Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
sirkulasi
buatan dengan kompresi jantung, penghentian perdarahan dan posisi untuk syok.
Fase II : untuk memulai sirkulasi spontan terdiri dari :
4)
Drugs and Fluid Intravenous Infusion : pemberian obat dan cairan tanpa
menunggu
hasil EKG.
5)
Electrocardioscopy (Cardiography).
6)
baru dan
9) Intensive Care : resusitasi jangka panjang.
dengan tidak ada sianosis, korban sebaiknya diletakkan dalam posisi mantap untuk
mencegah aspirasi. Bila tidak diketahui atau dicurigai ada trauma kepala dan leher,
korban hanya digerakkan atau dipindahkan bila memang mutlak diperlukan karena
gerak yang tidak betul dapat mengakibatkan paralisis pada korban dengan cedera
leher. Disini teknik dorong mandibula tanpa ekstensi kepala merupakan cara yang
paling aman untuk membuka jalan nafas, bila dengan ini belum berhasil dapat
dilakukan sedikit ekstensi kepala.
2.
Breathing (Pernafasan)
Setelah jalan nafas terbuka, penolong hendaknya segera menilai apakah pasien
dapat bernafas spontan atau tidak. Ini dapat dilakukan dengan mendengarkan gerak
nafas pada dada korban. Bila pernafasan spontan tidak timbul kembali diperlukan
ventilasi buatan.
Untuk melakukan ventilasi mulut ke mulut penolong hendaknya mempertahankan
kepala dan leher korban dalam salah satu sikap yang telah disebutkan diatas dan
memencet hidung korban dengan satu tangan atau dua kali ventilasi dalam. Kemudian
segera raba denyut nadi karotis atau femoralis. Bila ia tetap henti nafas tetapi masih
mempunyai denyut nadi diberikan ventilasi yang dalam sebesar 800 ml sampai 1200
ml setiap 5 detik.
Bila denyut nadi karotis tidak teraba, dua kali ventilasi dalam harus diberikan
sesudah tiap 15 kompresi dada pada resusitasi yang dilakukan oleh seorang penolong
dan satu ventilasi dalam sesudah tiap 5 kompresi dada pada yang dilakukan oleh 2
penolong. Tanda ventilasi buatan yang adekuat adalah dada korban yang terlihat naik
turun dengan amplitudo yang cukup ada udara keluar melalui hidung dan mulut
korban selama respirasi sebagai tambahan selama pemberian ventilasi pada korban,
penolong dapat merasakan tahanan dan pengembangan paru korban ketika diisi.
Pada beberapa pasien ventilasi mulut ke hidung mungkin lebih efektif
daripada fentilasi mulut ke mulut. Ventilasi mulut ke stoma hendaknya dilakukan pada
pasien dengan trakeostomi. Bila ventilasi mulut ke mulut atau mulut ke hidung tidak
berhasil baik walaupun jalan nafas telah dicoba dibuka, faring korban harus diperiksa
untuk melihat apakah ada sekresi atau benda asing.
Pada tindakan jari menyapu, korban hendaknya digulingkan pada salah satu
sisinya. Sesudah dengan paksa membuka mulut korban dengan satu tangan
memegang lidah dan rahangnya, penolong memasukkan jari telunjuk dan jari tengah
tangan yang lain kedalam satu sisi mulut korban dalam satu gerakan menyapu. Bila
tindakan ini gagal untuk mengeluarkan benda asing, hendaknya dikerjakan hentakan
abdomen atau hentakan dada, sehingga tekanan udara dalam abdomen meningkat dan
akan mendorong benda untuk keluar.
Hentakan dada dilakukan pada korban yang terlentang, teknik ini sama dengan
kompresi dada luar. Urutan yang dianjurkan adalah:
1. Berikan 6 sampai 10 kali hentakan abdomen.
2. Buka mulut dan lakukan sapuan jari.
3. Reposisi pasien, buka jalan nafas dan coba beri ventilasi buatan dapat dilakukan
dengan sukses.
Bila sesudah dilakukan gerak tripel (ekstensi kepala, buka mulut dan dorong
mandibula), pembersihan mulut dan faring ternyata masih ada sumbatan jalan nafas,
dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas. Bila dengan ini belum berhasil perlu
dilakukan intubasi trakheal. Bila tidak mungkin atau tidak dapat dilakukan intubasi
trakheal, sebagai alternatifnya adalah krikotomi atau fungsi membrane krikotiroid
dengan jarum berlumen besar (misal dengan kanula intravena 14 G). Bila masih ada
sumbatan di bronkhus maka perlu tindakan pengeluaran benda asing dari bronkhus
atau terapi bronkhospasme dengan aminophilin atau adrenalin.
4. Circulation (Sirkulasi)
Bantuan ketiga dalam BHD adalah menilai dan membantu sirkulasi. Tandatanda henti jantung adalah:
a.
b.
Tak teraba denyut nadi arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa atau
brakhialis pada bayi).
c.
f.
g.
Tidak ada nadi yang teraba pada arteri besar, pemeriksaan arteri karotis sesering
mungkin merupakan tanda utama henti jantung. Diagnosis henti jantung dapat
ditegakkan bila pasien tidak sadar dan tidak teraba denyut arteri besar. Pemberian
ventilasi buatan dan kompresi dada luar diperlukan pada keadaan sangat gawat.
Korban hendaknya terlentang pada permukaan yang keras agar kompresi dada
luar yang dilakukan efektif. Penolong berlutut di samping korban dan meletakkan
sebelah tangannya diatas tengah pertengahan bawah sternum korban sepanjang sumbu
panjangnya dengan jarak 2 jari dari persambungan episternum. Tangan penolong yang
lain diletakkan diatas tangan pertama, jari- jari terkunci dengan lurus dan kedua bahu
tepat diatas sternum korban, penolong memberikan tekanan ventrikel ke bawah yang
cukup untuk menekan sternum 4 sampai 5 cm.
Setelah kompresi harus ada relaksasi, tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat
dari dada korban, dianjurkan lama kompresi sama dengan lama relaksasi. Bila ada
satu penolong, 15 kompresi dada luar (laju 80 sampai 100 kali/ menit) harus diikuti
dengan pemberian 2 kali ventilasi dalam (2 sampai 3 detik). Dalam satu menit harus
ada 4 siklus kompresi dan ventilasi (yaitu minimal 60 kompresi dada dan 8 ventilasi).
Jadi 15 kali kompresi dan 2 ventilasi harus selesai maksimal dalam 15 detik. Bila ada
2 penolong, kompresi dada diberikan oleh satu penolong dengan laju 80 sampai 100
kali/ menit dan pemberian satu kali ventilasi dalam 1 sampai 1,5 detik oleh penolong
kedua sesudah tiap kompresi kelima. Dalam satu menit minimal harus ada 60
kompresi dada dan 12 ventilasi. Jadi lima kompresi dan satu ventilasi maksimal dalam
5 detik.
Kompresi dada harus dilakukan secara halus dan berirama. Bila dilakkan
dengan benar, kompresi dada luar dapat menghasilkan tekanan sistolik lebih dari 100
mmHg, dan tekanan rata- rata 40 mmHg pada arteri karotis. Kompresi dada tidak
boleh terputus lebih dari 7 detik setiap kalinya, kecuali pada intubasi trakheal,
transportasi naik turun tangga dapat sampai 15 detik. Sesudah 4 daur kompresi dan
ventilasi dengan rasio 15 : 2, lakukan reevaluasi pada pasien. Periksa apakah denyut
karotis sudah timbul (5 detik). Bila tidak ada denyut lanjutkan dengan langkah berikut
: Periksa pernafasan 3 sampai 5 detik bila ada, pantau pernafasan dan nadi dengan
ketat. Bila tidak ada lakukan ventilasi buatan 12 kali per menit dan pantau nadi
dengan ketat. Bila RJP dilanjutkan beberapa menit dihentikan, periksa apakah sudah
timbul nadi dan ventilasi spontan begitu seterusnya
2. Fase II (Banuan Hidup Lanjut)
EKG
Meliputi fibrilasi ventrikuler, asistol ventrikuler dan disosiasi elektro mekanis.
Elektroda dipasang disebelah kiri puting susu kiri disebelah kanan sternum atas,
defibrilasi luar arus searah:
100 300 joule pada dewasa.
100 200 joule pada anak.
50 100 joule pada bayi.
3. Fase III (Bantuan Hidup Jangka Lama Atau Pengelolaan Pasca
Resusitasi).
Jenis pengelolaan pasien yang diperlukan pasien yang telah mendapat
resusitasi bergantung sepenuhnya kepada resusitasi. Pasien yang mempunyai defisit
neurologis dan tekanan darah terpelihara normal tanpa aritmia hanya memerlukan
pantauan intensif dan observasi terus menerus terhadap sirkulasi, pernafasan, fungsi
otak, ginjal dan hati. Pasien yang mempunyai kegagalan satu atau lebih dari satu
sistem memerlukan bantuan ventilasi atau sirkulasi, terapi aritmia, dialisis atau
resusitasi otak.
Organ yang paling terpengaruh oleh kerusakan hipoksemik dan iskemik
selama henti jantung adalah otak. Satu dari lima orang yang selamat dari henti jantung
mempunyai defisit neurologis. Bila pasien tetap tidak sadar, hendaknya dilakukan
upaya untuk memelihara perfusi dan oksigenasi otak. Tindakan ini meliputi
penggunaan agen vasoaktif untuk memelihara tekanan darah sistemik yang normal,
penggunaan steroid untuk mengurangi sembab otak dan penggunaan diuretik untuk
menurunkan tekanan intracranial. Oksigen tambahan hendaknya diberikan dan
hiperventilasi derajad sedang juga membantu.
4.
listrik jantung selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan
terapi obat yang optimal menandakan mati jantung.
Dalam resusitasi darurat, seseorang dinyatakan mati, jika :
1. Terdapat tanda- tanda mati jantung.
2. Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan
dan refleks muntah serta pupil tetap dilatasi selama 15 sampai 30 menit atau lebih,
kecuali kalau pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau anestesia
umum.
Dalam keadaan darurat resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut
ini:
1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
2.
Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang lebih bertanggung jawab
meneruskan resusitasi (bila tidak ada dokter).
3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tidak ada dokter sebelumnya).
4. Penolong terlalu capek sehingga tak sanggup meneruskan resusitasi.
5. Pasien dinyatakan mati
Setelah dimulai resusitasi ternyata diketahui bahwa pasien berada dalam
stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dapat
dipastikan bahwa fungsi serebral tak akan pulih (yaitu sesudah setengah atau satu jam
terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP).
3. Untuk pijat jantung gunakan penekanan dua atau tiga jari. Bisa menggunakan ibu jari
tangan kanan dan kiri menekan dada dengan kedua tangan melingkari punggung dan
dada bayi. Bisa juga dengan menggunakan jari telunjuk, jari tengah dan atau jari
manis langsung menekan dada.
4. Tekan tulang dada sampai turun kira-kira sepertiga diameter anterio