Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
malam hari karena sesak napas. Nyeri dada dirasakan bila sesak napas timbul. Demam
tidak ada, riwayat demam tidak ada. Muntah tidak ada, mual tidak ada, ada nyeri ulu hati.
BAB : biasa, BAK : lancar. Pada pemeriksaan fisis didapatkan takipneu dan takikardi,
suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang serta terdapat suara nafas tambahan
(wheezing) pada kedua lapangan paru.
Riwayat Pengobatan:
Pasien rutin kontrol di poliklinik penyakit selama 2 bulan terakhir, mendapatkan 2 jenis
obat, nama obat tidak diketahui.
Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien sudah pernah menderita penyakit serupa sebelumnya.
Riwayat alergi terhadap debu dan asap rokok.
Riwayat Keluarga:
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
Riwayat Pekerjaan/Kebiasaan:
Pasien merupakan penggarap ladang.
Lain-lain:
Pasien tinggal di sebuah rumah kayu yang dekat dengan sawah. Lingkungan rumah cukup
bersih, ventilasi baik.
Daftar Pustaka:
1. NoerS, dkk. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
2. Iris, Rengganis. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Maj. Kedokteran
Indonesia vol. 58. Jakarta: IDI.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2004. Asma: Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Hasil Pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis Asma Bronkial.
2. Memberikan penanganan primer pada pasien dengan serangan Asma Bronkial.
Perkusi timpani
Ekstremitas: akral hangat, perfusi perifer cukup, edema pretibial (-)/(-), edema
dorsum pedis (-)/(-)
Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan fisis neurologis dalam batas normal.
3. Assessment
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel inflamasi dan mediator. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas terhadap bermacam-macam stimulus dan penyempitan jalan
napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada
terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam dan atau dini hari. Derajat
penyempitan bervariasi (umumnya reversibel) yang dapat membaik secara spontan
maupun dengan pengobatan.
Ada beberapa hal yang merupakan faktor risiko timbulnya serangan asma bronkial
yaitu:
1. Faktor Pejamu
Ada riwayat atopi pada penderita atau keluarganya, hipersensitif saluran napas,
jenis kelamin, ras atau etnik.
2. Faktor Lingkungan
a. Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang, kecoa.
b. Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur.
c. Makanan-makanan tertentu: bahan pengawet, penyedap dan pewarna makanan.
d. Obat-obatan tertentu.
e. Iritan: parfum, bau-bauan merangsang.
f. Ekspresi emosi yang berlebihan.
g. Asap rokok.
h. Polusi udara dari luar dan dalam ruangan.
i. Infeksi saluran napas.
j. Exercise-induced asthma (asma kambuh ketika melakukan aktivitas fisik
tertentu).
k. Perubahan cuaca.
Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan pada saat tanpa serangan dan pada saat serangan. Tidak
ada satu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit,
namun pemeriksaan gejala-gejala dan uji faal paru dapat berguna untuk
mengklasifikasikan penyakit asma menurut berat ringannya. Klasifikasi itu sangat
penting untuk penatalaksanaan asma. Berat ringan asma ditentukan oleh berbagai faktor
seperti gambaran klinis sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan
untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat).
Ringan
Sedang
Berat
Aktivitas
Dapat berjalan
Dapat berbaring
Jalan terbatas
Lebih suka duduk
Bicara
Kesadaran
Frekuensi napas
Retraksi otot-otot
bant napas
Mengi
Frekuensi nadi
APE
sesudah
bronkodilator
Beberapa kalimat
Mungkin terganggu
Meningkat
Umumnya tidak ada
Kalimat terbatas
Biasanya terganggu
Meningkat
Kadang-kadang ada
Sukar berjalan
Duduk membungkuk ke
depan
Kata demi kata
Biasanya terganggu
Sering >30x/menit
Ada
Keras
100-120x/menit
60-80%
Keras
>120x/menit
<60%
Diagnosis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
5
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien dengan asma bronkial biasanya akan
datang ke rumah sakit dengan keluhan utama sesak napas yang episodik atau batukbatuk berdahak yang sering memburuk pada malam dan pagi hari menjelang subuh atau
bila pasien dekat dengan allergen (debu, asap, dsb) dengan sifat batuk yang kronik atau
dengan keluhgan mengi. Terdapat faktor predisposisi dan presipitasi asma seperti
riwayat bronkitis atau pneumonia yang berulang. Dari pemeriksaan fisis, tanda-tanda
vital pada pasien asma bronkial umumnya normal kecuali respiratory rate yang
meningkat dan dapat terjadi pulsus paradoxus pada eksaserbasi akut. Pada pemeriksaan
fisis dada dapat terdengar wheezing / mengi pada episode eksaserbasi. Bahkan, pada
episode eksaserbasi akut yang parah muncul sianosis.
Tanda patognomonis dari asma bronkial yaitu:
1. Sesak napas.
2. Mengi pada auskultasi.
3. Pada serangan berat digunakan otot bantu napas (retraksi supraklavikula,
interkostal, dan epigastrium).
Diagnosis asma bronkial tidaklah sulit terutama bila telah dijumpai beberapa gejala
klinis serta hasil dari pemeriksaan fisis seperti pada pasien ini. Pasien atau keluarga
pasien yang memiliki riwayat penyakit atopi seperti rhinitis alergi, dermatitis alergi, atau
asma dapat memperkuat dugaan penyakit asma bronkial. Pada pasien ini penyakit asma
bronkial dicetuskan oleh cuaca yang cukup dingin akhir-akhir ini serta keadaan pasien
yang juga memiliki alergi terhadap debu maupun asap rokok.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menilai penyakit asma
bronkial ialah Peak Flowmeter untuk Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan Pemeriksaan
darah untuk eosinofil dalam darah. Selain itu, pada pemeriksaan spirometri dengan
bronkodilator terdapat kenaikan 15 % rasio APE sebelum dan sesudah pemberian
inhalasi salbutamol. Hal ini menunjuk ke diagnosis asma bronkial. Pemeriksaan
penunjang lanjutan (bila diperlukan) di antaranya foto toraks, uji sensitifitas kulit, uji
provokasi bronkus.
Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan asma bronkial yaitu:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk latihan jasmani
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma bronkial didasarkan atas beratnya gejala atau keluhan dan
seringnya terjadi eksaserbasi. Strategi pengobatan asma bronkial di antaranya ialah
mengurangi respons saluran napas, mencegah ikatan alergen, mencegah pelepasan
mediator kimia, dan merelaksasikan otot-otot polos bronkus. Perlu dilakukan
6
Pada keadaan awal, berikan pasien nebulisasi 2-agonis 1-3 kali dengan selang 20
menit. Nebulisasi 2-agonis yang digunakan adalah salbutamol 2,5 mg/ kali nebulisasi.
Kemudian lihat respon pasien terhadap terapi. Jika pasien membaik tata laksana sebagai
serangan ringan, jika respon parsial tata laksana sebagai serangan sedang, dan jika
respon buruk tata laksana sebagai serangan berat. Pada pasien ini serangan asma
diobservasi 12 jam lalu diberikan kortikosteroid oral dan kalau perlu nebulisasi tiap 8
jam. Jika setelah 12 jam kondisi stabil, pasien boleh pulang dengan dibekali obat 2agonis. Dapat juga diberikan terapi kortikosteroid sistemik injeksi atau inhalasi dan
drips aminofilin 4 cc dalam normal saline selain pemberian bronkodilator kerja cepat
inhalasi (nebulisasi 2-agonis).
Konseling dan edukasi untuk pasien dengan penyakit asma bronkial diantaranya
7
adalah memberikan informasi kepada individu dan keluarga mengenai seluk beluk
penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik atau memburuk), jenis
dan mekanisme kerja obat-obatan dan mengetahui kapan harus meminta pertolongan
dokter serta menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan menghindari setiap
pencetus dan menggunakan bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan exercise
untuk mencegah exercise induced asthma.
4. Plan
Diagnosis: Asma Bronkial Eksaserbasi Akut.
Terapi:
- Anjuran opname
- Posisi setengah duduk atau berbaring dengan bantal tinggi
- O2 3-4 liter permenit
- IVFD RL 28 tetes permenit
- Ventolin nebulizer / 8 jam
- Salbutamol tablet 2 mg 3dd1
- Dexamethasone tablet 0,5 mg 2dd1
- Ambroxol syr 3dd1C
- Ranitidin amp /8 jam/IV
- Cetirizine tablet 10 mg 1dd1
Konsultasi: tetap perlu dilakukan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam apalagi
untuk kasus eksaserbasi akut.
Rujukan: diperlukan bila didapatkan asma bronkial dengan komplikasi serius dan
dilakukan di rumah sakit dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai.
Kontrol: dijelaskan perlunya kontrol secara teratur untuk menilai dan memonitor
beratnya asma secara berkala. Jadi, keadaan pasien dievaluasi sehingga kejadian
eksarsebasi dapat dicegah.
Kegiatan
Periode
Hasil yang diharapkan
Penanganan eksaserbasi Saat serangan
Keluhan pasien segera teratasi
asma
Nasihat
Selama perawatan Pasien mendapat edukasi tentang
penyakit serta faktor pencetusnya
Prognosis: bonam.
Bantaeng, 8 Januari 2015
Peserta,
Pendamping,
dr. Rahmaniar