Vous êtes sur la page 1sur 3

BAB II PEMBAHASAN

Salah satu kasus yang kami angkat adalah tentang gaya komunikasi
Gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau yang sering dipanggil
Ahok. Dalam beberapa kesempatan di media massa, Ahok sering menyinggung
kinerja bawahannya secara terang-terangan.
Beberapa pihak menyebutkan bahwa cara komunikasi Gubernur DKI Basuki
Tjahaja Purnama atau Ahok yang selalu menyalahkan memicu kontroversi. Sebab
pola komunikasi Ahok yang dapat dibenarkan para pendukungnya ini, bisa
mendistorsi publik dengan asumsi-asumsi yang belum tentu benar secara hukum.
Pengamat Politik Universitas Padjadjaran Bandung, Muradi mengatakan komunikasi
politik yang sedang dibangun Ahok, ingin memposisikan dua hal pertama menjadi
bad guy atau good guy.
Gaya bicara tersebut salah satunya berimbas pada mundurnya Walikota
Jakarta Utara, Rustam Effendi. Dikutip dari detiknews.com bahwa saat itu dalam
rapat dengan jajaran Pemprov DKI Jakarta, Ahok menyindir sang Walikota Jakut
terkait akibat masih adanya permukiman liar di kolong Tol Ancol.
Padahal menurut Ahok perintah normalisasi saluran air di kolong Tol Ancol
telah diberikannya sejak tahun lalu. Ahok pun mengatakan Jangan-jangan Wali Kota
Jakarta Utara Rustam Effendi berpihak pada Yusril Ihza Mahendra. Berikut kata-kata
Ahok
yang
dinilai
kurang
pantas
digunakan
pada
forum
tersebut.
Ini Pak Walikota, saya selalu bilang begini Pak Wali, Pak Wali kalau saya
suruh usir orang itu, wah ngeyelnya ngeles. Jangan-jangan satu pihak sama Yusril
ini, kata Ahok dalam rapat penanganan banjir di Balai Kota Jakarta, Jumat
(22/4/2016).

Spontan, sindiran Ahok itu membuat para peserta rapat tertawa. Sementara
Rustam terlihat diam saja. Selain meminta Rustam untuk merelokasi warga di
kolong tol, Ahok juga meminta Pemkot Jakarta Utara untuk segera menggusur
warga yang tinggal di kolong Jembatan Merah.

"Jembatan merah itu kan ada rumah-rumah di Husada, itu juga harus kamu
singkirin. Kalau enggak, nanti pasti banjir," Ahok menegaskan.
Menanggapi tudingan Ahok tersebut, Rustam membantah pihaknya menolak
penertiban kawasan kumuh dan lebih mendukung Yusril. "Enggak gitu, enggak
benar. Kita masih jalan terus ini penertiban," ujar dia. Merasa tersinggung, Rustam
menulis di akun Facebook-nya sebelum akhirnya mundur. Ia menegaskan bahwa
perkataan Ahok soal dia sepihak dengan Yusril Ihza Mahendra dirasanya sebagai
sesuatu yang menyakitkan. Pada Senin sore, Rustam menghadap Ahok dan
memutuskan mundur dengan alasan merasa kinerjanya kurang bagus. Berikut
adalah cuplikan kata-kata dari laman resmi akun facebook Rustam Effendi.

Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa komunikasi mempertimbangkan


diksi yang dipakai tergantung tempat dan status sosial seseorang dan hubungannya
dengan orang lain. Penggunaan bahasa yang baik (sesuai aspek komunikatif)
adalah sesuai dengan sasaran kepada siapa bahasa tersebut di sampaikan. Hal ini
harus disesuaikan dengan unsur umur, agama, status sosial, lingkungan sosial, dan
sudut pandang khalayak sasaran kita. Dengan kata lain, bahasa yang kita gunakan
sesuai dengan lawan bicara, sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman ketika
berkomunikasi.
Sedangkan dari tinjauan bahasa yang benar berkaitan dengan aspek kaidah,
yaitu peraturan bahasa (tata bahasa, pilihan kata, tanda baca, dan ejaan). Bahasa
yang benar mengacu pada kaidah penulisan dan pengucapan Bahasa Indonesia
seperti yang tertera dalam kamus besar Bahasa Indonesia, dan terdapat pula di EYD
(Ejaan Yang Disempurnakan). Dari dua hal diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang tidak menyinggung lawan
bicara, dan tiap katanya adalah bagian dari kata-kata dalam kamus besar bahasa
Indonesia.
Namun, pada aspek komunikasi sehari-hari penggunaan bahasa yang baik
dan benar tidak harus dipenuhi. Penggunaan bahasa yang baik saja sudah cukup
untuk menyampaikan isi informasi dengan jelas tanpa harus menyinggung lawan

bicara. Untuk itu perlu kesadaran pribadi mengenai jabatan, tempat serta lawan
bicara kita saat melakukan komunikasi agar hal seperti ini tidak terulang lagi
mengingat pihak-pihak yang ada dalam kasus ini adalah orang yang mempunyai
pengaruh besar terhadap publik.

BAB III KESIMPULAN

Komunikasi bertujuan untuk menyampaikan informasi dari satu pihak ke


pihak lainnya. Dalam proses penyampainnya perlu memperhatikan konteks-konteks
tertentu. Konteks tersebut mempengaruhi penggunaan Bahasa yang tepat sebagai
media komunikasi.
Penggunaan Bahasa dapat dikatakan baik jika sesuai dengan sasaran kepada
siapa bahasa tersebut di sampaikan. Hal ini harus disesuaikan dengan unsur umur,
agama, status sosial, lingkungan sosial, dan sudut pandang khalayak sasaran kita.
Pokok dari penggunaan bahasa yang baik adalah tidak adanya kesalahpahaman
antara kedua belah pihak yang saling berkomunikasi.
Penggunaan Bahasa dapat dikatakan benar jika mengacu pada kaidah
penulisan dan pengucapan Bahasa Indonesia seperti yang tertera dalam kamus
besar Bahasa Indonesia, dan terdapat pula di EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).
Dalam kasus ini, yang dipermasalahkan adalah penggunaan Bahasa yang
kurang baik pada figur publik Gubernur DKI Jakarta, Basuki Thajaja Purnama dalam
forum rapat jajaran Pemprov DKI Jakarta sehingga menyinggung salah satu peserta
rapat yaitu Walikota Jakarta Utara, Rustam Effendi hingga menyebabkan
pengunduran dirinya sebagai Walikota. Hal ini dapat menjadi pengingat bahwa
kontekstualitas dalam berkomunikasi sangat penting terutama bagi seorang pejabat
seperti Ahok.

Vous aimerez peut-être aussi