH
187
39
21
523
3
18

2. Akomodasi dan Usaha Pariwisata Lainnya


Manado memiliki amenitas akomodasi, restoran dan jenis usaha
pariwisata lainnya sebagai pendukung dalam pengembangan wisata syariah.
Amenitas dan usaha pariwisata diantaranya terdiri dari hotel, jasa makanan
dan minuman, jasa perjalanan wisata, diving, penyelenggaraan kegiatan
hiburan dan rekreasi, dan SPA. Jumlah usaha penyedia jasa akomodasi yang
meliputi hotel dan tempat menginap lainnya s.d tahun 2015 berjumlah 119
yang terdiri dari hotel dengan klasifikasi bintang lima, bintang empat,
bintang tiga dan hotel non bintang. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.5. Jumlah Usaha Akomodasi Kota Manado
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

KLASIFIKASI
Hotel Bintang 5
Hotel Bintang 4
Hotel Bintang 3
Hotel Bintang 2
Hotel Bintang 1
Hotel Non Bintang
Penginapan Remaja
Pondok Wisata
TOTAL
Sumber: BPS Kota Manado, 2015

JUMLAH
3
6
8
102
119

JUMLAH KAMAR
561
838
483
2.221
4.103

Untuk usaha jasa penyedia makanan dan minuman, pada tahun 2015
sebanyak 417 unit usaha yang terdiri dari restoran sebanyak 114 unit dan

- 109 -

rumah makan sebanyak 303 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.6. Jumlah Usaha Restoran dan Rumah Makan Kota Manado
NO

KLASIFIKASI

JUMLAH

Restoran

114

Rumah Makan

303
TOTAL

417

Sumber: Dinas Pariwisata Kota manado, 2015

Selain hotel dan restoran juga terdapat usaha pariwisata lainnya di Kota
Manado, yang meliputi usaha hiburan, karaoke, jasa perjalanan wisata
(BPW), operator diving dan SPA dan pijat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.7. Jumlah Usaha Pariwisata Lainnya
NO

KLASIFIKASI

JUMLAH

Hiburan

22

Karaoke

13

Jasa Perjalanan Wisata

157

Diving

22

Spa dan Pijat

81

Sumber: Dinas Pariwisata Kota manado, 2015

5.1.3. Potensi Aksesibilitas (Transportasi, Penerbangan, Informasi)


1. Transportasi
Hasil survei terhadap beberapa wisatawan yang berkunjung ke
Manado di Tahun 2015 menunjukkan bahwa aksesibilitas di Kota Manado
yang meliputi akses jalan menuju daya tarik wisata dinilai baik. Akses jalan di
Kota Manado terbagi menjadi tiga ketegori yaitu jalan negara, jalan provinsi
dan jalan kota. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.8. Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenang
NO

STATUS JALAN

PANJANG JALAN

Jalan Negara

46.40

Jalan Provinsi

40.4

Jalan Kota

540.68

Total

626.489

Sumber: BPS Kota Manado, 2014

- 110 -

Sarana transportasi dalam Kota Manado cukup lengkap dengan tersedianya


angkutan umum seperti angkot dan taksi. Taksi merupakan salah satu jenis
angkutan umum yang menjadi pilihan wisatawan untuk mobilitas selama
kunjungan di Kota Manado. Beberapa armada taksi yang beroperasi di
Mando dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.9. Banyaknya Angkutan Taksi Beroperasi di Manado
Sekitarnya Tahun 2014
No

Nama taksi

Jumlah unit

Blue Bird

250

Celebrity

46

Kokapura

48

Dian Taxi

51

Total

395

Sumber: BPS Kota Manado, 2015

2. Penerbangan
Maskapai domestik yang melakukan penerbangan dari dan ke Manado
adalah Garuda Indonesia, Lion air, Citilink, Batik air, Wing Air dan Sriwijaya
air. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.10. Penerbangan Domestik dari dan ke Manado
NO
1

MASKAPAI
Garuda Indonesia

RUTE
Jakarta-manado, Makassar-Manado, Bali-Manado,
Ternate-Manado, Balikpapan-Manado

Citilink

Jakarta-Manado, Makassar-Manado,

Lion Air

Jakarta-Manado, Makassar-Manado, Denpasar-Manado,


Ternate-Manado, Balikpapan-Manado

Batik Air

Jakarta-Manado

Sriwijaya Air

Jakarta-Manado, Denpasar-Manado, TernateManadoBalikpapan-Manado

Wings Air

Makassar-Manado, Ternate-Manado

Sumber: Diolah Dari Berbagai Sumber

5.1.4. Potensi Market Wisatawan (Jumlah Kunjungan Wisman Dan


Wisnus 3 5 Tahun Terakhir)
Kunjungan wisman dan wisnus ke Kota Manado periode 2010 2014
mengalami pertumbuhan yang cukup fluktuatif. Untuk angka kunjungan
wisman mengalami lonjakan sebesar 206,36% pada tahun 2011. Tetapi
trend-nya terus menurun s.d tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 56,54%. Kunjungan wisnus mengalami lonjakan tertinggi pada tahun
- 111 -

2012 sebesar 22,31% tetapi trend-nya juga terus menurun dengan rata-rata
pertumbuhan 6,97%.
Tabel 5.11. Pertumbuhan Wisman dan Wisnus Kota Manado
TAHUN

WISMAN

PERT (%)

WISNUS

PERT (%)

2010

13,678

2011

41,904

206.36

510,493

-4.98

2012

50,120

19.61

624,387

22.31

2013

50,197

0.15

682,231

9.26

2014

50,210

0.03

691,120

1.30

537,237

Sumber: BPS Kota Manado, 2015 (diolah)

Kunjungan wisman ke Manado melalui pintu masuk Bandara Sam Ratulangi


selama periode 2010 2014 terus menunjukkan trend menurun dengan ratarata pertumbuhan sebesar -3,64%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5.12. Kunjungan Wisman Melalui Bandara Sam Ratulangi
TAHUN

JUMLAH KUNJUNGAN

PERTUMBUHAN (%)

2010

20,220

2011

20,074

-0.72

2012

19,111

-4.80

2013

19,917

4.22

2014

17,279

-13.24

Sumber: Kemenpar, 2015 (diolah)

5.1.5. Dampak Pariwisata (terhadap PAD/tenaga kerja/masyarakat)


1. Sumbangan Pariwisata Terhadap PDRB Kota Manado
Secara spesifik terdapat kesulitan untuk menghitung berapa besar
sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Manado. Hal ini
disebabkan belum terincinya bidang-bidang usaha pariwisata dalam
perhitungan PDRB di Kota Manado. Data yang terdapat pada BPS Kota
Manado hanya menghitung PDRB dari usaha rumah makan dan jasa
akomodasi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

- 112 -

Tabel 5.13. PDRB Penyedia Akomodasi dan makan Minum Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kota Manado Tahun
2012 2014
NO

USAHA
2012
717.228,2
235.590,9
952.819,1

1
2

Penyedia Akomodasi
Penyediaan Makan Minum
Total
Sumber: BPS Kota Manado, 2015

TAHUN
213
806.171,7
249.558,9
1.055.730,5

2014
929.934,5
284.133,0
1.214.067,5

2. Tenaga Kerja
Menurut tabel penduduk Kota Manado berumur 15 tahun keatas yang
bekerja menurut jenis kelamin dan lapangan kerja, usaha rumah makan dan
jasa akomodasi ketika digabung dengan perdagangan menyumbang sebesar
59.686 tenaga kerja. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan
sektor-sektor usaha lainnya seperti pertanian, pertambangan, listrik dan
konstruksi. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.14. Penduduk Kota Manado Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja
Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun
2014
No
(1)
1

Uraian

(2)
Pertanian, Perkebunan,
kehutanan, Perburuan dan
Perikanan
2
Pertambangan dan
Penggalian
3
Industri
4
Listrik Gas, Air
5
Konstruksi
6
Perdagangan, Rumah
Makan dan Jasa Akomodasi
7
Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi
8
Keuangan, Real Estate,
Persewaan&Jasa Perusahaan
9
Jasa Kemasyarakatan,
Sosial&Perorangan
Sumber: BPS Kota Manado, 2015

Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
(3)
(4)
5.218
765

Jumlah
(5)
8.983

5.362
18.263
27.784

1.930
31.985

7.292
18.263
59.686

18.559

1.615

20.174

7.837

2.084

9.921

24.975

22.045

47.020

Ketika dihitung per jenis usaha pariwisata seperti hotel, restoran, rumah
makan, hiburan, karaoke, jasa perjalanan wisata, dining/wisata tirta, dan SPA
dan pijat jumlah tenaga kerja sebanyak 5.394 orang. Rinciannya dapat dilihat
pada tabel berikut:

- 113 -

Tabel 5.15. Jumlah Tenaga Kerja Bidang Pariwisata Kota Manado


No
1
2
3
4
5
6
7
8

Usaha

Hotel
Restoran
Rumah Makan
Hiburan
Karaoke
Jasa Perjalanan Wisata
Diving/Wisata Tirta
SPA dan Pijat
Total
Sumber: BPS dan Dinas Pariwisata Kota Manado, 2015

Jumlah
2.687
559
774
230
568
57
519
5.394

5.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Manado Terkait Pariwisata


Kebijakan daerah yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan
di Manado merujuk pada Peraturan Daerah (PERDA) yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Provinsi (pemprov) Sulawesi Utara. Ada beberapa PERDA terkait
Pariwisata, yaitu PERDA tentang Kawasan Bunaken, dan PERDA mengenai
Rencana Tata Ruang Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2000, Pemprov
Sulawesi Utara megeluarkan Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2000
tentang Pungutan Masuk Pada Kawasan Taman Nasional Bunaken. Peraturan
ini bertujuan untuk menghasilkan pendapatan asli daerah dengan membuat
pungutan masuk Taman Nasional Bunaken bagi para wisatawan baik
domestik mau mancanegara.
Selanjutnya pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara
membuat peraturan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014-2034. Salah satu tujuan tata
ruang dalam peraturan ini adalah meningkatkan potensi, sumber daya,
aksesibilitas pemasaran produksi dan kualitas sumberdaya manusia di
bidang kelautan, perikanan, pariwisata dan pertanian. Dengan
dikeluarkannya PERDA tersebut, pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sangat
memperhatikan kepariwisataan dengan membuat fasilitas dan tata ruang
guna menunjang kepariwisataan di Provinsi Sulawesi Utara.
(https://www.pu.go.id).

- 114 -

5.2 Hasil Penelitian Manado


Pengumpulan data Penelitian Kajian Pengembangan Wisata Syariah di
Manado dilakukan dengan tiga cara yaitu survei atau pengumpulan data
dengan kuesioner, Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara. Survei
dengan penyebaran kuesioner dilaksanakan terhadap 100 responden yang
terdiri dari wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Manado dari
tanggal 28 Oktober s.d 1 November 2015. Survei dilaksanakan di beberapa
daya Tarik wisata di Kota Manado seperti: Pantai Paal, Pantai Batu Nona,
Pantai Malalayang, Pelabuhan Bunaken, Gunung Kakewang, Bukit kasih, dan
tempat penjualan souvenir di Kota Manado.
5.2.1 Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden

Gambar 5.4. Kebangsaan Responden (N=100)


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Dari aspek kebangsaan (nationality), seluruh responden berkebangsaaan


Indonesia.

- 115 -

Gambar 5.5. Asal Responden


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Dari aspek domisili (asal responden) cukup beragam. Hasil survei


menunjukkan responden berasal dari 23 provinsi di Indonesia. Lima provinsi
berasal dari Pulau Jawa, lima provinsi berasal dari Pulau Sulawesi, provinsi
lainnya berasal dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua. Lima
besar berasal dari DKI Jakarta dengan 22%, disusul Sulawesi Selatan dengan
12%, Jawa Timur dengan 9%, Sulawesi Tengah dan D.I Yogyakarta masingmasing menyumbang sebanyak 8%.

- 116 -

Untuk variabel jenis kelamin, didominasi laki-laki sebesar 57% dan


perempuan sebesar 43%.

Gambar 5.6. Usia dan Jenis


Kelamin Responden (N=100)
Sumber: Hasil penelitian, 2015

Usia responden cukup beragam. 33% berusia antara 26-35 tahun, 24%
responden berusia 36-45 tahun, 18% responden berusia 15-25 tahun, 10%
berusia 46-55 tahun, 7% berusia 56-65 tahun dan 8% responden tidak
memberikan jawaban.

Gambar 5.7. Tingkat Pendidikan Responden (N=100)


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Hasil survei menunjukkan 44% responden berpendidikan sarjana (S1), 40


responden berpendidikan SMA, 3% responden berpendidikan master (S2)
dan 12% responden tidak menjawab.

- 117 -

Gambar 5.8. Pekerjaan Utama Responden (N=100)


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Pekerjaan utama responden cukup beragam. 33% responden merupakan


PNS, 30% merupakan pelajar/mahasiswa, professional/swasta sebanyak
25%, ibu rumah tangga 6%, TNI/POLRI sebanyak 4% dan pensiunan
sebesar 2%. Besarnya jumlah responden yang berprofesi PNS berkaitan
erat dengan berlaku efektifnya APBN 2015 mulai pertengahan tahun 2015.
Hal tersebut membuat aktivitas MICE terutama untuk meeting yang
melibatkan stakeholder di bidang pariwisata. Manado merupakan salah satu
kota di Indonesia, khususnya di Sulawesi Utara yang banyak memiliki venue
MICE yang cukup representatif, sehingga dipilih sebagai lokasi kegiatan.
5.2.2 Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiapan Destinasi Wisata Syariah
di Manado
1. Daya Tarik Wisata Manado
Enam pertanyaan untuk menguji kesiapan tarik wisata Manado sebagai
destinasi wisata syariah dari persepsi wisatawan yang berkunjung.
Pertanyaannya sebagai berikut:
Apakah Manado memiliki daya tari wisata:
a. Yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan.
b. Berbagai produk seperti wisata belanja, kuliner, sightseeing, atraksi
budaya dll.
c. Makanan dan minuman halal di destinasi wisata mudah diperoleh.
d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan dengan
kaidah syariah.
e. Yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan
sarana bersuci memadai di destinasi wisata.

- 118 -

f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan


baik.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Manado memiliki DTW meliputi wisata alam, wisata budaya dan
wisata buatan
Untuk pertanyaan pertama distribusi frekuensi jawaban responden
seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.9. Persepsi Terhadap Jenis DTW


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

70% responden menjawab baik, 15% menjawab sangat baik dan 15%
sisanya menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 400. Jadi untuk
pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 5.10. Skor Persepsi Terhadap DTW


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 119 -

b. Manado Memiliki Berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner,


Sightseeing, Atraksi Budaya
Untuk pertanyaan kedua berkaitan dengan atraksi wisata di Manado,
distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.11. Persepsi Terhadap Atraksi/Produk WIsata Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

77% responden menjawab baik, 7% menjawab sangat baik dan 7%


menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan kedua dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 391. Jadi untuk pertanyaan
kedua berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.12. Skor Terhadap Atraksi/Produk WIsata


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

c. Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Mudah Diperoleh

- 120 -

Untuk pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan


halal di destinasi wisata, distribusi frekuensi jawaban responden sebagai
berikut:

Gambar 5.13. Persepsi Terhadap Kemudahan Memperoleh Makanan dan


Minuman Halal di Destinasi Wisata
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

67% responden menjawab baik, 23% menjawab netral, 6% menjawab tidak


baik dan 4% manjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan kedua
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 369. Jadi untuk
pertanyaan kedua berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat gambar
berikut:

Gambar 5.14. Skor Persepsi Terhadap Kemudahan Memperoleh Makanan


dan Minuman Halal di Destinasi Wisata
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 121 -

d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan


dengan kaidah syariah
Pertanyaan keempat berkaitan dengan seni dan budaya yang
dipertontonkan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar berikut:

Gambar 5.15. Persepsi Terhadap Pertunjukan Seni Budaya di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

52% menjawab baik, 43% menjawab netral dan 5% menjawab sangat baik.
Skoring jawaban pada pertanyaan keempat dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 362. Jadi untuk pertanyaan kedua berada pada
kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.16. Skor Persepsi Terhadap Pertunjukan Seni Budaya di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 122 -

e. Manado memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan


suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di
destinasi wisata
Pertanyaan kelima berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah yang
layak di daya tarik wisata. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar berikut:

Gambar 5.17. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di DTW


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

68% responden menjawab baik, 18% menjawab netral, 10% menjawab tidak
baik dan 4% menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan
kelima dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 366, atau
berada berada pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
Manado memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak
dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di
destinasi wisata

SKOR

366

100

180

260

340

420

500

Gambar 5.18. Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di DTW


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 123 -

f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga


dengan baik
Pertanyaan keenam berkaitan dengan sanitasi pada destinasi wisata di
Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:

Gambar 5.19. Persepsi Terhadap Sanitasi DTW


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

75% responden menjawab baik, 21% manjawab netral, 3% menjawab sangat


baik dan 1% menjawab tidak baik. Skoring jawaban pada pertanyaan kelima
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 380, atau berada berada
pada kategori baik.
Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga
dengan baik

SKOR

380

100

180

260

340

420

500

Gambar 5.20. Skor Persepsi Terhadap Sanitasi DTW


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Distribusi frekuensi jawaban untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan


dengan daya tarik wisata di Manado: Jawaban baik sebanyak 68%, netral
- 124 -

sebanyak 23%, sangat baik sebanyak 6%, tidak baik 3% dan sangat tidak baik
0%.

Gambar 5.21. Akumulasi Persepsi Terhadap DTW Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 2286, atau


berada berada pada kategori baik.

Gambar 5.22. Skor Akumulasi Persepsi Terhadap DTW Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Nilai yang tinggi untuk kategori baik (2268) menunjukkan bahwa dari
persepsi wisatawan yang berkunjung ke Kota Manado, sebagian besar
menilai Manado dari aspek daya tarik wisata siap menjadi destinasi wisata
syariah atau tujuan bagi wisatawan yang beragama Islam (muslim). Jika
dilihat dari aspek demografi responden yang 44% diantaranya

- 125 -

berpendidikan sarjana (S1), maka jawaban yang diberikan cukup rasional


meski hanya pada tataran persepsi. Hal ini bisa dimaklumi karena bagi
sebagian masyarakat muslim yang berwisata belum memahami sepenuhnya
mengenai konsep wisata syariah. Bagi sebagian responden, ketika pada suatu
destinasi atau daya tarik wisata terdapat tempat ibadah (mushola) mereka
menganggap bahwa destinasi tersebut telah memenuhi kriteria wisata
syariah, terlepas dari kondisinya layak atau tidak. Padahal konsep wisata
syariah tidak sesederhana itu. Kelayakan tempat ibadah dapat dinilai dari
kebersihannya dan harus dilengkapi dengan ketersediaan air yang cukup
sebagai sarana bersuci (ablution).
Dalam hukum Islam, status wisatawan yang melakukan perjalanan
(traveling) dapat dikategorikan sebagai musafir. Hal ini memudahkan mereka
dalam melaksanakan ibadah (sholat), karena boleh menjamak atau
menggabungkan 2 waktu sholat dalam satu waktu dan bahkan boleh
meringkas (qasar) jumlah rekaatnya. Sehingga jika di lokasi wisata tidak
terdapat tempat ibadah yang dilengkapi dengan sarana bersuci yang layak,
mereka bisa menunda terlebih dahulu sampai tiba kembali di hotel atau
penginapan. Hal ini membuat persyaratan adanya tempat ibadah di daya
tarik wisata menjadi standar minimal dalam persepsi wisatawan. Ketika
sudah terpenuhi secara fisik akan dianggap baik dan destinasi tersebut sudah
memenuhi kriteria syariah.
.
2. Akomodasi Wisata Syariah di Manado
Untuk kategori akomodasi wisata syariah terdapat 5 pertanyaan.
a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap
lainnya.
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan
bisnis.
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap
lainnya
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan pada destinasi
wisata di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar berikut:

- 126 -

Gambar 5.23. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di Hotel


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

75% responden menjawab baik, 14% responden menjawab netral dan 11%
menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 397, atau berada berada pada
kategori baik.

Gambar 5.24. Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan


Tempat Ibadah di Hotel
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 127 -

b. Tersedia Sarana Bersuci Yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap


Lainnya

Gambar 5.25. Skor Persepsi Terhadap Kelayakan Sarana Bersuci di Hotel


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

81% responden menjawab baik, 10% responden menjawab sangat baik, 8%


responden menjawab netral dan 1% yang menjawab tidak baik. Skoring
jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 400, atau berada berada pada kategori baik.

Gambar 5.26. Skor Persepsi Terhadap Kelayakan Sarana Bersuci di Hotel


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat


menginap lainnya.
- 128 -

Pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan dan


minuman halal di akomodasi di Manado. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.27. Persepsi Terhadap Ketersediaan Makanan Halal di Hotel


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

82% responden menjawab baik, 9% responden menjawab sangat baik, 7%


responden menjawab netral, dan 2% menjawab tidak baik. Skoring jawaban
pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 398, atau berada berada pada kategori baik.

Gambar 5.28. Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan


Makanan Halal di Hotel
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 129 -

d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan


keperluan bisnis
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan suasanan hotel atau tempat
menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti
pada gambar berikut:

Gambar 5.29. Persepsi Terhadap Suasana Hotel di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

81% responden menjawab baik, 12% responden menjawab sangat baik dan
7% responden menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga
dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 405, atau berada
berada pada kategori baik.

Gambar 5.30. Skor Persepsi Terhadap Suasana Hotel di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 130 -

e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik


Pertanyaan ketiga berkaitan dengan sanitasi (kebersihan) hotel atau
tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban
responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.31. Persepsi Terhadap Sanitasi Hotel di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

82% responden menjawab baik, 12% menjawab sangat baik dan 5%


menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 408, atau berada berada pada
kategori baik.

Gambar 5.32. Skor Persepsi Terhadap Sanitasi Hotel di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 131 -

Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok


pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Kota Manado
seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.33. Akumulasi Persepsi Terhadap Akomodasi di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban baik sebesar 80%, sangat baik 11%, netral 8% tidak baik 1% dan
sangat tidak baik 0%. Skoring dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 2008, atau berada berada pada kategori baik.

Gambar 5.34. Skor Persepsi Terhadap Akomodasi di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Hal tersebut menunjukkan bahwa menurut persepsi responden, usaha


penyedia jasa akomodasi dalam hal ini hotel telah siap menjadi
penyelenggara wisata syariah di Kota Manado. Seperti halnya pada kelompok
pertanyaan pertama mengenai DTW, responden juga belum memahami

- 132 -

kriteria hotel yang sesuai dengan wisata syariah. Atau jawaban dalam
kategori baik tersebut merupakan bentuk dukungan wisatawan terhadap
pengembangan hotel di Kota Manado menjadi hotel yang menerapkan
prinsip-prinsip syariah. Hasil FGD, observasi dan wawancara menunjukkan
bahwa belum ada hotel di Manado yang mempunyai status syariah baik hilal
satu maupun hilal dua. Bahkan belum ada restoran hotel di Manado yang
mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.
3. Usaha Penyedia Makanan dan Minuman di Manado
Untuk variable yang berkaitan dengan restoran atau usaha penyediaan
makanan dan minuman terdapat 2 pertanyaan sebagai berikut:
c. Terdapat Restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang
terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI.
d. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan
dan minuman terjaga dengan baik.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Terdapat restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang
terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI
Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan restoran dengan
serttifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Distribusi frekuensi
jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.35. Persepsi Terhadap Ketersediaan Restoran Halal di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

62% responden menjawab netral, 27% responden menjawab siap, 7%


responden menjawab sangat tidak siap, 2% responden menjawab sangat siap

- 133 -

dan 2% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert


menghasilkan nilai 315, atau berada berada pada kategori netral.

Gambar 5.36.

Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan Restoran Halal di


Manado

Sumber: Hasil Penelitian, 2015

b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa

makanan dan minuman terjaga dengan baik


Pertanyaan kedua untuk menguji kesiapan restoran dari aspek sanitasi
atau kebersihan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada
gambar berikut:

Gambar 5.37. Persepsi Terhadap Sanitasi Restoran di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

60% responden menjawab netral, 31% responden menjawab siap, 8%


responden menjawab sangat siap, 1% responden menjawab tidak siap dan

- 134 -

0% responden menjawab sangat tidak siap. Skoring dengan menggunakan


skala Likert menghasilkan nilai 346, atau berada berada pada kategori netral.
skor bisa dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.38. Skor Persepsi Terhadap Sanitasi Restoran di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok


pertanyaan yang berkaitan dengan restoran dan usaha penyedia jasa
makanan dan minuman di Kota Manado seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.39. Persepsi Terhadap Restoran di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban netral sebesar 61%, jawaban siap sebesar 29%, jawaban sangat siap
sebesar 5%, sangat tidak siap 4% dan tidak siap 1%. Skoring dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 661, atau berada berada pada
kategori netral.

- 135 -

Gambar 5.40. Skor Persepsi Terhadap Restoran di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

4. SPA, Sauna dan Massage di Manado


Kelompok pertanyaan keempat untuk menguji kesiapan usaha SPA,
sauna dan massage di Manado. Terdapat 4 pertanyaan sebagai berikut:
a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk
pelanggan wanita.
b. Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan
pornografi.
c. Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk
turunannya.
d. Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA, sauna
dan massage.
Hasil survei sebagai berikut:
b. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk
pelanggan wanita
Pertanyaan pertama untuk menguji terapis pada usaha SPA atau
massage, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:

Gambar 5.41. Persepsi Terhadap Terapis SPA di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 136 -

52% responden menjawab netral, 19% responden menjawab sangat tidak


siap, 15% menjawab siap, 8% menjawab sangat siap dan 6% menjawab tidak
siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 287, atau
berada berada pada kategori netral.

Gambar 5.42. Persepsi Terhadap Terapis SPA di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

c. Praktik SPA, sauna, massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan


pornografi
Pertanyaan kedua untuk menguji apakah praktik SPA mengandung
unsur pornografi atau pornoaksi. Distribusi jawaban responden seperti pada
gambar berikut:

Gambar 5.43. Persepsi Terhadap Praktik SPA Mengandung Unsur Pornografi


Atau Pornoaksi.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

46% responden menjawab netral, 31% menjawab sangat tidak siap, 11%
menjawab tidak siap, 6% sangat siap, 5% siap dan 1% tidak menjawab.
Skoring jawaban dengan skal Likert menghasilkan nilai 241 atau berada pada
kategori tidak siap. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:

- 137 -

Gambar 5.44. Skoring Persepsi Terhadap praktik SPA Mengandung Unsur


Pornografi Atau Pornoaksi.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

d. Praktik SPA, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Yang Halal dan


Tidak Terkontaminasi Babi dan Produk Turunannya
Pertanyaan ketiga untuk menguji bahan-bahan yang dipergunakan
dalam praktik SPA, sauna atau massage. Distribusi frekuensi jawaban
responden sebagai berikut:

Gambar 5.45. Persepsi Terhadap Praktik SPA Menggunakan Bahan Halal


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

48% responden menjawab netral, 30% menjawab siap, 7% responden


menjawab sangat siap 7% tidak siap, 7% sangat tidak siap dan 1% tidak
menjawab. Skoring jawaban dengan skal Likert menghasilkan nilai 320 atau
berada pada kategori netral.

- 138 -

Gambar 5.46. Skoring Persepsi Terhadap Praktik SPA Menggunakan


Bahan Halal
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
e. Tersedia Sarana yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat SPA,
Sauna, dan Massage
Pertanyaan keempat untuk menguji ketersediaan tempat ibadah pada
tempat SPA, sauna atau massage. Distribusi jawaban responden seperti
pada gambar berikut:

Gambar 5.47. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat ibadah


di Tempat SPA
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

37% responden menjawab netral, 25% menjawab tidak siap, 18% menjawab
sangat tidak siap, 12% menjawab siap, 7% menjawab sangat siap dan 1%
tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 262 atau pada kategori netral.

- 139 -

Gambar 5.48. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat ibadah di


Tempat SPA
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok


pertanyaan yang berkaitan dengan SPA, sauna dan massage di Kota Manado
dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.49. Persepsi Praktik SPA di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban netral sebesar 46%, jawaban sangat tidak siap sebesar 19%,
jawaban siap sebesar 15%, tidak siap 12%, sangat siap 7% dan tidak
menjawab 1%. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai
1110, atau berada berada pada kategori netral.

Gambar 5.50. Total Skoring Persepsi Praktik SPA di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 140 -

5. Biro Perjalanan Wisata Syariah di Manado


Kelompok pertanyaan kelima untuk menguji kesiapan Biro Perjalanan
Wisata di Manado. Terdapat tiga pertanyaan sebagai berikut:
d. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah.
e. Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi
pariwisata syariah.
f. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai
dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman
pariwisata syariah.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Menyediakan Paket Wisata yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata
Syariah
Pertanyaan pertama untuk menguji ketersediaan paket wisata syariah.
Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:

Gambar 5.51. Persepsi Terhadap Paket Wisata Yang Sesuai Dengan Kriteria
Pariwisata Syariah
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

38% responden menjawab siap, 34% menjawab netral, 15% menjawab tidak
siap, 11% menjawab sangat tidak siap, 1% menjawab sangat siap dan 1%
menjawab tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 300 atau pada ketegori netral.

Gambar 5.52. Skoring Persepsi Terhadap Paket Wisata Yang Sesuai Dengan
Kriteria Pariwisata Syariah
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 141 -

b. Perjalanan Wisata Syariah: Memiliki Daftar Akomodasi yang Sesuai


Dengan Panduan Umum Akomodasi Pariwisata Syariah
Pertanyaan kedua berkaitan dengan daftar akomodasi syariah.
Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:

Gambar 5.53. Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Akomodasi


Pariwisata syariah
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

41% responden menjawab siap, 37% menjawab netral, 13% menjawab tidak
siap, 8% menjawab sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring
jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 300 atau pada
ketegori netral.

Gambar 5.54. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Akomodasi


Pariwisata syariah
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

c. Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan dan Minuman yang Sesuai


Dengan Panduan Umum Usaha Penyedia Makanan dan Minuman
Pariwisata Syariah
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan daftar usaha penyedia makanan
dan minuman. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:

- 142 -

Gambar 5.55. Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Penyedian Makanan


dan Minuman Halal di BPW
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

47% responden menjawab siap, 41% menjawab netral, 5% menjawab tidak


siap, 5% menjawab sangat tidak siap, 1% menjawab sangat siap dan 1%
tidak menjawab. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan
nilai 332 atau pada kategori netral.

Gambar 5.56. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Penyedian


Makanan dan Minuman Halal di BPW
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok


pertanyaan yang berkaitan BPW di Kota Manado seperti pada gambar
berikut:

Gambar 5.57. Persepsi BPW di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 143 -

Jawaban siap sebesar 42%, netral 37%, tidak siap 11%, sangat tidak siap 8%,
sangat siap 1% dan tidak menjawab 1%. Skoring dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 941 atau pada kategori netral.

Gambar 5.58. Total Skoring Persepsi Terhadap BPW di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

6. Pramuwisata
Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata
Kota Manado dengan 4 pertanyaan sebagai berikut:
e. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam
menjalankan tugas.
f. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab.
g. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika Islam.
h. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku.
Hasil survei sebagai berikut:
a. Pramuwisata Syariah memahami dan mampu melaksanakan nilainilai syariah dalam menjalankan tugas.
Pertanyaan pertama untuk menguji pemahaman pramuwisata terhadap
nilai-nilai syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperi pada
gambar berikut:

Gambar 5.59. Persepsi Terhadap Pemahaman Pramuwisata Terhadap NilaiNilai Syariah.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 144 -

52% responden menjawab baik, 26% menjawab sangat tidak baik, 15%
menjawab netral, 5% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat baik dan
1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala likert
menghasilkan nilai 294 atau pada kategori netral. Skor dapat dilihat pada
gambar berikut:

Gambar 5.60. Skoring Persepsi Terhadap Pemahaman Pramuwisata


Terhadap Nilai-Nilai Syariah.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

b. Pramuwisata Syariah berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan


bertanggungjawab
Pertanyaan kedua untuk menilai attitude dari pramuwisata di Kota
Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:

Gambar 5.61. Persepsi Terhadap Perilaku Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

51% responden menjawab baik, 19% menjawab netral, 17% menjawab


sangat tidak baik, 8% menjawab sangat baik, 4% menjawab tidak baik dan
1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 326 atau pada ketegori netral.

- 145 -

Gambar 5.62. Skoring Persepsi Terhadap Perilaku Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

c. Pramuwisata Syariah berpenampilan sopan dan menarik sesuai


dengan nilai etika islam
Pertanyaan ketiga untuk menilai penampilan dari pramuwisata di Kota
Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:

Gambar 5.63. Persepsi Terhadap Penampilan Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

49% responden menjawab baik, 40% menjawab netral, 9% menjawab sangat


baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 1% tidak menjawab. Skoring
jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 322 atau pada
ketegori netral.

Gambar 5.64. Persepsi Terhadap Penampilan Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 146 -

d. Pramuwisata Syariah memiliki kompetensi kerja sesuai dengan


standar profesi yang berlaku
Pertanyaan keempat untuk menilai kompetensi kerja pramuwisata di
Kota Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar
berikut:

Gambar 5.65. Persepsi Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

53% responden menjawab baik, 33% menjawab netral, 13% menjawab


sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan
skala Likert menghasilkan nilai 376 atau pada ketegori baik.

Gambar 5.66. Skoring Persepsi Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata


di Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 147 -

Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok


pertanyaan yang berkaitan dengan pramuwisata di Kota Manado seperti
pada gambar berikut:

Gambar 5.67. Persepsi Terhadap Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban baik sebesar 51%, netral 27%, sangat tidak baik 11%, sangat baik
8%, tidak baik 2% dan tidak menjawaba 1%. Skoring jawaban dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1358 atau pada ketegori
netral.

Gambar 5.68. Total Skoring Persepsi Terhadap Pramuwisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

7. Aksesibilitas
Hasil survei sebagai berikut:
a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal
Distribusi jawaban responden seperti pada gambar berikut:

- 148 -

Gambar 5.69. Persepsi Terhadap Akses Informasi Wisata Syariah di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

71% responden menjawab baik, 11% menjawab netral, 10% menjawab


sangat tidak baik, 4% menjawab tidak baik, 3% menjawab sangat baik dan
1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 350 atau pada ketegori baik.

Gambar 5.70. Skoring Persepsi Terhadap Akses Informasi Wisata Syariah di


Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

b. Objek wisata mudah dijangkau


Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.71. Persepsi Terhadap Keterjangkauan Obyek Wisata di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 149 -

81% responden menjawab baik, 11% menjawab sangat baik, 7% menjawab


netral, dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala
Likert menghasilkan nilai 400 atau pada ketegori baik.

Gambar 5.72. Skoring Persepsi Terhadap Keterjangkauan Obyek Wisata di


Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

c. Transportasi (darat, laut, udara) mudah dijangkau


Distribusi frekuensi jawaban responden untuk transportasi seperti
pada gambar berikut:

Gambar 5.73. Persepsi Terhadap Keterjangkauan Transportasi di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

77% responden menjawab baik, 13% menjawab sangat baik, 9% netral, 1%


tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert
menghasilkan nilai 400 atau pada ketegori baik.

- 150 -

Gambar 5.74. Skoring Persepsi Terhadap Keterjangkauan Transportasi di


Manado.
Sumber: Hasil Penelitian, 2015

d. Biaya transportasi sesuai standar


Distribusi frekuensi jawaban responden untuk biaya transportasi
seperti pada gambar berikut:

Gambar 5.75. Persepsi Terhadap Biaya Transportasi di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

73% responden menjawab baik, 16% menjawab netral, 10% menjawab


sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan
skala Likert menghasilkan nilai 390 atau pada ketegori baik.

Gambar 5.76. Skoring Persepsi Terhadap Biaya Transportasi di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 151 -

Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok


pertanyaan yang berkaitan dengan aksesibilitas di Kota Manado seperti pada
gambar berikut:

Gambar 5.77. Persepsi Terhadap Aksesibilitas di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

Jawaban baik sebesar 76%, netral 11%, sangat baik 9%, sangat tidak baik
2%, tidak baik 1% dan tidak menjawab 1%. Skoring jawaban dengan
menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1540 tau pada kategori baik.

Gambar 5.78. Total Skoring Persepsi Terhadap Aksesibilitas di Manado.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

8. PERTANYAAN TERBUKA
Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban,
kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut:
1. Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah

- 152 -

Gambar 5.79. Alasan Tidak Menggunakan BPW Syariah.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

100% responden menyatakan tidak menggunakan BPW syariah. Alasan


responden tidak menggunakan BPW syariah: 44% responden menyatakan
tidak mengetahui travel syariah, 16% menyatakan belum ada travel syariah,
14% menyatakan terbiasa menggunakan travel umum (non syariah) dan
11% menyatakan terbiasa traveling atau berwisata tanpa menggunakan
bantuan travel.
2. Apakah anda mengutamakan "halal" dalam melakukan perjalanan
wisata
100% responden menyatakan mengutamakan kehalalan dalam
melakukan perjalanan wisata. 75% responden menyatakan bahwa halal
sesuai dengan ajaran agama Islam, 9% menyatakan bahwa halal
menimbulkan rasa nyaman dalam perjalanan dan 3% karena di Manado
cukup sulit mencari makanan halal.

Gambar 5.80. Alasan Mengutamakan Halal dalam Berwisata.


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 153 -

3. Saran
Saran yang disampaikan responden terkait wisata syariah di Manado
cukup beragam dan dibagi menjadi sepuluh kategori. Yaitu yang berkaitan
dengan pengembangan wisata syariah, travel syariah, promosi dan publikasi,
sertifikasi halal, amenitas, aksesibilitas, pramuwisata, SPA, sanitasi
(kebersihan), dan harga. Peningkatan Amenitas yang paling disoroti adalah
ketersediaan toilet dan tempat berwudhu yang terpisah antara laki-laki dan
perempuan terutama di lokasi daya tarik wisata. Diperlukan pula sertifikasi
halal dari MUI untuk restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman
lainnya karena sertifikasi halal memberikan rasa nyaman bagi wisatawan
muslim. Saran lainnya berkaitan dengan praktik SPA yang harus sesuai
syariah.
Masalah promosi dan publikasi wisata syariah juga banyak disoroti
responden. Kurangnya informasi mengenai wista syariah membuat sebagian
responden tidak memahami implementasi teknis dari prinsip-prinsi syariah
dalam berwisata. Contoh mudah ketika ditanyakan mengenai travel syariah
44% responden menyatakan tidak tahu. Masalah kebersihan di lokasi daya
tarik wisata dan biaya transportasi yang sesuai dengan standar juga menjadi
permasalahan yang disoroti wisatawan yang menjadi responden.

Gambar 5.81. Saran Responden Terhadap Wisata Syariah di Manado


Sumber: Hasil Penelitian, 2015

- 154 -

5.2.3. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Kajian


Pengembangan Wisata Syariah di Manado
1. Terminologi Wisata Syariah
Hasil FGD dan wawancara menunjukkan bahwa penggunaan istilah
wisata syariah dinilai kurang tepat karena terkesan kaku dan kurang
menjual untuk menjadi branding pariwisata yang menyasar segmen
wisatawan muslim. Penggunaan kata syariah harus sangat hati-hati karena
berkaitan dengan pemberlakuan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini berlaku juga dalam praktik bisnis pariwisata. Apabila bisnis
pariwisata yang dijalankan berlandaskan syariah maka harus sungguhsungguh menegakkan hukum Islam.
Penggunaan istilah wisata halal atau halal tourism dinilai lebih tepat
karena lebih spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan wisatawan muslim
seperti kebutuhan akan sarana beribadah dan kebutuhan akan makanan dan
minuman halal. Istilah halal lebih disetujui karena langsung mengacu pada
produk/jasa dalam bisnis pariwisata seperti: halal food, halal restoran, halal
SPA, halal destination dan produk-produk pariwisata lainnya. Istilah halal
jelas menyasar wisatawan muslim sebagai pasar utama.
2. Kesiapan Destinasi (Daya Tarik Wisata)
Selain pembahasan mengenai terminologi, bahasan lain dalam FGD dan
wawancara adalah kesiapan Manado menjadi destinasi wisata syariah
dengan beberapa indikator utama yaitu: daya tarik wisata, hotel dan
restoran, biro perjalanan wisata dan pramuwisata dan SPA. Dari keempat
indikator tersebut disimpulkan bahwa Manado mempunyai potensi untuk
dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena mempunyai daya
tarik wisata yang lengkap baik nature based (Taman Laut Bunaken), culture
based (Bukit Kasih, Kawasan Kuliner Tinutuan) maupun man made based
(Kawasan Boulevard dan Pantai Malalayang). Potensi daya tarik tersebut
telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim friendly seperti
tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata. Wisatawan muslim tidak
terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah (sholat) selama melakukan
aktivitas wisata di Manado. Kendala mungkin terjadi untuk daerah-daerah
sekitar Manado seperti Tomohon dan Minahasa. Untuk mengukur kesiapan
daya tarik wisata di Manado sebagai destinasi wisata syariah masih
membutuhkan proses asesment (pengujian) lebih lanjut.
3. Akomodasi (Hotel dan Tempat Menginap Lainnya)
Dari sisi akomodasi, dapat disimpulkan bahwa Manado belum siap
menjadi destinasi wisata syariah. Indikatornya adalah dari 119 unit usaha
akomodasi di Manado belum ada yang mendapat sertifikasi syariah oleh MUI.

- 155 -

Hal ini terutama jika mengacu pada kriteria hotel sesuai Permen No. 2 Tahun
2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah yang meliputi
syariah hilal 1 dan hilal 2. Karena sifatnya yang hanya dianjurkan,
penyelenggaraan hotel yang sesuai kriteria syariah di Manado akan banyak
menemui kendala. Sebuah hotel yang sudah menyatakan diri sebagai hotel
syariah, atau telah dinyatakan syariah oleh otoritas yang berwenang, maka
segmen yang dituju adalah khusus (ekslusif) untuk wisatawan muslim. Jika
segmen pasar wisatawan muslim belum menjadi prioritas, maka
penyelenggaraan hotel syariah akan sulit dikembangkan. Sesuai dengan
Permenpar No. 2 Tahun 2014, salah satu kriterianya adalah restoran (bar)
holeh tidak menjual minuman dan makanan beralkohol. Sedangkan hampir
di semua hotel di Manado masih terdapat bar yang menjual minuman
beralkohol. Untuk menuju hotel syariah seharusnya ada kriteria tambahan
sebelum syariah hilal satu atau hilal dua. Bisa menggunaan istilah pra
syariah atau muslim friendly atau family friendly hotel.
Istilah muslim friendly mengacu pada hotel yang menyediakan fasilitas
dengan standar minimal untuk wisatawan muslim. Fasilitas tersebut
mencakup tempat ibadah dan pelengkapnya, misal ketersediaan tempat
ibadah di lobi hotel, kamar yang dilengkapi alas sholat (sajadah) dan
penunjuk arah kiblat, serta sarana berwudhu yang memudahkan. Sebuah
hotel yang ingin menyasar wisatawan muslim sebagai target pasar tidak
harus menaruh kata syariah di belakang nama hotelnya, tetapi melalui
branding promosinya bisa dijelaskan segmen pasar yang dingin disasar.
4. Restoran dan Usaha Penyedia Jasa Makanan Minuman
Dari aspek penyediaan makanan dan minuman, di Manado sudah
terdapat beberapa restoran dan katering yang mendapat sertifikat halal dari
MUI, meski demikian jumlahnya tidak sebanding dengan keseluruhan jumlah
restoran penyedia makanan dan minuman lainnya. Bahkan untuk restoran
yang terdapat pada hotel, belum ada yang mendapat sertifikasi halal dari
MUI. Kendala utama seetifikasi pada restoran hotel adalah minimnya
informasi yang didapat pengelola restoran mengenai proses untuk mendapat
sertifikasi halal. Hal ini karena belum adanya sosialisasi dari baik dari
Kementerian Pariwisata maupun dari MUI sendiri.
Kendala selanjutnya adalah masalah biaya. Bagi restoran yang terdapat
di hotel, untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI tentunya memerlukan
biaya yang tidak sedikit, karena pengelola hotel setidaknya harus
menyediakan dua macam restoran, satu untuk melayani tamu secara umum
dan restoran lainnya untuk melayani tamu muslim. Tanggung jawab moral
dari pengelola juga berat karena harus menjamin kehalalan masakan yang
meliputi sifat asal produk, proses dan penyajiannya. Sebagai contoh, sifat asal

- 156 -

ikan adalah halal, tetapi ketika dimasak dalam wadah yang sama dengan
binatang yang diharamkan maka bisa menyebabkan kehilangan kehalalannya
atau menggunakan bumbu yang juga belum tentu halal. Selain itu, biaya
untuk proses asesmen seperti operasional untuk surveiornya juga
dibebankan kepada pihak yang mengajukan sertifikasi halal, dalam hal ini
pengelola hotel dan restoran. Kendala-kendala tersebut menyebabkan
banyak restoran dan penyedia makanan dan minuman yang mencantumkan
label halal tanpa sertifikasi dari MUI, hal ini tentu bisa merugikan konsumen
karena tidak ada jaminan dari otoritas yang berwenang.
Kendala-kendala tersebut yang menyebabkan jumlah perusahaan atau
pelaku usaha jasa penyedia makanan dan minuman yang bersertifikat halal
dari MUI sangat sedikit. Jumlah keseluruhan usaha yang mendapat sertifikat
halal hanya 37 usaha atau 8,87% dari total penyedia jasa sebanyak 417 unit.
Berikut daftar usaha penyedia Jasa Makanan dan Minuman di Kota Manado
yang telah mendapat sertifikasi halal dari MUI:
Tabel 5.16. Daftar Restoran Bersertifikat Halal di Manado
No

Nama Perusahan

Nama Produk

Jenis Produk

MATARAM PLAZA

Daftar Menu

Restoran/Katering

IRT. WARKOP BOULEVARD

Nasi Kuning

Nasi & Lauk Pauk

R. D JAHRA

Nasi Campur

Nasi & Lauk Pauk

RM. YUNITA

Tinutuan ( Bubur Manado ) dll

Nasi & Lauk Pauk

RM. MEITY

Nasi Kuning

Nasi & Lauk Pauk

RM. NASI KUNING BANJER

Nasi Kuning

RM. IBU SONG

Nasi Putih, Nasi Campur

RM. YAYUK

Tinutuan ( Bubur Manado ) dll

RM. NADIAH

Nasi Campur, Ikan Masak

10

RM. NASI KUNING SAKURA

Nasi Kuning

11

RM. INAYAH

Nasi Kuning

12

RM. SIAP SAJI

Nasi Campur, Nasi Kuning

13

RM. KRENZY

Ayam Goreng Tepung

Nasi & Lauk Pauk


Nasi & Lauk Pauk &
Sayur
Nasi & Lauk Pauk &
Sayur
Nasi & Lauk Pauk &
Sayur
Nasi & Lauk Pauk &
Sayur
Nasi & Lauk Pauk &
Sayur
Nasi & Lauk Pauk &
Sayur
Restoran / Rumah
Makan

14

RESTO MADINA

Nasi Goreng, Nasi Kuning

Restoran

15

RM. PADANG RAYA

Makanan Siap Saji

Restoran & Katering

16

R.M SABAR MENANTI

Makanan Siap Saji

17

RM. SULUT INDAH BOROKO

Makanan Siap Saji

Restotan & Katering


Rumah makan/
Katering

- 157 -

18

RM.POGOGOPITA BOROKO

Makanan Siap Saji

Rumah makan/
Katering

19

CV. TIGA PUTRA

Anta boga karting

Katering

20

RM. PUTRA LAMONGAN

Nasih uduk, ayam lalapan

21

RM. RIZKA

Nasih putih, ikan bakar

Restoran /Katering
Restoran /Katering

22

RM. FAJAR GEMILANG

Makanan Siap Saji

Restoran /Katering

23

RUMAH DE'RANGGA

Nasi & Lauk pauk

Rumah makan

24

RM. KAHDIAH

Nai, sop konro & soto

Rumah makan

25

RM. SABAR MENANTI

Makan siap saji

Restoran /Katering

26

CV . ADEM AYEM

Makanan Siap Saji

Restoran /Katering

27

D'SIMA KATERING

Makanan Siap Saji

Katering

28

CV. NOVELINDO

Makanan Siap Saji

Restoran /Katering

29

R.M NAGARI MINANG

Makanan Siap Saji

Restoran /Katering

30

DUTA MINANG

Makanan Siap Saji

31

RM BAKSO OJO LALI

Bakso Ojo Lali

Restotan & Katering


Rumah makan
(restoran)

32

PT CIPTA BOGA SEJAHTERA

Layanan Katering Pesawat

Katring

33

DUTA MINANG

Makanan Siap Saji

Restoran /Katering

34

CV BERKAT ABADI

Makanan Siap Saji

Jasa Boga/katering

35

CV KARYA SUKSES
KPN BAPELKES SULAWESI
UTARA

Makanan Siap Saji

Jasa Boga/katering

Makanan Siap Saji

Jasa Boga/katering

36
37

CV AMANAT AGUNG
Menu Siap Saji
Sumber: MUI Provinsi Sulawesi Utara, 2015

Jasa Boga/katering

Persentase jumlah restoran dan rumah makan bersertifikat halal di Manado


dapat dilihat pada gambar berikut:

Jumlah Restoran Bersertifikat


Halal
8%

92%

Jumlah Total
Resto&Rumah Makan
Memperoleh Sertifikat
halal

Gambar 5.81. Persentase Jumlah Restoran Bersertifikat Halal


di Manado
Sumber: MUI Provinsi Sulawesi Utara, 2015

5. SPA, Sauna dan Massage

- 158 -

Untuk usaha SPA, hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik SPA,


sauna maupun massage di Kota Manado belum dapat dikategorikan sebagai
SPA syariah atau halal. Dari 81 unit usaha SPA dan massage di Manado belum
ada yang mendapat sertifikasi syariah atau halal dari MUI.
6. Biro Perjalanan Wisata dan Pramuwisata
Di Manado terdapat 157 unit usaha biro perjalanan wisata atau tours
and travel. Dari jumlah tersebut, belum terdapat BPW (tours and travel) yang
menyediakan paket perjalanan/wisata yang sesuai dengan kriteria
pariwisata syariah, atau telah memiliki daftar akomodasi dan restoran yang
sesuai kriteria syariah. Untuk pramuwisata juga belum terdapat pramuwisata
(tour guide) yang khusus untuk menghandle tamu atau wisatawan muslim.
Demikian pula untuk Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan Pramuwisata, semua
masih bersifat konvensional dan belum ada yang dikhususkan untuk
melayani wisatawan muslim. Jika ingin mengembangkan Manado menjadi
destinasi wisata syariah, maka pemerintah harus dapat mendorong BPW di
Manado dan sekitarnya untuk membuat paket-paket wisata syariah atau
halal. Dalam prakteknya peran BPW sangat besar untuk mendatangkan
wisatawan muslim baik nusantara maupun mancanegara. Jaminan wisata
halal atau syariah lebih kuat melalui paket-paket wisata, karena segala
sesuatunya sudah disusun dengan baik oleh BPW, destinasi, daya tarik, hotel,
dan resoran yang bersifat family friendly, sehingga wisatawan muslim
terutama yang berpergian bersama keluarga dapat terhindar dari hal-hal
yang dilarang oleh aturan agama Islam.
7. Kelembagaan dan Sistem Sertifikasi Halal
Kelembagaan sertifikasi halal dapat disimpulkan sebagai aspek yang
paling siap di Manado. Kelembagaan dan sistem yang mendukung sertifikasi
halal di Manado dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini
Lembaga Pengkajian Obat-obatan Makanan dan Kosmetika (LPPOM-MUI)
wilayah Prov. Sulawesi Utara. Permasalahan yang ditemui dalam
pemeliharaan sertifikasi halal adalah kurang sistematisnya data base yang
dimiliki oleh MUI. Pengelolaan data base yang baik idealnya dapat
mempemudah pengawasan dan mempermudah penyusunan kebijakan
pengembangan sertifikasi halal.
Konsep pariwisata syariah atau penyelenggaraan praktik pariwisata
berlandaskan nilai-nilai Islam merupakan hal baru bagi para pemangku
kepentingan bidang pariwisata di Manado. Hal ini bisa dimaklumi karena
Manado atau Sulawesi Utara memang tidak dipersiapkan untuk menjadi
destinasi wisata syariah. Meski demikian, Manado tetap menyimpan potensi
besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata syariah. Hal tersebut

- 159 -

tentunya memerlukan jalan panjang. Bahkan daerah-daerah yang telah


menyatakan siap untuk menjadi destinasi wisata syariah seperti Jakarta,
Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur masih harus diuji (assesment)
sejauh mana kesiapannya. Hal ini menjadi tugas Kementerian Pariwisata
untuk menyiapkan perangkat asesment bagi destinasi wisata syariah.
Dari hasil diskusi diketahui bahwa di Manado belum pernah
dilaksanakan seminar atau diskusi mengenai konsep halal dalam industri
pariwisata. Sebagai konsep baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah
sosialiasi mengenai bagaimana konsep wisata syariah di Indonesia, siapa
target marketnya dan destinasi mana yang harus dikembangkan. Konsep
wisata syariah merupakan branding pariwisata untuk menyasar segmen
tertentu dalam hal ini wisatawan muslim baik nusantara maupun
mancanegara. Dengan menyatakan diri sebagai destinasi syariah, maka suatu
destinasi harus memenuhi kriteria-kriteria wisata syariah yang
dikembangkan di Indonesia. Indonesia mempunyai branding pariwisata
Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia (WI dan PI). Kedua branding
tersebut merupakan branding untuk mempromosikan pariwisata Indonesia
secara umum. Untuk menyasar segmen-segmen tertentu, kita memerlukan
branding yang lebih spesifik. Sebagai contoh: Malaysia mempunyai branding
pariwisata Malaysia truly Asia. Untuk menyasar segmen yang lebih spesifik
mereka menciptakan branding lainnya. Misal untuk menyasar segmen
wisatawan lansia menggunakan Malaysia my second home, dan untuk
menyasar segmen wisatawan muslim menggunakan branding Islamic
tourism.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa jika mengacu pada kerangka
teori pengembangan wisata syariah dengan empat fokus pengembangan
usaha yaitu: perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan SPA,
Kota Manado belum siap untuk menjadi destinasi wisata syariah. Keputusan
untuk mengembangkan wisata syariah ada pada pemerintah daerah Kota
Manado sendiri. Negera-negara dengan penduduk mayoritas non muslim
seperti Jepang, Taiwan, Singapura, dan Thailand, mampu mengembangkan
konsep pariwisata yang muslim friendly karena pemerintah negara-negara
tersebut menyadari betul potensi ekonomi dari pergerakan wisatawan
muslim di dunia. Manado bisa saja menjadi destinasi wisata halal atau
syariah, tetapi harus dimulai dari itikad pemerintah daerahnya sendiri. Kalau
segmen wisatawan muslim menjadi salah satu prioritas maka pelayanan
terhadap segmen tersebut arus ditingkatkan. Salah satunya dengan
mengembangkan konsep penyelenggaraan pariwisata yang muslim friendly.

- 160 -

5.2.4. Analisis Hasil Penelitian (Strategi Kebijakan/SWOT)


SWOT merupakan singkatan dari Strenght, Weakness, Opportunity,
dan Threat dalam bahasa Indonesia berarti kekuatan, kelemahan,
kesempatan (peluang) dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk
menyusun strategi pengembangan berdasar kekuatan yang dimiliki baik dari
dalam (strenght) maupun dari luar (opportunity). Pada penelitian wisata
Syariah ini, fokus variabel penelitian yang akan digali di lokasi penelitian
Manado adalah sebagai berikut:
1. Atraksi: alam, budaya dan man made
2. Biro Perjalanan wisata, paket wisata dan tour guide muslim
3. Usaha Penyedia makanan dan minuman
4. Aksesibilitas, akses informasi
5. Kelembagaan, lembaga halal, sertifikasi halal, biaya dan proses
6. Kebijakan pusat dan daerah
7. Promosi
Sesuai hasil survei penelitian, berikut ini hasil analisa SWOT sesuai observasi
dan Focus Group Discussion (FGD) sebagai berikut.
Analisis SWOT Manado
KEKUATAN (S)

KELEMAHAN (W)

Faktor Internal
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Manado mempunyai atraksi


wisata yang lengkap baik
alam, budaya dan man made
Dari aspek aksesibilitas
sudah terdapat Bandara
Internasional.
Terdapat akses jaringan
telekomunikasi, dengan
berbagai operator.
telekomunikasi.
Mempunyai kekayaan
kuliner yang unik dan
beragam.
Mempunyai banyak jenis
akomodasi (hotel) dari
bintang satu s.d. lima.
Terdapat lembaga sertifikasi
halal yakni MUI Provinsi
Sulut.
Memiliki modal sosial berupa
kerukunan antar umat
beragama yang kuat.

- 161 -

1.

2.

3.
4.

5.

6.

7.
8.

Pemerintah, pelaku usaha dan


Masyarakat Manado belum
memahami konsep pariwisata
syariah.
Belum semua DTW
menyediakan tempat ibdah
untuk wisatawan muslim.
Belum terdapat hotel yang
bersertifikasi halal/syariah.
Jumlah restoran yang
bersertifikat halal masih
sangat sedikit.
Belum terdapat BPW yang
menyediakan wisata
syariah/halal
Belum terdapat pramuwisata
khusus untuk paket wisata
syariah.
Belum tersedia SPA
syariah/halal
Akses melalui laut belum siap
utuk cruise

9.

1.

2.

3.

Faktor Eksternal
PELUANG (O)
GDP negara-negara
Timur Tengah yang
tinggi dan outbound
yang tinggi merupakan
pasar potensial untuk
wisata syariah/halal.
Penduduk Indonesia
yang mayoritas muslim
merupakan pasar
potensial untuk wisnus
syariah.
Konsep pengembangan
wisata syariah/halal
didukung oleh
Kementerian
Pariwisata.

Strategi SO
1. Di setiap daya tarik wisata
sebaiknya disediakan tempat
ibadah (mushola) untuk
memudahkan wisman dan
wisnus
2. Membuat paket-paket wisata
syariah untuk menarik
wisman dan wisnus muslim.
3. Menjajagi kemungkinan
membuka penerbangan
internasional ke negaranegara muslim seperti timur
tengah.
4. Bekerjasama dengan
Kementerian pariwisata
mennciptakan sistem
sertifikasi halal/syariah untuk
usaha pariwisata di Manado.
5. Menggunakan semua Media
termasuk internet untuk
promosi.

ANCAMAN (T)
1.

2.

Beberapa daerah lain di


Indonesia lebih siap
menjadi destinasi
wisata syariah seperti
contoh: Provinsi NTB.
Negara-negara dengan
penduduk mayoritas
non-muslim sedang
mempersiapkan diri
menjadi destinasi
wisata syariah/halal
seperti Jepang, Thailand,
Cina.

Strategi WO
1.

2.

3.

4.

5.

Strategi ST
5.

6.

Menjadikan daerah seperti


NTB, Aceh, Jawa Barat, DIY
sebagai benchmark dalam
pengembangan wisata
syariah di Manado.
Mengembangkan diferensiasi
produk dengan atraksi
wisata syariah yang berbeda
dan unik dibanding destinasi
wisata syariah lain di
Indonesia.

- 162 -

Belum ada akses Informasi


untuk wisata syariah.

Perbaikan fasilitas dan sarana


pendukung pariwisata syariah
seperti penyediaan rumah
ibadah muslim, toilet bersih,
rumah sakit, restoran, dll
Memfasilitasi sertifikasi halal
untuk restoran dan rumah
makan di Manado
Mendorong dan memfasilitasi
sertifikasi halal untuk restoran
hotel di Manado
Menyediakan pramuwisata
yang mampu berbahasa arab
dan memahami kaidah-kaidah
syariah melalui pelatihan dan
pembekalan.
Memfasilitasi sertifikasi
syariah/halal untuk usaha
pariwisata lainnya seperti
BPW, SPA.

Strategi WT
1.

2.

Melakukan promosi untuk


wisatawan Timur Tengah dan
provinsi lain yang mempunyai
outbound 5 terbesar (Jakarta,
Bandung, Surabaya, Jakarta,
dll)
Melakukan branding yang
menunjukkan kelebihan
Manado sebagai destinasi
wisata syariah dibanding
provinsi atau daerah lain di
Indonesia.

BAB
PENUTUP
6.1.

ACEH

6.1.1. Simpulan
Dari uraian hasil survei Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Aceh,
baik melalui kuesioner (persepsi wisatawan mengenai wisata syariah di
Manado), wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD), sebagai
berikut:
a. Sesuai hasil kuesioner dari persepsi wisatawan mengenai kesiapan Aceh
sebagai wisata syariah yaitu dari aspek atraksi wisata sebagian besar
responden cenderung menyatakan dalam kondisi yang baik. demikian
pula dilihat dari aspek aksesibilitas, amenitas dan kelembagaan, bahwa
secara keseluruhan, responden cenderung menyatakan siap. Akomodasi
yang tersedia di Aceh secara keseluruhan sudah menerapkan prinsip
Islami dalam pelayanannya. Namun demikian, belum ada hotel yang
secara resmi telah bersertifikasi halal di Aceh.
b. Demikian pula hasil dari Focus Group Discussion dan wawancara
mendalam, dinyatakan bahwa Kota Banda Aceh sudah siap sebagai
destinasi wisata syariah untuk aspek atraksi (karena sudah mulai
mengadakan even-even dan paket wisata syariah), amenitas (kecuali
hotel dan spa yang belum memiliki sertifikasi halal) dan
kelembagaannya. Optimalisasi Aceh sebagai destinasi wisata Syariah,
memerlukan beberapa perbaikan terutama dalam aspek kelembagaan
terutama kesiapan sumber daya manusia.
c. Dari beberapa instrumen penelitian tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Banda Aceh cukup optimal dalam menggarap
wisata syariah. Namun masih perlu komitmen dan konsistensi dalam
menggarap wisata syariah di Banda Aceh.

- 163 -

FGD& wawancara
KEY FINDINGS

VARIABLE
TERMINOLOGI

DTW

AKOMODASI

RESTO DAN
RUMAH MAKAN

BPW/
PRAMUWISATA

KELEMBAGAAN

AKSESIBILITAS

Istilah halal dinilai lebih tepat ketimbang syariah dan Islamic tourism
Aceh dapat menggunakan branding Serambi Mekah Halal Tourism.

Potensi DTW luar bisa


Sarana dan prasarana masih banyak yang harus dibenahi
Kesiapan masyarakat dan fasilitas menjadi kendala utama

Akomodasi sudah menerapkan prinsip syariah (produk, layanan, pengelolaan)

Perlu dikaji kembali mengenai pemotongan hewan ternak seperti ayam yang masih
belum sepenuhnya menggunakan konteks islami/halal.
Standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan belum siap.

Belum terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah
pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang mostly muslim

Pemberlakuan syariat Islam sejak tahun 2000


Belum terdapat perda khusus wisata syariah
Terdapat dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly

Terdapat dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly
Penerbangan domestik dengan Garuda Airlines hanya memiliki jadwal penerbangan dua kali dalam sehari
Kondisi ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik
informasi dapat diperoleh melalui media internet

6.1.2. Rekomendasi
Ada beberapa saran yang sebaiknya dilakukan oleh Kementerian
Pariwisata, Pemprov Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, stakeholder dan
masyarakat Aceh, sebagai berikut:

- 164 -

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU

1.
2.
3.

Aksesibilitas dan
Informasi

Memasukkan muatan wisata syariah dalam


PERDA tentang kepariwisataan.
Menyusun PERDA atau peraturan walikota
mengenai penyelenggaraan wisata syariah bagi
industri pariwisata di Aceh
Optimalisassi fungsi MPU sebagai lembaga
sertifikasi halal di Aceh

4.

Menyusun pedoman penyelenggaraan usaha


pariwisata syariah Aceh

5.

Komitmen
pemerintah
Aceh
dalam
mengembangkan wisata syariah, berupa:
insentif keringanan biaya dan proses kepada
pelaku usaha yang menggunakan sertifikat halal
Melakukan sosialisasi mengenai konsep dan
tujuan pengembangan wisata syariah kepada
masyarakat dan pelaku industri pariwisata di
Aceh misal melalui ToT (Training of Trainers)
Membuat forum FAQs (frequently Asked
Questions) berbasis internet sebagai sumber
informasi bagi masyarakat akar rumput yang
ingin mendapat informasi tentang wisata
syariah.

1.

2.

- 165 -

Panjang
(5-6 th)

Kelembagaan

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

Disbudpar Kota Banda


Aceh
Disbudpar Kota Banda
Aceh

X
X

INSTANSI

Disbudpar Kota Banda


Aceh,
- MPU
Disbudpar Kota Banda
Aceh, Deputi Kelembagaan,
Deputi Pengembangan
Destinasi
Pemda Aceh

Deputi Bidang
Pengembangan Destinasi
Pariwisata

Deputi
Pengembangan
Pariwisata

Bidang
Destinasi

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU

Daya Tarik wisata

1.

2.

Akomodasi (hotel)

1. Mendorong hotel di Aceh untuk lebih family


friendly/muslim friendly dengan melengkapi dengan
sarana ibadah yang layak.

2. Meningkatkan jumlah
halal/syariah hotel

hotel

yang

bersertifikat

Disbudpar Kota Banda


Aceh

Menyediakan restoran dan rumah makan


bersertifikat halal di daya Tarik wisata Aceh

3.

Menyediakan restoran bersertifikat halal di hotel.

4.

Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran hotel.

- 166 -

Panjang
(5-6 th)

4.

Assessment/evaluasi
penentuan
branding
World Islamic Tourism dan menentukan
branding yang tepat berkaitan dengan promosi
Aceh sebagai destinasi wisata syariah.
Mempromosikan Aceh sebagai destinasi wisata
syariah kepada target pasar utama yaitu
Malaysia dan Timur Tengah
Mengoptimalkan sarana ibadah yang layak di
semua daya Tarik wisata Aceh

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

3.

INSTANSI

Deputi
Bidang
Pengembangan Pemasaran
Pariwisata
- Disbudpar Kota Banda
Aceh
- Pengelola Daya Tarik
Wisata
- Disbudpar Kota Banda
Aceh
- Pengelola Daya Tarik
Wisata
- PHRI
- Disbudpar Kota Banda
Aceh
- Deputi
Bidang
Pengembangan
Destinasi Pariwisata
- Disbudpar Kota Banda
Aceh
- PHRI
- Disbudpar Kota Banda
Aceh, PHRI
- Disbudpar Kota Banda

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU

INSTANSI

Panjang
(5-6 th)

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

Aceh
5

Restoran dan Rumah


Makan

Biro Perjalanan Wisata

1. Menghimbau pengelola restoran dan rumah makan


untuk ikut sertifikasi halal MUI/MPU

2. Memfasilitasi proses sertifikasi halal bagi restoran


dan rumah makan di Aceh

3.

Pengawasan pengelolaan makanan mulai dari hulu


sampai ke hilir

1.

Menghimbau BPW di Aceh untuk menyediakan


paket wisata halal atau syariah
Menghimbau BPW di Aceh untuk membuat daftar
akomodasi dan restoran halal
Membuat paket wisata/travel pattern dan even-even
skala provinsi atau kota terkait wisata syariah yang
lebih menarik dan bekerjasama dengan pemerintah
daerah lain seperti Medan
Menyusun standar kompetensi pramuwisata untuk
wisatawan muslim.
Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk
menghandle wisatawan muslim.
Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk
menghandle wisatawan muslim.

2.
3.

Pramuwisata

1.
2.
1.

- 167 -

Disbudpar Kota Banda


Aceh
- PHRI
- Disbudpar Kota Banda
Aceh
- PHRI
- Disbudpar Kota Banda
Aceh
- MPU
- PHRI
Disbudpar Kota Banda
Aceh, ASITA
Disbudpar Kota Banda
Aceh, ASITA
Disbudpar Kota Banda
Aceh, ASITA

x
x
X

x
x
x

Dispar, Deputi
Pengembangan Destinasi
Dispar Kota Manado,
Deputi Kelembagaan, HPI
Dispar Kota Manado,
Deputi Kelembagaan, HPI

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU

1.

Menyediakan paket SPA, sauna dan massage yang


bersifat muslim friendly.
2. Melengkapi praktik SPA dengan terapis yang sesuai
syariah (terapis pria untuk pelanggan pria dan
terapis wanita untuk pelenggan wanita)

- 168 -

Panjang
(5-6 th)

SPA, Sauna dan Massage

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

INSTANSI

Pengelola SPA

Pengelola SPA

6.2. MANADO
6.2.1. Simpulan
Dari uraian hasil survei penelitian Wisata syariah, baik melalui
kuesioner (persepsi wisatawan mengenai wisata syariah di Manado),
wawancara mendalam dan Focus Group Discussion di Manado adalah sebagai
berikut:
a. Sesuai hasil survei dengan kuesioner, persepsi wisatawan mengenai
kesiapan Manado sebagai wisata syariah yang dilihat dari aspek daya tarik
wisata, akomodasi dan aksesibilitas Manado siap untuk menjadi destinasi
wisata syariah. Sedangkan untuk aspek restoran dan rumah makan, BPW,
SPA, dan Pramuwisata belum siap untuk menjadi destinasi wisata syariah,
karena banyaknya kategori jawaban netral. Hal ini disebabkan
pengetahuan wisatawan mengenai konsep wisata syariah masih sangat
terbatas.
b. Hasil dari Focus Group Discussion dan wawancara, diketahui bahwa Kota
Manado juga belum siap menjadi destinasi wisata syariah. Masih perlu
dilakukan pembenahan di berbagai aspek terutama untuk amenitas
pendukung seperti ketersediaan tempat ibadah dan retoran halal.
c. Dari kedua metode pengumpulan data penelitian, dapat ditarik
kesimpulan bahwa Manado belum siap menjadi destinasi wisata
syariah dan belum optimal dalam menggarap potensi wisata syariah
yang dimiliki.
d. Dalam pengembangan Manado sebagai destinasi wisata syariah,
diperlukan komitmen dari Pemerintah Kota Manado, karena
pengembangan destinasi wisata syariah memerlukan keseriusan dan dan
konsistensi.

- 169 -

FGD& wawancara
KEY FINDINGS

VARIABLE

TERMINOLOGI

DTW

AKOMODASI

Istilah Wisata Halal lebih disetujui ketimbang syariah


Istilah universal tourism dinilai dapat menimbulkan bias segmen pasar

Atraksi lengkap dan beragam: Nature Based, Culture Based, Manmade


based
Belum semua DTW dilengkapi dengan tempat ibadah bagi wisatawan
muslim

Belum terdapat hotel syariah


Belum terdapat restoran hotel yang bersertifikat halal MUI

Sudah terdapat resto/rumah makan halal bersertifikat


(8% dari jumlah total)
Biaya sertifikasi menjadi salah satu kendala

BPW/
PRAMUWISATA

Belum terdapat BPW yang menyediakan paket wisata syariah/halal


Belum terdapat guide khusus untuk tamu muslim

KELEMBAGAAN

Terdapat lembaga sertifikasi Halal = MUI Prov Sulut


Database sertifikasi halal masih belum mapan

RESTO DAN
RUMAH MAKAN

6.2.2. Rekomendasi
Ada beberapa rekomendasi yang sebaiknya dilakukan oleh
Kementerian Pariwisata, Pemerintah Kota Manado, stakeholder pariwisata
Manado dan masyarakat Manado, sebagai berikut:

- 170 -

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU

1. Memasukkan muatan wisata syariah dalam PERDA tentang


kepariwisataan.
2. Menyusun PERDA atau peraturan walikota mengenai
penyelenggaraan wisata syariah bagi industri di Manado.

Dispar Kota Manado


X

Dispar Kota Manado

3. Membentuk lembaga sertifikasi halal yang melibatkan


unsur Dinas Pariwisata Kota Manado dan MUI Provinsi
Sulut Kota dan MUI Manado.
4. Menyusun pedoman penyelenggaraan usaha atau standar
usaha pariwisata syariah
2

Aksesibilitas dan Informasi

1. Melakukan sosialisasi mengenai konsep dan tujuan


pengembangan wisata syariah kepada aparat pemerintah,
masyarakat dan pelaku usaha (industri) pariwisata di
Manado.
2. Membuat forum FAQs (frequently Asked Questions) berbasis
website sebagai sumber informasi bagi masyarakat akar
rumput yang ingin mendapat informasi tentang wisata
syariah.
3. Menentukan branding yang tepat berkaitan dengan
promosi Manado sebagai destinasi wisata syariah.
4. Mempromosikan Manado sebagai destinasi wisata syariah
kepada target pasar.

- 171 -

Panjang
(5-6 th)

Kelembagaan

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

INSTANSI

Dispar Kota Manado,


MUI

Dispar Kota Manado,


Deputi Kelembagaan,
Deputi Pengembangan
Destinasi
Deputi Bidang
Pengembangan
Destinasi Pariwisata

Deputi
Bidang
Pengembangan
Destinasi Pariwisata

Dispar Kota Manado


x

Deputi
Bidang
Pengembangan
Pemasaran Pariwisata

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU

Akomodasi (hotel)

1. Melengkapi daya tarik wisata di Manado dengan sarana


ibadah dan sarana bersuci yang layak.
2. Menyediakan restoran dan rumah makan bersertifikat halal
dengan kuota tertentu di daya Tarik wisata Manado.
1. Menghimbau hotel di Manado untuk lebih family
friendly/muslim friendly dengan menyediakan sarana
ibadah yang layak.
2. Melengkapi kamar hotel dengan sarana bersuci, alat sholat
dan penunjuk arah kiblat.
3. Menyediakan restoran bersertifikat halal di hotel.

Restoran dan Rumah Makan

Biro Perjalanan Wisata

Pramuwisata

4. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran hotel.


1. Menghimbau pengelola restoran dan rumah makan untuk
ikut sertifikasi halal MUI
2. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran dan rumah
makan di Manado.
1. Menghimbau BPW di Manado untuk menyediakan paket
wisata halal atau syariah
2. Menghimbau BPW di Manado untuk membuat daftar
akomodasi dan restoran halal
2. Melakukan sosialisasi konsep wisata syariah/halal kepada
pramuwisata di Manado
3. Menyusun standar komptensi
menghandle wisatawan muslim.

- 172 -

pramuwisata

untuk

x
x
x

x
x
x
x
x
x
x
x
x

Panjang
(5-6 th)

Daya Tarik wisata

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

INSTANSI

Dispar Kota Manado,


Pengelola Daya Tarik
Wisata
Dispar Kota Manado,
PHRI
Dispar Kota Manado,
Deputi
Bidang
Pengembangan
Destinasi Pariwisata
Dispar Kota Manado,
PHRI
Dispar Kota Manado,
PHRI
Dispar Kota Manado
Dispar Kota Manado,
PHRI
Dispar Kota Manado,
PHRI
Dispar Kota Manado,
ASITA
Dispar Kota Manado,
ASITA
Dispar, Deputi
Pengembangan
Destinasi
Dispar Kota Manado,
Deputi Kelembagaan,

NO

VARIABEL

REKOMENDASI

JANGKA WAKTU
Panjang
(5-6 th)

SPA, Sauna dan Massage

Menengah
(3-4 th)

Pendek
(1-2 th)

untuk

1. Menyediakan paket SPA, sauna dan massage untuk


wisatawan muslim (muslim friendly.)
2. Menyediakan terapis sesuai dengan muhrimnya (terapis
pria untuk pelanggan pria dan terapis wanita untuk
pelenggan wanita)

HPI
Dispar Kota Manado,
Deputi Kelembagaan,
HPI
Pengelola SPA

Pengelola SPA

4. Menyiapkan pramuwisata yang


menghandle wisatawan muslim.
8

INSTANSI

- 173 -

kompeten

6.3.

Keterbatasan Penelitian

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya:


a. Dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian, maka penentuan
nilai kritis pengambilan sampling hanya ditentukan 10 persen (pada Bab
3).
b. Kemungkinan terjadinya selection bias dalam pemilihan sampel, dimana
bila sampel yang dipilih berbeda dan dalam periode waktu yang berbeda
maka hasilnya juga akan berbeda.
c. Data primer yang digunakan dalam studi ini adalah data primer atas
survei yang dilakukan selama penelitian saja, yaitu minggu ke-4 bulan
September 2015.

- 174 -

DAFTAR PUSTAKA
Aceh, BPS. (2014). Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh .
Banda Aceh: BPS Kota Banda Aceh.
acehbps. (2013). Panjang Jalan Provinsi Menurut Kondisi Jalan (Km). Dipetik
Oktober 30, 2015, dari http://aceh.bps.go.id:
http://aceh.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/77
Achyar, Mahfud. (2015, Juli 1). Indonesia Sebagai Tujuan Halal Tourism.
Dipetik Agustus 5, 5, dari https://achyar89.wordpress.com:
https://achyar89.wordpress.com/2015/07/01/indonesia-sebagaitujuan-halal-tourism/
Admin. (2015, mei 17). Halal Tourism dan Lifestyle. Dipetik Agustus 30,
2015, dari bppdt.com: http://bppdntb.com/halal-tourism-danlifestyle.html#.VeHgNj07poY
Asdhiana, I. Made. (2014, Februari 04). Aceh Hanya Menjadi Tempat Transit.
Dipetik Oktober 12, 2015, dari http://travel.kompas.com:
http://travel.kompas.com/read/2014/02/04/1115463/Aceh.Hanya.
Menjadi.Tempat.Transit
BPSProvAceh. (2014). Provinsi Aceh Dalam Angka 2014. Aceh: BPS Provinsi
Aceh.
dishubkomintel. (2015, Februari 6). Konsep Desain Angkutan Massal Kota
Banda Aceh dan sekitarnya. Dipetik Oktober 30, 2015, dari
http://dishubkomintel.acehprov.go.id:
http://dishubkomintel.acehprov.go.id/index.php/news/read/2015/0
2/06/32/konsep-desain-angkutan-massal-kota-banda-aceh-dansekitarnya.html
Hamzah, Maulana. M., & Yudiana, Yudi. (2015, Februari 9). Analisis
Komparatif Potensi Industri Halal dalam Wisata Syariah dengan
Konvensional. Dipetik Agustus 4, 2015, dari http://catatanek18.blogspot.co.id: http://catatanek18.blogspot.co.id/2015/02/analisis-komparatif-potensiindustri.html
Hutabarat, Arifin. (2015, April Vol.6 No.64). Majalah Pariwisata Edisi 64:
Giliran Daerah & Industri Beyond Bali:Selling & Selling. Diambil
kembali dari https://books.google.co.id:
https://books.google.co.id/books?id=L0t6CAAAQBAJ&pg=PA10&lpg=
PA10&dq=great+pariwisata+indonesia&source=bl&ots=Hc_oKHJYEQ
&sig=rn2MelcB5ieJtHiMNAkqbBTG6U&hl=en&sa=X&ved=0CGkQ6AEwDGoVChMI-

- 175 -

4G47oymxwIVA3KOCh08xwDE#v=onepage&q=great%20pariwisata
%20indonesia&f=
IndonesiaTravel. (2013, Oktober 30). Pariwisata Syariah Indonesia. Dipetik
Agustus 4, 2015, dari www.indonesiatravel.id:
http://www.indonesia.travel/id/event/detail/760/pariwisatasyariah-indonesia
Irwanto. (2006). Focused Group Discussion (FGD) : Sebuah Pengantar
Praktis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kemenpar. (2012, Desember 20). Kemenparekraf Promosikan Indonesia
Sebagai Destinasi Pariwisata Syariah Dunia. Dipetik Agustus 2015, 4,
dari http://www.kemenpar.go.id:
http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2042
Kempar. (2015). Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Menurut Pintu
Masuk dan Kebangsaan. Jakarta: Kementerian Pariwisata.
Kilin, Akyol. &. (2014 ). Internet and Halal Tourism Marketing.
International Periodical For The Languages, Literature and History of
Turkish or Turkic Volume 9/8 Ankara-Turkey , 171-186.
Krueger, Richard. (2002, Oktober). A Practical Guide for Applied Research.
Dipetik Agustus 30, 2015, dari http://www.eiu.edu:
http://www.eiu.edu/~ihec/Krueger-FocusGroupInterviews.pdf
MasterCard, & Crescenrating. (2015, Maret). Global Muslim Tourism Index
2015. Dipetik Agustus 4, 2015, dari www.crescenrating.com:
http://www.crescenrating.com/mastercard-crescenrating-globalmulsim-travel-index.html
Menteri Pariwisata Tak Setuju Istilah Wisata Syariah. (2015). Dipetik Agustus
4, 2015, dari http://news.fimadani.com:
http://news.fimadani.com/read/2015/01/21/menteri-pariwisatatak-setuju-istilah-wisata-syariah/diakses tanggal 4 Agustus 2015)
Murdaningsih, Dwi., & Pratiwi, Fuji. (2015, Juni 25). Wisata Halal Indonesia
Kalah Dibanding Malaysia dan Thailand. Dipetik Agustus 25, 2015,
dari http://www.republika.co.id/:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariahekonomi/15/06/25/nqhy7w-wisata-halal-indonesia-kalahdibanding-malaysia-dan-thailand
Nashrullah, Nashih., & Pratiwi, Fuji. (2014, September 7). Wisata Halal Jadi
Tren di Turki. Dipetik Agustus 6, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/koran/kabarjabar/14/09/07/nbj9dt-wisata-halal-jadi-tren-di-turki

- 176 -

paradiso. (2015). Menpar: Tiga Kebijakan Baru Pariwisata Mudahkan


Pelancong Malaysia ke Indonesia. Dipetik Oktober 30, 2015, dari
http://paradiso.co.id/: http://paradiso.co.id/12185/menpar-tigakebijakan-baru-pariwisata-mudahkan-pelancong-malaysia-keindonesia.html
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014
2034,
http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20140416142303
.pdf, diakses tanggal 7 Desember 2015
PewResearchCenter. (2010). Global Religious Futures. Dipetik Agustus 6,
2015, dari http://www.globalreligiousfutures.org:
http://www.globalreligiousfutures.org/explorer/custom#/?subtopic
=15&chartType=pie&data_type=percentage&year=2010&religious_aff
iliation=all&countries=Turkey&age_group=all&pdfMode=false
PewResearchCenter. (2015). Malaysia All Population. Dipetik Agustus 6,
2015, dari http://www.globalreligiousfutures.org:
http://www.globalreligiousfutures.org/explorer/custom#/?subtopic
=15&chartType=pie&data_type=percentage&year=2020&religious_aff
iliation=all&countries=Malaysia&age_group=all&pdfMode=false
Pratiwi, Fuji., & Murdaningsih, Dwi. (2015, Juni 25). Wisata Halal Indonesia
Kalah Dibanding Malaysia dan Thailand. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariahekonomi/15/06/25/nqhy7w-wisata-halal-indonesia-kalahdibanding-malaysia-dan-thailand
Putra, Yudha. Manggala. (2015, Juni 23). Singapura Luncurkan Buku Panduan
Wisata Halal. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/06/23/nqel
uz-singapura-luncurkan-buku-panduan-wisata-halal
Putri, Winda. Destiana. (2015, Mei 12). Menpar: Wisata Halal Harus
'Rahmatan Lil Alamin'. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/05/12/
no8jis-menpar-wisata-halal-harus-rahmatan-lil-alamin
Putri, Winda. Destiana. (2015, Juni 10). Thailand Luncurkan Aplikasi untuk
Turis Muslim. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://gayahidup.republika.co.id:
- 177 -

http://gayahidup.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/06
/10/npq7ls-thailand-luncurkan-aplikasi-untuk-turis-muslim
Putri, Winda. Destiana., & Pratiwi, Fuji. (2015, Mei 26). Gangwon Korea
Selatan Siap Jadi Destinasi Wisata Halal. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://www.republika.co.id:
http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/05/26/
noy34u-gangwon-korea-selatan-siap-jadi-destinasi-wisata-halal
Razzaq, Sherin., Hall, C. Michael., & Prayag, Girish. (2015). The Capacity of
New Zealand to Accommodate the Halal Tourism Market - Or Not.
Dipetik Agustus 5, 2015, dari https://canterbury-nz.academia.edu:
https://www.academia.edu/12107406/The_capacity_of_New_Zealand
_to_accommodate_the_halal_tourism_market_or_not
Reuters, T., & DinarStandard. (2014). State of the Global Islamic Economy
2014-2015 Report. Dubai: Dubai the Capital of Islamic Economy.
Rezkisari, Indira. (2014, Oktober 06). Tempat Wisata Korsel Sediakan
Fasilitas Mudahkan Turis Muslim. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://gayahidup.republika.co.id:
http://gayahidup.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/14/10
/06/nczn6w-tempat-wisata-korsel-sediakan-fasilitas-mudahkanturis-muslim
Riduwan. (2004). Dasar-dasar Statistika, Edisi Ketiga. Bandung: Alfabeta.
selasar. (2015, September 02). BPS: Pengguna Transportasi Udara Naik 19,52
Persen. Dipetik Oktober 30, 2015, dari https://www.selasar.com:
https://www.selasar.com/ekonomi/bps-pengguna-transportasiudara-naik-1952-persen
Sofyan, Riyanto. (2012). Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta:
Republika.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD. Bandung:
Alfabeta.
travel.kompas. (2014, Februari 4). Aceh Hanya Menjadi Tempat Transit.
Dipetik November 1, 2015, dari http://travel.kompas.com:
http://travel.kompas.com/read/2014/02/04/1115463/Aceh.Hanya.
Menjadi.Tempat.Transit
UNWTO. (2011). Religious Tourism in Asia and the Pacific. Dipetik Agustus 4,
2015, dari http://publications.unwto.org/:
http://publications.unwto.org/sites/all/files/pdf/110325_religious_t
ourism_excerpt.pdf

- 178 -

Warsidi, Adi. (2015, Mei 16). Wisata Syariah Aceh Tahun Ini Targetkan 1,8
Juta Turis . Dipetik Agustus 25, 2015, dari http://nasional.tempo.co/:
http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/16/058666645/wisat
a-syariah-aceh-tahun-ini-targetkan-1-8-juta-turis
Worldaffairsjournal. (2015, April 2). The Future of World Religions:
Population Growth Projections, 2010-2050. Dipetik Agustus 4, 2015,
dari http://www.worldaffairsjournal.org/:
http://www.worldaffairsjournal.org/content/future-world-religionspopulation-growth-projections-2010-2050
Wuryasti, Fetri. (2013, Oktober 30). Wisata Halal, Konsep Baru Kegiatan
Wisata di Indonesia. Dipetik Agustus 5, 2015, dari
http://travel.detik.com:
http://travel.detik.com/read/2013/10/30/152010/2399509/1382/
wisata-halal-konsep-baru-kegiatan-wisata-di-indonesia
Yusuf, Iwan. Awaludin. (2011, Maret 28). Memahami Focus Group Discission
(FGD). Dipetik September 2015, dari Bincang Media:
http://bincangmedia.wordpress.com
Lainnya:
http://www.manadokota.go.id/page-101-geografis.html diakses tanggal 18
Oktober 2015
http://indonesia.travel/sites/site/33/taman-nasional-bunaken, diakses
tanggal 1 Desember 2015
http://www.manadokota.go.id/page-101-geografis.html diakses tanggal 18
Oktober 2015
http://anekatempatwisata.com/10-tempat-wisata-di-manado-yang-wajibdikunjungi/ diakses tanggal 19 Oktober 2015
http://manadokota.go.id/berita-1269-gereja-katolik-katedral.html diakses
tanggal 19 Oktober 2015
http://manadokota.go.id/berita-1268-klenteng-ban-hin-kiong.html
tanggal 19 Oktober 2015

diakses

http://manadokota.go.id/berita-1263-makam-ratu-sekar-kedaton--dimanado-.html diakses tanggal 19 Oktober 2015


Manado Dalam Angka, 2015. Badan Pusat Statistik Manado, Manado

- 179 -

- LAMPIRAN -

- 180 -

LAMPIRAN 1
PEDOMAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

DAFTAR ISI
1. Pengertian Diskusi Terfokus
2. Topik Diskusi Terfokus
3. Tujuan dan Sasaran
4. Peserta Diskusi Terfokus
5. Waktu Diskusi Terfokus
6. Mekanisme Diskusi Terfokus
7. Pedoman Diskusi

- 181 -

I.

Pengertian Diskusi Terfokus


Diskusi terfokus merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh
sekelompok orang dihadapan sekelompok hadirin mengenai suatu
masalahtertentu yang telah dipersiapkannya.

II.

Topik Diskusi Terfokus


Diskusi Terfokus dilaksanakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(Banda Aceh)), dan Provinsi Sulawesi Utara (Manado), yang mencakup satu
topik besar terkait dengan penelitian wisata syariah yang akan
dikembangkan di Indonesia.

III.

Tujuan dan Sasaran Diskusi Terfokus


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan potensi destinasi
wisata syariah di Indonesia, menganalisis kesiapan masing-masing
destinasi wisata melalui persepsi pelaku usaha wisata dan wisatawan
dalam mengembangkan wisata syariah serta mengahsilkan strategi yang
tepat untuk mengembangkan wisata syariah sesuai karakteristik destinasi
wisata di Indonesia.. Sedangkan sasarannya, sebagai berikut:
1) Teridentifikasi potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia
2) Teridentifikasinya permasalahan dalam pengembangan wisata syariah
yang mempunyai nilai untuk bersaing di pangsa pasar.
3) Tersusunnya strategi pengembangan wisata syariah berdasarkan
kebutuhan pangsa pasar dalam dan luar negeri.

IV.

Peserta Diskusi Terfokus


Peserta Diskusi Terfokus dipilih dari pihak-pihak yang kompeten di
bidangnya sesuai dengan topik yang dibahas dalam Diskusi Terfokus yaitu :
1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
2. BAPPEDA
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
4. BPS
5. MUI daerah
6. Akademisi
7. Biro Perjalanan Wisata

V.

Waktu Diskusi Terfokus


Diskusi Terfokus akan berlangsung selama 2 jam dan dilaksanakan
diantara tanggal 22-26 September 2015

- 182 -

VI.

Mekanisme Diskusi Terfokus


1. Membentuk tim
No

Lokasi

Nama

Provinsi Naggroe Aceh

Waktu

Darussalam
2

Provinsi Sulawesi Utara

Dalam tim tersebut, masing-masing anggota tim memiliki tanggung


jawab sebagai:
i. Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih dan memahami
masalah yang dibahas serta tujuan penelitian yang hendak dicapai
(ketrampilan substantif), serta terampil mengelola diskusi
(ketrampilan proses).
ii. Asisten Moderator/co-fasilitator, yaitu orang yang intensif
mengamati jalannya FGD, dan ia membantu moderator mengenai:
waktu, fokus diskusi (apakah tetap terarah atau keluar jalur), apakah
masih ada pertanyaan penelitian yang belum terjawab, apakah ada
peserta FGD yang terlalu pasif sehingga belum memperoleh
kesempatan berpendapat.
iii. Pencatat Proses/Notulen, yaitu orang bertugas mencatat inti
permasalahan yang didiskusikan serta dinamika kelompoknya.
Umumnya dibantu dengan alat pencatatan berupa satu unit
komputer atau laptop yang lebih fleksibel.
iv. Penghubung Peserta, yaitu orang yang mengenal (person, medan),
menghubungi, dan memastikan partisipasi peserta. Biasanya disebut
mitra kerja lokal di daerah penelitian.
v. Penyedia Logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran
FGD berkaitan dengan penyediaan transportasi, kebutuhan rehat,
konsumsi, akomodasi (jika diperlukan), insentif (bisa uang atau
barang/cinderamata), alat dokumentasi, dll.
vi. Dokumentasi, yaitu orang yang mendokumentasikan kegiatan dan
dokumen FGD: memotret, merekam (audio/video), dan menjamin
berjalannya alat-alat dokumentasi, terutama perekam selama dan
sesudah FGD berlangsung.
vii. Lain-lain jika diperlukan (tentatif), misalnya petugas antar-jemput,
konsumsi, bloker (penjaga keamanan FGD, dari gangguan,
misalnya, telepon yang selalu berdering, teman yang dibawa peserta,
atasan yang datang mengawasi, dsb).
Pembagian tanggung jawab tergantung dari kebijakan/kesepakatan
bersama diantara para anggota tim.
2. Memilih dan mengatur tempat

- 183 -

Pelaksanaan FGD dilaksanakan di hotel, minimal jenis hotel bintang


tiga. Pemilihan hotel di tempat yang strategis dan dapat dijangkau
semua peserta FGD. Untuk hotel bisa dikonsultasikan dan
dikoordinasikan dengan pihak/tenaga bantuan daerah.
3. Menyiapkan logistik (terlampir checklist FGD)
Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang dipelukan sebelum,
selama, dan sesudah FGD terselenggara. Umumnya meliputi:
a. Tata persuratan/administrasi/tiket untuk masing-masing anggota
b. Peralatan tulis (ATK)
c. Dokumentasi (audio/video), dan
d. Kebutuhan-kebutuhan peserta FGD, seperti:
1) transportasi (uang transport);
2) properti rehat: alat ibadah, konsumsi (makanan kecil dan atau
makan utama);
3) akomodasi (jika diperlukan); dan lain sebagainya.
e. Keperluan pelaporan baik administrasi dan substansi
1) Administrasi: daftar hadir peserta FGD, daftar honor peserta
FGD, dokumentasi foto, kartu nama peserta, tagihan/kwitansi
hotel (tempat menginap & tempat pelaksanaan FGD), kop surat
hotel (kosong) dengan cap & tanda tangan hotel (2), NPWP
hotel (baik tempat menginap maupun tempat pelaksanaan
FGD), kwitansi honor tenaga daerah, sewa mobil (kwitansi,
fotokopi SIM & STNK, NPWP).
2) Substansi: hard data terkait penelitian, notulensi FGD, hasil
observasi, dan lain-lain
4. Jumlah peserta
Dalam FGD, jumlah peserta menjadi faktor penting yang harus
dipertimbangkan. Menurut beberapa literatur tentang FGD (lihat
misalnya Sawson, Manderson & Tallo, 1993; Irwanto, 2006; dan
Morgan D.L, 1998) jumlah yang ideal adalah 7 -11 orang, namun ada
juga yang menyarankan jumlah peserta FGD lebih kecil, yaitu 4-7 orang
(Koentjoro, 2005: 7) atau 6-8 orang (Krueger & Casey, 2000: 4). Terlalu
sedikit tidak memberikan variasi yang menarik, dan terlalu banyak
akan mengurangi kesempatan masing-masing peserta untuk
memberikan sumbangan pikiran yang mendalam. Jumlah peserta dapat
dikurangi atau ditambah tergantung dari tujuan penelitian dan fasilitas
yang ada. Untuk penelitian ini peserta dibatasi antara 10-15 orang.
5. Rekruitmen peserta
Peserta FGD adalah orang yang kompeten di bidangnya minimal
pejabat eselon IV atau staf yang menangani pariwisata atau minimal
jabatan supervisor di perusahaannya.

- 184 -

VII. Panduan Diskusi/Kunci Pertanyaan


1. Pembukaan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata: sebagai
pengantar, perkenalan, dan arahan maksud serta tujuan penelitian
Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Indonesia.
2. Presentasi (bahan terlampir)
Poin-poin yang disampaikan pada saat presentasi (sesuai paparan
TOR/KAK)
3. Pertanyaan dalam FGD untuk didiskusikan
a) Permasalahan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah
dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam
studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga,
perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi,
kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara,
pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan
komunikasi)
b) Kekuatan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah
dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam
studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga,
perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi,
kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara,
pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan
komunikasi)
c) Kelemahan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah
dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam
studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga,
perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi,
kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara,
pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan
komunikasi)
d) Peluang yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah dilihat
dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam studi
GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga,
perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi,
kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara,
pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan
komunikasi)
e) Tantangan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah
dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam
studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga,
perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi,
kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara,
pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan
komunikasi)

- 185 -

f) Langkah nyata yang diperlukan dalam menyusun strategi


pengembangan wisata syariah di daerah?

Sebagai referensi, dibawah ini beberapa penjelasan yang dapat digunakan :


Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika pelaksanaan FGD telah selesai
dilakukan ;
a. Dokumentasi diantaranya berupa foto/gambar pelaksanaan FGD,
hasil rekam suara, dan atau video (jika ada).
b. Catatan/notulensi pelaksanaan FGD sebagai bahan laporan
c. Lembar isian pertanyaan FGD untuk dicek kembali apakah sudah
terisi seluruhnya.

Things to DO:

Welcome participants and introduce yourself.


Explain the general purpose of the discussion and why the participants
were chosen.
Discuss the purpose and process of focus groups
Explain the presence and purpose of recording equipment and
introduce observers.
Outline general ground rules and discussion guidelines such as the
importance of everyone speaking up, talking one at a time, and being
prepared for the moderator to interrupt to assure that all the topics can
be covered.
Review break schedule and where the restrooms are.
Address the issue of confidentiality.
Inform the group that information discussed is going to be analyzed as a
whole and that participants' names will not be used in any analysis of
the discussion.
Read a protocol summary to the participants.

- 186 -

CHECK LIST
PENELITIAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH DI
INDONESIA
2015

Nama Barang
Buku Panduan FGD
Lembar Isian FGD
Ticket
Korespondensi
Surat
Booking Hotel
Administrasi Hotel (kwitansi sewa ruang, NPWP, dll sesuai RAB)
Sewa mobil + administrasi sewa mbl (Fotocopy SIM, STNK, NPWP)
Daftar hadir peserta FGD
Daftar honor peserta FGD + narsum+ moderator
Kit FGD
Visum/SPPD
Daftar konfirmasi peserta
Laptop
Camera
Voice Recorder
Pointer
ATK

- 187 -

LAMPIRAN 2
Pedoman Wawancara
Kajian Pengembangan Wisata Syariah
Pedoman Wawancara Mendalam
A. WISATAWAN
Identitas Informan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
No
1.
2.
3.
4.
5.
6
7
8
9
10
11
12

Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Pendidikan Terakhir
:
Jabatan/Pekerjaan
:
Lama Kerja
:
No. Telp/Hp
:
Email
:
Alamat
:
Pertanyaan
Apakah Anda mengetahui wisata syariah?
Bagaimana pendapat Anda tentang wisata
syariah?
Apakah Anda mempertimbangkan aspek
halal/haram saat berwisata?
Seberapa besar potensi wisata di Aceh/Manado
yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata
syariah?
Apakah di Aceh/Manado ada tempat-tempat
wisata keagamaan, seperti ziarah ke makam atau
gereja?
Apakah di tempat wisata (Aceh/Manado)
tersedia fasilitas ibadah di tiap destinasinya?
Apakah di hotel-hotel (Aceh/Manado) tersedia
fasilitas ibadah seperti mushola/sajadah/Al
Quran?
Apakah di restoran-restoran (Aceh/Manado)
tersedia pemisahan makanan halal dan nonhalal?
Apakah di Aceh/Manado sudah terdapat
restoran dan hotel yang sudah memiliki
sertifikat halal?
Apakah dalam paket perjalanan (tour and
travel) memperhatikan waktu salat?
Pernah ada sosialisasi dari pemerintah terkait
wisata syariah?
Apakah ada promosi khusus tentang wisata
syariah?

- 188 -

Jawaban

B. PELAKU INDUSTRI
Identitas Informan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
No
1.
2.
3.
4.
5.
6
7
8
9
10
11
12

Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Jabatan/Pekerjaan
Lama Kerja
No. Telp/Hp
Email
Alamat
Pertanyaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:
Jawaban

Apakah Anda mengetahui wisata syariah?


Bagaimana pendapat Anda tentang wisata
syariah?
Bagaimana kesadaran pengusaha sektor
pariwisata di Aceh/Manado akan produk halal?
Seberapa besar potensi wisata di Aceh/Manado
yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata
syariah?
Berapa banyak wisatawan nusantara/
mancanegara yang mengunjungi destinasi wisata
syariah?
Apakah di hotel-hotel (Aceh/Manado) tersedia
fasilitas ibadah seperti mushola/sajadah/AlQuran?
Apakah di restoran-restoran (Aceh/Manado)
terdapat pemisahan kategori makanan halal dan
non-halal?
Apakah di Aceh/Manado terdapat restoran
dan hotel yang sudah memiliki sertifikat
halal?
Apakah dalam paket perjalanan (tour and
travel) memperhatikan waktu salat?
Siapa target wisatawan syariah?
Apakah ada regulasi khusus kepada pengusaha
dan industri yang ingin menjalankan bisnisnya
dengan menerapkan prinsip syariah?
Bila sudah diterapkan, apakah terdapat kendala
dalam penerapannya?

- 189 -

C. Pemerintah Daerah
Identitas Informan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
No
1.
2.
3.
4.
5.
6
7
8
9

Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan Terakhir
Jabatan/Pekerjaan
Lama Kerja
No. Telp/Hp
Email
Alamat
Pertanyaan

:
:
:
:
:
:
:
:
:
Jawaban

Daya tarik wisata apa saja yang menjadi


unggulan di Aceh/Manado
Bagaimana dengan wisata syariah? Apakah
cukup potensial?
Seberapa besar potensi wisata di
Aceh/Manado yang dapat dikembangkan
sebagai tujuan wisata syariah?
Adakah kebijakan atau regulasi yang
dikeluarkan Pemerintah terkait wisata syariah?
Pernah ada sosialisasi atau promosi tentang
wisata syariah dari pemerintah terkait?
Bagaimana kondisi fasilitas/sarana prasarana
di daerah destinasi wisata di Aceh/Manado.
Apakah sudah dianggap layak dan suci untuk
wisata syariah?
Kendala apa yang dihadapi dalam
mengembangkan wisata syariah?
Bagaimana respons wisatawan dengan wisata
syariah?
Koordinasi dari berbagai pihak tentang wisata
syariah?

- 190 -

LAMPIRAN 3
KUESIONER
PENELITIAN KAJIAN
PENGEMBANGAN WISATA
SYARIAH MANADO
No. Kuesioner
Tgl

:
:

Kode Entri Data


Paraf Responden

:
:

Yth.
Bapak
/Ibu/S
dr/i

Asisten Deputi Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, sedang mengadakan


Penelitian: Kajian Pengembangan Wisata Syariah. Tujuan penelitian untuk mengetahui kesiapan
destinasi wisata Indonesia dalam mengembangkan wisata syariah. Kami mohon bantuan
Bapak/Ibu/Sdr/I untuk mengisi daftar pertanyaan terlampir sebagai bahan untuk analisis kami.
Kami menjamin sepenuhnya kerahasiaan identitas dari Bapak/Ibu/Sdr/i sesuai UU Statistik yang
berlaku di Indonesia. Atas kerjasama yang baik diucapkan terima kasih.
a.n. Asdep Litbang Kebijakan Kepariwisataan
KementerianPariwisata
A. DEMOGRAFI
(BerilahX padajawaban yang anda pilih)
1
2
3

Nama(optional)
Kebangsaan
Domisili
(kab/kota)

:
:
:

(1) Laki-laki
(2) Perempuan
5 Usia
: .Tahun
Pendidikan
(1) SMP
(4) S1
6 Terakhir
: (2) SMA
(5) S2
(Formal)
(3) Diploma
(1) Profesional/swasta
(2) PNS (Government Official)
(3) TNI/Polri
Pekerjaan
7
: (4) Pelajar/Mahasiswa
Utama
(5) Pensiunan
(6) Ibu rumah tangga
(7) Lainnya.
B. KESIAPAN SEBAGAI DESTINASI WISATA SYARIAH DI MANADO
(Berilah tanda X pada jawaban yang anda pilih)
4

Jenis Kelamin

NO
I
8
9
10

PERNYATAAN
Manado memiliki Daya Tarik Wisata:
yang meliputi wisata alam, wisata budaya
dan wisata buatan
Berbagai produk seperti wisata belanja,
kuliner, sightseeing, atraksi budaya dll
Makanan dan minuman halal di destinasi
wisata mudah diperoleh

- 191 -

JAWABAN
Sangat
tidak
Baik

Tidak
baik

Netral

baik

Sangat
Baik

11

12

13

Pertunjukan seni budaya yang


diselenggarakan tidak bertentangan
dengan kaidah syariah
Yang menyediakan tempat ibadah layak
dan suci dan dilengkapi dengan sarana
bersuci yang memadai di destinasi wisata.
Sanitasi dan kebersihan lingkungan di
destinasi wisata terjaga dengan baik

II

Akomodasi Wisata Syariah di Manado

14

Tersedia tempat ibadah yang layak di


hotel dan tempat menginap lainnya
Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel
dan tempat menginap lainnya.

15

16

17

18

Sangat
Tidak
Baik

Tidak
Baik

Netral

Baik

Sangat
Baik

Tersedia makanan dan minuman yang


halal di hotel dan tempat menginap
lainnya
Suasana hotel aman, nyaman dan
kondusif untuk keluarga dan keperluan
bisnis
Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel
terjaga dengan baik

Usaha
Penyedia
Makanan
dan
Minuman di Manado
Terdapat Restoran yang menyediakan
makanan dan minuman yang terjamin
kehalalannya dengan sertifikasi halal
dari MUI
Sanitasi dan kebersihan lingkungan
restoran dan penyedia jasa makanan
dan minuman terjaga dengan baik

Sangat
Tidak
Siap

Tidak
Siap

Netral

Siap

Sangat
Siap

IV

SPA, Sauna, Massage di Manado

Sangat
Tidak
Siap

Tidak
Siap

Netral

Siap

Sangat
Siap

21

Tersedia terapis pria untuk pelanggan


pria, dan terapis wanita untuk pelanggan
wanita
Praktik SPA, sauna, dan massage tidak
mengandung unsur pornoaksi dan
pornografi
Menggunakan bahan yang halal dan
tidak terkontaminasi babi dan produk
turunannya
Tersedia sarana yang memudahkan
untuk beribadah di tempat SPA, sauna
dan massage

III
19

20

22

23

24

- 192 -

V
25
26

27

Biro Perjalanan Wisata Syariah di


Manado
Menyediakan paket wisata yang sesuai
dengan kriteria pariwisata syariah
Memiliki daftar akomodasi yang sesuai
dengan panduan umum akomodasi
pariwisata syariah
Memiliki
daftar
usaha
penyedia
makanan dan minuman yang sesuai
dengan panduan umum usaha penyedia
makanan dan minuman pariwisata
syariah

Sangat
Tidak
Siap

Tidak
Siap

Netral

Siap

Sangat
Siap

Pramuwisata (Pemandu Wisata) Syariah


di Manado
Memahami dan mampu melaksanakan
nilai-nilai syariah dalam menjalankan
tugas
Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur
dan bertanggung jawab
Berpenampilan sopan dan menarik sesuai
dengan nilai etika islam
Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan
standar profesi yang berlaku

Sangat
Tidak
Baik

Tidak
Baik

Netral

Baik

Sangat
Baik

VII

Aksesibilitas di Manado

Sangat
Tidak
Baik

Tidak
Baik

Netral

Baik

Sangat
Baik

32

Kemudahan akses informasi wisata


syariah/halal
Objek wisata mudah dijangkau
Transportasi (darat, Laut, udara) mudah
dijangkau
Biaya transportasi sesuai standar

VI
28

29
30
31

33
34
35

36. Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah?


a. Iya, alasan
b. Tidak, alasan
37. Apakah anda mengutamakan halal dalam melakukan perjalanan wisata ?
a. Iya, alasan
b. Tidak, alasan
38. Saran untuk pengembangan wisata syariah:
..
..
..
-

Terimakasih -

- 193 -

LAMPIRAN 4
FOTO KEGIATAN
1. ACEH
Wawancara dengan narasumber:
Kadisbudpar Prov. Aceh (Bpk.
Reza Fahlevi)

Wawancara dengan Informan: Mr.


Pols (Nurdin Hidayat) pemilik
Aceh Explorer Tour

Suasana FGD di Aceh

Suasana FGD di Aceh

- 194 -

2. MANADO

Registrasi Peserta FGD di Manado

Suasana FGD di Manado

Wawancara dengan informan:


(Ketua STP Manado)

Wawancara dengan Informan:


Ketua MUI dan LPPOM-MUI Prov.
Sulawesi Utara

- 195 -

Vous aimerez peut-être aussi