Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
2.
3.
4.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa dan
masa tua (Nugroho, 1992). Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemuduran secara fisik maupun
psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskpun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan:
1) Bebas dari penyakit fisik, mental dan sosial,
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari,
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat (Rahardjo, 1996)
Akibat perkembangan usia, lanjut usia mengalami perubahan perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuakan diri secara terus menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Hurlock (1979) seperti dikutip oleh MunandarAshar Sunyoto (1994)
menyebutkan masalah masalah yang menyertai lansia yaitu:
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain,
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola
hidupnya,
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah,
b)
Kesehatan umum
c)
Tingkat pendidikan
d)
Keturunan (hereditas)
e)
Lingkungan
f)
g)
h)
i)
terlihat dalam berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,
1970)
7. Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia
Menurut the National Old Peoples Welfare Council , dikemukakan 12 macam
penyakit lansia, yaitu :Depresi mental
1) Gangguan pendengaran
2) Bronkhitis kronis
3) Gangguan pada tungkai/sikap berjalan.
4) Gangguan pada koksa / sendi pangul\Anemia
5) Demensia
B. Konsep Hipertensi
1. Batasan Hipertensi
Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten . Pada
orang dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan
diastolik sama atau di atas 90 mm Hg , menurut American Heart Association, rata-rata
dari dua kali pemeriksaan yang berbeda dalam dua minggu. Menurut Pusdiknakes
Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik diatas standar
dihubungkan dengan usia.
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan
besar, yaitu :
a. Hipertensi
esensial
terjadinya
Konsumsi garam yang tinggi, dari statistik diketahui bahwa suku bangsa atau
penduduk dengan konsumsi garam rendah jarang menderita hipertensi. Dari
dunia kedokteran juga telah dibuktikan
dan
pengeluaran garam / natrium oleh obat diuretik akan menurunkan tekanan darah
lebih lanjut.
2)
Stres dan ketegangan jiwa ; sudah lama diketahui bahwa ketegangan jiwa seperti
rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah
dapat
3. Patofisiologi
Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya terutama pada
peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan karena
vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah tersebut. Bila
hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-perubahan
struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna dan hipertropi
tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka sirkulasi darah dalam otot
jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Keadaan ini dapat diperkuat
dengan adanya sklerosis koroner.
4. Usaha Pencegahan Hipertensi.
Pencegahan lebih baik dari
hipertensi.pada umumnya, orang akan berusaha mengenali hipertensi jika dirinya atau
keluarganya sakit keras atau meninggal dunia akibat hipertensi.
Sebenarnya sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya, hanya diperlukan
disiplin dan ketekunan menjalankan aturan hidup sehat, sabar, dan ikhlas (jawa; nrimo)
dalam mengendalikan perasaan dan keinginan atau ambisi. Di samping berusaha untuk
memperoleh kemajuan, selalu sadar atau mawas di ri untuk ikhlas menerima kegagalan
atau kesulitan.
Usaha pencegahan juga bermanfaat bagi penderita hipertensi agar penyakitnya
tidak menjadi lebih parah , tentunya harus disertai pemakaian obat-obatan yang harus
ditentukan oleh dokter. Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil
tindakan pencegahan yang baik (Stop high blood pressure), antara lain dengan cara
sebagai berikut :
a. Mengurangi konsumsi garam
b. Menghindari kegemukan
c. Membatasi konsumsi lemak
d. Olahraga teratur
e. Makan banyak sayur segar
f. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
g. Latihan relaksasi atau meditasi
h. Berusaha membina hidup yang positif.
5. Penanggulangan Hipertensi
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua
penatalaksanaan yaitu : Penatalaksanaan Nonfarmakologis dan farmakologis
6. Penatalaksanaan Nonfarmakologis :
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sebetulnya bukan suatu penyakit, tetapi
hanya merupakan suatu kelainan dengan gejala gangguan pada mekanisme regulasi
tekanan darah yang timbul.
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja,
tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita
bertambah kuat (Barry,1987).
Penatalaksanaan nonfarmakologi adalah dengan jalan memodifikasi gaya.
7. Penatalaksanaan farmakologis
Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan obat standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
( Joint
National Commite On Detection, Evaluation and Treatment of high Blood Pressure, USA,
1988) menyimpulkan bahwa obat diuretik, Penyekat Betha , Antagonis kalsium, atau
penghambatan ACE, dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita. Bila
tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan, dosis obat dapat disesuaikan
sampai dosis maksimal atau menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat
pertama dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan tekanan darah adalah kurang
dari 140/90 mm Hg dengan efek samping minimal. Penurunan tekanan dosis obat dapat
dilakukan pada golongan hipertenssi ringan yang sudah terkontrol dengan baik selama 1
tahun.
8. Komplikasi
Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner, cedera
cerebrovaskuler, dan gagal ginjal. Hipertensi menetap yang disertai dengan peningkatan
tahanan perifer menyebabkan gangguan
mendorong plasma dan lipoprotein
paada endothelium
pembuluh darah
dari
Retinopati hipertenssi.
Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan (viskositas).
- Foto dada
- CT Scan
- EKG
3. Prioritas keperawatan:
- Mempertahankan/ meningkatkan fungsi kardiovaskuler.
- Mencegah komplikasi.
- Kontrol aktif terhadap kondisi.
- Beri informasi tentang proses/ prognose dan program pengobatan.
4. Diagnosa Keperawatan:
Intoleran aktivitas sehubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan O2.
Tujuan/ kriteria:
- Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/ diperlukan.
- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
- Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologi.
Intervensi:
- Kaji respon terhadap aktifitas.
- Perhatikan tekanan darah, nadi selama/ sesudah istirahat.
- Perhatikan nyeri dada, dyspnea, pusing.
- Instruksikan tentang tehnik menghemat tenaga, misal: menggunakan kursi saat mandi,
sisir rambut.
- Melakukan aktifitas dengan perlahan-lahan.
- Beri dorongan untuk melakukan aktifitas/ perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.
Intervensi:
- Pertahankan tirah baring selama fase akut.
- Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti pijat punggung, leher,
tenang, tehnik relaksasi.
- Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri kepala,misal:
membungkuk, mengejan saat buang air besar.
- Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.
Diagnosa Keperawatan
Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik sekunder
terhadap kerusakan neuron motorik atas.
Kriteria:
Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
Intervensi:
1) Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
pada sedikitnya empat kali sehari.
R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernafasan.
2) Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga sampai empat kali
sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk memberikan waktu agar otot rileks dan
sangga ekstremitas di atas dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan
jaringan.
R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak digunakan. Kontraktur
pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan
abduktor.
3) Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur tubuh.
R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang berkepanjangan dapat menyebabkan
kontraktur permanen.
4) Siapkan mobilisasi progresif.
R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan penurunan
tekanan darah tiba-tiba (hipotensi orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi
perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan
peningkatan tahanan.
5) Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas fungsional sesuai indikasi.
R/ Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang pandang, motorik atau
persepsi.
Kriteria hasil:
- Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cedera.
- Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cedera.
- Meminta bantuan bila diperlukan.
Intervensi:
TINJAUAN KASUS
A.
PENGKAJIAN
1) Data biografi klien
a) Nama
: Tn. S
: - / umur 67 tahun
c) Pendidikan terakhir
: SD tidak tamat
a)
Agama
: Islam
b)
Satus perkawinan
: Duda
c)
TB/BB
: 155 cm / 37 kg
d)
Penampilan umum
e)
f)
Alamat
g)
h)
: Cucu.
i)
Alamat
: Ponorogo.
2) Riwayat keluarga
Keterangan:
= laki - laki
= Tn. S
= perempuan
= Perempuan meninggal
3) Riwayat pekerjaan
Pekerjaan sebelumnya Tukang Kayu .
4) Riwayat lingkungan hidup
Sekarang klien tinggal di Wisma Kunthi bersama lansia yang lain orang. Jumlah kamar 6
buah dengan kondisi kamar cukup bersih, peralatan makan tertata rapi di atas meja, tidak
ada pakaian kotor yang menumpuk atau tergantung, kondisi tempat tidur
bersih.
Pertukaran udara an cahaya matahari baik. Tingkat kenyamanan dan privacy terjamin.
4) Riwayat rekreasi
Klien senang nonton TV .
5) Sistem pendukung
Di panti ada seorang perawat lulusan SPK yang bertugas mengurusi masalah kesehatan.
Hampir semua kebutuhan terpenuhi karena panti menyiapkan kebutuhan lansia serta
kegiatan terjadwal secara teratur. Apabila lansia mengalami masalah kesehatan yang
serius panti melakuykan rujukan ke puskesmas maupun rumah sakit.
6) Deskripsi kekhususan
Klien mengatakan selalu melakukan solat 5 waktu dan mendapat pembinaan mental dan
rohani setiap minggu.
7) Status kesehatan
Klien mengatakan pernah mengalami sakit punggung setahun yang lalu. Sekarang klien
mngeluh Pusing, Kalau beraktivitas cepat merasa lelah, penglihatan kabur, kadang
kadang terasa lemah diseluruh tubuh .
8) A D L (activity daily living)
Berdasarkan indeks KATZS, pemenuhan kebutuhan ADL klien diskor dengan A karena
berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien mampu memenuhi kebutuhan makan,
kontinen, berpindah, ke kamar kecil dan berpakaian secara mandiri.
Psikologis kien meliputi:
9) Tinjauan sistem
a)
b)
c)
d)
Tanda tanda vital: N: 80 x/mnt; S: 37,20C, RR: 16 x/mnt; TD: 170/90 mmHg.
e)
Sistem pengelihatan: Baik, mata kiri dan kanan tidak ada kelainan, visus normal.
f)
g)
Sistem kardiovaskuler:
-
Sistem pernafasan:
Inspeksi: dada ka/ki terlihat simetris, tidak ada retraksi otot bantu
pernafasan.
h)
Inspeksi: tekstur kulit terlihat kendur, keriput(+), peningkatan pigmen (-), dekubitus
(-), bekas luka (-). Palpasi: turgor kulit normal.
i)
Sistem perkemihan
Klien mengatakan biasa buang air kecil di kamar mandi, frekuensi 3-4 x/hari,
Ngompol (-)
j)
Sistem muskuloskletal
ROM klien baik/penuh, klien seimbang dalam berjalan, kemampuan menggenggam
kuat, otot ekstremitas ka/ki sama kuat, tidak ada kelainan tulang, atrofi dll.
k)
Sistem endokrin
Klien mengatakan tidak menderita kencing manis. Palpasi: tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid.
l)
Sistem immune
Klien mengatakan tidak mengerti imunisasi, sensitivitas terhadap zat alergen (-),
riwayat penyakit berkaitan dengan imunisasi, klien mengatakan tidak tahu.
m)
Sistem gastrointestinal
Klien hanya mengkonsumsi makanan yang disediakan dari dapur umum panti
dengan frekuensi 3 kali sehari dan setiap makan hanya porsi. Kebiasaan minum
kopi (-), susu (-), peristaltik (+). Klien mengatakan bab tiap hari sekali dengan
konsistensi lembek.
n)
Sistem reproduksi
Klien mengatakan memiliki 2 orang anak putra dan putri.
o)
Sistem persyarafan
Keadaan status mental klien baik dengan emosi stabil. Respon klien terhadap
pembicaraan (+) dengan bicara yang normal dan jelas, suara pelo (-). Interpretasi
klien terhadap lawan bicara cukup baik.
Data
Etiologi
Masalah
DS:
Klien
Ketidakseimbangan
Intoleran aktivitas
2.
kali/menit,.
DS:
Klien
persepsi.
3.3 Perencanaan
No
1.
Diagnosa
Intoleransi
Tujuan
Tujuan/ kriteria:
Aktivitas
- Berpartisipasi dalam
sehubungan
aktifitas
dengan ketidak
diinginkan/
seimbangan
diperlukan.
antara
Intervensi
yang
respon
terhadap
1.
nadi
- Melaporkan
dan kebutuhan
peningkatan
akan oksigen
toleransi
selama/
sesudah
dapat melakukannya.
istirahat.
dalam
aktifitas
- Perhatikan
nyeri
dada,
tanda-tanda
kursi
3.
tinggi
- Mengidentifikasi
4.
faktor
yang
melakukan
sehubungan
meningkatkan resiko
perawatan
dengan
terhadap cedera.
bertahap
penurunan
- Memperagakan
lapangan
tindakan
keamanan
pandang
untuk
mencegah
Membantu penyesuaian
terhadap
perubahan aktivitas
dorongan
cedera
terjadinya
tubuh
Mencegah
kelelahan
saat
perlahan-lahan.
Resiko
Untuk
mengidentifikasikan
intoleransi fisiologi
2.
dyspnea, pusing.
menghemat tenaga, misal:
dalam
Untuk
mengidentifikasikan
aktifitas.
- Perhatikan tekanan darah,
suplai
2.
- Kaji
Rasional
untuk
5.
Aktivitas
mandiri
aktifitas/
membantu
dalam
diri
secara
perubahan
kebutuhan
jika
dapat
hidup
ditoleransi.
- Beri bantuan sesuai dengan
menurunkan cedera.
kebutuhan.
cedera.
1) Lakukan
tindakan
mengurangi
untuk
bahaya
ajarkan
2) Kerusakan
sensori
pasca
dapat
CVA
mempengaruhi
persepsi
lingkungan.
taktil
1) Membantu
klien
terhadap suhu.
masalah
untuk
klien
melakukan:
tidak
meyebabkan
bantalan
pemanas
sebelum digunakan.
- Kaji ekstremitas setiap
hari
terhadap
cedera
pas
dapat
alat
berkenaan
dengan
memaksimalkan
keamanan di rumah.
3.4 Implementasi
Waktu/tgl
5 03 --2002
Implementasi
Evaluasi
12.00
Memb
erikan HE tentang:
Kli
en kooperatif.
Penye
Kli
en tampak serius memperhatikan.
07.30
cedera.
Mene
08.00-10.30
Kli
Meng
Na
di 80 Kali / menit
Meng
Ti
dak mengeluh lelah
11.00
senam.
Melak
ukan
7 03 2002
pemeriksaan
melibatkan
08.00
klien
fisik,
dalam
Kli
en mengikuti kegiatan rekreasi dan
dan
kegiatan
rekreasi.
Kli
en mengatakan mengikuti saran
Memo
tivasi klien untuk
beristirahat bila
merasa lelah.
Kli
en kooperatif.
Menje
Kli
en tampak serius memperhatikan
istirahat.
11.00
Melibatkan
klien
untuk
mengikuti
en
kegiatan senam.
Kli
berpartisipasi
mengikuti
lelah
Kli
en kooperatif.
Kli
klien.
Kli
Pernapasan.
Te
nsi 170/80 mmHg, Nadi 70
Kali/menit, RR 18 kali/menit.
3.5 Evaluasi
No
1.
Diagnosa Keperawatan
Intoleransi
Aktivitas
sehubungan
Evaluasi
Tanggal: 7 Maret 2002-03-14
S: Klien mengatakan mengatakan tidak mengeluh lelah. Merasa
agak kuat .
O: nadi 70 Kali/menit, RR 18 Kali/menit, bebas melakukan
aktivitas
A: Masalah teratasi sebagian.
2.
penurunan
lapangan
Daftar Pustaka
Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan gawat Darurat
Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek Klinik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little Brown and
Company. Boston
Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman. EGC. Jakarta
Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri
Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta