Vous êtes sur la page 1sur 11

Akhlak Malu dalam Islam

Oleh :
Novitri Sari
A1C215004

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


)) :












:
.((


.







Dari Abu Masd Uqbah bin Amr al-Anshr al-Badri radhiyallhu anhu ia
berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya
salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian
terdahulu adalah, Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.

PENJELASAN HADTS

A. Pengertian Malu
Malu adalah satu kata yang mencakup perbuatan menjauhi segala apa
yang dibenci. Imam Ibnul Qayyim rahimahullh berkata, Malu berasal dari kata
hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata alhayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhr. Hidup dan matinya hati
seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan
hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang.
Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih
sempurna.
Al-Junaid rahimahullh berkata, Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan
keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu.
Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan
mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.

Kesimpulan definisi di atas ialah bahwa malu adalah akhlak (perangai)


yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang
buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan
dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.

B. Keutamaan Malu
1) Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu
mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan
menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina.Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,

Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.


(Muttafaq alaihi)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,

Malu itu kebaikan seluruhnya.


Malu adalah akhlak para Nabi , terutama pemimpin mereka, yaitu Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih pemalu daripada gadis
yang sedang dipingit.

2) Malu adalah cabang keimanan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam


bersabda,

Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang
yang paling tinggi adalah perkataan L ilha illallh, dan yang paling
rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah
salah
satu
cabang
Iman.

3) Allah Azza wa Jalla cinta kepada orang-orang yang malu.


Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Rasulullah













.






Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu, Maha Menutupi, Dia
mencintai rasa malu dan ketertutupan. Apabila salah seorang dari kalian
mandi, maka hendaklah dia menutup diri.

4) Malu adalah akhlak para Malaikat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam


bersabda,

Apakah aku tidak pantas merasa malu terhadap seseorang, padahal para
Malaikat merasa malu kepadanya. [Shahh: HR.Muslim (no. 2401)]

5) Malu adalah akhlak Islam. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam


bersabda,

Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah


malu.

6) Malu sebagai pencegah pemiliknya dari melakukan maksiat. Ada salah


seorang Shahabat Radhiyallahu 'anhu yang mengecam saudaranya dalam
masalah malu dan ia berkata kepadanya, Sungguh, malu telah
merugikanmu. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.

Biarkan dia, karena malu termasuk iman.

Abu Ubaid al-Harawi rahimahullh berkata, Maknanya, bahwa orang itu


berhenti dari perbuatan maksiatnya karena rasa malunya, sehingga rasa
malu itu seperti iman yang mencegah antara dia dengan perbuatan
maksiat.

7) Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut hilanglah
yang lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,






.


Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka
hilanglah
yang
lainnya.

8) Malu akan mengantarkan seseorang ke Surga. Rasulullah Shallallahu 'alaihi


wa

sallam

bersabda,

Malu adalah bagian dari iman, sedang iman tempatnya di Surga dan
perkataan kotor adalah bagian dari tabiat kasar, sedang tabiat kasar
tempatnya di Neraka.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda , Sesungguhnya salah


satu perkara yang telah diketahui manusia dari kalimat kenabian terdahulu"
Maksudnya, ini sebagai hikmah kenabian yang sangat agung, yang
mengajak kepada rasa malu, yang merupakan satu perkara yang diwariskan
oleh para Nabi kepada manusia generasi demi generasi hingga kepada generasi
awal umat Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara perkara
yang didakwahkan oleh para Nabi terdahulu kepada hamba Allah Azza wa Jalla
adalah berakhlak malu.
Sesungguhnya sifat malu ini senantiasa terpuji, dianggap baik, dan
diperintahkan serta tidak dihapus dari syariat-syariat para nabi terdahulu.

C. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Salllam Adalah Sosok Pribadi Yang


Sangat
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , Jika engkau tidak merasa
malu, berbuatlah sesukamu.
Ada beberapa pendapat ulama mengenai penafsiran dari perintah dalam
hadits ini, diantaranya:
1) Perintah tersebut mengandung arti peringatan dan ancaman.
Maksudnya, jika engkau tidak punya rasa malu, maka berbuatlah apa saja
sesukamu karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan yang setimpal
dengan perbuatanmu itu, baik di dunia maupun di akhirat atau keduaduanya.
2) Perintah tersebut mengandung arti penjelasan.
Maksudnya, barangsiapa tidak memiliki rasa malu, maka ia berbuat apa
saja yang ia inginkan, karena sesuatu yang menghalangi seseorang untuk
berbuat buruk adalah rasa malu. Jadi, orang yang tidak malu akan larut
dalam perbuatan keji dan mungkar, serta perbuatan-perbuatan yang

dijauhi orang-orang yang mempunyai rasa malu. Ini sebagaimana sabda


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

Barangsiapa berdusta kepadaku dengan


menyiapkan tempat duduknya di Neraka.

sengaja,

hendaklah

ia

Sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas bentuknya berupa


perintah, namun maknanya adalah penjelasan bahwa barangsiapa
berdusta terhadapku, ia telah menyiapkan tempat duduknya di Neraka
3) Perintah tersebut mengandung arti pembolehan.
Imam an-Nawawi rahimahullh berkata, Perintah tersebut mengandung
arti pembolehan. Maksudnya, jika engkau akan mengerjakan sesuatu, maka
lihatlah, jika perbuatan itu merupakan sesuatu yang menjadikan engkau
tidak merasa malu kepada Allah Azza wa Jalla dan manusia, maka
lakukanlah,
jika
tidak,
maka
tinggalkanlah.
Pendapat yang paling benar adalah pendapat yang pertama, yang
merupakan pendapat jumhur ulama.

D. Malu Itu Ada Dua Jenis


1) Malu yang merupakan tabiat dan watak bawaan
Malu seperti ini adalah akhlak paling mulia yang diberikan Allah Azza wa
Jalla kepada seorang hamba. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda,


.


Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan.

Malu seperti ini menghalangi seseorang dari mengerjakan perbuatan buruk


dan tercela serta mendorongnya agar berakhlak mulia. Dalam konteks ini,

malu itu termasuk iman. Al-Jarrh bin Abdullh al-Hakami berkata, Aku
tinggalkan dosa selama empat puluh tahun karena malu, kemudian aku
mendapatkan sifat wara (takwa).

2) Malu yang timbul karena adanya usaha.


Yaitu malu yang didapatkan dengan marifatullh (mengenal Allah Azza wa
Jalla ) dengan mengenal keagungan-Nya, kedekatan-Nya dengan hambaNya, perhatian-Nya terhadap mereka, pengetahuan-Nya terhadap mata
yang berkhianat dan apa saja yang dirahasiakan oleh hati. Malu yang
didapat dengan usaha inilah yang dijadikan oleh Allah Azza wa Jalla
sebagai bagian dari iman. Siapa saja yang tidak memiliki malu, baik yang
berasal dari tabiat maupun yang didapat dengan usaha, maka tidak ada
sama sekali yang menahannya dari terjatuh ke dalam perbuatan keji dan
maksiat sehingga seorang hamba menjadi setan yang terkutuk yang
berjalan di muka bumi dengan tubuh manusia. Kita memohon keselamatan
kepada Allah Azza wa Jalla.
Dahulu, orang-orang Jahiliyyah yang berada di atas kebodohannyasangat merasa berat untuk melakukan hal-hal yang buruk karena dicegah
oleh rasa malunya, diantara contohnya ialah apa yang dialami oleh Abu
Sufyan ketika bersama Heraklius ketika ia ditanya tentang Rasulullah
Shallallahu
'alaihi
wa
sallam,
Abu
Sufyan
berkata,

Artinya :Demi Allah Azza wa Jalla, kalau bukan karena rasa malu yang
menjadikan aku khawatir dituduh oleh mereka sebagai pendusta, niscaya
aku akan berbohong kepadanya (tentang Allah Azza wa Jalla).
Rasa malu telah menghalanginya untuk membuat kedustaan atas nama
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam karena ia malu jika dituduh sebagai
pendusta.

E. Malu Yang Tercela


Qdhi Iydh rahimahullh dan yang lainnya mengatakan, Malu yang
menyebabkan menyia-nyiakan hak bukanlah malu yang disyariatkan, bahkan

itu ketidakmampuan dan kelemahan. Adapun ia dimutlakkan dengan sebutan


malu karena menyerupai malu yang disyariatkan.[26] Dengan demikian,
malu yang menyebabkan pelakunya menyia-nyiakan hak Allah Azza wa Jalla
sehingga ia beribadah kepada Allah dengan kebodohan tanpa mau bertanya
tentang urusan agamanya, menyia-nyiakan hak-hak dirinya sendiri, hak-hak
orang yang menjadi tanggungannya, dan hak-hak kaum muslimin, adalah
tercela karena pada hakikatnya ia adalah kelemahan dan ketidakberdayaan.
Di antara sifat malu yang tercela adalah malu untuk menuntut ilmu syari,
malu mengaji, malu membaca Alqur-an, malu melakukan amar maruf nahi
munkar yang menjadi kewajiban seorang Muslim, malu untuk shalat
berjamaah di masjid bersama kaum muslimin, malu memakai busana
Muslimah yang syari, malu mencari nafkah yang halal untuk keluarganya
bagi laki-laki, dan yang semisalnya. Sifat malu seperti ini tercela karena akan
menghalanginya memperoleh kebaikan yang sangat besar.
Tentang tidak bolehnya malu dalam menuntut ilmu, Imam Mujahid
rahimahullah
berkata,







.

Artinya : Orang
mendapatkan

yang

malu

dan

orang

yang

sombong

tidak

akan
ilmu.

Ummul Mukminin isyah radhiyallhu anha pernah berkata tentang sifat


para
wanita
Anshr,









.




Artinya : Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshr. Rasa malu tidak
menghalangi mereka untuk memperdalam ilmu Agama.

Para wanita Anshr radhiyallhu anhunna selalu bertanya kepada


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jika ada permasalahan agama yang
masih rumit bagi mereka. Rasa malu tidak menghalangi mereka demi
menimba ilmu yang bermanfaat.
Ummu Sulaim radhiyallhu anha pernah bertanya kepada Rasulullah,
Wahai Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ! Sesungguhnya Allah Azza wa

Jalla tidak malu terhadap kebenaran, apakah seorang wanita wajib mandi
apabila ia mimpi (berjim)? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab, Apabila ia melihat air.

F. Wanita Muslimah Dan Rasa Malu


Wanita Muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu. Di dalamnya kaum
muslimin bekerjasama untuk memakmurkan bumi dan mendidik generasi
dengan kesucian fithrah kewanitaan yang selamat. Al-Qur-anul Karim telah
mengisyaratkan ketika Allah Taala menceritakan salah satu anak perempuan
dari salah seorang bapak dari suku Madyan. Allah Taala berfirman,

Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua perempuan itu
berjalan
dengan
malu-malu,
dia
berkata,
Sesungguhnya
ayahku
mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas (kebaikan)mu
memberi minum (ternak kami) [Al-Qashash: 25]

Dia datang dengan mengemban tugas dari ayahnya, berjalan dengan cara
berjalannya seorang gadis yang suci dan terhormat ketika menemui kaum lakilaki; tidak seronok, tidak genit, tidak angkuh, dan tidak merangsang. Namun,
walau malu tampak dari cara berjalannya, dia tetap dapat menjelaskan
maksudnya dengan jelas dan mendetail, tidak grogi dan tidak terbata-bata.
Semua itu timbul dari fithrahnya yang selamat, bersih, dan lurus. Gadis yang
lurus merasa malu dengan fithrahnya ketika bertemu dengan kaum laki-laki
yang berbicara dengannya, tetapi karena kesuciannya dan keistiqamahannya,
dia tidak panik karena kepanikan sering kali menimbulkan dorongan, godaan,
dan rangsangan. Dia berbicara sesuai dengan yang dibutuhkan dan tidak lebih
dari itu.
Adapun wanita yang disifati pada zaman dahulu sebagai wanita yang suka
keluyuran adalah wanita yang pada zaman sekarang disebut sebagai wanita
tomboy, membuka aurat, tabarruj (bersolek), campur baur dengan laki-laki
tanpa ada kebutuhan yang dibenarkan syariat, maka wanita tersebut adalah
wanita yang tidak dididik oleh Al-Qur-an dan adab-adab Islam. Dia mengganti
rasa malu dan ketaatan kepada Allah dengan sifat lancang, maksiat, dan
durhaka, merasuk ke dalam dirinya apa-apa yang diinginkan musuh-musuh
Allah berupa kehancuran dan kebinasaan di dunia dan akhirat. Nas-alullaah assalaamah wal aafiyah.

Setiap suami atau kepala rumah tangga wajib berhati-hati dan wajib
menjaga istri dan anak-anak perempuannya agar tidak mengikuti pergaulan dan
mode-mode yang merusak dan menghilangkan rasa malu seperti terbukanya
aurat, bersolek, berjalan dengan laki-laki yang bukan mahram, ngobrol dengan
laki-laki yang bukan mahram, pacaran, dan lain-lain. Para suami dan orang tua
wajib mendidik anak-anak perempuan mereka di atas rasa malu karena rasa
malu adalah perhiasan kaum wanita. Apabila ia melepaskan rasa malu itu, maka
semua keutamaan yang ada padanya pun ikut hilang.

FAWD HADTS

1. Malu adalah salah satu wasiat yang disampaikan oleh para Nabi terdahulu.
2. Sifat malu semuanya terpuji dan senantiasa disyariatkan oleh para Nabi
terdahulu.
3. Hadits ini menunjukkan bahwa malu itu seluruhnya baik. Barangsiapa
banyak rasa malunya, banyak pula kebaikannya dan manfaatnya lebih
menyeluruh. Dan barangsiapa yang sedikit rasa malunya, sedikit pula
kebaikannya.
4. Malu adalah sifat yang mendorong
perbuatan-perbuatan yang buruk.

pemiliknya

untuk

meninggalkan

5. Malu yang mencegah seseorang dari menuntut ilmu dan mencari kebenaran
adalah malu yang tercela.
6. Setiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu.
7. Buah dari malu adalah iffah (menjaga kehormatan) dan wafa' (setia).
8. Malu adalah bagian dari iman yang wajib.
9. Orang-orang Jahiliyyah dahulu memiliki rasa malu yang mencegah mereka
dari mengerjakan sebagian perbuatan jelek.
10. Allah Azza wa Jalla Maha Pemalu dan menyukai sifat malu serta mencintai
hamba-hamba-Nya yang pemalu.
11. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sosok pribadi yang sangat
pemalu.

12.

Malaikat mempunyai sifat malu.

13. Lawan dari malu adalah tidak tahu malu (muka tembok), ia adalah
perangai yang membawa pemiliknya melakukan keburukan dan tenggelam
di dalamnya serta tidak malu melakukan maksiat secara terang-terangan.
Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

Setiap umatku pasti dimaafkan, kecuali orang yang melakukan maksiat


secara terang-terangan.
14. Para orang tua wajib menanamkan rasa malu kepada anak-anak mereka.

Vous aimerez peut-être aussi