Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Jenis-jenis kardiomiopati
a.
Kardiomiopati hipertropi (KH) dikenal juga sebagai idiopathic hypertrophic
subaortic stenosis atau asymmetric septal hypertrophy didefinisikan sebagai
hipertropi dari miokardium dan penipisan septum interventrikular dibandingkan
dengan dinding bebas dari ventrikel kiri (asimetris septal hipertropi) dengan ukuran
ruangan ventrikel kiri yang normal atau sedikit mengecil tanpa adanya hipertensi
maupun stenosis aorta.
Kardiomiopati hipertrofik memiliki lebih dari 75 nama lain seperti Teare`s disease,
Brock`s disease, asymmetrical hypertrophic cardiomyopathy, hypertrophic
obstructive cardio-miopathy, idiopathic hypertrophic cardiomyopathy,
idiopathic2hypertrophic subaortic stenosis, familial myocardial disease, namun
demikian yang dipakai WHO adalah hypertrophic cardiomyopathy.
Kardiomiopati hipertrofik didapatkan di seluruh dunia, kejadian kurang lebih sama
antara pria dan wanita, tetapi berbeda pada etnis atau ras tertentu (banyak pada
orang Jepang), paling banyak pada orang muda usia 20-30 tahun, namun bervariasi
dari 6 bulan sampai lebih 60 tahun. Pada populasi umum diperkirakan
prevalensinya 1 : 500. Terdapat dua fitur utama dari KH yaitu (1) hipertropi ventrikel
kiri yang asimetris, seringkali terdapat pada septum interventrikular, (2) tekanan
aliran ventrikel kiri yang dinamis, yang berhubungan dengan menyempitnya area
subaorta sebagai konsekuensi dari midsistolik apposition dari katup mitral anterior
melawan septum yang hipertropi. Contohnya systolic anterior motion (SAM) dari
katup mitral. Patofisiologis abnormalitasnya tidak pada sistolik namun pada fungsi
diastolik, dengan karakteristik meningkatnya kekakuan pada otot jantung yang
mengalami hipertropi. Hal ini mengakibatkan meningkatnya tekanan pengisian
diastolik. Pola hipertropi dari KH berbeda dengan yang terlihat pada hipertropi
sekunder (misalnya hipertensi). Kebanyakan pasien mempunyai variasi pada
ketebalan septum ventrikel yang tidak proporsional ketika dibandingkan dengan
dinding yang bebas. Pasien lainnya mungkin memperlihatkan disproporsi dari apex
atau dinding bebas ventrikel kiri, dan hanya 10% pasien yang memiliki keterlibatan
konsentris dari ventrikel. Pada beberapa anak, kompresi sistolik segmen
intramiokardial dari arteri koroner dapat mengakibatkan iskemia dan kematian.
1.
Etiologi
2.
Genetik
Hemodinamik
Pada penyakit ini didapati hipertropi ventrikel yang masif terutama pada septum
ventrikel yang mengakibatkan pada waktu sistole septum menonjol ke aliran keluar
ventrikel kiri dan menyebabkan obstruksi. Adakalanya ventrikel kanan dapat
terkena. Beberapa tingkatan fibrosis miokard dapat dijumpai. Katup mitral bergeser
ke anterior karena hipertropi muskulus papilaris dan ruang ventikel kiri diisi oleh
hipertropi yang masif. Kelainan hemodinamik yang terjadi akibat
Manifestasi klinis
diastolik ventrikel kiri dan atrium kiri, gejala lainnya termasuk nyeri dada tidak khas
angina yang terjadi saat beristirahat dan berakhir beberapa jam tanpa kenaikan
enzim jantung, palpitasi, kelelahan, gangguan kesadaran, pusing, pingsan atau
hampir pingsan. Gejala yang ada tidak berhubungan dengan adanya atau beratnya
derajat obstruksi aliran keluar ventrikel. Kebanyakan pasien dengan obstruksi aliran
keluar ventrikel memperlihatkan dua atau tiga impuls precordial, denyut arteri
karotis yang meningkat cepat karena adanyaearly systolic ejection darah dari
ventrikel dan suara jantung keempat. Pemeriksaan fisik didapatkan impuls karotid
bisferiens (peningkatan cepat diikuti drop midsistolik) secara bergantian, diikuti oleh
gelombang lebih lambat. Jantung sedikit membesar. Pada impuls apikal
didapatkan systolic thrust yang keras, dan teraba S4 (sistolik atrial yang
keras/systolic thrill) pada 40% pasien. Bisa didapatkan hepatomegali yang
kebanyakan pada bayi dibandingkan anak yang lebih besar. Tanda utama dari KH
obstruktif adalah adanya murmur sistolik, yang bersifat kasar, berbentuk
intan/berlian, dan biasanya muncul setelah suara jantung pertama, karena ejeksi
awal tidak terhalangi pada awal sistol. Murmur terdengar paling baik pada batas
sternal kiri bawah dan juga pada apex, dimana seringkali berkualitas holosistolik
dan meniup, hal ini dikarenakan mitral regurgitasi yang biasanya terdapat pada KH
obstruktif.
5.
Pemeriksaan penunjang
thallium 201 seringkali menemukan bukti adanya defek perfusi miokard meskipun
pada pasien yang asimptomatik. meskipun kateter jantung tidak diperlukan dalam
mendiagnosa KH namun dapat ditemukan perbedaan tekanan sistolik pada
obstruksi aliran keluar ventrikel kiri bila terdapat obstruksi.
6.
Terapi
Prognosis
KARDIOMIOPATI RESTRIKTIF
Karakteristik utama dari kardiomiopati restriktif (KR) adalah fungsi yang abnormal
dari diastolik, yang disebabkan kekakuan dinding ventrikel dan hambatan pengisian
ventrikel sehingga menurunnya volume diastolik, namun ketebalan miokardium
ventrikel kiri normal dan fungsi diastolik juga normal, biasanya sekunder
dikarenakan infilrasi dari miokardium.
1.
Etiologi
3)
2.
Hemodinamik
Manifestasi klinis
Gejala klinis dari kardiomiopati restriktif sama dengan gejala gejala yang ada pada
gagal jantung kiri dan kanan, yaitu:
a.
b.
c.
d.
11
e.
f.
4.
Pemeriksaan penunjang
yaitu perikarditis konstriktif (PK) dengan menilai ketebalan dari pericardium (pada
PK ketebalan pericardium 5 mm). Kateterisasi jantung merupakan hal yang
penting untuk mengidentifikasikan parameter hemodinamik dan untuk melakukan
biopsi endomiokardial. Jika sangat sulit untuk membedakan antara KR dan PK maka
seringkali dilakukan pembedahan eksplorasi dan perikardektomi empiris.
Perbedaan antara KR dan PK dari kateterisasi jantung adalah:
1.
perikarditis konstriktif biasanya melibatkan kedua ventrikel dan menghasilkan
plateu dari peningkatan tekanan pengisian ventrikel.
a.
PCWP sama antara tekanan atrium kanan dan tekanan akhir diastolik
ventrikel kanan.
b.
c.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kanan lebih besar daripada sepertiga
tekanan sistolik ventrikel kanan.
2.
kardiomiopati restriktif lebih mengganggu ventrikel kiri daripada ventrikel
kanan.
a.
12
b.
5.
Terapi
Tidak ada terapi yang efektif untuk kardiomiopati restriktif. Kematian biasanya
disebabkan gagal jantung atauaritmia, oleh karena itu terapi ditujukan untuk
mengontrol gagal jantung dengan pembatasan asupan natrium, pemberian diuretik
dan penanganan aritmia yang potensial letal. Tepai perhatian harus diberikan untuk
menghindari penurunan preload untuk menghindari penurunan curah jantung lebih
jauh.
c.
KARDIOMIOPATI DILATASI
Etiologi
1)
Idiopatik, merupakan tipe yang paling sering, pada pemeriksaan secara
histologi memperlihatkan hipertropi miosit dan fibrosis interstitial.
2)
Familial
a.
ventricular dysplasia merupakan bentuk KD yang unik dengan karakteristik
penggantian progresif dari dinding ventrikel kanan dengan jaringan adiposa. Sering
dihubungkan dengan aritmia ventrikel, tetapi perjalanan klinisnya bervariasi.
3)
Toksik
4)
Metabolik
5)
Infeksius
a.
virus (human immunodeficiency virus, coxsackievirus B), rickettsial,
mycobacterial, toxoplasmosis, trichinosis, Chagas disease, bacterial.
6)
Kondisi sistemik seperti iskemia miokardium, hipertensi dan kelainan katup
jantung.
2.
Genetik
Setidaknya 20% dari pasien dengan bentuk familial dari KD mempunyai mutasi
yang berada pada gen yang mengkode protein sitoskeletal (seperti distropin dan
gen desmin), kontraktil, membran nuclear (seperti gen lamin A/C), dan protein
lainnya. Penyakit ini secara genetic heterogenous namun paling sering
ditransmisikan secara autosomal dominant, autosomal resesif, mitokondrial
(terutama pada anak anak), dan X-linked inheritance.
3.
Hemodinamik
Defek fisiologis yang utama berupa menurunnya kekuatan kontraksi ventrikel kiri
yang mengakibatkan stroke volume berkurang, ejection fraction yang merendah,
dan end systolic dan end dyastolic volume bertambah. Ventrikel kiri berdilatasi dan
tekanan atrium kiri meningkat menyebabkan hipertensi pulmonal dan gagal jantung
kanan.
4.
Manifestasi klinis
Pasien dengan kardiomiopati dilatasi (KD) secara umum mempunyai gejala klinis
yang tidak jelas dan tiba-tiba didapati gejala gagal jantung kongestif. Mula-mula
terdapat batuk karena kongesti paru, dyspnea pada kerja ringan, kelemahan dan
anoreksia yang memburuk secara bertahap dalam hitungan bulan sampai tahun.
Adakalanya didapati aritmia (atrium fibrilasi dan aritmia ventrikel) yang mendahului
gagal jantung. Bila keadaan bertambah berat, kulit menjadi dingin dan pucat,
volume nadi dan tekanan nadi berkurang, takikardia, tekanan vena jugularis
meningkat, hepatomegali dan edema kaki bisa didapati. Bising pansistolik bisa
didapati, karena insufisiensi katup trikuspid dan katup mitral meskipun sangat
jarang. Pada limapuluh persen anak dapat ditemukan demam dalam 3 bulan sejak
terdapat gejala gagal
jantung, dan 10-20% memiliki gejala neurologis (kejang, keterlambatan
pertumbuhan) dan gastroinestinal muntah, nyeri perut). Gejala dapat ditemukan
pada limapuluh persen saat bayi dan 25% pada masa kurang dari 24 jam. Beberapa
pasien memiliki ventrikel kiri yang terdilatasi beberapa bulan sampai tahun sebelum
adanya gejala. Adanya angina pectoris sangat jarang terjadi, jika ada maka
kemungkinan berhubungan penyakit jantung iskemik. Sinkop karena aritmia,
emboli, dan kematian mendadak dapat terjadi meskipun sangat jarang.
5.
Pemeriksaan penunjang
1)
Laboratorium : Laju endap darah, renal function test, liver function test, uji
fungsi tiroid.
2)
3)
Hipertropi ventrikel kiri dengan perubahan gelombang ST-T djumpai pada 50%
penderita bayi.
1)
2)
3)
4)
Perubahan gelombang P yang mengindikasikan abnormalitas atrium kiri, firstdegree AV block
5)
Abnormalitas konduksi atrioventrikular (sinus takikardi, atrial fibrilasi, PVC,
kontraksi atrium prematur, ventrikel takikardi, ventrikel aritmia, supraventrikel
disritmia)
6)
kateterisasi jantung: peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri atau
kanan, curah jantung secara umum normal atau menurun tetapi tidak signifikan
pada saat aktifitas fisik. Angiography memperlihatkan hipokinetik ventrikel kiri difus
yang terdilatasi, seringkali dengan adanya mitral regurgitasi.
6.
TerapI
Perbaikan secara spontan atau stabilisasi dapat muncul pada sekitar seperempat
pasien dengan KD. Kematian disebabkan gagal jantung, takiaritmia ventrikel atau
bradyaritmia ventrikel. Pemakaian antikoagulan harus dipertimbangkan jika
terdapat kemungkinan emboli sistemik. Standar terapi untuk gagal jantung adalah
restriksi natrium, ACE inhibitor, diuretik, dan digitalis menghasilkan perbaikan
gejala. Pada KD sekunder yang disebabkan karena hipertensi atau penyakit katup,
penurunan afterload paling baik dengan menambahkan hydralazine atau nitrat
terhadap standar regimen terapi gagal jantung kongestif. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kombinasi dari angiotensin II receptor antagonis dengan ACE
inhibitor lebih efektif dibandingkan pemakaian monoterapi. Pada pasien dengan
gagal jantung kongestif fungsional kelas IV dan Left Ventrikel Ejection
Fraction<35%, penambahan 25 mg spironolakton terhadap standar regimen gagal
jantung kongestif telah menurunkan tingkat mortalitas sebesar 30%. Beberapa
pasien dengan KD yang pada saat biopsi menunjukkan adanya inflamasi
miokardium harus diterapi dengan obat-obatan imunosupresif. Penggunaan alkohol
harus dihindari karena bersifat toksik bagi jantung, sebagaimana juga penggunaan
calcium chanel bloker dan NSAID. obat antiaritmia sebaiknya dihindari untuk
menghindari proaritmia, kecuali dibutuhkan untuk mengatasi pada aritmia yang
serius. Pada satu dari tiga pasien dengan keterlambatan konduksi intraventrikuler
(seperti LBBB atau RBBB), pemasangan pacu jantung biventrikuler
(resynchronization therapy) akan memperbaiki gejala, menurunkan waktu rawat
inap dan menurunkan mortalitas. Pemasangan implant cardioverter-defibrillator
sangat berguna pada pasien dengan aritmia ventrikuler. Transplantasi jantung harus
dipertimbangkan pada pasien yang refrakter terhadap medikamentosa atau pasien
dengan KD idiopatik.
7.
Prognosa
Data Demografi
Angka kejadian kardiomiopati dilatasi adalah 2 X terjadi pada laki-laki dan terjadi
pada usia pertengahan. (Ignatavicius et al, 1995:919)
2)
Riwayat Kesehatan
penyakit hipertensi, jantung dan diabetes melitus di keluarga, bila ada cantumkan
dalam genogram.
3)
Nutrisi klien dikaji adanya konsumsi garam, lemak, gula dan kafein dan jenis
makanan. Klien mungkin akan merasa haus dan minum berlebihan (4000-5000 mL)
akibat sekresi aldosteron. Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya
(ADL) akibat adanya lemah, letih dan adanya dispneu. Istirahat terganggu akibat
dispneu dan sering terbangun pada malam hari untuk eliminasi BAK.
4)
Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan
Dispneu saat beraktivitas, Paroksimal Nokturnal Dispneu, tidur sambil duduk atau
dengan beberapa bnatal, Batuk dengan/ tanpa pembentukan sputum, riwayat paru
kronis, penggunaan bantuan pernafasan (oksigen dan medikasi), nafas
dangkal,takipneu, penggunaan otot aksesori pernafasan.bunyi nafas mungkin tidak
terdengar, dengan krakels basilar dan mengi.
b) Sistem Kardiovaskular
Distensi vena jugularis, pembesaran jantung, adanya nyeri dada, suara s3 dan s4
pada auskultasi jantung ,tekanan darah normal/turun, takikardi, disritmia (fibril
atrium, blok jnatung dll)nadi perifer mungkin berkurang,;perubahan denyutan dapat
terjadi;nadi sentral mungkin kuat, punggung kuku pucat atau sianotik dengan
pengisian kapiler lambat.
c) Sistem Pencernaa
Kaji adanya peningkatan berat badan secara signifikan, mual dan muntah, anorexia,
adanya nyeri abdomen kanan atas, hepatomegali dan asites
d) Sistem Muskuloskeletal
Kelelahan, kelemahan, sakit pada otot dan kehilangan kekuatan/ tonus otot.
e) Sistem Persyarafan
Kaji adanya rasa pening, perubahan prilaku, penurunana kesadaran dan disorientasi
f)
Sistem Perkemihan
Data psikologis
Kaji adanya kecemasan, gelisah dan konsep diri dan koping klien akibat penyakit,
keprihatinan finansial dan hospitalisasi.
6)
Data sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan kondisi
sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya.
Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas sosial atau menarik diri akibat adanya
dispneu, kelemahan dan kelelahan.
7)
Data spiritual
Data Penunjang
Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif, berpikir dan daya nalar perawat terhadap
data senjang yang ditemukan sehingga diketahui permasalahan klien.
c.
Diagnosa Keperawatan
Rasional
2.
S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama gallops
umum ( S3 dan S4 ) dihasilkan sebagai
aliran darah ke dalam serambi yang
distensi. Mur-mur dapat
menunjukkaninkompetensi/ stenosis
katup.
spironolaton (Aldakton).
Morfin Sulfat
Transquilizer/sedatif
13.
Kolaborasi pemberian cairan IV,
pembatasan jumlah total sesuai
indikasi. Hindari cairan garam
14.
15.
Kolaborasi EKG dan perubahan
foto dada.
16.
Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium, contoh BUN, kreatinin.
Pemeriksaan fungsi hati ( AST, LDH ).
PT/APTT/Pemeriksaan koagulasi
7.
Dapat menunjukkan tidak
adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
8.
Istirahat fisik harus dipertahankan
selama GJK akut atau refaktori untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung
dan menurunkan kebutuhan / konsumsi
oksigen miokard dan kerja berlebihan
9.
Menurunkan stasis vena dan
dapat menurunkan insiden
thrombus/pembentukan embolus
10. Menurunnya curah jantung.
Bendungan / stasis vena dan tirah
baring lama meningkatkan resiko
tromboflebitis
11. Meningkatkan sediaan oksegen
untuk kebutuhanmiokard melawan efek
hipoksia/iskemia.
12.
ventrikel.
Meningkatkan istirahat/relaksasi
dan menurunkan kebutuhan
oksegen dan kerja miokard.
Catatan : Ada on trial oral yang
analog dengan amrinon ( inocor )
agen inotropik positif, disebut
milrinon yang dapat cock untuk
penggunaan jangka panjang.