Vous êtes sur la page 1sur 8

Sejarah Hak Asasi Manusia - Pengalaman Inggris

Sementara Magna Charta (1215) sering keliru dianggap sebagai cikal bakal kebebasan
warga negara Inggris piagam ini sesungguhnya hanyalah kompromi pembagian
kekuasaan antara Raja John dan para bangsawannya, dan baru belakangan kata-kata
dalam piagam ini sebenarnya baru dalam Bill of Rights (1689) muncul ketentuanketentuan untuk melindungi hak-hak atau kebebasan individu.
Tetapi perkembangan ini pun harus dilihat dalam konteksnya. Bill of Rights,
sebagaimana diperikan dengan judulnya yang panjang An Act Declaring the Rights and
Liberties of the Subject and Setting the Succession of the Crown (Akta Deklarasi Hak
dan Kebebasan Kawula dan Tara Cara Suksesi Raja), merupakan hasil perjuangan
Parlemen melawan pemerintahan raja-raja wangsa Stuart yang sewenang-wenang pada
abad ke-17. Disahkan setelah Raja James II di paksa turun tahta dan William III serta
Mary II naik ke singgasana menyusul Revolusi Gemilang (Glorius Revolution) pada
tahun 1688.
Bill of Rights, yang menyatakan dirinya sebagai deklarasi undang-undang yang ada dan
bukan merupakan undang-undang baru, menundukkan monarki di bawah kekuasaan
Parlemen, dengan menyatakan bahwa kekuasaan Raja membekukan dan
memberlakukan seperti yang di klaim oleh Raja adalah ilegal.
Undang-undang ini juga melarang pemungutan pajak dan pemeliharaan pasukan tetap
pada masa damai oleh Raja tanpa persetujuan Parlemen. Dalam analisis Marxis,
Revolusi Gemilang tahun 1688 dan Bill of Rights yang melembagakannya adalah
revolusi borjuis: revolusi ini hanya menegaskan naiknya kelas bangsawan dan pedagang
diatas monarki.(Scott Davidson, Hak Asasi Manusia, PT. Temprint, Jakarta, 1994, hlm. 3)
Demikianlah, sebagian besar undang-undang ini merupakan pengaturan konstitusional
yang melindungi kepentingan satu kelompok. Namun, para sejarahwan partai Whig
menganggap Bill of Rights sebagai kemenangan kebebasan atas despotisme dan
sebagai perlindungan bagi kaum laki-laki Inggris (kaum wanita tak banyak bersuara
dalam hal ini) terhadap pemerintahan absolut dan sewenang-wenang. (Ibid)
Kedua pandangan ini ada benarnya, karena Bill of Rights tidak hanya menjamin
kepentingan kaum borjuis, tetapi juga mengatur hal-hal tertentu yang berciri hak asasi
manusia, meskipun pada waktu itu tidak disebut demikian. Undang-undang ini secara

khusus menetapkan bahwa uang jaminan yang berlebih-lebihan tidak boleh


disyaratkan; demikian pula denda yang berlebih-lebihan tidak boleh dikenakan; dan
hukuman yang kejam dan tidak lazim tidak boleh dijatuhkan.. Lebih lanjut undangundang ini menetapkan bahwa para anggota juru harus dipilih dan dilaporkan dengan
cara yang benar dan, bahwa semua pemberian dan perjanjian mengenai denda serta
tebusan bagi orang-orang tertentu sebelum dijatuhi hukuman adalah ilegal dan batal.
Sementara unsur hak asasidari Bill of Rights itu tampak sedikit dan berat sebelah
karena menguntungkan kelas warga negara tertentu, namun seluruh konteks
instrumen ini adalah sangat penting karena ia mencoba menggantikan tindakan yang
tidak diduga-duga dan ekses absolutisme monarki yang sewenang-wenang dengan
legitimasi konstitusional oleh parlemen.
Revolusi Gemilang juga penting, karena revolusi ini merupakan suatu preseden yang
menunjukkan bahwa para penguasa dapat disingkirkan atas kehendak rakyat jika
mereka gagal mematuhi persyaratan legitimasi konstitusional. Dalam pandangan ini
John Locke, filsuf politik Inggris abad ke-18, yang berusaha menemukan dasar teoritis
bagi revolusi-revolusi konstitusional pada abad ke-17 dan 18, pemerintahan yang buruk
melanggar kontrak sosial antara para penguasa dengan orang-orang yang
diperintahnya, dan dengan demikian mendorong yang terakhir ini untuk menyingkirkan
mereka.(Ibid, hlm 4)

Sejarah Hak Asasi Manusia - Pengalaman Amerika Serikat

Para pemimpin koloni-koloni Inggris di Amerika Utara yang memberontak pada paruh
kedua abad 18 tidak melupakan pengalaman Revolusi Inggris dan berbagai upaya
filosofis dan teoritis untuk membenarkan revolusi itu. Dalam upaya melepaskan kolonikoloni itu dari kekuasaan Inggris, menyusul ketidakpuasan akan tingginya pajak dan
tiadanya wakil dalam Parlemen Inggris, para pendiri Amerika Serikat ini mencari
pembenaran dalam kontrak sosial dan hak-hak kodrati dari Locke dan para filsuf
Prancis.
Sementara cita-cita luhur untuk melindungi kehidupan, kebebasan dan usaha mengejar
kebahagiaan memadai bagi suatu deklarasi kemerdekaan, namun jelas bahwa hal ini
tidak memadai sebagai katalog hak-hak individu yang wajib dilindungi oleh negara.
Deklarasi Hak Asasi Virginia, yang disusun oleh George Mason sebulan sebelum

Deklarasi Kemerdekaan, mencantumkan kebebasan-kebebasan yang spesifik yang


harus dilindungi dari campur tangan negara. Kebebasan ini mencakup, antara lain
adalah kebebasan pers, kebebasan beribadat, dan ketentuan yang menjamin tidak
dapat dicabut kebebasan seseorang kecuali berdasarkan hukum setempat atau
berdasarkan pertimbangan warga sesamanya.( Ibid, hlm. 5 )
Para penyusun naskah Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, yang terpengaruh oleh
Deklarasi Virginia rancangan Mason, memasukkan perlindungan hak-hak minimum ini.
Tetapi barulah pada tahun 1791, Amerika Serikat mengadopsi Bill of Rights yang
memuat daftar hak-hak individu yang dijaminnya. Hal ini terjadi melalui sejumlah
amandemen terhadap konstitusi.
Diantara amandemen-amandemen yang terkenal, adalah Amandemen Pertama, yang
melindungi kebebasan beragama, kebebasan pers, kebebasan menyatakan pendapat,
dan hak berserikat; Amandemen Keempat, yang melindungi individu terhadap
penggeledahan dan penangkapan yang tidak beralasan; dan Amandemen Kelima, yang
menetapkan larangan memberatkan diri sendiri dan hak atas proses hukum yang
benar.
Amandemen-amandemen berikutnya terhadap Undang-Undang Dasar Amerika Serikat
itu memperluas Bill of Rights (misalnya, Amandemen Ketiga belas, yang disahkan
setelah Perang Saudara, melarang praktek perbudakan), sebaliknya, Kongres tidak
pernah menghapus atau menyempitkan hak-hak yang telah tercantum.
Penyelesaian konstitusional Amerika Serikat pada abad ke-18 pasca kemerdekaan,
dalam berbagai cara, menjadi model yang akan digunakan dalam perjuangan
revolusioner berikutnya. Yang paling jelas terlihat adalah Prancis, dimana Amerika
Serikat secara langsung mempengaruhi revolusi mereka melawan ancien regine (orde
lama).

Sejarah Hak Asasi Manusia - Pengalaman Prancis


Meskipun Revolusi Prancis dan perjuangan kemerdekaan Amerika Serikat mempunyai
banyak ciri yang sama, ada satu perbedaan yang penting. Kalau koloni-koloni yang
memberontak di Amerika semata-mata berusaha menjadi suatu bangsa yang merdeka
dan berdaulat, kaum revolusioner Prancis bertujuan menghancurkan suatu sistem

pemerintahan yang absolut dan sudah tua serta mendirikan suatu orde baru yang
demokratis.
Solusi teoretis terhadap masalah ini, yang ditemukan oleh orang Prancis dengan
mengikuti konsep Amerika mengenai legitimasi rakyat, adalah penentuan nasib sendiri.
Dalil sentral konsep ini: kedaulatan suatu negara terletak di tangan rakyat, dan setiap
pemerintah yang tidak tanggap terhadap tuntutan warga negaranya dapat diubah
dengan pernyataan kehendak rakyat.
Penyelesaian yang terjadi menyusul Revolusi Prancis juga mencerminkan teori kontrak
sosial serta hak-hak kodrati dari Locke dan para filsuf Prancis, Montesquieu dan J.J
Rousseau. Deklarasa Hak Manusia dan Warga negara (1789) memperlihatkan dengan
jelas sekali bahwa pemerintah adalah suatu hal yang tidak menyenangkan yang
diperlukan, dan diinginkan sesedikit mungkin.
Menurut Deklarasi itu, kebahagiaan yang sejati haruslah dicari dalam kebebasan
individu yang merupakan produk dari hak-hak manusia yang suci, tak dapat dicabut,
dan kodrati. Jadi, sementara menyatakan dilindunginya hak-hak individu tertentu
hak atas protes pengadilan yang benar, praduga tak bersalah (presumption of
innocence), kebebasan menganut pendapat dan menganut kepercayaan agama, serta
kebebasan menyampaikan gagasan dan pendapat deklarasi ini mengantarkan hakhak ini dengan filsafat kebebasan yang jelas.
Pasal 2 Deklarasi menyatakan, bahwa sasaran setiap asosiasi politik adalah pelestarian
hak-hak manusia yang kodrati dam tidak dapat dicabut. Hak-hak ini adalah (hak atas)
Kebebasan (Liberty), Harta (Property), Keamanan (Safety), dan Perlawanan terhadap
Penindasan (Resistance to Oppression).
Sejumlah tema dan konsep yang berulang kali muncul dalam undang-undang hak asasi
manusia berasal dari Revolusi Amerika dan Prancis. Yang paling penting diantaranya
adalah, bahwa hak-hak itu secara kodrati inheren, universal dan tidak dapat dicabut;
hak-hak itu dimiliki oleh individu semata-mata karena mereka adalah manusia dan
bukan karena mereka adalah kawula hukum suatu negara.
Kedua, perlindungan terbaik terhadap hak-hak itu terdapat di dalam kerangka yang
demokratis. Konsep penentuan nasib sendiri yang bersifat politis yang dirumuskan oleh
para penyusun Deklarasi Prancis menegaskan bahwa perlindungan hak yang efektif
hanya akan dijumpai di dalam batas-batas legitimasi yang demokratis. Ketiga, bahwa

batas-batas pelaksanaan hak hanya dapat ditetapkan atau dicabut oleh undangundang, dan bahwa ketika mencabut atau mengurangi hak-hak individu, pemerintah
wajib mematuhi persyaratan hukum yang konstitusional.
Konsep ini juga mengharuskan pemerintah bertindak sesuai dengan undang-undang,
dan undang-undang yang dijadikan dasar tindakan pemerintah itu tidak bersifat
menindas, sewenang-wenang, atau diskriminatif. Tentu saja, kita tidak boleh melupakan
bahwa revolusi yang melahirkan cita-cita dan asas-asas yang luhur ini juga melahirkan
masa teror.

Sejarah Hak Asasi Manusia Pengalaman PBB


Terjadinya perjuangan HAM dari pihak PBB dengan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia pada tanggal 10 Desember 1948.
Peristiwa adalah sidang umum PBB diselenggarakan di Istana Challot, Paris yang
menerima hasil kerja panitia komisi hak asasi manusia.
Sebab-sebab terjadinya penegakan hak asasi manusia adalah Kekejaman dan genosida
pada Perang Dunia II menyebabkan munculnya konsensus bahwa organisasi baru harus
bekerja untuk mencegah tragedi serupa di masa mendatang. Dan itu merupakan alas
an utama untuk didirikannya PBB.
Tokoh-tokoh yang memperjuangkan HAM oleh PBB adalah :
1. Eleanor Roosevelt (Amerika Serikat)
2. Jacques Maritain (Perancis)
3. Charles Malik (Lebanon)
4. P.C. Chang (Republik Rakyat China)
5. Komisi HAM yang dibentuk PBB
Tujuan maksud berjuang HAM oleh PBB adalah Menciptakan kerangka hukum untuk
mempertimbangkan dan bertindak atas keluhan tentang pelanggaran hak asasi
manusia.

Hasil perjuangan adalah Sebuah piagam hak-hak asasi manusia dengan nama
UNIVERSAL DECLERATION OF HUMAN RIGHT atau PIAGAM UNIVERSAL yang mewajibkan
semua negara anggota untuk mempromosikan penghargaan universal bagi, dan
kepatuhan terhadap hak asasi manusia dan mengambil tindakan bersama dan
terpisah untuk itu. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, meskipun tidak mengikat
secara hukum, diadopsi oleh Majelis Umum pada tahun 1948 sebagai satu standar
umum keberhasilan untuk semua.
Bahwa setiap manuasia memiliki hak :

Hidup

Kemerdekaan dan Keamanan

Diakui keberadaannya dirinya

Memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum yang
mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana.

Masuk dan keluar wilayah suatu negara.

Mendapat ASYLUM

Mendapat suatu kebangsaan

Mendapat hak milik atas suatu benda

Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan

Bebas memeluk agama

Mengeluarkan pendapat

Bermusyawarah dan berkumpul

Mendapat jaminan social

SYLVIA
LESTAR
I

SIAGIA
N
XII IPA
2

Vous aimerez peut-être aussi