Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Akhlak merupakan representasi dari pemikiran seseorang yang nampak dari luar.
Akhlak sering dijadikan parameter baik buruknya seseorang dilihat dari sudut pandang
manusia. Akhlak bersifat relative dalam hal penilaian walaupun hanya disandingkan
dari dua sisi yaitu baik dan buruk.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan pada tiga hubungan yang
mengharuskannya untuk berbuat sesuatu. Yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT
(ibadah), hubungan manusia dengan sesama manusia (muamalah dan uqubat ) dan
hubungan manusia dengan dirinya sendiri (akhlak, makanan, minuman, pakaian, dan
lain-lain). Ketiga hubungan tadi mengharuskan kita untuk menentukan sikap yang
harus diambil sesuai dengan pemikirannya, termasuk akhlak yang akan dibahas lebih
mendalam pada tulisan ini.
Dalam perspektif Islam, akhlak merupakan bagian dari syariat Islam. Dalam
syariat Islam akhlak tidak menjadi bagian khusus yang terpisah, bahkan dalam fikih
tidak dibuat satu bab pun yang khusus membahas akhlak.
Berdasarkan fungsinya, akhlak merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah
atau menjauhi larangan-Nya, bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau
madlarat dalam kehidupan. Walhasil akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi
terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan
individu. Masyarakat tidak dapat dipebaiki dengan akhlak, melainkan dengan
dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya
peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat itu. Yang menggerakkan masyarakat
bukanlah akhlak, melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan di tengah-tengah
masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan perasaan yang melekat pada masyarakat
tersebut.
Untuk menilai baik buruknya suatu akhlak, bisa ditinjau dari dua pendekatan
yang paling banyak dilakukan, yaitu kebenaran relative dan kebenaran mutlak. Dalam
pendekatan kebenaran relative, nilai sebuah akhlak menjadi relative karena
disandarkan pada penilaian subjektif manusia. Akhlak yang dianggap baik oleh
masyarakat di suatu tempat belum tentu baik bagi masyarakat di tempat lain,
misalnya bagi orang-orang barat bergaul bebas antara lawan jenis bukan hal yang
tabu tapi bagi orang-orang islam yang taat hal seperti itu tentunya sangat dilarang.
Semua tergantung dari pemahaman manusia tentang perbuatan yang dilakukan dan
kebiasaan atau kebudayaan yang ada di suatu tempat. Dalam pendekatan kebenaran
mutlak hanya ada satu sudut pandang yang menyatakan akhlak itu baik atau buruk.
Tidak ada perdebatan diantaranya karena sumber dari penetapan baik dan buruk itu
bersifat pasti. Perintah dan larangan Allah SWT yang terdapat dalam al Quran
merupakan parameter penentu baik buruknya suatu akhlak tanpa memperhatikan
apakah perasaan manusia menganggapnya baik atau buruk.
Dari kedua pendekatan diatas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa
penilaian sebuah akhlak hendaklah disandarkan pada kebenaran mutlak yang terdapat
dalam Al-Quran. Selain itu, akhlak yang biasa kita kategorikan sebagai akhlak yang
baik seperti jujur, sopan, ramah, dan lain-lain bisa saja menjadi akhlak yang buruk jika
hal itu bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT. Misalnya, jujur kepada
musuh saat perang sangat tidak diperbolehkan karena dapat merugikan. Pada konteks
ini jujur termasuk akhlak yang tercela karena bisa membocorkan rahasia Negara atau
saat perang kita bersikap lemah lembut terhadap musuh, hal itu tidak diperbolehkan
karena sudah menjadi kewajiban kita untuk mengalahkan musuh saat terjadi
peperangan.
Sebaik-baik perkara adalah membekali diri dengan ilmu. Jika seseorang merasa
cukup dengan apa yang diketahuinya, maka dia telah diperbudak oleh pikiran (pandangan)-nya.
Akhirnya, dia pun begitu mengagungkan dirinya, sehingga menghalanginya untuk belajar kepada orang lain.
Padahal, dengan saling belajar, akan tampak kesalahan (dan kekurangan)-nya.
Ibrahim bin Hisan pernah bekata: Seorang pemuda akan bisa hidup di tengah
manusia karena akalnya, karena di atas dasar akalnyalah ilmu dan eksperimennya berjalan. Pemberian Allah
yang paling utama kepada seseorang adalah akalnya, tidak ada satu perkarapun yang bisa membandinginya.
Jika Allahtelah menyempurnakan akal seseorang (dengan Islam) maka sempurnalah akhlak dan segala
kebutuhannya (Adabud Dunya wad Din hal 5)
Nafais Tsamarat: Meninggalkan Yang Tidak Berguna
Imam Malik berkata, Seseorang hanya menjadi baik setelah meninggalkan apa yg tidak berguna baginya,
dan sibuk dng apa yg berguna baginya. Jika dia telah melakukannya, pasti Allah akan membukakan hatinya.
(as-Syarbashi, al-Aimmah al-Arbaah, 98)
Amal yang tidak ikhlas, dan tidak mengikuti tuntunan (Nabi SAW), bagaikan seorang musafir yang
bepergian, kantongnya penuh dengan kerikil, memberatkan dirinya, tetapi tidak memberikan manfaat apapun
kepadanya Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, al-Fawaid, hal. 30.
Bila Anda berpikir Anda bisa,maka Anda benar. Bila Anda berpikir Anda tidak bisa, Anda pun
benar karena itu ketika seseorang berpikir tidak bisa, maka sesungguhnya dia telah
membuang kesempatan untuk menjadi bisa