Vous êtes sur la page 1sur 15

KONSEP DASAR MOLAHIDATIDOSA

A. Defenisi
Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma vilus korialis
langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi vilus-vilus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan
ialah sebagai sebuah gugus anggur. Jaringan tropoblast pada vilus kadang-kadang
berprofilerasi ringan dan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human
chorionic gonadotropin (hCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa
(Prawirohardjo & Wikjosastro, 2005)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh villi
korialisnya mengalami perubahan hidrofik(Mansjoer, 2005).
Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik
gestasional(Bobak dkk, 2005).
B. Etiologi
Menurut Prof. Rustam Moechtar dalam bukunya Sinopsis Obstetri, penyebab mola
hidatidosa belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab
adalah:
1. Faktor ovum
Spermatozoon memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum
memasuki ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam
pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan akan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan
sosial ekonomi yang rendah maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh
kurang sehingga mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan
janinnya.
3. Paritas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma
kelahiran atau penyimpangan tranmisi secara genetik yang dapat diidentifikasikan dan
penggunaan stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
4. Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan
dengan pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan

zat protein pada waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam
makanan mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.
5. Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau
adanya mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit
(desease). Hal ini sangat tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang
masuk virulensinya serta daya tahan tubuh.
C. Patofisiologi
Menurut Cunningham dalam buku Obstetri, dalam stadium pertumbuhan molla
yang dini terdapat beberapa ciri khas yang membedakan dengan kehamilan normal,
namun pada stadium lanjut trimester pertama dan selama trimester kedua sering terlihat
perubahan sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala yang mencolok dan bervariasi mulai dari spoting
sampai perdarahan yang banyak. Perdarahan ini dapat dimulai sesaat sebelum abortus
atau yang lebih sering lagi timbul secara intermiten selama berminggu-minggu atau
setiap bulan. Sebagai akibat perdarahan tersebut gejala anemia ringan sering dijumpai.
Anemia defisiensi besi merupakan gejala yang sering dijumpai.
2. Ukuran uterus
Uterus yang lebih sering tumbuh lebih besar dari usia kehamilan yang sebenarnya.
Mungkin uterus lewat palpasi sulit dikenali dengan tepat pada wanita nullipara,
khusus karena konsistensi tumor yang lunak di bawah abdomen yang kenyal.
Ovarium kemungkinan mempunyai konsistensi yang lebih lunak.
3. Aktivitas janin
Meskipun uterus cukup membesar mencapai bagian atas sympisis, secara khas tidak
akan ditemukan aktivitas janin, sekalipun dilakukan test dengan alat yang sensitive
sekalipun. Kadang-kadang terdapat plasenta kembar pada kehamilan mola hidatidosa
komplit. Pada salah satu plasentanya sementara plasenta yang lainnya dan janinnya
sendiri terlihat normal. Demikian pula sangat jarang ditemukan perubahan mola
inkomplit yang luas pada plasenta dengan disertai dengan janin yang hidup.
4. Embolisasi
Trofoblas dengan jumlah yang bervariasi dengan atau tanpa stroma villus dapat keluar
dari dalam uterus dan masuk ke dalam aliran darah vena. Jumlah tersebut dapat
sedemikian banyak sehingga menimbulkan gejala serta tanda emboli pulmoner akut
bahkan kematian. Keadaan fatal ini jarang terjadi. Meskipun jumlah trofoblas dengan
atau tanpa stroma villus yang menimbulkan embolisasi ke dalam paru-paru terlalu

kecil untuk menghasilkan penyumbatan pembuluh darah pulmoner namun lebih lanjut
trofoblas ini dapat menginfasi parenkim paru. Sehingga terjadi metastase yang
terbukti lewat pemeriksaan radiografi. Lesi tersebut dapat terdiri dari trofoblas saja
(corio carsinoma metastasik) atau trofoblas dengan stroma villus (mola hidatidosa
metastasik). Perjalanan selanjutnya lesi tersebut bisa diramalkan dan sebagian terlihat
menghilang spontan yang dapat terjadi segera setelah evakuasi atau bahkan beberapa
minggu atau bulan kemudian. Sementara sebagian lainnya mengalami proloferasi dan
menimbulkan kematian wanita tersebut bila tidak mendapatkan pengobatan yang
efektif.
5. Disfungsi thyroid
Kadar tiroksi plasma pada wanita dengan kehamilan mola biasanya mengalami
kenaikan yang cukup tinggi, namun gambaran hipertiroidisme yang tampak secara
klinik tidak begitu sering dijumpai. Amir dkk (1984) dan Curry dkk (1975)
menemukan hipertiroidisme pada sekitar 2% kasus kenaikan kadar tiroksin plasma,
bisa merupakan efek primer estrogen seperti halnya pada kehamilan normal dimana
tidak terjadi peningkatan kadar estrogen bebas dan presentasi trioditironim yang
terikat oleh resin mengalami peningkatan. Apakah hormon tiroksin bebas dapat
meninggi akibat efek mirip tirotropin yang ditimbulkan oleh orionik gonadotropin
atau apakah varian hormon inikah yang menimbulkan semua efek tersebut masih
merupakan masalah yang controversial (Amir, dkk, 1984, Man dkk, 1986).
6. Ekspulsi spontan
Kadang-kadang gelembung-gelembung hidatidosa sudah keluar sebelum mola
tersebut keluar spontan atau dikosongkan dari dalam uterus lewat tindakan. Ekspulsi
spontan paling besar kemungkinannya pada kehamilan sekitar 16 minggu. Dan jarang
lebih dari 28 minggu.

D. Manifestasi klinis
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan. Pada tahap awal tanda dan gejala tahap
kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala kehamilan normal.
2. Pada waktu selanjutnya pendarahan pervaginam pada hampir di temukan di semua
kasus dan terjadi secara berulang. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna
coklat tua atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Pada keadaan lanjut kadang
keluar gelembung mola. Keadaan ini bisa berlangsung beberapa hari saja atau secara
intermitten selama beberapa minggu.

3. Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.


4. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengar DJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
5. Pre-eklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
6. Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan
muntah

yang

berebihan(hiperemesisgravidarum), dan kram perut yang disebabkan dispensi rahim.


7. Kadar -hCG yang tinggi.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya
terjadi pada minggu ke 14-16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa,
pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah
beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta
komplikasi mola hidatidosa:
1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3. Gejalagejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4. Gejala gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
F. Klasifikasi Mola hidatidosa
Mola hidatidosa terbagi menjadi:
1. Mola hidatidosa komplet atau klasik
Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilsasi sebuah telur yang intinya telah hilang
atau tidak aktif. Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel
hidrofik (berisi cairan) tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar
dari uisa kehamilan seharusnya. Biasanya Mola tidak mengandung janin, plasenta,
membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki plasenta oleh
karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul perdarahan melalui
vagina. Pada sekitar 3 % kehamilan, Mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma
(suatu neoplasma ganas yang tumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi ganas
pada kehamilan Mola sebagian jauh lebih kecil dibanding kehamilan Mola komplek
(Bobak dkk, 2005).
WOC Molahidatidosa komplit
Sel telur yang tidak ada kromosom
dibuahi 1 atau 2 sel sperma
diploid ( hanya paternal )

embrio tidak terbentuk


proliferasi vili korealis
vilimengandungbanyakcairan
sel2 tropoblas yang patologis berkembang dan membengkak
gelembung2 berisicairan yang berbentukanggur
molahidatidosa komplit
2. Mola hidatidosa inkomplet atau parsia
Mola inkomplet atau parsia terjadi jika disertai janin atau bagian janin
(Bobak dkk,2005).
Degenerasihidropikdarivilibersifatsetempat, dan yang mengalami hiperplasi
hanya sinsitio trofoblas saja.Gambaran yang khas adalah crinkling atau scalloping
dari vili dan stromal trophoblastic inclusions.
WOC Mola hidatidosaparsial
Seltelur normal
dibuahi 1 selsperma diploid atau 2 selsperma haploid
kariotipe 69XXX, 69XXY (triploid )
Hidrofikvili
hiperplasia sel-sel tropoblas
molahidatidosaparsial.
G. Komplikasi
Menurut Mansjoer dkk (2005) komplikasi yang dapat terjadi padapenderita Mola
hidatidosa adalah :
1. Anemia
2. Syok
3. Infeksi
4. Eklampsia
5. Tirotoksikosis
H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mansjoer dkk (2005) pemeriksaan diagnostik pada Mola hidatidosa antara lain:
1. Anamnesis diantaranya :
a. Perdarahan pervaginam/gambaran Mola,
b. Gejala toksemia pada trimester I-II,
c. Hiperemesis gravidarum,
d. Gejala tirotoksikosis,
e. Gejala emboli paru.
2. Pemeriksaan fisik diantaranya:

a. Uterus lebih besar dari usia kehamilan,


b. Kista lutein,
c. Balotemen negatif,
d. Denyut jantung janin negatif.
3. Pemeriksaan penunjang diantaranya :
a. Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan Mola,
b. Pada tes Hanifa Sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600 dengan
c.
d.
e.
f.

deviasi sonde kurang dari 100,


Peningkatan kadar beta Hcg darah atau urin,
Ultrasonografi menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern),
Foto toraks pada gambaran emboli udara,
Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.

I. PenatalaksanaanMedis
Penanganan yang biasa dilakukan pada Mola hidatidosa adalah:
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana
sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting,
pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji
kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ
sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas,
masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola
hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL
dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber
vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat
digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan
tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan
setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif),
berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan

USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan


kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi.
J. Prognosis
Resiko kematian/kesakitan pada penderita mola hidatidosa meningkat karena
perdarahan, perforasi uterus, pre-eklamsi berat, tirotoksikosis atau infeksi. Akan tetapi,
sekarang kematian karena mola hidatidosa sudah jarang sekali. Segera setelah jaringan
mola dikeluarkan, uterus akan mengecil, kadar hCG menurun dan akan mencapai kadar
normal sekitar 10-12 minggu pascaevakuasi. Kista lutein juga akan mengecil lagi. Pada
beberapa kasus pengecilan ini bisa mengambil waktu beberapa bulan.
Sebagian besar penderita mola hidatidosa akan baik kembali setelah kuretasi. Bila
hamil lagi, umumnya berjalan normal. Mola hidatidosa berulang dapat terjadi, tetapi
jarang. Walaupun demikian, 15-20% dari penderita pasca mola hidatidosa dapat
mengalami degenerasi keganasan menjadi tumor trofoblas gestasional (TTG), baik
berupa mola invasif, koriokarsinoma, maupun placental site trophoblastic tumor (PSTT).
Keganasan ini biasanya terjadi pada satu tahun pertama pascaevakuasi,yang
terbanyak enam bulan pertama. MHP lebih jarang menjadi ganas. Faktor risiko terjadinya
TTG pascamola hidatidosa adalah umur 35 tahun, uterus diatas 20 minggu, kadar hCG
preevakuasi diatas 100.000 IU/L, dan kista lutein bilateral.

Asuhan Keperawatan Mola Hidatidosa


A. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Biodata: mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi; nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat.
2. Keluhan utama: kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang.
3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas:
a. Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit
atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu: kaji adanya kehamilan molahidatidosa sebelumnya,
apa tindakan yang dilakukan, kondisi klien pada saat itu.
c. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
d. Riwayat penyakit yang pernah dialami: kaji adanya penyakit yang pernah dialami
oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit
e.

endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.


Riwayat kesehatan keluarga: yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit

f.

menular yang terdapat dalam keluarga.


Riwayat kesehatan reproduksi: kaji tentang menorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluhan yang menyertainya.

g.

Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas: kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan

h.

anaknya.
Riwayat seksual: kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang

digunakan serta keluhan yang menyertainya.


i. Riwayat pemakaian obat: kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral,
j.

obat digitalis dan jenis obat lainnya.


Pola aktivitas sehari-hari: kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.

Pemeriksaan Fisik:
1.

Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
a. Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap
b.
c.

drainase,
Pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan,
Bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya
keterbatasan fifik, dan seterusnya.

2.

Palpasi
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
a. Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
b. Tekanan: menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi
janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
c. Pemeriksaan dalam: menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang

abnormal.
3. Perkusi
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
a. Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
b. Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak.

4. Auskultasi
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi
jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin(Johnson & Taylor,
2005 : 39).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan denganterputusnyakontinuitasjaringan.
2. Intoleransi aktivitasberhubungandengankelemahan.
3. Gangguan pola tidur berhubungandenganadanyanyeri.
4. Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungandengan proses infeksi.
5. Kecemasan berhubungan denganperubahan status kesehatan.
C. Intervensi
1. Diagnosa I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan :
Klien akanmeninjukkan nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,
b. Ekspresi wajah tenang,
c. TTV dalam batas normal.
Intervensi
a. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional: mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam.
Rasional: perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah
satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
c. Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi.
Rasional: teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat
mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan.
d. Beri posisi yang nyaman.
Rasional: posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri.
e. Kolaborasi pemberian analgeti
Rasional: obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat
dapat dipersepsikan.
2. Diagnosa II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan:
klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri.
Kriteria hasil:
a. Kebutuhan personal hygiene terpenuhi,
b. Klien nampak rapi dan bersih.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri.
Rasional: untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan
hygienenya.
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional: kebutuhan hygiene klien terpenuhi

tanpa

membuat

klien

ketergantungan pada perawat.


c. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional: pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya.
d. Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri.

3. Diagnosa III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.
Tujuan:
klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat tidur 7-8 jam per hari,
b. Konjungtiva tidak anemis.
Intervensi:
a. Kaji pola tidur.
Rasional: dengan mengetahui pola tidur klien, akanmemudahkan dalam
menentukan intervensi selanjutnya.
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
c. Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur.
Rasional: susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang
untuk tidur.
d. Batasi jumlah penjaga klien.
Rasional: dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan
dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.

e. Memberlakukan jam besuk.


Rasional: memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.
f. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam.
Rasional: Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang
dan mudah tidur.
4. Diagnosa IV:
Gangguan rasa nyaman: hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan:
klien akan menunjukkan tidak terjadi panas.
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal,
b. Klien tidak mengalami komplikasi.
Intervensi :
a. Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaphoresis.
Rasional: suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam
dapat membantu diagnosa.
b. Pantau suhu lingkungan.
Rasional: suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati
normal.
c. Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak.
Rasional: minum banyak dapat membantu menurunkan demam.
d. Berikan kompres hangat.
Rasional: kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh.
e. Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
Rasional: digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.
5. Diagnosa V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan
klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang.
Kriteria hasil:
a. Ekspresi wajah tenang,
b. Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.
Intervensi:
a. Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional: mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
Rasional: ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi
kecemasan.
c. Mendengarkan keluhan klien dengan empati.
Rasional: dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan
merasa diperhatikan.

d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan.
Rasional: menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang
penyakitnya.
e. Beri dorongan spiritual/support.
Rasional: menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.
D. Implementasi
Sesuaikan dengan Intervensi
E. Evaluasi
1. Dx 1
Nyeri berkurang/Hilang
2. Dx 2
Intoleran aktivitas kembali normal
3. Dx 3
Tidak adanya gangguan pola tidur
4. Dx 4
Tidak adanya gangguan rasa nyaman
5. Dx 5
Kecemasan berkurang/hilang

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada wanita yang mengalami Mola hidatidosa sering mengalami mual muntah akibat
produksi Hcg yang tinggi. Produksi ini meningkat disebabkan pembesaran uterus yang
abnormal lebih besar daripada pembesaran uterus biasanya. Sehingga menyebabkan distensi
rahim yang bisa menyebabkan mual muntah pada penderita Mola hidatidosa. Selain itu
perdarahan yang abnormal saat usia kehamilan masih muda, dapat menyebabkan resiko tinggi
infeksi. Resiko infeksi harus segera diatasi untuk menghindari gejala infeksi yaang dapat
membahayakan bagi keselamatan wanita tersebut. Perlu pengetahuan ibu tentang beberapa
gejala penyakit yang dapat menyerang ibu hamil saat berada pada usia kehamilannya yang
masih baru tau berada pada Trimester 1.
B. Saran
Penulis memberikan saran untuk ibu yang sedang hamil agar intensif dalam melakukan
pemeriksaan kandungannya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidak adanya gejala
patologis yang sering terjadi saat sedang mengandung. Apabila terjadi gejala patologis, ibu
harus cepat melaporkan kepada pelaku medis agar tidak terjadi komplikasi lain pada
kandungannya. Pelaku medis khususnya perawat

harus memiliki sikap profesionalisme

dalam bekerja dan mampu melakukan asuhan keperawatan secara tepat kepada ibu yang
terdeteksi adanya kelainan seperti penderita Mola hidatidosa.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif, dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesbulapius Fakultas
UI.

Wiknjosartro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yaysan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi 2. Jakarta : EGC.
Underwood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistematik Edisi 2 Volume 2. Jakarta: EGC

Vous aimerez peut-être aussi