Vous êtes sur la page 1sur 15

SMALL GROUP DISCUSSION

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

OLEH:
KELOMPOK SGD 5
Ni Putu Intan Parama Asti

1302105007

Ni Wayan Luh Wahyuni

1302105011

Luh Putu Utami Adnyani

1302105013

Luh Putu Eviyani

1302105024

Ni Made Karisma Wijayanti

1302105032

I Dewa Made Surya Wibawantara

1302105034

Putu Maya Prihatnawati

1302105040

Putu Winda Mahayani

1302105051

Kadek Verlyanita Septiarini

1302105071

Sang Ayu Eka Rani Widarini

1302105084

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

Learning Task
KASUS II (SGD 5-8)
Seorang pria (28 tahun) dirawat di RSJ karena pernah memukul keluarganya saat di rumah.
Pasien mengatakan mendengarkan suara-suara yang menyuruh untuk memukul orang lain. Afek
datar, pembicaraan lambat dan terkadang ada sirkumtansial.
1.
2.
3.
4.

Identifikasi masalah keperawatn yang muncul pada kasus tersebut !


Pengkajian apa yang dilakukan lagi ! (buat point-point saja)
Buat rencana tindakan (strategi pelaksanaan/SP) diagnosis keperawatan prioritas !
Demonstrasikan SP dalam pleno !

1. Identifikasi masalah keperawatn yang muncul pada kasus tersebut !

Masalah keperawatan :
a. Halusinasi Pendengaran
Data-data pada kasus yang mendukung :
Subjektif :
- Pasien mengatakan mendengarkan suara-suara yang menyuruh untuk memukul
orang lain.
Objektif :
-

Afek pasien tampak datar.

Pembicaraan pasien tampak lambat dan terkadang ada sirkumtansial.

b. Risiko Perilaku Kekerasan


Data-data pada kasus yang mendukung :
Subjektif : Objektif :
- Pasien memiliki riwayat memukul keluarga saat di rumah.
Jadi masalah keperawatan yang muncul pada kasus diatas adalah halusinasi pendengaran.
dimana dari pengertian halusinasi pendengaran sendiri merupakan suatu keadaan yang paling
banyak terjadi, diantaranya mendengar suara-suara. Paling sering mendengarkan suara manusia
yang menyuruh untuk melakukan suatu tindakan. (Videbeck, 2008). Dimana di dalam kasus di
jelaskan bahwa pria (28 tahun) mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul orang
lain selain itu dilihat dari data afek pasien datar, pembicaraan lambat dan terkadang ada
sirkumtansial lebih mengarah pada masalah Halusinasi. Selain itu masalah keperawatan yang
mungkin muncul pada kasus diatas adalah resiko perilaku kekerasan dimana pengertian resiko
perilaku kekerasan adalah adanya kemungkinan seseorang melakukan tindakan yang dapat
mencederai orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara
konstruktif (CMHN, 2006). Dalam kasus diatas dijelaska pria (28 tahun ) memiliki riwayat
memukul keluarga saat dirumah.

Pohon Masalah :
Resiko mencederai diri dan orang lain

(Akibat)

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi ( Pendengaran )

Isolasi sosial : Menarik diri

(Core Problem)

(Penyebab)

2. Pengkajian apa yang dilakukan lagi ! (buat point-point saja)


Pegakajian Pasien Halusinasi
Pengkajian pasien halusinasi pada kondisi kegawatan psikiatri difokuskan pada halusinasi
yang membahayakan diri, orang lain, dan lingkungan dengan menggunakan skala respons
umum fungsi adaptif (RUFA) dengan rentang skor 1-30. Pengkajian tersebut terbagi
dalam kelompok berdasarkan skala RUFA, yang tertuang dalam tabel.

Aspek

Intensif I 24 Jam (Skor:1-10 Intensif II 24-72 Jam Intensif III 72 Jam-10


Skala RUFA)

Perilaku

Pasien

(Skor: 11-20 Skala Hari


RUFA)
kontrol PK secara verbal.

kehilangan

diri, melukai diri sendiri, Bicara,


orang lain dan lingkungan

dan

akibat

sendiri.

mengikuti

isi

halusinasinya.

Kegiatan

fisik

mendengar suara,
yang

melihat,
mencium, dan/atau

memukul atau melukai orang

merasa

secara

yang tidak nyata.

serta

ditemukan

sesuatu

terhadap Sikap curiga dan

lingkungan.

bermusuhan.
gejala
secara

diatas Frekuensi
trus-

menerus pada pasien dengan

realitas

halusinasi jarang.

seperti mengamuk, agitasi,

pengrusakan

Penilaian

munculnya

mengecap,

Ketiga

munculnya
halusinasi sering.

halusinasi.
Penilaian realitas terganggu, Mulai
pasien

Skala RUFA)
Perilaku sesuai.

tertawa Frekuensi

mereflaksikan isi halusinasi

fisik,

21-30

senyum, Ekspresi tenang.

Mengatakan

PK secara verbal.

(Skor:

tidak

bisa

dapat Perilaku sesuai.

membedakan yang Ekspresi tenang.

membedakan yang nyata dan

nyata

yang tidak nyata.

tidak nyata.

Halusinasi dianggap nyata.

dan

yang Frekuensi

Terkadang

munculnya
halusinasi jarang.

mengalami
gangguan berpikir.
Perasaan

Panik.

Cemas berat.

Cemas sedang.

Reaksi emosional Emosi

sesuai

berlebihan

atau

dengan kenyataan.

berkurang, mudah
tersinggung.
Pada Kasus :
Dimana pada kasus disebutkan bahwa pria yang berumur 28 tahun yang pernah memukul
keluarganya saat di rumah dan mengatakan mendengarkan suara-suara yang menyuruh untuk
memukul orang lain. Dari uraian tersebut masuk ke kategori RUFA skor 1-10 yang masuk ruang
intensif I
Tindakan pertama dalam melakukan pengkajian pada pasien dengan halusinasi adalah:
1. Membina hubungan saling percaya, sebagai berikut:

Awali pertemuan dengan selalu mengucapkan salam sesuai dengan konteks agama
pasien.

Berkenalan dengan pasien. Perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat
termasuk peran, jam dinas, ruangan, dan senang dipanggil dengan apa. Selanjutnya
perawat menanyakan nama pasien serta senang dipanggil dengan apa.

Buat kontrak asuhan. Jelaskan kepada pasien tujuan kita merawat pasien, aktivitas apa
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut, kapan aktivitas akan
dilaksanakan, dan berapa lama akan dilaksanakan aktivitas tersebut.

Bersikap empati yang ditunjukkan dengan mendengarkan keluhan pasien dengan penuh
perhatian, tidak membantah dan tidak menyokong halusinasi pasien, dan segera
menolong pasien jika pasien membutuhkan bantuan perawat.

2. Mengkaji data objektif dan subjektif


Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku pasien dan menanyakan
secara verbal apa yang sedang dialami oleh pasien. Data objektif yang perlu dikaji perawat
yaitu mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data subjektif didapatkan dengan cara
wawancara, curahan hati pasien, ungkapan-ungkapan pasien, apa-apa yang dirasakan dan
didengar pasien secara subjektif. Tipe halusinasi menurut Videbeck (2004):

Jenis Halusinasi
Halusinasi dengar

Data Subjektif
Data Objektif
Mendengarkan suara menyuruh Mengarahkan
melakukan

sesuatu

yang

pada sumber suara.


Bicara

berbahaya.
Mendengar suara atau bunyi.

telinga

atau

tertawa

sendiri.

Mendengar suara yang mengajak Marah tanpa sebab.


Menutup telinga.

bercakap-cakap.

Mendengarkan seseorang yang Mulut komat kamit.


sudah meninggal.
Mendengarkan
mengancam

diri

Ada gerakan tangan.


suara
pasien

yang
atau

orang lain atau suara lain yang


membahayakan.
Pada Kasus :
Pada kasus pria tersebut masuk ke tipe halusinasi dengar, dimana pasien mengatakan
mendengar suara-suara yang menyuruh untuk memukul orang lain.
3. Mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang dialami
oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien
tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan tindakan seperti misalnya mengajarkan untuk menghardik.
4. Mengkaji respons terhadap halusinasi
Untuk mengetahui dampak halusinasi pada pasien dan apa respons pasien ketika halusinasi
itu muncul, perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat
halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat
dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi dampak halusinasi pada pasien
jika halusinasi timbul.
Mengkaji tahapan halusinasi pasien.

Stage I : Comforting

Pasien mengalami emosi yang berlanjut


seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan
kecemasan.

pemikiran
Pasien

pada

timbulnya

beranggapan

bahwa

pengalaman pikiran dan sensorinya dapat


dikontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan pasien merasa
Stage II : Condemning

nyaman dengan halusinasinya.


Pengalaman sensori pasien menjadi sering
datang dan mengalami bias. Pasien mulai
merasa

tidak

mampu

lagi

mengontrol

halusinasinya dan mulai berupaya menjaga


jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan. Pasien mulai menarik diri dari
Stage III : Controlling

orang lain dengan intensitas waktu yang lama.


Pasien mencoba melawan suara-suara atau
sensory abnormal yang datang. Pasien dapat
merasakan

kesepian

bila

halusinasinya

berakhir. Dalam tahap ini dimulai fase


Stage IV : Conquering

gangguan Psychoyic.
Pengalaman sensorinya terganggu, pasien
mulai merasa terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila pasien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang pasien
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal 4 jam atau
seharian bila pasien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Dalam tahap ini dapat
terjadi gangguan psikotik berat.

Selain itu terdapat faktor penyebab terjadinya halusinasi yang perlu diketahui yaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.

Faktor predisposisi:
a. Faktor perkembangan
Hambatan

perkembangan

akan

mengganggu

hubungan

interpersonal

yang

dapat

meningkatkan stres dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. Pasien
mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak
efektif.
b. Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau kesepian,
selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran terhadap
kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas, serta dapat
ditemukan atropik otak, pembesaran ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan
limbik.
e. Faktor genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.
Faktor presipitasi:
Respons pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah,
bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Kliat (2008), memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk

yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alcohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi merupakan
penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut pasien berbuat sesuatu terhadap ketakutannya.
3. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil sluruh perhatian pasien dan tidak jarang
akan mengontrol semua perilaku pasien.
4. Dimensi spiritual
Secara spiritual pasien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Irama
sirkadiannya terganggu, karena pasien sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat
terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.

3. Buat rencana tindakan (strategi pelaksanaan/SP) diagnosis keperawatan prioritas !

4. Demonstrasikan SP dalam pleno !


PROLOG
Pada hari selasa tanggal 28 september 2016 pukul 10.00 pagi, perawat A akan memberikan
strategi pelaksanaan halusinasi pada Bapak M, karena dari data pengkajian yang didapat
Bapak M dirawat di RSJ karena pernah memukul keluarganya saat di rumah dan pasien
mengatakan mendengarkan suara-suara yang menyuruh untuk memukul orang lain.
Berdasarkan data pengkajian yang didapat perawat A mendapatkan hasil bahwa Bapak M

mengalami halusinasi pendengaran. Oleh karena itu Perawat A berencana akan memberikan
intervensi kepada Bapak M untuk mengatasi halusinasinya. Berdasarkan tingkat halusinasinya
pasien berada pada fase intensif I dimana perawat A telah menilai status kondisi pasien sudah
mau menerima pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perawat. Selanjutnya perawat A akan
memberikan strategi pelaksanaan halusinasi kepada bapak M untuk pertama kalinya.
(Hari kamis pun tiba dan perawat B akan melakukan pengkajian kepada Bapak M)
DIALOG
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Perawat A

: Selamat pagi Bapak, perkenalkan Saya perawat Wahyuni yang akan


merawat bapak hari ini dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore nanti. Nama
bapak siapa? Senang dipanggil apa?

Bapak M

: Mades Buk

b. Evaluasi Validasi
Perawat A

:Bagaimana perasaan bapak hari ini? Ada keluhan yang bapak rasakan hari
ini?

Bapak M

: Baik baik saja Buk

c. Kontrak
Perawat A : Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini Bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana bapak mau
membicarakannya? disini atau di tempat lain? Berapa lama bapak mau
bercakap-cakap dengan saya? Bagaimana kalau 30 menit
Bapak M : Iya Buk, disini saja

2. Fase Kerja
Perawat A : Apa yang Bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?
Bapak M

: kacau Buk

Perawat A : Apa yang Bapak lakukan saat mendengar suara itu?

Bapak M

: Saya turuti kata-kata itu Buk, saya pukul orang yang ada di sekitar saya,
kemudian saya ikuti kata-katanya karena dia menyuruh saya untuk memukul
dan kalau tidak saya turuti dia akan membunuh saya, makanya saya harus
ikuti dia ibuk, saya pukul orang yang ada di sekitar saya buk (Pembicaraan
Bapak M besrsifat sirkumtansial yaitu berbicara berputar-putar tetapi sampai
pada tujuan)

Perawat A : Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar
cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?
Bapak M

: tidak buk Iya buk

Perawat A : Pak Mades , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara minum obat
dengan teratur. Ketiga bercakap-cakap dengan orang lain, , dan yang ke
empat melakukan kegiatan yang sudah terjadwal. Bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Bapak M : Iya buk
Perawat A : Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulangulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba Bapak peragakan!
Bapak M : pergi saya tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu
Perawat A : Nah begitu, bagus! Coba lagi!
Bapak M : pergi saya tidak mau dengar, Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu
3.

Fase Terminasi

a. Evaluasi tindakan
Perawat A : Ya bagus Pak, Bapak Mades sudah pintar dan sudah bisa menghardik
Bapak M : (bapak Mades hanya menjawab dengan senyuman)
b. Evaluasi subyektif
Perawat A : Bagaimana perasaan Bapak setelah peragaan latihan tadi? Kalau suarasuara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ya !

Bapak M : ya Buk akan saya lakukan rasanya senang aja kalau melakukan itu, saya bisa
terik dan menolak suara saya senang
c.

Kontrak
Perawat A : bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya, kita taruh di buku jadwal kegiatan
bapak. Mau jam berapa saja latihannya?
Bapak M

: ya Buk seperti hari ini saja.

Perawat M : Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa Pak? Bagaimana kalau jam
dua?
Bapak M

: Iya Buk,

Perawat M : Berapa lama kita akan berlatih? bagaimana kalau 20 menit? Dimana
tempatnya
Bapak M

: ya Buk seperti hari ini saja

Perawat A

: Baiklah, sampai jumpa Bapak Mades. Om Santih Santih Santih Om

Bapak M

: Iya Buk, terimakasih

DAFTAR PUSTAKA

CMHN (2006). Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan Jiwa Masyarakat. Jakarta : Direktorat
Kesehatan Jiwa Dep-Kes RI
Kliat, B.A., dkk. 2008. Modul Perawatan Intensif Psikiatri. Jakarta: EGC
Videbeck. 2004. Psychiatric Mental Health. Philadelpia:Lippincott Wiliams & Wilkins
Videbeck. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, EGC,Jakarta, Hal 3, 362,348

Vous aimerez peut-être aussi