Vous êtes sur la page 1sur 2

1.

Peran Pemerintah dalam Gerakan


Pemberian ASI Eksklusif
Salah satu target Pembangunan Kesehatan adalah MGD 4, yaitu meningkatkan kesehatan Ibu dan
Anak. Dilain pihak, menurut Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia, Angela Kearney yang
dikutip Republika saat perayaan 20 tahun Pekan ASI Sedunia di Makassar, 40% penyebab
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh diare dan pneumoni yang sebenarnya dapat dicegah
melalui ASI Eksklusif. Jika pemerintah konsisten dengan tujuan pembangunan kesehatan, sudah
seharusnya dukungan terhadap gerakan ASI Eksklusif ini dilakukan dengan lebih nyata.
Dukungan ini dapat dinyatakan melalui regulasi, anggaran, bahkan hingga dukungan moral.
Salah satu upaya signifikan yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah mengeluarkan
PP No. 33 tahun 2012 mengenai Pemberian ASI Eksklusif. Melalui PP ini, pemerintah
pemerintah memformalkan hak perempuan untuk menyusui (termasuk di tempat kerja) dan
melarang promosi pengganti ASI. Dengan demikian, pemerintah telah menunjukkan fokusnya
dalam hal peningkatan alokasi keuangan, kebijakan yang lebih terkoordinasi, dan memperkuat
keahlian teknis untuk meningkatkan gizi anak bersama dengan mitra internasional di antaranya
Uni Eropa dan Bank Dunia. Namun sejumlah kalangan menganggap upaya tersebut belum
cukup. Ketua Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, dr. Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK pada
peringatan Pesan ASI Sedunia menyatakan pada pers bahwa jatah cuti melahirkan bagi wanita
pekerja sesuai dengan UU Tenaga Kerja No. 13/2003 adalah 3 bulan, sehingga tidak cukup
waktu bagi ibu untuk memberikan ASI Eksklusif. Hanya sedikit institusi yang memberikan cuti
menyusui bagi pekerja wanitanya. Ibu-ibu pekerja yang kebanyakan berasal dari kalangan
ekonomi menengah ke bawah pada akhirnya akan memilih bekerja dibandingkan dengan
menyusui bayinya secara eksklusif. Hal ini berbeda dengan kebijakan di beberapa negara maju.
Australia memberikan jatah ijin cuti maksimal 52 minggu bagi ibu menyusui. Di Inggris, ibu
menyusui diberi jatah cuti 39 minggu dengan tetap menerima gaji. Di Brasil seorang ibu diberi
waktu 2,5 jam per hari untuk menyusui bayinya selama 6 bulan. Di Swedia, ibu diberi jatah cuti
selama 18 bulan untuk merawat bayinya, sedangkan di Republik Ceko cuti ini diberikan selama
7 bulan (28 minggu). Jika regulasi mengenai cuti menyusui ini sudah ditetapkan agar mendukung
ASI Eksklusif, diharapkan dalam jangka panjang Indonesia akan berpeluang menghasilkan
generasi penerus yang lebih tangguh dan berkualitas. Namun tentu saja pendekatan yang perlu
dilakukan tidak cukup hanya dari regulasi. Perlu aksi nyata dari pemerintah untuk melaksanakan
regulasi tersebut. Jika mengambil kasus di Amerika Serikat, Departemen Pertanian sudah sejak
tahun 1972 mengembangkan program Nutrisi Suplemen Khusus bagi Wanita, Bayi dan Anak
dengan sasaran ibu hamil, melahirkan dan menyusui, bayi, balita dan anak sampai usia 5 tahun
(abott). Program ini memberikan edukasi mengenai makanan bergizi, voucher untuk
mendapatkan makaman bergizi dan pelayanan rujukan bagi wanita yang lemah secara ekonomi
dan memiliki risiko tidak mendapatkan nutrisi yang cukup. Pendekatan ini bermuara pada upaya
untuk meningkatkan angka ASI Eksklusif dikalangan ibu yang baru melahirkan. Data tahun 2007
menunjukkan bahwa sekitar 13,8% bayi mendapat ASI Eksklusif (American Academy of
Pediatric) dan tahun 2009 angka ini meningkat menjadi kurang lebih 16,3% (Center for Disease

Control and Prevention). Tahun 2020 Amerika menetapkan target lebih dari 23%. PMPK FK
UGM 2012 Pemerintah dan RS Bisa Ciptakan Generasi Super 2. Peran RS dalam
Gerakan Pemberian ASI Eksklusif a. RS Sayang Bayi b. Praktek-praktek di Negara Lain
Catatan: Tulisan ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya Healthy Baby Healthy Planet
http://manajemenrumahsakit.net/2012/08/1-peran-pemerintah-dalam-gerakanpemberian-asi-eksklusif/

Vous aimerez peut-être aussi