Vous êtes sur la page 1sur 12

ANTIBIOTIKA

A. Pendahuluan
Bahan kimia yang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis seperti kafein, alkohol, dan
tembakau disebut sebagai obat-obatan. Obat-obatan yang berfungsi untuk melawan penyakit
disebut agen kemoterapi.

Sebagai contoh yaitu insulin, obat-obatan antikanker, dan untuk

mengatasi infeksi disebut agen antimikrobial (antimikrobial). Penemuan agen terapi


antimikrobial poten dan relatif non toksik merupakan kemajuan penting dibidang kedokteran
pada abad ke-20. Agen antimikrobial meliputi antiseptik, antibiotika, preservative, zat-zat yang
digunakan untuk sterilisasi dan disinfektan; semuanya memiliki kemampuan untuk membunuh
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme.1,2
Agen antimikrobial merupakan komponen esensial dalam praktek kedokteran. Selain
digunakan untuk mengobati, mencegah dan mengendalikan penyebaran bakteri patogen pada
jaringan hidup juga digunakan untuk benda mati. Istilah antibiotika digunakan secara tradisional
untuk menjelaskan komponen yang secara alami dihasilkan oleh mikroorganisme seperti bakteria
dan fungi. Antibiotika digunakan lebih luas lagi sebagai molekul alami, semisintetik atau
sintetik untuk mencegah dan mengobati penyakit.2
Diketahui ada beberapa definisi yang beraitan dengan istilah antibiotika, namun definisi
yang paling singkat rupanya menjadi pedoman. Kata antibiosis dipopulerkan oleh Vuellemin
pada tahun 1889 untuk menunjukkan antagonisme diantara mahluk hidup secara umum, akan
tetapi kata antibiotik pertama kali digunakan oleh Waksman in 1942 (Waksman &
Leachevalier 1962) yang memiliki arti substansi yang terbuat dari mikroorganisme (fungi,
actinomycetes dan bakteri) yang memiliki sifat menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikrorganisme lainnya. Semua substansi yang diketahui sebagai antibiotika yang digunakan
secara klinis dan memiliki efek sistemik sebetulnya adalah produk dari mikroorganisme.4,5
Era modern kemoterapi antimikroba dimulai pada tahun 1935 dengan ditemukannya
sulfonamide. Pada tahun 1940, dibuktikan bahwa penisilin yang ditemukan pada tahun 1929,
dapat menjadi substansi terapeutik yang efektif.

Selama 25 tahun kemudian, penelitian

mengenai agen kemoterapi terutama berpusat pada zat-zat yang berasal dari mikroba, yang
disebut antibiotik. Isolasi, konsentrasi, pemurnian, dan produksi massal penisilin diikuti oleh
1

penemuan streptomisin, tetrasiklin, klorampenikol, dan banyak agen lainnya. Senyawa tersebut
pertama kali diisolasi dari filtrat medium yang telah ditumbuhi masing-masinng jamur.
Modifikasi sintetis dari obat-obatan tersebut telah berperan penting dalam perkembangan agen
mikroba baru.1
Perkembangan yang terus berjalan pada penemuan kelas baru antibiotika berdasarkan
kandungannya telah membantu ilmu kedokteran dalam melawan perkembangan resistensi
antibiotika. Akan tetapi, jumlah penemuan agen antimikroba baru yang telah beredar dipasaran
telah mengalami penurunan dalam periode 2 dekade terakhir, menyebabkan resistensi terhadap
antibiotika dan berhubungan dengan kegagalan klinis yang menjadi perhatian kesehatan
masyarakat global. Hanya beberapa kelompok antibiotika yang telah diakui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu oxazolidinone,
lipopeptide (2003), pleuromutilin (2007), dan macrolactone (2011). Usaha-usaha dalam upaya
untuk mengembangkan analog baru dari kelas antibiotika sebelumnya dengan menambahkan
separuh substansi kimia yang dapat memberikan proteksi yang sama dalam mengatasi satu atau
lebih mekanisme resistensi antibiotika yang tengah berlangsung.3
Proses target seluler anabolik antibiotika seperti sintesis dinding sel, replikasi DNA,
transkripsi RNA, dan translasi messenger RNA (mRNA). Walaupun banyak kelas antibiotika
telah ditemukan, dengan beberapa mekanisme kerja yang berbeda, bakteri menyusun dan
mengadopsi beberapa strategi untuk melawan mekanisme kerja antibiotika tersebut.3
Antibiotika dikelompokkan menjadi tiga bagian besar yaitu : 1) bakterisidal atau
bakteriostatik; 2) tempat kerja ; dan 3) struktur kimia
B. Target dan Mekanisme Kerja Antibiotika
Antibiotika dapat sebagai produk alami, semisintetik yang merupakan variasi produk alami, atau
kimia sintetik yang dibuat dengan menghambat jalur biokimia atau mempengaruhi struktur
seluler, yang akan menghambat pertumbuhan atau kematian bakteri. Antibiotika yang paling
banyak digunakan adalah yang menghambat proses seluler dan dapat dikelompokkan menjadi
enam kategori yaitu : 3
1.

Biosintesis dinding sel bakteri

2.

Membran sel bakteri

3.

Biosintesis folat
2

4.

Replikasi dan repair DNA

5.

Sintesis RNA

6.

Biosintesis protein bakteri

Berdasarkan tempat kerjanya antibiotika dibagi menjadi lima kelompok yaitu :5


1. Sintesis dinding sel
2. Sintesis membran sel
3. Sintesis asam nukleat
4. Sintesis protein
5. Metabolic pathway

Gambar 1. Target kerja antibiotik3


1

Sintesis dinding sel bakteri


Komponen utama pada dinding sel bakteri adalah peptidoglycan layer. Peptidoglycan
merupakan makromolekul yang besar terdiri dari rantai polisakarida yaitu molekul Nacetylglucosamine (NAG) dan N-acetylmuramic acid (NAM) secara bergantian yang akan
cross-linked dengan rantai peptida pendek diantara dua subunit NAM. Jika sel bertambah
3

besar atau membelah, sel harus mensintesis banyak peptidoglycan dengan menambahkan
subunit NAG dan NAM baru ke rantai NAG-NAM yang sudah ada, dan subunit NAM baru
harus berikatan dengan subunit NAM yang berdekatan.1,3

Gambar 2. Perbandingan sel bakteri Gram-positif dan Gram-negatif1

Gambar 3. Perbandingan struktur glukosa, NAG, dan NAM1


4

Gambar 4. Sintesis dinding sel bakteri dan efek -lactam1


Pada umumnya agen antibakterial bekerja dengan menghambat cross-linkage dari subunit
NAM.

Obat-obatan yang termasuk kedalam kelompok tersebut adalah beta-lactam

(misalnya penicillin, cephalosporin, dan carbapenem), merupakan antimikrobial yang


memiliki bagian fungsional disebut sebagai cincin beta-lactam. Beta-lactam menghambat
pembentukan peptidoglycan melalui ikatan yang ireversibel terhadap enzim yang cross-link
terhadap subunit NAM. Tanpa adanya ikatan peptidoglycan tersebut, sel bakteri yang
tumbuh akan menyebabkan dinding sel menjadi lemah dan menjadi kurang resisten terhadap
efek tekanan osmotic. Membran sitoplasma akan mengembang pada bagian dinding sel
yang melemah tersebut sebagai akibat air pindah ke dalam sel, dan akhirnya sel lisis.1
Biosintesis peptidoglycan melalui empat tahapan yaitu : (1) sintesis prekursor di sitoplasma;
(2) transport prekursor lipid-bound melewati membran sitoplasma; (3) insersi unit glycan
kedalam dinding sel; (4) transpeptidasi linking dan maturasi. D-Cycloserine menghambat
tahap (1) sedangkan bacitracin menghambat tahap (2).

-lactam dan glicopeptide

mempengaruhi tahap (3) dan (4). Pada keadaan normal, sintesis peptidoglycan melalui
pembentukan proses ligase-mediated D-alanyl-D-alanine (D-Ala-D-Ala), sebuah prekursor
yang digunakan untuk membetuk UDP-NAM-acetyl-muramyl-pentapeptide.

Molekul

prekursor tersebut akan memperpanjang peptidoglycan melalui transglycosylation dari


strand glycan; perpanjangan strand peptida melalui proses transpeptidasi.3
5

Antibiotika -lactam meliputi penicillin dan cephalosporin. Keduanya memiliki komposisi


yang sangat mirip dengan membentuk ikatan kompleks kovalen dengan enzim yang
menghasilkan molekul pepridoglycan matur.. Oleh karena fungsi dari enzim tersebut diteliti
dalam hal penicillin binding and resistance, kemudian secara kolektif disebut sebagai
penicillin-binding protein (PBP). Pada sel Gram-negatif, -lactam harus melewati porin
channel pada dinding sel untuk mencapai target PBP.3

Gambar 5. Strukur kimia antibiotika golongan -lactam1

Tabel 1. Antibiotika -lactam (penems, cephems, carbapenems, dan monobactam)3


Glycopeptide seperti fosfomycin, cycloserine, vancomycin, teicoplanin, telavancin,
bacitracin, dalbavancin, oritavancin, dan ramoplanin, bekerja dengan mengikat ujung D-AlaD-Ala peptidoglycan pentapeptidyl-glycosyl intermediate.
6

Ini akan mengganggu proses

transpeptidasi pada biosintesis dinding sel. Glycopeptide berikatan dengan substrat enzim
transpeptidase, sedangkan penisilin berikatan dengan enzim yang memediasi reaksi
transpeptidase. Oleh karena tidak dapat menembus outer membrane pada bakteri Gramnegatif, maka spectrum glycopeptides terbatas pada mikroorganisme Gram-positif.3,4
2.

Membran sel bakteri


Antimikrobial yang bekerja pada membran sel tidak membedakan membran sel bakteri dan
mamalia, walaupun membran sel fungi terbukti lebih selektif.

Satu-satunya agen

antibakterial yang bekerja secara aktif pada membran sel yang dapat diberikan secara
sistemik pada manusia adalah polymixin, yang memiliki kesamaan komposisi dengan
colistin (polymixin E) dan yang baru ditemukan yaitu cyclic lipopeptide daptomycin.
Generasi sebelumnya memiliki spectrum yang terbatas terhadap bakteri Gram-negatif
sedangkan daptomycin aktif terhadap bakteri Gram-positif. Polymixin berasal dari Bacillus
polymixa

yang

efektif

terhadap

bakteri

Gram-negatif

khususnya

Pseudomonas.

Pseudomonas bersifat toksik pada ginjal sehingga hanya digunakan untuk membunuh
patogen eksterna yang resisten terhadap antibakterial lainnya. 1,3
Polymixin dan colistin bekerja seperti detergen kationik, yaitu merusak membran sitoplasma
bakteri Gram-negatif, kemungkinan dengan merusak kelompok fosfat pada membran
fosfolipid.

Interaksi dengan sel awalnya terjadi melalui lipopolisakarida pada outer

membrane yang diikuti dengan translokasi dari outer membrane ke membran sitoplasma.
Akhirnya akan terjadi kebocoran isi sitoplasma dan kematian sel. Beberapa faktor meliputi
fase pertumbuhan dan temperatur inkubasi, akan mempengaruhi keseimbangan asam lemak
pada membran sel bakteri, dan hal tersebut akan mempengaruhi respon terhadap polymixin.4
Siklus lipopeptida daptomycin menunjukkan bahwa insersi kalsium dependen ke dalam
membran sitoplasma bakteri Gram-positif, menunjukkan adanya interaksi dengan fosfolipid
anionic seperti fosfatidil gliserol.

Hal tersebut akan merubah struktur membran dan

menyebabkan kebocoran kalium, magnesium dan ATP. Secara bersmaan proses tersebut
akan menghambat sintesis makromolekul dan meyebabkan kematian sel. Daptomycin tidak
berfungsi pada bakteri Gram-negatif karena tidak dapat menembus outer membrane.4

Gambar 6. Daptomycin bekerja dengan merusak dinding sel pada bakteri Gram-positif1
3.

Biosintesis folat
Antibiotika juga dapat mempengaruhi proses anabolik intraseluler. Folic acid pathway
menyediakan molekul prekursor esensial dalam biosintesis DNA.

Pathway tersebut

melibatkan dua enzim yaitu dihydropteroate sintase dan dihydrofolate reduktase, yang akan
memperantarai pembentukan tetrahidrofolat (THF) dari dihydrofolat.3
Sulfanilamide dan senyawa serupa, yang biasa disebut sulfonamide yang berfungsi sebagai
antimetabolik, karena memiliki struktur analog - yang memiliki struktur kimia sangat mirip
dengan para aminobenzoic acid (PABA). PABA dibutuhkan untuk sintesis nukleotida pada
sintesis DNA dan RNA. Sulfamethoxazole (SMZ) menghambat tahapan dalam
pembentukan 7,8-dihydropteroate dengan menghambat ikatan struktural analog PABA
dengan dihydropteroate sintase secara kompetitif. Trimethoprim (TMP) menghambat tahap
pembentukan THF dengan mencegah dyhidrofolate reduktase yang memperantarai
recycling coenzim folat.1,3

Gambar 7. Tempat kerja sulfonamide dan trimetoprim dan efeknya pada sintesis asam
amino dan asam nukleat 3
4. Gangguan terhadap replikasi DNA
Siklus sel prokaryotik terdiri dari replikasi DNA yang segera diikuti oleh pembelahan
sel. Mikroorganisme seperti Esherichia coli, akan membelah sekitar 30 menit pada
kondisi pertumbuhan ideal. Replikasi DNA akan menghasilkan DNA duplex yang akan
terbawa pada sel anakan. Enzim yang diperlukan saat replikasi DNA adalah
topoisomerase I, II, III dan IV. Quinolon adalah antibiotik yang mempengaruhi replikasi
DNA yang bekerja pada enzim topoisomerase II (DNA gyrase) dan IV, merupakan enzim
yang diperkirakan berperan penting dalam topologi DNA dan replikasi DNA. DNA
gyrase dan topoisomerase IV adalah molekul tetramer yang terdiri dari subunit dimer A
dan B.

Subunit DNA gyrase dikode oleh gyrA dan gyrB, sedangkan subunit

topoisomerase IV dikode oleh parC dan parE. Target kerja quinolon bersifat selektif
pada DNA gyrase pada bakteri Gram-negatif dan pada topoisomerase IV pada bakteri
Gram-positif, sedangkan quionolon generasi terbaru memiliki afinitas kerja yang tinggi
pada kedua target tersebut.3
Analisis terhadap mekanisme kerja quinolon menerangkan bahwa quinolon berinteraksi
dengan DNA gyrase-DNA kompleks dan topoisomerase IV-DNA kompleks sehingga
9

akan terjadi penghambatan enzim yang akhirnya akan menghambat proses replikasi, dan
kemudian terjadi bakteriostasis dan berakhir dengan kematian sel.
fluoroquinolon

digunakan

untuk

mengobati

infeksi

yang

Quinolon dan

disebabkan

oleh

Enterobacteriaceae, pseudomonad, dan non-Enterobacteriaceae lainnya, staphylococci,


enterococci, Neisseria, dan spesies streptococcal selain Streptococcus pneumonia.3
5.

Gangguan terhadap transkripsi DNA


Transkripsi DNA merupakan proses dimana strand template DNA di copy menjadi RNA
sequence fungsional, yang menghasilkan mRNA matur atau RNA struktural. Transkripsi
DNA menjadi RNA dimediasi oleh RNA polymerase; RNA polymerase pada bakteri
adalah core tetramer yang mengandung satu subunit , dua subunit (), satu subunit
, dan satu subunit yang akan bertugas untuk mengatur transkripsi pada kelas gen
tertentu. Rifampin merupakan derivate sintetis dari rifamycin B yang digunakan sebagai
terapi kombinasi dengan antibiotika untuk mengobati Mycobacterum tuberculosis yang
bekerja menghambat proses transkripsi. Target kerja rifampin pada M. tuberculosis
adalah pada RNA polymerase subunit .3

6.

Gangguan terhadap translasi mRNA


Proses pengkodean mRNA menjadi protein pada organisme disebut sebagai translasi.
Pada sel prokaryotik dan eukaryotik memiliki dua subunit ribosom yang berbeda,
masing-masing

merupakan

ribosomal

RNA

kompleks

(rRNA).

Pada

proses

ultrasentrifugasi, ribosom bakteri akan memilki koefisien sedimentasi 70S (terdiri dari
subunit 30S dan 50S), sedangkan ribosom mamalia memilki koefisien sentrifugasi 80S
(terdiri dari subunit 40S dan 60S). Biosintesis protein membutuhkan ikatan sekuensial
subunit ribosom 30S dan 50S terhadap mRNA, yang akan memicu terjadinya translasi
pesan genetik.3,4
Tahap pertama terjadinya sintesis protein bakteri adalah terjadinya ikatan mRNA dengan
subunit 30S ribosom dan menarik N-formylmethionyl transfer RNA (fMet-tRNA) ke
initiator codon AUG. Kemudian subunit 50S ditambahkan untuk membentuk complete
initiation complex. fMet-tRNA menempati P (peptidyl donor) site; letaknya berdekatan
dengan A (aminoacyl acceptor) site dan dibatasi oleh codon trinucleotida mRNA.
10

Transfer RNA (tRNA) berhubungan dengan adanya anticodon dan asam amino spesifik
yang memasuki A site diperantarai oleh elongation factor Tu. Peptidyl transferase akan
bergabung dengan N-formylmethionine pada asam amino yang disertai dengan hilangnya
tRNA pada P site melalui E site. Proses translokasi dibantu oleh perpanjangan faktor G,
kemudian akan terjadi pergerakan sisa tRNA dengan dipeptidanya menuju P site dan
kemudian akan terbentuk tripet kodon baru mRNA yang menempati A site. Amino acyltRNA memasuki A site dan proses perpindahan dan translokasi akan terjadi secara
berulang. Dalam hal ini akan terbentuk cincin peptida yang persis sama dengan cetakan
DNA nya, hingga adanya codon terminasi sebagai sinyal terminasi proses tersebut.
Antibiotika yang target kerjanya pada ribosom subunit 30S adalah golongan
aminoglycoside, spectinomycin, tetracycline, glycycline. Sedangkan antibiotika yang
target

kerjanya

pada

subunit

ribosom

50S

adalah

macrolide,

chlorampenicol, oxazolidinones, streptogramin dan pleuromutilins.

lincosamide,

Antibiotika yang

menghambat pembentukan inisiasi kompleks 70S adalah Linezolid sedangkan mupirocin


bekerja sebagai competitive inhibitor isoleucyl-tRNA synthetase.3,4

Gambar 8. Proses sintesis protein4


Daftar Pustaka

11

1. Bauman RW. 2015. Microbiology with disease by body system. 4th Ed. 10 : 288-320
2. Brooks GF, et al. 2010. Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology, 25th Ed.
28: 354-389
3. Mahon CR, Lechman DC, Manuselis G. 2011. Textbook of Diagnostic Microbiology. 4th
Ed. 12 : 261-275
4. Finch RG, et al. 2011. Antibiotic and chemotherapy : Anti-infective agents and their use in
therapy. 9th Ed. 1: 2-9, 2: 10-18
5. Mims Cedric, et al. 2004. Medical Microbiology. 3rd Ed. 33: 473-498

12

Vous aimerez peut-être aussi