Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Jika dilihat dari tujuannya untuk menjaga keamanan dan kemaslahatan umat,
beberapa tokoh adat menyetujui pemasungan ini karena jika ODGJ sedang
mengamuk bisa merusak barang-barang milik warga bahkan berpotensi meluakai
warga yaang lain. Tetapi keputusan ini sudah disadari oleh pertimbangan yang
matang serta mendapat persetujuan dari anggota keluarga yang bersangkutan.
Biasanya anggota keluatga yang bersangkutan sudah memiliki kesadaran sendiri
tanpa ada desakan dari warga lain. Para tokoh masyarakat atau
tokoh adat
membiarkan pemasungan ini jika itu adalah alternatif terakhir yang bisa dilakukan
oleh keluarga. Pada dasarnya masyarakat mengharapkan pihak keluarga mau
memberikan perawatan yang lebih baik dari pada pemasungan. Namun, karena
berbagai faktor yang tidak bisa dipenuhi oleh keluarga, akhirnya para tokoh adat
maupun tokoh masyarakat tidak bisa berbuat banyak.
Aspek Hukum Nasional
Perlakuan terhadap orang yang memiliki gangguan jiwa dengan cara dipasung
dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia pada dasarnya setiap
manusia berhak untuk hidup bebas dari penyiksaan.
Pasal 28 G ayat 2 UUD 1945
Setiap orang berhak untuk bebasa dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik
daari negara lain.
Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdakaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
Selain itu bagi penderita cacat mental, diatur hak-haknya dalam pasal 42 UU
HAM yang berbunyi
setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik, dan atau cacat mental berhak
memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya
negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa damn bernegara.
Solusi
-Memberikan edukasi pada dokter, karena stigma berawal dari dokter. Selain itu
edukasi juga diberikan pada masyarakat untuk menghilangkan gap pengetahuan
antara pihak medis dan masyarakat.
-Memberikan edukasi pada keluarga supaya memberikan perawatan, namun jika
keluarga tidak bisa mengatasi bisa dikembalikan lagi pada masyarakat atau tokoh
adat.