Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh:
Sahala David Domein (1506676430)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah yang membahas tentang peran hukum
nasional berhadapan dengan hukum transnasional dalam menyelesaikan sengketa
olahraga, berjudul Analisis Bidang Hukum Olahraga Terhadap Keberlakuan Statuta
FIFA sebagai Sistem Hukum Transnasional dapat saya selesaikan dengan tuntas
dan tepat waktu. Atas dukungan moral dan materiil yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
:
1. Ibu. Fully Handayani Ridwan, S.H., M.Kn. selaku dosen fasilitator kelas
Pengantar Hukum Indonesia, yang telah memberi bimbingan dan arahan
dalam proses penulisan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Negara sebagai negara kesejahteraan memiliki peran penting dalam
perlindungan dan pengupayaan kesejahteraan umum (promoting public welfare).1
Dalam melaksanakan tujuan kesejahteraan itu, sebuah negara tidak dapat
mengingkarkan dirinya dari masyarakat global. Dengan kemampuannya untuk
dapat beradaptasi dengan keadaan global, sebuah negara dapat turut serta menjadi
bagian dari pembangunan global. Tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan
umum tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam rumusan pembukaan UUD
1945. Namun, dengan pengertian seperti dijelaskan sebelumnya, konsep negara
kesejahteraan juga dapat dimasukkan dalam kerangka ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.2
Keadilan sosial dalam upaya memajukan kesejahteraan umum itu dapat
dimengerti seperti pengertian dalam Pancasila. Menurut Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto, perumusan itu terarah pada upaya penyerasian unsur rohaniah
dan jasmaniah, dimana olahraga menjadi salah satu upaya mendukung daya tahan
jasmaniah.3 Dengan demikian, dapat dimengerti konstruksi berfikir dimana
olahraga merupakan sebuah hak konstitusional seorang warga negara, dan
memberikan kewajiban bagi negara untuk membangun kondisi dan infrastruktur
yang sedemikian rupa sehingga terdapat akses yang cukup bagi warga negara untuk
berolahraga. Salah satu bidang olahraga yang sangat digemari dan dikatakan paling
berkembang belakangan ini adalah sepakbola. Pengembangan kompetisi sepakbola
profesional dapat dijadikan upaya memajukan kesejahteraan umum.
Yang menjadi permasalahan adalah sejauh mana peran negara dapat
mengintervensi jalannya sebuah kompetisi sepakbola profesional yang sepenuhnya
1
Britannica, Editor of Encyclopdia. 2015. Encyclopdia Britannica. Agustus 21. Diakses pada 11
Juli 2016. https://www.britannica.com/topic/welfare-state.
2
Pandjaitan, Hinca. 2011. Kedaulatan Negara vs Kedaulatan FIFA. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
3
Purbacaraka, Purnadi, dan Soekanto, Soerjono. 1982. Renungan Tentang Filsafat Hukum.
Jakarta Rajawali
Terdapat dakwaan dengan register berbeda untuk locus dan tempus yang sama melalui putusan
No. 381/Pid.B/2009/PN.SKA atas nama terdakwa Bernard Mamadou. Karena pertimbangan
hukumnya adalah sama, digunakan salah satu untuk dikaji. Putusan ini belum berkekuatan
hukum tetap karean adanya upaya hukum lain dari Nova Zaenal.
5
Surat Dakwaan Penuntut Umum No. Register PDM-124/SKRTA/Ep.1/06/2009.
6
Pandjaitan, Hinca. Op. Cit. hlm 408
BAB II
ISI
PANDANGAN MENGENAI LEX SPORTIVA DAN HUKUM OLAHRAGA
NASIONAL
Akbari, Anugerah Rizki. 2011. Tindak Pidana Penganiayaan pada Cabang Olahraga Sepakbola.
Depok: Universitas Indonesia
Organization)
maupun
privat
(Non-Governmental
Organization). Perbedaan yang jelas terlihat adalah bahwa pada NGO, anggotanya
bukanlah negara sebagai dirinya sendiri. 10
FIFA sebagai sebuah federasi sepakbola internasional dapat dikatakan
sebagai organisasi internasional (INGO) dengan memenuhi unsur sebuah INGO
sebagaimana diatur dalam European Convention on the Recognition of the Legal
Personality of INGOs 1991. Disyaratkan bagi NGO untuk memenuhi syarat seperti;
1. have a non-profit-making aim of international utility; 2. have been established
by an instrument governed by the internal law of a Party; 3. carry on their activities
with effect in at least two States; dan 4. have their statutory office in the territory of
a Party and the central management and control in the territory of that Party or of
another Party.11
FIFA merupakan organisasi dengan registrasi pada wilayah administrasi
Zurich, Swiss, yang dibentuk berdasarkan Pasal 60 kitab hukum perdata Swiss
tentang pendirian sebuah perhimpunan.12 Pasal tersebut hanya mensyaratkan
sebuah anggaran dasar atau konstitusi bagi sebuah perhimpunan untuk mendapat
sifat badan hukumnya. Dalam konstitusi tersebut harus disebutkan objek lembaga,
tempat beroperasi, struktur kelembagaan, serta tujuan pembentukan.13 Konstitusi
ini merupakan anggaran dasar FIFA yang disebut Statuta FIFA.
Anggaran dasar inilah yang kemudian dimengerti sebagai lex sportiva dalam
arti sempit. Lex sportiva diartikan sebagai sistem hukum yang tidak berada pada
wilayah hukum nasional maupun internasional, melainkan transnasional (global
dan domestik). Banyak aturan yang berlaku umum dalam sepakbola secara global
tanpa harus diratifikasi menjadi hukum nasional. Hukum yang demikian bersumber
dari organisasi privat internasional.14 Walau demikian, ada pula aturan hukum
nasional yang berkenaan dengan olahraga. Maka dari itu, harus dapat dimengerti
10
Aruan, Hotman Bintang Parulian. 2014. Berlakunya Statuta FIFA Dikaitkan Dengan Kedaulatan
Negara. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
11
Pasal 1 European Convention on the Recognition of the Legal Personality of INGOs.
http://www.uia.org/archive/legal-status-4-11
12
Pasal 1 ayat (1) Statuta FIFA Edisi April 2016
13
Art 60 Swiss Civil Code: (1) Associations with a political, religious, scientific, cultural, charitable,
social or other non-commercial purpose acquire legal personality as soon as their intention to
exist as a corporate body is apparent from their articles of association.
14
Aruan, Hotman Bintang Parulian. Op. Cit. hlm. 16.
perbedaan antara hukum olahraga (lex sportive/sports law) dan hukum yang
berkaitan dengan olahraga (sports and the law).15
Sebagai sistem hukum yang terlepas dari kedaulatan nasional, FIFA
melaksanakan urusan yang berkenaan dengan sengketa sepakbola antar anggotanya
menurut mekanisme yang dibentuk sendiri. FIFA membagi sistem peradilan
kedalam tiga lembaga; Komite Disiplin, Komite Etika, dan Komite Banding. Selain
itu, FIFA juga menunjuk badan arbitasi Court of Arbitration for Sport (CAS)
sebagai badan independen yang berwenang menangani banding terhadap putusan
dari badan peradilan FIFA, konfederasi, asosiasi sepakbola, dll.16 Penyelesaian
sengketa tanpa institusi peradilan negara ini didasari pandangan lex sportiva dimana
segala urusan diselesaikan secara internal sesuai konstitusi organisasi sepakbola.
Hal ini bahkan diperkuat pada Pasal 19 Statuta FIFA yang memerintahkan seluruh
asosiasi anggota untuk menyelesaikan urusannya secara independen tanpa campur
tangan dari pihak ketiga.
Dengan konstruksi yang sedemikian pada Statuta FIFA, setiap tindakan yang
semestinya diancam pidana jika dilakukan ketika berlangsung suatu pertandingan
sepakbola, dianggap sebagai tingkah laku buruk bukan tindak pidana. Maka dari
itu, hanya wasit sebagai pemilik kekuasaan penuh untuk melaksanakan Law of The
Game yang dapat menjatuhkan hukuman, terlepas dari kekuasaan asosiasi atau
federasi menjatuhkan sanksi hukuman melalui komite disiplin.
15
16
dalam sejarah sepakbola, dan ada tiga hal yang dapat dijadikan dasar legitimasi
pemberlakuan hukum pidana dalam dunia sepakbola.17
Pertama, mekanisme penyelesaian sengketa pidana dalam sistem hukum
nasional memungkinkan untuk itu. Hal ini berkenaan dengan asas teritorialitas yang
terkandung pada Pasal 2 KUHP. Asas ini menjadi dasar keberlakuan segala aturan
pidana perundang-undangan Republik Indonesia bagi setiap orang yang melakukan
tindak pidana di wilayah Indonesia. Selain itu, Undang-undang No. 3 Tahun 2005
tentang Sistem Keolahragaan Nasional juga memungkinkan pengadilan nasional
untuk menyelesaikan sengketa keolahragaan 18
Kedua, sifat dasar olahraga yang memang memungkinkan terjadinya kontak
fisik. Kekerasan dalam cabang olahraga sepakbola memang bukan keharusan untuk
memenangkan sebuah pertandingan, namun kekerasan merupakan dampak logis
dari kemungkinan adanya kontak fisik. Untuk mengerti kekerasan dalam olahraga,
Michael D. Smith dalam bukunya Violence and Sport, membagi kekerasan dalam
olahraga menjadi 4 bentuk19; 1. Brutal Body Contact, tindakan ini adalah bentuk
kontak fisik yang masih dimaklumi oleh aturan olahraga. 2. Borderline Violence,
berupa serangan yang dilarang oleh aturan formal olahraga, namun kerap kali
terjadi. 3. Quasi-criminal Violence, bentuk kekerasan ini sering berujung pada
cedera yang mencuri perhatian penyelenggara pertandingan. Penjatuhan hukuman
disiplin bahkan upaya hukum sering kali ditempuh, namun pemidanaan jarang
terjadi untuk bentuk ini. 4. Criminal Violence, serangan yang jelas keluar dari
permainan, merupakan tindakan yang seringkali dianggap sebagai tindak pidana.
Ketiga, dari sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia yang sudah
mengakomodasi hak profesi olahragawan sebagai dasar penghapus pidana untuk
menghapuskan sifat melawan hukum dari tindakan yang dilakukannya didalam
pertandingan olahraga. Namun, hak tersebut bukannya tanpa batas. Dasar
penghapus pidana tersebut didasarkan adanya konsensus secara implisit dari
17
20
10
Jika kita telaah lebih dalam lagi dari surat putusan terhadap Nova Zaenal, ada
beberapa hal yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim dalam menjatuhkan
pidana. Salah satunya adalah pertimbangan bahwa aturan yang dibuat oleh PSSI
berdasarkan aturan FIFA adalah rule of the game (lex ludica), bukan merupakan
rule of law (diartikan sebagai hukum nasional), sehingga tidak dapat
mengesampingkan asas teritorialitas keberlakuan hukum pidana di Indonesia.
Pertimbangan tersebut menggambarkan pandangan majelis hakim yang
memisahkan secara tegas antara sistem hukum nasional dengan Laws of The Game
sebagai lex ludica, sub-bagian lex sportiva yang dikeluarkan oleh FIFA. Namun,
pada sisi lain, majelis hakim juga mengakui hukuman disiplin dari wasit serta
hukum yang dijatuhkan Komisi Disiplin PSSI.22
Pertimbangan lain juga mengatakan bahwa rule of the game bukanlah lex
specialis, sehingga KUHP berlaku jika terjadi penganiayaan yang bukan dalam
perebutan bola atau sedang tidak dimainkan dalam pertandingan sepakbola. Dengan
pertimbangan ini, majelis hakim berusaha menciptakan preseden dimana KUHP
dapat diberlakukan jika tindak pidana dilakukan pada saat bola mati, tanpa
memerhatikan konsep konsensus yang sudah dijelaskan sebelumnya. 23
Dengan demikian, dapat terlihat upaya intervensi negara dalam urusan
internal yang semestinya dilakukan secara independen sesuai Statuta FIFA.
Intervensi ini menjadi bukti bahwa PSSI gagal untuk menjaga independensi dan
karenanya dapat dikenakan sanksi oleh FIFA berupa pencabutan status keanggotaan
FIFA.24
22
11
BAB III
KESIMPULAN
Kasus yang melibatkan Nova Zaenal dan Bernard Mamadou ini merupakan
sebuah tragedi yang menggambarkan kekosongan hukum serta ketidakmampuan
sistem hukum Indonesia untuk memidanakan beberapa tindak pidana yang
nyatanya memenuhi unsur yang diperlukan. Namun demikian, bukan berarti setiap
tindakan kekerasan dalam olahraga harus didakwakan. Sistem hukum harus pula
menghormati independensi dan kedaulatan internal FIFA serta segala anggotanya.
Namun demikian, penerapan hukum pidana pada bidan olahraga tetap harus
diusahakan agar tercipta kepastian hukum, dan kekerasan dalam olahraga dapat
ditekan. Maka, diperlukan sebuah parameter khusus dalam sistem hukum Indonesia
untuk membedakan tindak yang dianggap sesuai dengan aturan olahraga dan tindak
pidana. Maka, dapat dilakukan revisi pada Undang-undang Sistem Keolahragaan
Nasional dengan menambahkan parameter legitimate sport, atau hakim dapat
membuat preseden dengan parameter legitimate sport jika terjadi kasus yang
serupa.
12
DAFTAR PUSTAKA
Akbari, Anugerah Rizki. 2011. Tindak Pidana Penganiayaan pada Cabang Olahraga
Sepakbola. Depok: Universitas Indonesia
Aruan, Hotman Bintang Parulian. 2014. Berlakunya Statuta FIFA Dikaitkan Dengan
Kedaulatan Negara. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Britannica, Editor of Encyclopdia. 2015. Encyclopdia Britannica. Agustus 21. Diakses
pada 11 Juli 2016. https://www.britannica.com/topic/welfare-state.
Chazawi, Adami. 2007. Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Pandjaitan, Hinca. 2011. Kedaulatan Negara vs Kedaulatan FIFA. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Purbacaraka, Purnadi, dan Soekanto, Soerjono. 1982. Renungan Tentang Filsafat Hukum.
Jakarta Rajawali
Santoso, Topo. 2011. Prosecuting Sport Violence: The Indonesian Football Case.
Singapura: The Asia Law Institute National University of Singapore.
Smith, Michael D., sebagaimana dikutip oleh Miedzian, Myriam. 2002. Boys will be Boys.
Amerika Serikat: Lantern Books.
13
Lampiran 1
14
Lampiran 2
bertindak
berlebihan.
Kedua pemain sepakbola itu ditahan di Markas Kepolisian Kota Besar Solo, Jawa
Tengah, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus kericuhan saat kedua tim yang
dibelanya
bertanding
di
Stadion
Sriwedari
Dalam pertandingan itu Nova dan Bernard terlibat baku pukul. Kepala Kepolisian
Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Alex Bambang Riatmojo yang
menonton pertandingan langsung meminta anak buahnya menangkap Nova dan
Bernard.
Nova dan Bernard terlihat akrab saat ditahan di Mapoltabes Solo. Keduanya dijerat
dengan pasal penganiayaan dengan ancaman hukuman tiga bulan penjara.
Terus terjadinya kericuhan dalam sepakbola seharusnya menjadi cermin bagi PSSI
apakah benar sanggup menjadi salah satu nominator tuan rumah Piala Dunia
2022.(IAN/Tim Liputan 6 SCTV)
15
Lampiran 3
Solo (Espos)Majelis hakim menjatuhkan vonis tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan
terhadap pesepakbola Persis, Nova Zaenal di Pengadilan Negeri Solo, Kamis (11/3). Vonis
tersebut sama dengan hukuman terhadap pemain Gresik united yang tersandung kasus sama,
Bernard Mamadou.
Majelis hakim yang diketuai Saparudin Hasibuan SH menyatakan Nova terbukti bersalah dan
meyakinkan telah melakukan tindak pidana penganiayaan atau melanggar Pasal 351 ayat 1
KUHP. Namun, hukuman tersebut baru dilakukan jika dalam masa percobaan, Nova melakukan
tindak pidana yang sama.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim melihat hasil visum yang diperoleh dari dr Naryana
selaku ketua tim medis Poltabes dalam pemeriksaan terhadap kasus ini. Hasil tersebut
menyebutkan, Mamadou menderita luka memar di bagian wajah. Selain itu, majelis hakim juga
menyatakan hal yang meringankan Nova, yakni produktif dan dibutuhkan dalam dunia
persepakbolaan.
Tidak berbeda dengan vonis Mamadou, putusan tersebut diikuti dengan penetapan barang bukti
berupa satu keping compact disc (CD) rekaman pertandingan sepak bola antara Gresik United
melawan Persis Solo yang terselenggara pada tanggal 12 Februari 2009.
Barang bukti selanjutnya adalah fotokopi lampiran laporan pertandingan yang menerangkan
insiden khusus dari tim pengawas pertandingan dan Persis Solo dengan nomor 112/II. Beberapa
barang bukti tersebut memungkinkan dijadikan sebagai bahan oleh jaksa untuk mengadakan
tuntutan atas kasus yang berbeda. Putusan tersebut disikapi dengan mengambil waktu selama
tujuh hari untuk pikir-pikir.
16