Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan
penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain
sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita semua.
Melihat fenomeno tersebut banyak ahli yang melakukan risat untuk mengobati
penyakit yang timbul. Dan sekarang ini sudah banyak cara yang bisa digunakan
untuk mengobati penyakit-penyakit yang menyerang sistem respirasi. Dengan
melihat tingkat keseriusan atau tingkat keparahan dari penyakit yang menyerang
sistem respirasi bisa di tetapkan cara mana yang akan digunakan untuk mengatasi
penyakit tersebut. Salah satu pengobatan atau tindakan yang digunakan adalah
Pneumonectomy yang akan kita bahas pada materi berikut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pneumonectomy ?
2. Bagaimana evaluasi diagnostik, prosedur operatif, dan penatalaksanaan
praoperatif dari Pneumonectomy ?
3. Bagaimana proses keperawatan pasca operatif dari Pneumonectomi ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Pneumonectomy.
2. Mengetahui proses keperawatan evaluasi diagnostik, prosedur operatif,
penatalaksanaan praoperatif, dan proses keperawatan pasca operatif.
1 | Page
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PNEUMONEKTOMI
Pneumonektomi adalah pembedahan untuk menghapus keseluruhan dari salah
satu paru-paru. Dalam pneumonektomi parsial, satu atau lebih lobus dari paru-paru
dikeluarkan.
Pengkajian dan penatalaksanaan terutama sekali sangat penting pada pasien
yang akan menjalani bedah toraks. Prosedur bedah toraks dilakukan untuk beragam
alasan. Sering kali pasien ini juga mengalami penyakit paru obstruktif dengan
gangguan pernafasn. Persiapan praoperatif dan penatalaksanaan cermat pascaoperatif
sangat penting untuk keberhasilan tujuan pasien karena pasien ini mungkin
mempunyai rentang yang sangat sempit tentang apa yang memungkinkan mereka
untuk berfungsi dan apa yang menyebabkan distress.
Untungnya, paru-paru mempunyai cadangan fungsi yang besar. Makin maju
teknik anestesi, terapi pernapasan, teknik bedah, dan perawatan pascaoperatif telah
memungkinkan untuk dilakukannya bedah toraks yang lebih luas, kadang tindakan
invasif hanya sedikit.
Sasaran perawatan praoperatif adalah untuk memastikan pemulihan fungsi
pasien untuk menentukan apakah pasien dapat bertahan dari pembedahan dan untuk
memastikan kondisi optimal pasien untuk pembedahan.
2.2 EVALUASI DIAGNOSTIK
Sejumlah pemeriksaan dilakukan untuk menentukan status praoperatif pasien
dan untuk mengkaji aset dan keterbatasan fisik. Pengkajian dimulai dengan riwayat
kesehatan dan pemeriksaan fisik yang merupakan dasar dari evalusi praoperatif.
2 | Page
Penampilan umum pasien, termasuk perilaku dan status mental, akan menandakan
apakah terdapat resiko pembedahan yang signifikan.
Keputusan untuk melakukan reseksi paru adalah didasarkan pada status
kardiovaskular dan cadangan pulmonal pasien. Pemeriksaan fungsi paru (terutama
volume paru dan kapasitas vital) dilakukan untuk menentukan apakah reseksi yang
dimaksudkan akan meninggalakan jaringan paru yang cukup untuk berfungsi. Nilainilai gas darah dikaji untuk memberikan gambaran lebih lengkap tentang kapasitas
fugsi paru. Uji toleransi latihan memberikan nilai prediktif. Uji demikian terutama
penting untuk menentukan apakah pasien yang menjadi calon untuk pneumonektomi
dapat mentoleransi pengangkatan salah satu paru-parunya.
Pemeriksaan
praoperatif
dilakukan
untuk
memberikan
nilai
dasar
dipisahkan dan paru diangkat. Puntung bronkial dirapatkan, dan biasanya tidak
digunakan drein karena akumulasi cairan dalam hemotoraks yang kosong merupakan
hasil akhir yang diharapkan karena volume cairan yang berakumulasi mencegah
pergeseran mediastinal.
2.4 PENATALAKSANAAN PRAOPERATIF
1. Pengkajian
Auskultasi dada memberikan suatu perkiraan intensitas bunyi napas dalam
region paru-paru yang berbeda. Ketika dada diauskultasi,penting artinya untuk
memperhatikan apakah bunyi napas normal, yang menandakan aliran udara masuk
dan keluar yang bebas dari paru-paru. (Pada pasien dengan emfisema,bunyi nafas
mungkin sangat menurun atau bahkan tidak terdengar saat auskultasi.) Kreleks dan
mengi didapati hipersonan dan penurunan gerakan diafragmatik dikaji. Bunyi nafas
unilateral ronki dapat disebakan oleh oklusi bronki oleh sumbatan mucus. Bukti
adanya tahanan sekresi dievaluasi selama auskultasi dengan meminta psien untuk
batuk. Setiap tanda ronki atau mengi terlihat. Riwayat pasien dan pengkajian
termasuk yang berikut:
a. Tanda dan gejala yang tampak-batuk, pengeluaran sputum(jumlah),
hemoptisis, nyeri dada, dipsnea?
b. Bagaiman riwayat rokok pasien? sudah berapa lama pasien merokok?
berapa banyak yang dihisap terakhir ini? bungkus/hari/tahun?
c. Bagaiman toleransi kardiovaskuler ketika istirahat, mandi, makan,
berjalan?
d. Bagaimana pola pernafasan pasien? seberapa berat aktivitas yang
dilakukan untuk menyebabkan dipsnea?
e. Apakah pasien harus tidur dengan posisi tegak?
f. Bagaimana status fisiologis pasien-sebagai contoh penampilan umum,
kewaspadaan mental, perilaku, status nutrisi?
g. Kondisi medis lainnya yang ada-alergi, gangguan jantung, atau
diabetes?
4 | Page
5 | Page
atau berbicara pada pasien. Untuk mengguanakan waktu secara efektif sebelum
pembedahan, perawat mendengarkan pasien untuk mengevaluasi perasaan pasien
tentang penyakitnya dan tujuan pengobatan. Perawat juga menentukan motivasi
pasien untuk kembali kefungsi normal atau dasar. Pasien dapat menunjukkan reaksi
yang signifikan : ketakutan akan hemoragi karena sputum yang bersemu darah,
ketakutan akan rasa tidak nyaman batuk kronis dan nyeri dada, ketakutan akan
ketergantungan pada ventilator, atau ketakutan akan kematian karena dipsnea dan
tumor.
Perawat membantu pasien untuk mengatasi ketakutan-ketakutan ini dan untuk
megatasi stress terhadap pembedahan. hal ini dapat dicapai dengan memperbaiki
semua impresi yang salah, dengan mendukung keputusan pasien untuk menjalani
pembedahan, dengan meyakinkan pasien bahwa insisi akan tertahan, dan dengan
menjawab pertanyaan secara jujur tentang nyeri dan rasa tidak nyaman dan
pengobatannya.
penatalaksanaan
dan
pengendalian
nyeri
dimulai
sebelum
dan mode, juga menentukan motode keseluruhan dan jarak penyapihan. Namun
dokter, perawat, dan ahli terapi pernafasan bekerja sama erat untuk mengakaji
toleransi pasien dan kemajuan penyapihan (kebiasaan). Sangat penting artinya
dimana setiap disiplin mempunyai pemahaman tentang cakupan dan fungsi setiap
anggota tim dalam hubungannya dengan penyapihan pasien untuk memelihara
kekuatan pasien, penggunaan sumber-sumber secara efesien, dan memaksimalkan
keberhasilan tujuan.
2. Drainase Dada
Intervensi penting untuk memperbaiki pertukaran gas dan pernafasan pada
periode pascaopertif adalah pinatalaksanaan yang sesuai dari drainase dada. setelah
bedah torak, selang dada dan sistem drainase tertutup digunakan untuk
mengembangkan kembali paru yang sakit dan untuk membuang kelebihan
udara,cairan, dan darah.
Prinsip-Prinsip Dasar. Mekanime pernapasan normal bekerja atas prinsip
tekanan negatif, yaitu: tekan dalam rongga dada adalah lebih rendah dari tekanan
atmosfir, sehingga menyebabkan udara untuk bergerak kedalam paru-paru selama
inspirasi. Bilamana dada dibuka, untuk alasan apa saja, terjadi kehilangan tekanan
negative, yang dapat mengakibatkan kolaps paru. Penumpukan udara, cairan, atau
substansi lain dalam dada dapat menggangu fungsi kardiopulmonal dan bahkan
menyebabkan paru kolaps. Substansi patologis yang terkumpul dalam spasium pleura
termasuk fibrin, atau bekuan darah; cairan (cairan serosa, darah, pus kilus, dan gasgas udara dari paru, trakeobronkial, atau esofagus)
Insisi bedah dinding dada hampir selalu menyebabkan pneumotoraks atau
pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura, yang berada antara paru-paru dan
toraks sampai tingkat tertentu. Udara dan cairan terkumpul dalam sapasium
intrapleural, sehingga membatasi ekspansi paru dan mengurangi pertukaran gas.
Penting artinya untuk menjaga agar spesium pleural dievakuasi pada pascaoperatif
8 | Page
teknik untuk mempertahankan jalan nafas pasien. Pertama, sekresi diisap dari pohon
trakeobronkial sebelum selang endotrakeal dilepaskan (ini dimulai diruang
pemulihan). Sekresi terus dibuang dengan pengisapan sampai pasien dapat
membatukkan sekresi secara efektf. pengisapan nasotrakeal, meski merupakan
ketrampilan yng sulit untuk dipelajari, dapat berguna untuk menstimulasi batuk dalam
dan mengaspirasi sekresi yang tidak mampu dibatukkan oleh pasien. Namun
demikian tindakan ini hanya digunakan bila semua metode untuk mengeluarkan
sekresi tidak membuahkan hasil.
Teknik batuk adalah tindakan lain yang digunakan dalam mempertahankan
jalan nafas yang paten. pasien diberikan dorongan untuk batuk secara efektif, karena
batuk yang tidak efektif mengakibatkan kelelahan dan retensi sekresi. untuk dapat
efektif, batuk harus dengan puncak rendah, dalam, dan terkontrol. karena sulitnya
batuk dengan posisis terlentang pasien dibantu untuk posisi duduk ditepi tempat tidur,
dengan tungkai terletak diatas kursi. Batuk dilakukan sedikitnya setiap jam. Selama
24 jam pertama dan bila diperlukan setelahnya. Jika terdapat krekels yang dapat
terdengar, sebaiknya menggunakan perkusi dada dengan batuk rutin sampai paru-paru
bersih. Terapi aerosol sangat membantu dalam melembabkan dan memobilisasi
sekresi srhingga sekresi dapat dengan mudah dibersihkan dengan membatukkannnya.
Untuk mengurangi nyesi insisi selama batuk, perawat menyangga insisi dengan kuat
diatas bagian yang dioperasi dan pada dada yang berlawanan. Setelah membantu
pasien untuk batuk, perawat harus mendengarkan kedua paru, kearah anterior dan
posterior untuk menentukan apakah terdapat perubahan dalam bunyi nafas, karena
penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan kolapsnya atau hipoventilasi alveoli.
Fisioterapi dada adalah teknik untuk mempertahankan jalan nafas yang paten.
sikap pasien diidentifikasi sebagai beresiko tinggi untuk mengalami komplikasi
pulmonal pasceoperatif, maka fisioterapi dada dimulai dengan segera. Teknik
drainase postural, fibrasi, dan perkusi membantu untuk melepaskan dan memobilisasi
sekresi sehingga dapat membatukkan atau diisap.
12 | P a g e
dan gejala gawat nafas atau terjadinya gagal nafas, disritmia, dan terjadinya
fistulabronkopleural, hemoragi dan sock , atelektesis dan infeksi paru. Gawat nafas
diatasi
dengan
mengidentifikasi
dan
menghilangkan
penyebabnya
sambil
memberikan oksigen suplemen; jika pasien mengalami gagal nafas, intubasi dan
ventilasi mekanis akan diperlukan yang akhirnya diperlukan penyapihan.
Disritmia sering berhubungan dengan efek hipoksia atau prosedur bedah, dan
diatasi dengan medikasi anti-disritmia dan terapi suportif.
Infeksi paru atau efusipascaoperatif, yang sering didahului atelektasis dapat
terjadi beberapa hari kedalam perjalanan pascaoperatif
Fistula bronkopleural (BPF) adalah serius meski merupakan komplikasi yang
jarang yang menghambat kembalinya tekanan intratoraks negative dan reekspansi
paru. Bergantung pada keparahannya, BPF diatasi dengan drainase dada
tertutup,ventilasi mekanis,dan kemungkinan talk plurodesis.
Hemoragi dan syok ditangani dengan mengatasi penyebab yang mendasari,
baik denganoperasi kembali, atau dengan pembrian produk darah atau cairan.
Edema paru akibat kelebihan infuse cairan itravena adalah yang bahaya yang
signifikan. Gejala dini adalah dipsnea, krekels, bunyi gelembung dalam dada,
takikardia, dan sputup berwarna merah muda dan berbusa. Kondisi ini merupakan
keadaan kedaduratan dan dilaporkan dengan segera.
4. Intervensi keperawatan
Memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan. pertukaran gas ditentukan dengan
mengevaluasi oksigenasi dan ventilasi. Pada priode pascaoperatif segera, evalusi ini
dicapai
dengan
mengukur
tanda-tanda
vital
(takana
darah,
nadi,
dan
Gas darah areti (GDA) diambil dini pada periode pascaoperatif untuk menetapkan
nilai dasar untuk mengkaji keadekuat oksigenasi dan ventilasi serta kemungkinan
retensi CO2. Frekuensi GDA pascaoperatif tergantung pada apakah pasien mendapat
ventilasi secara mekanis atau menunjukkan tanda-tanda gawat napas, karena hasil
GDA menentukan terapi yang sesuai, juga merupakan praktik yang umum untuk
memasang jalur artireal pada pasien untuk mendapatka darah guna pemeriksaan GDA
dan untuk memantau tekanan darah dengan ketat. pemantauan hemodinamik mungkin
digunakn untuk mengkaji kestabilan hemodinamik pasien.
Teknik penapasan, seperti pernapasan diafragmatk dan bibir dirapatkan, yang
diajarkan selama praoperatif harus dipraktikkan setiap 2 jam untuk mengembangkan
alveoli dan mencegah atelektasis. Teknik lainnya untuk meningkatkan ventilasi
adalah terapi inspirasi maksimal tertahan (SMI) atau spirometri insentif. Teknik SMI
mengoptimalkan inflasi paru, memperbaiki mekanisme batuk, dan memberikan
pengkajian ini tentang perubahan pulmonal akut.
Perubahan posisi juga memperbaiki pernafasan. jika pasien terorientasi dan
tekanan darah stabil, bagian kepala tempat tidur dinaikkan 30 samapai 40 derajat
selama periode pascaoperatif dini. Hal ini memudahkan ventilasi, meningkatkan
drainase dada dari selang dada yang lebih rendah, dan membantu naiknya udara
residu pada bagian atas ruang pleural,dimana udara tersebut dapat dibuang melaui
selang dada atas. Ahli bedah dikonsultasikan tentang memposisikan pasien
individual. Pasien dengan patologi paru unilateral mungkin tidak dapat berbalik
dengan baik kesisi yang dioperasi karena nyeri, suhunya membatasi ventilasi dari sisi
yang dioperasi. Namun, perubahan posisi pasien dengan paru yang sehat (tidak
dioperasi memungkinkan keadekuatan ventilasi dan perfusi yang lebih kuat, dan
karenanya dapat meningkatkan oksigenasi. Posisi paien diubah dari horizontal
menjadi semi tegak, karena tetap dalam satu posisi cenderung untuk meningkatkan
retensi sekresi pada bagian paru yang tergantung. Setelah pneumonektomi, sisi yang
16 | P a g e
dioperasi harus tergantung sehingga cairan dalam ruang pleura tetap dibawah
ketinggian punting bronchial, dan sisi yang tidak dioperasi dapat mengembang penuh.
Prosedur untuk mengubah posisi pasien adalah sebagai berikut:
a. Instruksikan pasien untuk membengkokkan lutut dan menggunakan kaki
untuk mendorong.
b. Minta pasien untuk menggeser pinggul dan bahu kesisi yang berlawanan
dan tempat tidur ketika mendorong dengan kaki.
c. Bawa lengan pasien siatas dada, arahkan dalam arah yang menuju kemana
pasien akan dibalik dan minta pasien meraih sisi tempat tidur dengan
tangan.
d. Balik pasien dalam gerakan log roll untuk mencegah terkilir pada
pinggang dan kemungkinan menarik insisi, yang dapat menimbulkan
nyeri hebat.
5. Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Menunjukkan perbaikan pertukatran gas yang dicerminkan dalam gas-gas
darah artei, latihan pernafasan, dan penggunaan spirometri insentif.
b. Memperbaiki bersihan jalan nafas seperti yang di buktikan oleh batuk
dalam,terkontrol dan bunyi nafas bersih atau berkurang adnya bunyi nafas
tambahan.
c. Mengalami penurunan nyeri dan rasa tidak nyaman dengan membebat
insisi selama batuk dan meningkatakan tingkat aktifitas.
d. Memperbaiki mobilitas bahu dan lengan, memperagakan latihan lengan
dan bahu untuk menghilanglan kekakuan.
17 | P a g e
18 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pneumonektomi adalah pembedahan untuk menghapus keseluruhan dari salah
satu paru-paru. Dalam pneumonektomi parsial, satu atau lebih lobus dari paru-paru
dikeluarkan. Keputusan untuk melakukan reseksi paru adalah didasarkan pada status
kardiovaskular dan cadangan pulmonal pasien. Pengangakatan keseluruhan paru
(pneumonektomi) dilakukan terutama untuk kanker ketika lesi tidak dapat di angkat
dengan prosedur yang lebih rendah. Pneumonektomi mungkin juga dilakukan untuk
abses paru, bronkiektasis, atau tuberculosis unilateral luas.
Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial. Komplikasi setelah
bedah torak adalah kemungkinan yang selalu timbul dan harus diidentifikasi dan
ditangani secra dini. Maka dari itu, pasien dipantau pada interval teratur terhadap
tanda dan gejala gawat nafas atau terjadinya gagal nafas, disritmia, dan terjadinya
fistulabronkopleural, hemoragi dan sock , atelektesis dan infeksi paru.
19 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
20 | P a g e