Vous êtes sur la page 1sur 5

Emfisema ireguler dapat menyebar dan mempengarruhi fungsi paru .

Walaupun terdapat perbedaan yang jelas seperti tersebut di atas, terdapat


keraguan tentang pemisahan jelas antara emfisema sentrilobuler dan bentuk
panasiner. Walaupun pada kelainan yang ringan bentuk prototipe murni dapat
diidentifikasi, namun jika penyakit sentrilobuler menjadi progresif ke bentuk
panasiner, maka bentuk hibrid ini dapat membuat penderita meninggal karena
penyakitnya, namun agar tidak membingungkan, pembahasan tentang
perbedaan emfisema sentrilobuler dan panasiner perlu di teruskan. Jenis
emfisema yang paling sering ini jika berlanjut dapat menyebabkan PPOM (COPD),
karena kerusakan pada dinding dari ruang udara, akan mengurangi elastisitas
dari paru.hubungan baik antara emfisema dan penyakit saluran udara (bronkitis
dan penyakit saluran udara kecil), terutama dengan varian emfisema
sentrilobuler, telah di sebut (hal 138). Tentu saja penyempitan dari saluran udara
bagian distal adalah pendapat yang hampir sama pada penderita dengan
emfisema sentrilobule. Kedua jenis emfisema ini erat hubungannya dengan
perokok. Masih belum jelas, apakah terkenanya saluran udara berperan secara
bermakna pada genesis dari emfisema sentrilobuler atau sebaliknya, obstruksi
aliran udara yang kronis dari emfisema mengganggu fungsi saluran udara dan
menyebabkan bronkitis dan bronkiolitis. Tanda-tanda berikut sebagian besar
terdapat pada emfisema sentrilobuler dan panasiner.
Walaupun demikian, pertama-tama, beberapa pemakaian yang tidak tepat
daripada istilah emfisema, memerlukan kejelasan. Emfisema kompensatorik
adalah kesalahan istilah yang dipakai pada dilatasi alveoli yang menyertai kolaps
atau hilangnya bagian paru di mana saja, seperti contohnya, pembesaran dari
sisa lobus setelah suatu lobektomi. Berhubung tidak adanya destruksi dari
dinding septa, proses ini tepat disebut hiperinflasi kompensatorik. Emfisema
senilis berarti suatu pertambahan volume paru yang amat biasa dan sering
terdapat pada usia lanjut. Ini mungkin merupakan konsekuensi dari perubahan
skeletal yang meningkatkan diameter dada bagian anteroposterior (barrel chest).
Dengan ekspansi dari sangkar dada itu, maka paru mengembang memenuhi
rongga pleura. Karena tidak terdapat destruksi dinding septa yang ada hubungan
nya dengan proses, lebih baik hal ini diartikan sebagai hiperinflasi senilis.
Emfisema bulosa bukan suatu bentuk morfologi spesifik dari suatu penyakit. Bula
adalah ruang emfisema yang berdiameter melebihi 1 cm. Bula subpleura adalah
dapat timbul pada satu dari empat bentuk yang sempurna dari emfisema yang
berat, tetapi lebih lazim pada bentuk paraseptal.
Emfisema interstitialis, adalah keadaan yang jarang terjadi, kadangkadang terjadi akibat dari dan harus dibedakan dari emfisema paru. Berarti ada
akumulasi udara dalam jaringan intersitial. Khas dimulai dengan masuknya
udara dalam septa paru, yang kemudian kembali ke hilus mencapai mediastinum
dan lalu mungkin ke jaringan sebkutan dada, leher dan tubuh. Biasanya,
emfisema interstitialis berawal dari robekan alveoli pada emfisema paru. Pada
inspirasi dan ekspansi paru, udara masuk ke dalam intersisium tetapi tidak
keluar pada saat paru mengecil ketika ekspirasi. Dengan cara ini, udara terutama
dipompa ke dalam interstisium. Pada banyak kasus, bermulanya proses ini dapat

dihubungkan dengan episode batuk yang mendadak, seperti yang terjadi pada
bronkitis, batuk rejan atau aspirasi dari benda asing. Instrumentasi dari jalan
napas, penyadaran artifisial dan terapi tekanan positif adalah merupakan
tambahan pendahuluan. Tidak jarang, fraktura tulang iga atau trauma dada
menyebabkan tusukan pada paru, yang disertai suatu komplikasi besar. Keadaan
ini umumnya hilang sendiri, karena bekuan darah menutup robekan atau luka
pada paru dan udara yang tersisa dan dapat diresorbsi perlahan-lahan.
INSIDENSI. Data prevalensi emfisema sentrilobuler atau panasiner adalah
amat bervariasi, sebagian besar karena kesulitan dalam menegakkan
pembatasan jumlah ekspansi dalam rongga udara dan perubahan dalam septa
membutuhkan apa yang disebut pembesaran abnormal dan destruksi,
berturut-turut. Di dalam suatu rangkaian posmortem beberapa tingkat dari
emfisema panasiner atau sentrilobuler terlihat pada 50% dari penderita dan
diduga dapat menyebabkan baik kecacatan atau kematian pada hampir 10% dari
kasus-kasus ini. Kedua varian semakin bertambah frekwensinya, ada hubungan
nya dengan pemakaian yang makin meningkat dari rokok (sampai beberapa saat
ini) dan makin jeleknya polusi udara lingkungan. Memang PPOM (COPD) (amat
berhubungan dengan emfisema) menjadi begitu sering dan menjadi nomor dua
setelah penyakit jantung sebagai penyebab morbiditas, kehilangan waktu kerja,
dan sebagai penyebab morbiditas, kehilangan waktu kerja, dan sebagai
penyebab kematian, sekarang telah tersingkir oleh karsinoma bronkogenik.
Bentuk sentrilobuler banyak lebih sering daripada varian panasiner, karena
hubungan yang erat dengan asap rokok dan polutan udara lingkungan yang lain
(oksida dari nitrogen dan sulfur). Dalam selang beberapa tahun sampai
dasawarsa emfisema semakin memburuk, dan yang berat sebagian besar
merupakan penyakit dari umur pertengahan sampai umur tua.
PATOGENESIS. Teori dari penyebab emfisema harus dapat menjelaskan
dua fakta sentral: (1) dasar pada jejas dinding dari rongga udara, dan (2)
hubungan erat antara perokok dan emfisema, terutama varian sentrilobuler.
Walaupun ketidakpastian masih berlangsung, perhatian difokuskan pada
kemungkinan berikut, terutama yang pertama.
o
o
o

Ketidakseimbangan elastase-antielastase
Jejas pada epitel alveoli
Perusakan sintesis jaringan penyanggah

Ketidakseimbangan antara elastase-antielastase sesuai dengan banyak


observasi, namun masih harus tetap ditegakkan. Penunjang paling kuat berasal
dari hubungan antara emfisema (biasanya panasiner) dengan defisiensi
herediter dari alfa 1 antitripsin (antiprotease), yang juga suatu antielastase.
Proses individu normal dalam darah merupakan inhibitor poten dari proteinase
yang disandikan oleh gen autosomal pada kromosom 14 berekspresi kodominan.
Sejumlah besar varian dapat menyebabkan semacam perubahan protein yang
mempunyai tingkat variabel dari gen inhibitor proteinase (Pi). Pi alel normal
adalah M dan homozigot normal menjadi MM, yang mempunyai tingkat tertinggi
antiproteinase serum. Heterozigot M mempunyai tingkat intermedia, tergantung

produk dari alel Pi yang lain. Alel Z menghasilkan kadar rendah antiproteinase
dan seperti yang dapat diduga, maka Pi ZZ homozigot, hampir pada semua yang
merokok dapat menimbulkan emfisema berat, umumnya panasiner, tetapi hanya
dua pertiga dari yang tidak merokok dapat menyebabkan penyakit ini. Namun
dalam persfektif dari semua kasus emfisema, defisiensi dari alfa 1 antiproteinase
terhitung sedikit, karena defisiensi herediter yang benar-benar jarang.
Pada kebanyakan kasus, ketidakseimbangan elastaseantielastase
menyebabkan kenaikan aktivitas elastase dalam paru, kemungkinan di ikuti
beberapa penghambat dari antielastase. Sumber elastase masih belum dapat di
tetapkan, tetapi umumnya dikaitkan dengan rangsangan rokok pada makin
banyaknya jumlah neutrofil yang kaya dengan elastase dan enzim katabolik
lainnya, serta makrofag monosit yang mengandung kadar elastase rendah pada
kedua paru. Tentu saja, pada perokok jumlah sel-sel tersebut akan lebih besar
dalam paru, terutama makrofag dan neutrofil, bila dibandingkan dengan paru
dari non perokok. Walaupun makrofag dominan, kadang-kadang juga terdapat
neutrofil kemoatraktan. Lebih dari itu, yang paling penting, merokok telah
dilaporkan mempercepat inaktivasi alfa 1 antiproteinase karena mengandung
oksidan. Walaupun menyebabkan ketidakseimbangan, kenaikan kadar produk
yang mengadakan degradasi elastin telah terbukti pada perokok. Yang tidak
menguntungkan adalah adanya kelemahan, bahwa tidak selalu di mungkinkan
untuk mendokumentasikan terlepasnya elastin secara biokimia pada paru
emfisematosa manusia. Kelemahan tampak saat menjelaskan cepatnya
resintesis kimiafisik elastin abnormal.
Walaupun ketidakseimbangan elastase-antielastase menyebabkan terjadinya
stadium pertengahan, perhatian perlu ditujukan pada teori yang kurang populer
ini. Kerusakan alveoli dimulai dengan rangsangan pada epitel pelapis, diikuti
dengan degradasi elastin, dan muungkin juga komponen jaringan penyanggah
yang lain dari dinding pemisah. Asap rokok emngandung bahan-bahan racun,
termasuk radikal bebas. Mungkin lalu terjadi gangguan integritas epitel pelapis
dan terpaparnya elastin serta kolagen pada rangsangan, yang mungkin juga
merupakan penyebab primer dari kerusakan alveoli dalam emfisema. Spekulasi
tentatif yang lain seperti kerusakan sintesis kolagen dapat diberikan, namun
pada analisis terakhir tak ada alasan yang adekuat tentang perkiraan beda
anatomi mengenai terjadinya emfisema sentrilobuler dan panasiner dalam
asinus.
MORFOLOGI. Walaupun mungkin dapat diduga ada nya emfisema dai
pemeriksaan makroskopik paru, terutama bila berat, konfrimasi diagnosis
membutuhkan 2 mm sediaan besar (irisan Gough) dari jaringan paru yang invasi,
yang akan menampakkan fokus dilatasi abnormal pada pemeriksaan
mikroskopis. Prinsip gambaran diagnostik adalah:
1. Pembesaran abnormal dari rongga udara
2. Penipisan dan destruksi dari dinding septa atau kadang hanya pelebaran
dari fenestra antar alveoli.
3. Kompresi dari septa kapiler dan kadang-kadang jalan udara kecil.

4. Akumulasi dari makrofag yang mengandung pigmen karbon, terutama


tentang saluran udara kecil pada perokok.
5. Bronkhiolitis termasuk bronkhiolus respiratorik dan terminalis, terutama
pada emfisema sentrilobuler.

Seperti telah dikatakan, lokasi dominan dari perubahan ini dalam asinus
dapat membedakan satu jenis emfisema dari yang lain (hal 139). Namun
pada kasus biasa, penderita meninggal karena penyakit gabungan varian
emfisema sentrilobuler dan panasiner. Varian paraseptal dan iregular, bila
tidak berat, dapat diidentifikasi dari lokal perubahan dalam paru.
Gambaran makroskopis yang sedikit tidak disebut lebih awal untuk
mempertimbangkan segi baik komentar. Pada emfisema sentrilobuler, bagian
atas dari lobus yang pertama kali terkena; kadang-kadang dibatasi pinggiran
dari parenkim paru subpleura. Paru umumnya tidak tampak amat besar atau
pucat, tetapi perubahan ini timbul dengan penyakit yang leih berat. Emfisema
adalah setempat dan terdapat di tengah asinus. Pigmentasi karbon fokal dan
pigmentasi kelenjar getah bening trakeobronkial biasanya prominen karena
adanya hubungan yang erat dengan asap rokok. Emfisema penasiner bila
ringan terbatas pada bagian bawah paru terutama pada penderita berlanjut.
Bentuk lokal ini mungkin sulit dijelaskan secara makroskopis. Namun bila
berat dan menyeluruh seperti pada defisiensi alfa 1 antiproteinase, paru
menjadi amat besar, pucat dan seperti bantal seringkali pada autopsi,
kelainan-kelainan tersebut bertumpang tindih dan menutupi jantung. Distensi
emfisema tosa adalah difusi (panasiner). Emfisema paraseptal atau subpleura
dapat membatasi perubahannya untuk membentuk bula besar dari ruang
udara, kadang-kadang diameternya besar dalam sentimeter dan terdapat
pada tempat apikal. Emfisema iraguler, karena hubungannya dengan parut
paru, jarang menyebabkan pembesaran volume paru.
KEADAAN KLINIK. Kedua emfisema sentrilobuler dan panasiner
membentuk PPOM (COPD) apabila telah meluas. Namun bila kurang parah
dapat asimptomatik. Ada korelasi umun antara keparahan gangguan
fungsional dan keparahan penyakit paru, tetapi variabel-variabel lain juga
dapat menyebabkan kesulitan aliran udara seperti dibicarakan berikut. Yang
khas, keluhan pertama adalah mula-mula sesak napas yang tersembunyi,
yang menjadi lebih berat kalau penyakitnya menjadi progresif. Seringkali
penderita dengan respirasi yang berbunyi dengan ekspirasi yang memanjang
dan harus menekan udara kelaur dari paru dengan kesukaran pada ekspirasi
karena untuk mengurangi kepegasan tersebut. Kadang-kadang pada
penderita ini ventilasi berlebihan karena itu, istilah pink puffers-----tidak
akurat dan tak terasa, seperti telah ditunjukkan sebelumnya. Batuk dan
ekspektorasi bisa atau tidak ada, tergantung dari adanya bronkitis kronis dan
penyakit dari saluran udara kecil. Memang, beberapa penderita dengan
emfisema paru yang berat mungkin bebas dari keluhan, apabila terlibatnya
bronki dan bronkiolus sedikit atau tidak ada. Jadi, walaupu kedua emfisema
pada bentuk yang murni dan bronkitis termasuk bronkiolitis pada bentuk

yang murni dapat menimbulkan PPOM (COPD), itu dapat tak timbul sampai
kedua bentuk itu terjadi.
Studi spirometri biasanya perlu ditentukan berapa banyak dari limitasi
kronis aliran udara berhubungan dengan terlibatnya bronki dan bronkioli atau
pada abnormalitas dari ruang udara. Foto dada dapat memperlihatkan
hiperlusemsi lapang pandang paru, dan diafragma yang rendah dan rata,
tetapi hasil tersebut juga dapat disebabkan karena hiperinflasi (terutama
pada lanjt usia). Jadi bukan diagnostik dari emfisema. Dengan progresifnya
penyakit, masalah pernapasan menjadi lebih buruk, sianosis bisa nampak,
dan hilangnya berat badan dapat begitu parah seperti cachexia maligna.
Penyebab kematian pada penyakit ini mungkin:
o
o
o
o
o

Hipoksemia progresif dengan kerusakan otak hipoksik


Asidosis paru dan koma
Superinfeksi paru
Payah jantung kanan (kor pulmonale kronis)
Pemburukan tiba-tiba pada hipoksemia sekunder, karena
pneumotoraks akibat kolaps masif paru

Vous aimerez peut-être aussi