Mahasiswa adalah sebuah entitas yang selalu tercatat dalam setiap rezim karena
pergerakan-pergerakan yang dibuatnya. Tak sedikit dari gerakan-gerakan tersebut
yang masih melegenda dan dibicarakan dari mulut ke mulut hingga hari ini. Hanya saja, semakin kesini banyak yang merasa bahwa mahasiswa semakin melempem. Lebih suka selfie ketimbang memberi arti. Lebih suka dateng ke reality show tv, dari pada mengkaji. Tak ayal, bermunculan akun-akun sosial media yang mempertanyakan posisi mahasiswa di era ini. Hal ini jugalah yang kemudian membawa saya kembali mengingat beberapa novel yang sedikit banyak menceritakan kehidupan mahasiswa di era 70 an. Buku memang adalah sarana paling irit ongkos ketika saya ingin mengenal lebih dalam kehidupan dikampus lain. Ada dua buku yang cukup saya nikmati ketika berbicara kehidupan kampus, yang pertama adalah Gading-Gading Ganesha, lalu yang kedua adalah Cintaku di Kampus Biru karangan Ashadi Siregar. Nah, Cintaku di Kampus Biru ini adalah salah satu novel yang cukup booming dijamannya. Pernah difilmkan dengan bintang Roy Martin dan Yenny Rachman, dan kemudian disinetronkan dengan bintang-bintang populer kala itu, seperti Dessy Ratnasari dan Indra L. Brugmann. Ashadi Siregar mulai menulis novel trilogi ini pada tahun 1974. 20 tahun sebelum saya lahir bung! Novel yang mengambil latar tempat di UGM ini bercerita tentang Anton, seoranag aktivis dengan lika-liku kehidupan kampus dan cintanya. Di review ini saya tidak ingin mengulas terkait jalan cerita tentang kisah percintaan disana. Saya lebih tertarik membahas intrik di kalangan mahasiswa, termasuk perebutan posisi ketua dewan mahasiswa untuk tingkat universitas atau ketua senat mahasiswa untuk lingkup fakultas, menjadi miniatur perpolitikan Indonesia. Dengan demikian, menjadi relevan jika Anton mengidentifikasikan diri dan mengidolakan sosok berambut gondrong Che Guevara, pemimpin gerilya di Bolivia tahun 1965, serta sebelumnya memimpin Revolusi Kuba tahun 1956-1959.