Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based
industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti Indonesia, Malaysia dan
Thailand. Hasilnya biasa digunakan sebagai bahan dasar industri lainnya seperti industri
makanan, kosmetik, dan industri sabun. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini
sangat pesat, karena terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring meningkatnya
kebutuhan masyarakat.
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak kelapa sawit (CPO -crude palm oil ) dan
intikelapa
primadona
sawit
(CPK
- crude
palm
kernel)
merupakan
salah
satu
kewajiban perpajakan yangharus ditanggung dan dilunasi, baik pajak itu yang berkaitan
dengan penghasilan yang diperoleh perusahaan (PPh), terhadap proses produksi atau produk
yang dihasilkan perusahaan yangdibebani pajak (PPN) oleh negara, ataupun aspek-aspek pajak
lainnya. Oleh karena itu makalahini akan mencoba mengidentifikasi aspek-aspek
perpajakan yang melekat dalam perusahaan kelapa sawit.
Profil perusahaan
Sebagai salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia yang sudah
beroperasi sejak 35 tahun lalu, PT Astra Agro Lestari Tbk (Perseroan) dapat dipandang sebagai
role model dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, melalui model kemitraan dengan masyarakat baik plasma maupun IGA (Income
Generating Activities), Perseroan telah mewujudkan visinya untuk menjadi perusahaan panutan
dan berkontribusi untuk pembangunan dan kesejahteraan bangsa.
Sejak tahun 1997, Perseroan telah menjadi perusahaan terbuka dan mencatatkan sahamnya di
Bursa Efek Indonesia. Saat ini, kepemilikan saham publik telah mencapai 20,3% dari total 1,57
miliar saham yang beredar. Sejak penawaran saham perdana (IPO/Initial Public Offering), harga
saham Perseroan terus mencatat kenaikan dari Rp 1.550 per lembar saham menjadi Rp 15.850
per lembar saham pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir
Desember 2015.
Selain memperkuat posisinya di sektor hulu dengan mengelola 297.862 hektar yang terdiri dari
perkebunan inti dan plasma, Perseroan juga memperkuat pengelolaan usaha di sektor hilir sawit.
Pabrik pengolahan minyak sawit (refinery) di Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat dan
pernyertaan saham sebesar 50% pada PT Kreasijaya Adhikarya di Dumai, Provinsi Riau,
semakin memperkukuh daya saing Perseroan dalam mata rantai usaha sektor kelapa sawit.
Di tengah tantangan usaha yang semakin kompetitif, Perseroan berkomitmen untuk mengelola
perusahaan secara inovatif, efisien dan produktif. Untuk mencapai pertumbuhan usaha yang
berkelanjutan, Perseroan juga memastikan bahwa kehadirannya memberikan manfaat terbaik
bagi seluruh pemangku kepentingan.
Visi dan Misi
Visi
Menjadi Perusahaan Agrobisnis yang paling Produktif dan paling Inovatif di Dunia.
Misi
Menjadi Panutan dan Berkontribusi untuk Pembangunan serta Kesejahteraan Bangsa.
Struktur organisasi
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat umum pemegang saham merupakan rapat dari semua pemegang
saham dimana dalam rapat tersebut semua pemegang saham memiliki kekuasaan tertinggi dalam
perusahaan. RUPS biasanya diadakan paling sedikit sekali dalam satu tahun selambat-lambatnya
enam bulan sesudah tahun buku yang bersangkutan. Dalam rapat setiap pemegang saham berhak
mengeluarkan pendapat paling sedikit satu suara. Keputusan rapatdiperoleh melalui suara
terbanyak, kecuali akte pendirian menentukan kelebihan suara lebih besar, misalnya dua pertiga
suara yang dikeluarkan. Kewajiban pemegang saham adalah menyetor bagian saham yang harus
dibayar dan selama bagian saham yang belum dibayar penuh, maka tidak boleh dipindahkan ke
tangan lain tanpa
setiap aktivitas audit internal dilakukan. Lebih lanjut komunikasi tersebut juga dilakukan kepada
Komite Audit secara rutin.
7.Unit Bisnis
Unit Bisnis adalah semua anak perusahaan PT. Astra Argo Lestari,Tbkyang berada di daerahdaerah di Indonesia. Masing-masing unit memiliki direktur yang bertanggung jawab untuk
mengawasi segala kegiatan yang ada di daerahnya masing-masing dan menyampaikan
laporannya ke kantor pusat.
Aktivitas Perusahaan
PT. Astra Agro Lestari Tbk bergerak pada sektor perkebunan yang sampai
saat ini total luas lahan perkebunan yang perusahaan miliki yaitu seluas 203,780 ha. Adapun
jenis tanaman yang menjadi prioritas perusahaan sampai saat ini adalah perkebunan kelapa sawit
yang mana mencapai 92,7 % dari total lahan yang dimiliki. Setiap tahunnya PT. Astra Agro
Lestari selalu berusaha melakukan perluasan usaha. Hal ini dapat di lihat adanya langkah
-langkah penting yang dilakukan perusahaan, antara lain yaitu perusahaan melakukan merger dan
selanjutnya diikuti dengan usaha perusahaan melakukan go publick yang terwujud dengan
terdaftarnya perusahaan pada Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Surabaya. Selanjutnya
ekspansi lain yang dilakukan perusahaan yaitu perusahaan melakukan perluasan pada tahun 2000
dengan melakukan perluasan kelapa sawit 64 dari 127,000 ha menjadi 158,000 ha. Usaha
perluasan lahan itu terus dilakukan secara berkesinambungan dan pada akhirnya saat ini lahan
perkebunan PT. Astra
Agro Lestari Tbk sudah seluas 188,831 ha dari total lahan perkebunan 203,780 ha. Sebagai
perusahaan perkebunan kelapa sawit, Perseroan adalah bagian dari salah satu industri yang
menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Melalui tata
kelola perkebunan yang produktif dan inovatif, Perseroan telah berada pada garis depan untuk
menjadi perusahaan panutan di dalam sektor agribisnis. Perseroan juga ikut berkontribusi secara
langsung bagi pembangunan serta kesejahteraan bangsa. Tahun 2014, Perseroan mengelola
297.579 hektar areal tertanam kelapa sawit yang berada di beberapa wilayah di Indonesia,
diantaranya 46,7% berada di Kalimantan, 35,9% berada di Sumatera, dan 17,4% di Sulawesi.
Dari total luasan tersebut, 235.311 hektar merupakan perkebunan inti dan 62.268 hektar adalah
perkebunan plasma. Dengan demikian, sebesar 20,9% perkebunan yang dikelola Perseroan
PSAK
No.
55
(revisi/revised
2014)
Instrumen
keuangan:
pengakuan
dan
pengukuran/Financial
instruments: recognition and measurement
- PSAK No. 60 (revisi/revised 2014) : Instrumen keuangan: pengungkapan/Financial
instruments:
disclosures
- PSAK No. 65 : Laporan keuangan konsolidasian/Consolidated financial
statements
- PSAK No. 66 : Pengaturan bersama/Joint arrangements
- PSAK No. 67 : Pengungkapan kepentingan dalam entitas lain/Disclosure of
interests in other entities
- PSAK No. 68 : Pengukuran nilai wajar/Fair value measurement
Belum berlaku efektif untuk tahun buku yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari
2015:
Not effective for the year begin as at or after
1 January 2015:
- PSAK No. 1 : Penyajian laporan keuangan/Presentation of financial statements
- PSAK No. 4 : Laporan keuangan tersendiri/Separate financial statements
- PSAK No. 5 : Segmen operasi/Operating segments
- PSAK No. 7 : Pengungkapan pihak-pihak berelasi/Related party disclosures
- PSAK No. 15 : Investasi pada entitas asosiasi dan ventura bersama/Investment in
associates and joint ventures
- PSAK No. 16 : Aset tetap/Fixed assets
- PSAK No. 19 : Aset tak berwujud/Intangible assets
- PSAK No. 22 : Kombinasi bisnis/Business combination
- PSAK No. 24 : Imbalan kerja/Employee benefits
- PSAK No. 25 : Kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi dan
kesalahan/Accounting policies, changes in accounting estimates
and errors
- PSAK No. 65 : Laporan keuangan konsolidasian/Consolidated financial
statements
- PSAK No. 66 : Pengaturan bersama/Joint arrangements
- PSAK No. 67 : Pengungkapan kepentingan dalam entitas lain/Disclosure of
interests in other entities
- PSAK No. 68 : Pengukuran nilai wajar/Fair value measurement
- PSAK No. 69 : Agrikultur/Agriculture
- ISAK No. 30 : Pungutan/Levies
https://hitungpajak.wordpress.com/2015/01/26/pmk-nomor-21pmk-112014-
kejelasan-perhitungan-pajak-masukan-bagi-perusahaan-kelapa-sawit/
Para pengusaha kelapa sawit patut meyambut gembira dengan berlakunya ketentuan terbaru
tentang pengkreditan pajak masukan. Pada tanggal 30 Januari 2014 diterbitkan Peraturan Menteri
Keuangan nomor PMK 21/PMK.011/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 78/PMK.011/2010 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang terutang Pajak dan Penyerahan Yang
Tidak Terutang Pajak.Sebelum berlakunya ketentuan PMK-21, terdapat dispute terkait dengan
pengkreditan pajak masukan, khususnya terhadap wajib pajak kelapa sawit yang mempunyai
usaha integrated, yaitu mempunyai kebun kelapa sawit sekaligus pabrik kelapa sawit.
Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan PP 12 tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, barang hasil perkebunan merupakan salah satu barang yang termasuk
strategis. Atas penyerahan hasil kebun kelapa sawit berupa TBS (tandan buah segar) sesuai
dengan ketentuan tersebut penyerahannya dibebaskan PPN nya.Menurut ketentuan UndangUndang PPN (UU 42 tahun 2009) pasal 16B ayat 2 disebutkan bahwa pajak masukan yang
dibayar untuk perolehan BKP/JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN
tidak dapat dikreditkan. Ketentuan dalam pasal 16B tersebut menimbulkan pertanyaan apakah
untuk pajak masukan atas kebun kelapa sawit itu dapat dikreditkan atau tidak, khususnya untuk
perusahaan kelapa sawit yang terintegrasi (mempunyai kebun dan juga pabrik kelapa sawit
sekaligus) atau perusahaan kelapa sawit yang tidak mempunyai pabrik kelapa sawit tetapi
melakukan titip olah hasil TBS kemudian menjual hasilnya dalam bentuk CPO atau produk
turunan lainnya.Sebelum diterbitkannya PMK-21, ketentuan yang berlaku terkait dengan
pengkreditan pajak masukan untuk perusahaan kelapa sawit adalah PMK 78/PMK.03/2010
tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang
Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak, dan
SE-90/PJ/2011 tentang Pengkreditan Pajak Masukan Pada Perusahaan Terpadu (Integrated)
Kelapa Sawit.PMK-78 mengatur bahwa pajak masukan hanya boleh dikreditkan apabila
perusahaan melakukan penyerahan BKP yang terutang PPN. Dalam hal penyerahannya tidak
terutang PPN maka pajak masukan seluruhnya tidak boleh dikreditkan. Dalam hal terdapat
perolehan BKP/JKP yang digunakan/dimanfaatkan secara bersama-sama untuk penyerahan BKP
yang terutang PPN dan tidak terutang PPN maka pajak masukannya dihitung dengan
menggunakan pedoman penghitungan pajak masukan.Dalam contoh perhitungan yang terdapat
di lampiran PMK-78 tidak terdapat contoh untuk penghitungan pajak masukan untuk pabrik
kelapa sawit terintegrasi. Contoh perhitungan Pajak Masukan yang diberikan dalam lampiran
ketentuan tersebut adalah contoh untuk perusahaan perkebunan jagung terintegrasi yang menjual
jagung dan minyak jagung. Dalam artian memang dalam satu perusahaan terdapat penyerahan
yang terutang PPN dan yang tidak terutang PPN.Namun bagaimana dengan perusahaan kelapa
sawit terintegrasi yang hanya menjual CPO dan produk turunannya yang seluruhnya terutang
PPN, sehingga bisa dikatakan karakteristiknya berbeda dengan perusahaan jagung pada contoh
PMK-78. Dengan demikian, masih terdapat ketidakjelasan bagaimana perhitungan pajak
masukan untuk pabrik kelapa sawit terintegrasi.Ketidakjelasan dalam PMK-78 itulah yang
kemudian dijawab oleh Ditjen Pajak dengan SE-90/PJ/2011. Surat Edaran tersebut secara
eksplisit ditujukan untuk menjawab pertanyaan dari wajib pajak terkait pedoman untuk
pengkreditan
pajak
masukan
pada
perusahaan
terpadu
kelapa
sawit.
Ketentuan mengenai pajak masukan dalam SE-90 ini pada dasarnya sama dengan ketentuan yang
diatur dalam PMK-78. Namun demikian, SE ini memberikan penekanan atas pelaksanaan
ketentuan pasal 16 B UU 42 tahun 2009 secara konsisten dan equal untuk semua wajib pajak
atau kasus-kasus bidan perpajakan yang hakikatnya sama. Pada akhirnya dalam pasal 6 SE ini
memberikan penegasan bahwa Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak yang nyata-nyata digunakan untuk kegiatan menghasilkan barang hasil pertanian yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN (TBS), tidak dapat dikreditkan. Dengan
demikian SE ini mengatur untuk pabrik kelapa sawit terintegrasi bahwa atas pajak masukan
khusus untuk kebun kelapa sawit tidak dapat dikreditkan, sedangkan untuk pajak masukan
khusus untuk pabrik kelapa sawit dapat dikreditkan.Secara tidak langsung bisa disimpulkan
bahwa Ditjen Pajak menganggap TBS yang dikirim dari kebun kelapa sawit ke pabrik kelapa
sawit walaupun masih dalam satu pabrik dianggap sebagai penyerahan. Konsekuensinya dalam
satu perusahaan kelapa sawit terintegrasi dianggap terdapat dua penyerahan: yaitu penyerahan
TBS dari kebun kelapa sawit ke PKS (tidak terutang PPN), dan penyerahan hasil pengolahan
TBS ke pembeli/end user (terutang PPN). Sehingga dengan karakteristik itu, pabrik kelapa sawit
memenuhi kriteria untuk penghitungan Pajak Masukan dengan menggunakan ketentuan PMK78. Dengan ketentuan tersebut maka PM kebun tidak bisa dikreditkan, PM untuk PKS dapat
dikreditkan, dan PM untuk BKP/JKP yang digunakan/dimanfaatkan bersama-sama untuk kebun
dan
juga
pabrik
dihitung
dengan
pedoman
penghitungan
pajak
masukan.
Ketentuan ini juga yang tidak disetjui oleh para pengusaha kelapa sawit. Pertama secara
konseptual tentunya pemahaman pengiriman TBS ke PKS dianggap sebagai penyerahan tentunya
kurang tepat, karena perpindahan barang antar divisi dalam satu perusahaan yang terintegrasi
dianggap sebagai penyerahan. Yang kedua ketentuan ini menjadi salah satu sebab tingkat daya
saing produk kelapa sawit dari Indonesia kurang kompetitif. Pajak masukan atas kebun kelapa
sawit yang tidak dapat dikreditkan akhirnya menjadi unsur biaya bagi para pengusaha kelapa
sawit, sehingga harga pokok produksi sawit dari Indonesia menjadi lebih mahal.
Perlakuan pajak masukan bagi perusahaan kelapa sawit terintegrasi (dan juga untuk pengusaha
kebun kelapa sawit yang melakukan jasa titip olah) itu akhirnya memperoleh kejelasan dengan
berlakunya PMK-21 yang mengubah PMK-78 dengan menyisipkan pasal 2A. Dalam pasal
tersebut secara eksplisit disebutkan bahwa Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang
Kena Pajak yang atas penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak;
dan mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut Barang Kena Pajak, baik melalui unit
pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan
Pengusaha Kena Pajak lainnya sehingga menjadi Barang Kena Pajak yang atas seluruh
penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang Pajak, seluruh Pajak Masukan yang
sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan di bidang
perpajakan.
Kejelasan mengenai perlakuan pajak masukan dalam pasal 2A tersebut diperkuat dengan contoh
perhitungan pada lampiran PMK-21 khususnya pada contoh 2 dan contoh 3 yang secara eksplisit
dengan memberikan contoh perhitungan untuk pabrik kelapa sawit terintegrasi dan untuk pabrik
kelapa sawit yang menggunakan jasa titip olah.