Vous êtes sur la page 1sur 41

ABSTRAK

Dalam ruang lingkup perpindahan panas, bentuk transfer energi kalor


dapat berpindah melalui 3 mekanisme, yaitu : konduksi, konveksi, dan radiasi.
Pembahasan mengenai mekanisme perpindahan panas secara konduksi dilakukan
pada praktikum ini. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dasar
mengenai konsep konduksi, mampu membandingkan dan mengestimasikan nilai
konduktivitas overall heat transfer coefficient suatu jenis material, mengetahui
pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi temperatur, serta
mengetahui pengaruh kenaikan temperatur terhadap nilai konduktivitas bahannya.
Praktikum ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : mempersiapkan
spesimen, mengatur set point voltage regulator pada nilai 220 V dan nilai 60 C
pada thermocontrol, kemudian mengaktifkan pompa dan heater. Perolehan data
diambil setelah lebih dari 10 menit, sesudah thermocontrol diatur. Mengenai data
arus, tegangan, dan temperatur tiap titik dapat diambil dengan mengatur set point
pada thermoselector. Terakhir, mengulangi prosedur praktikum yang telah
dilakukan, dengan kenaikan set point thermocontrol sebesar 20 C hingga
mencapai 100 C, kemudian melakukan prosedur serupa untuk keempat spesimen
lainnya.
Hasil dari praktikum perpindahan panas secara konduksi ini adalah : grafik
hubungan antara temperatur fungsi x, T = f(x) untuk spesimen stainless steel, besi,
dan alumunium. Dimana kondisi trenline grafiknya turun seiring dengan
bertambahnya jarak, praktik sudah sesuai dengan teorinya. Kemudian didapatkan
nilai overall heat transfer coefficient (U) yang juga sudah sesuai dengan teori.
Serta grafik hubungan k spesimen fungsi Tavg

untuk semua spesimen, yang

terdapat ketidaksesuaian dengan teori. Ini dikarenakan ada beberapa faktor yang
mempengaruhi.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan akan pengetahuan mengenai konsep/teori perpindahan panas di
dunia industri adalah sangat penting. Sebagai salah satu acuan dalam
menyelesaikan permasalahan pada sebuah sistem di industri yang berhubungan
dengan termal. Konsep perpindahan panas ini umum digunakan untuk perhitungan
dan desain suatu sistem yang berhubungan dengan kalor/panas, contohnya pada
peralatan industri, seperti : heat exchanger, boiler, cooling tower, refrigerator,
radiator, tangki penyimpanan, dan masih banyak lagi.
Berdasarkan prosesnya, perpindahan panas dibagi menjadi 3 mekanisme
perpindahan, yaitu : konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi adalah mekanisme
perpindahan panas yang ditandai dengan adanya perbedaan temperatur dan
umumnya terjadi pada medium benda solid. Mekanisme perpindahannya terjadi
karena interaksi antara molekul-molekul yang memiliki energi lebih dengan
molekul yang kurang energi melalui lattice wave dan free electron motion (untuk
benda logam).
Pada praktikum perpindahan panas konduksi ini, dibahas mengenai
mekanisme proses konduksi, besar nilai koefisien perpindahan panas total dari
suatu material, pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi temperatur,
dan hubungan konduktivitas bahan dengan kenaikan temperatur.
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah pada praktikum konduksi ini, antara lain :
1. Bagaimana proses perpindahan panas secara konduksi ?
2. Bagaimana cara membandingkan dan mengestimasikan nilai konduktivitas
dan overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan
data ?

3. Bagaimana pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi temperatur


dan

pengaruh

kenaikan

temperatur

spesimen

terhadap

nilai

konduktivitasnya ?
1.3 Tujuan
Praktikum perpindahan panas mengenai konduksi ini memiliki tujuan
sebagai berikut :
1. Meningkatkat pemahaman terhadap konsep dasar proses terjadinya
perpindahan panas secara konduksi.
2. Mampu membandingkan dan mengestimasikan nilai konduktivitas dan
overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan
data.
3. Mengetahui pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur dan pengaruh kenaikan temperatur spesimen terhadap nilai
konduktivitasnya.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah yang digunakan pada praktikum perpindahan panas secara
konduksi antara lain :
1. Steady state conditions
Properti pada suatu titik tertentu tidak berubah atau terpengaruh terhadap
fungsi waktu, properti dianggap konstan.
2. One dimentional conduction
Perpindahan panas secara konduksi hanya dianalisa pada satu arah yang akan
ditinjau, yaitu arah normal dari permukaan bendanya.
3. Negligible Contact Resistance
Sambungan antar logam penghantar dengan spesimen dianggap rata (tidak ada
gap).
4. q constant
q yang masuk adalah q = V. I . Arus dari catu daya listrik yang masuk ke alat
praktikum dianggap konstan.
5. Negligible Heat Generation

Energi bangkitan yang terjadi pada spesimen diabaikan, karena spesimen


dianggap logam murni.
1.5 Sistematika Laporan
Sistematika laporan praktikum perpindahan panas secara konduksi ini
adalah sebagai berikut :
Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini dibahas latar belakang, rumusan masalah,
tujuan praktikum, batasan masalah, dan sistematika laporan.
Bab 2 Dasar Teori, pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang
digunakan untuk memahami dan menganalisa hasil dari praktikum.
Bab 3 Metodologi, pada bab ini memuat tentang peralatan yang dipakai saat
praktikum berupa skema alat, spesifikasi alat beserta instalasi alat, serta langkahlangkah untuk melakukan praktikum.
Bab 4 Analisa dan Pembahasan, pada bab ini dibahas mengenai perhitungan,
analisa dan hasil dari data yang didapat setelah praktikum.
Bab 5 Penutup, pada bab ini dibahas tentang kesimpulan dan saran yang
didapat dari awal praktikum sampai akhir penyusunan laporan.

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konduksi
Pada dasarnya konduksi adalah perpindahan panas tanpa disertai
perpindahan bagian-bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan
dari suatu molekul ke molekul lain dari benda tersebut. Contohnya perpindahan
panas melalui sepotong besi, dari salah satu ujung ke ujung lainnya. Untuk lebih
jelasnya mekanisme peristiwa konduksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1 Aktivitas molekul pada perpindahan panas secara konduksi


Pada kondisi nilai T1 > T2 menyebabkan partikel-partikel yang berada dekat
dengan T1 akan bergerak secara acak (berputar dan bergerak) dan saling
bertumbukan dengan partikel yang lainnya sehingga terjadi perpindahan energi
yaitu berupa panas dari T1 ke T2. Besarnya laju perpindahan panas dapat
dinyatakan dalah bentuk heat flux, q (W/m2), yaitu perpindahan panas tiap satuan
luas, yang arahnya tegak lurus dengan luasan, dan besarnya sebanding dengan
gradien temperaturnya.
Secara umum besarnya nilai perpindahan panas adalah :
q n =-k {dT} over {dn}
dalam arah x adalah :
q x =-k {dT} over {dx}

dimana k adalah properties yang disebut sebagai konduktivitas termal

( m.WK )

Menggunakan asumsi steady state conditions, distribusi temperatur pada


konduksi adalah linier, sehingga distribusi temperatur dapat dinyatakan :
dT T 1 T 2
=
dx
L
q x =- k . {{T} rsub {1} - {T} rsub {2}} over {L}
q x =- k . {{T} rsub {1} - {T} rsub {2}} over {L} =k . {T} over {L}
..(2.1)
Heat rate konduksi pada plane wall dengan luasan A adalah q = q. A
(watt). Kemampuan suatu material untuk menyimpan energi panas adalah

volumetric heat capacity

cp

( m J K )] .
3

Kebanyakan solid dan liquid

merupakan media penyimpan energi yang bagus yang mempunyai harga angka

perbandingan heat capacity

( cp>1 mMJ K ) , sedangkan gas merupakan media

penyimpanan energi yang kurang bagus

cp 1

MJ
3
m K

Rasio thermal conductivity terhadap heat capacity disebut


diffusifity :

thermal

[ ]

k m2
cp s

..(2.2)

2.2 Heat Diffusion Equation untuk Koordinat Cartesian

Gambar 2.2 Differential control volume dx,dy,dz pada cartesian coordinate

q x+dx =q x +

qx
dx
x
q y+dy =q y +

q z +dz =q z +

qy
dy
y

qz
dz ... (2.3)
z

Bentuk umum konservasi energi adalah :


+ E g E
out = E st
E

. (2.4)

dengan :
g=q dxdydz
E

.. (2.5)

q = energi bangkitan per unit volume (W/m3)

st = cp T dxdydz
E
t

... (2.6)

Persamaan (2.5), (2.6) disubstitusi ke persamaan (2.4) :


q x +q y + q z+ q dxdydzq x+dx q y+dy q z +dz = cp

T
dxdydz ......(2.7)
t

Substitusi persamaan (2.3) :


q x
q
q
T
dx y dy z dz+ q dxdydz= cp
dxdydz
x
y
z
t

.... (2.8)

Karena laju perpindahan panas konduksi adalah :


q x =k dydz

T
x

q y =k dxdz

T
y

q z=k dxdy

T
z

...

(2.9)

, maka substitusi (2.9) ke (2.8) :

[ ] [ ] [ ]

T
T
k
+
k
+
k
+ q = cp
x x y y z z
t

2.3 Tahanan Thermal pada Plane Wall

.. (2.10)

Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi satu dimensi

Rumus tahanan termal :


Rt , cond=

T 1T 2 L
=
qx
kA

.... (2.12)

2.4 Overall heat transfer coefficient

Gambar 2.4 Perpindahan Panas pada Dinding Komposit

Overall heat transfer coefficient pada tiga dinding berlapis A, B, dan C


disertai konveksi pada fluida panas dan fluida dingin, dirumuskan
sebagai berikut :
U=

1
=
Rtot . A

{(

) ( ) ( ) ( )}

LA
LB
LC
1
1
+
+
+
+
. A .
h1 . A
kA.A
kB. A
kC . A
h4 . A

)(

(2.14)
, dimana :

( mW. K )

= overall heat transfer coefficient

Rtot

= hambatan termal total

= luas permukaan dinding yang dilewati kalor (m2)

( WK )

dan :
q=U . A . ( T 1T 4 ) ... (2.15)

dimana :
q

= heat rate total (W)

T1

= temperatur lingkungan pada fluida panas (K)

T4

= temperatur lingkungan pada fluida dingin (K)

2.5 Konduktivitas Termal Benda Padat


Konduktivitas termal atau yang disebut dengan transport property adalah
sifat dari suatu bahan yang mengindikasikan rate dimana energi berpindah
melalui proses difusi. Nilai konduktivitas termal suatu bahan tergantung pada
struktur fisik material, atom atau molekulnya.

Dari persamaan fourier, konduktivitas termal didefinisikan dengan


perumusan sebagai berikut :
q x' '
k=
T
x

( )

dimana :
q x' '

= heat flux

( Wm )
2

= konduktivitas termal
T
x

( m.WK )

= gradien temperatur ( K )

Persamaan diatas menunjukkan hubungan antara

''

dan k yang linear

dimana semakin besar konduktivitas termal (k), maka heat flux juga semakin
besar. Umumnya konduktivitas termal pada benda padat lebih besar daripada
konduktivitas fluida cair, dan konduktivitas fluida cair lebih besar dari fluida gas.
Berikut ini adalah grafik konduktivitas termal dan beberapa benda padat terhadap
kenaikan temperatur.

Gambar 2.5 Pengaruh Temperatur terhadap Konduktivitas Termal


Suatu Benda Solid

BAB III
METODOLOGI
3.1 Instalasi Peralatan
Praktikum dilakukan dengan menggunakan logam tembaga dalam bentuk
silinder sebagai logam penghantar dengan proses penghasilan panas melalui
elemen heater. Spesimen yang digunakan pada praktikum adalah besi, aluminium,
dan stainless steel. Kemudian untuk skema instalasi digambarkan seperti berikut :
13
1

5
6

14

15

8
16
9
17

10

18
11
12
19

Gambar 3.1 Instalasi Peralatan Uji Konduksi


Keterangan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Amperemeter
Thermocouple Selector
Setpoint Adjuster
Voltmeter
Thermocontrol
Thermocouple 1 (TC1)

11.
12.
13.
14.
15.
16.

Thermocouple 6 (TC6)
Pompa
Thermocontrol referensi
Elemen pemanas
Logam perantara 1
Spesimen

7. Thermocouple 2 (TC2)
8. Thermocouple 3 (TC3)
9. Thermocouple 4 (TC4)
10. Thermocouple 5 (TC5)

17. Isolator
18. Logam perantara 2
19. Penampung air

3.2 Peralatan Penunjang dan Alat Ukur


Dalam praktikum ini terdapat perlatan penunjang dan alat ukur. Spesifikasi
perlatan tersebut diantaranya sebagai berikut :
Sistem sirkulasi air (water circulation system)
Sistem sirkulasi air diperlukan untuk mendinginkan permukaan logam
perantara (tembaga) bagian bawah sehingga timbul adanya perbedaan
temperatur.
Pompa air
Tipe
: Centrifugal Pump
Merek
: Dyna
Buatan
: Japan
Daya
: 220 V 50 Hz 12 W 60 Hz 10 W
Sistem pemanas dan kontrol temperatur (heating and thermocontrol
system)
Sistem pemanas berfungsi untuk menjaga temperatur kerja elemen
pemanas, terdiri dari :

Thermocontrol
Tipe
Merek
Range
Sensor input tipe
Voltage
Thermocouple
Tipe
Range
Sensor input tipe
Akurasi

: IL - 70
: TEW Electric Heating Equipment Co.
: 0 400 oC
: K Type
: 110 / 220 V
: K type
: 0 s/d 400 oC
: K Type
: 2% of full scale

Alat ukur temperatur (thermometer)

Pengukur pada masing-masing titik mengunakan thermometer yang sama,


thermocouple

dihubungkan

dengan

digital

thermometer

sehingga

pembacaan temperatur dapat dilihat pada display.


Thermocouple
Tipe
: K type
Range
: 0 s/d 400 oC
Sensor input tipe
: K-Type
Akurasi
: 2% of full scale
Digital Thermometer
Tipe
: K type
Buatan
: Taiwan
Range
: 0 / 0.1
Akurasi
: 2% untuk -50 s/d 0
(0.3% s/d 1%) untuk 0 s/d 1000
Safety Equipment
Sarung tangan
Spesifikasi Spesimen dan Logam Penghantar
Berikut adalah spesifikasi spesimen dan logam penghantar :
Tabel 3.1 Dimensi Logam Penghantar

Bahan Logam Penghantar


Tembaga 1
Tembaga 2

Diameter (mm)
40
40

Tinggi (mm)
140
140

Tabel 3.2 Dimensi Spesimen

Bahan Spesimem
Stainless Steel
Besi
Aluminium

Diameter (mm)
40
35.3
40

Tinggi (mm)
49
49
50

3.3 Langkah Langkah Praktikum


Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang akurat,
berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum :
a) Tahap Persiapan
1. Sarung tangan digunakan sebagai perlengkapan dan tindakan
keselamatan diri.

2. Sistem perlatan uji konduksi telah terinstalasi dengan baik dipastikan


dan dicek agat sesuai dengan skema instalasi peralatan konduksi.
3. Tegangan pada voltage regulator di-set pada nilai 0 volt dan set point
thermocontrol di-set pada nilai 0 oC.
4. Pemasangan thermocouple dipastikan telah terpasang baik dengan
melakukan pengecekan nilai yang ditunjukkan pada display digital
thermocouple. Apabila digital thermocouple tidak menampilkan nilai
temperatur relevan, dilakukan pengecekan kembali pemasangan
thermocouple pada spesimen atau dilakukan pengaturan kabel
pengahantar antara thermocouple selector dan thermometer digital.
5. Dilakukan pemasangan thermocouple pada spesimen di sistem
peralatan uji konduksi, insulator ditutup dan dirapatkan, kemudian
pemasangan heater dengan logam penghantar dikencangkan pada
bagian atas sistem perlatan uji konduksi.
6. Dilakukan pemasangan thermocouple referensi pada heater.
7. Dilakukan pengecekan kembali pembacaan temperatur pada digital
thermocouple. Apabila digital thermocouple tidak menampilkan nilai
temperatur yang relevan, dilakukan pengulangan dari langkah 1).
b) Tahap Pengambilan Data
1. Dilakukan pengaturan tegangan voltage regulator pada nilai 220 volt.
2. Dilakukan pengecekan untuk pompa apakah telah mensirkulasikan air
pendingin dengan baik.
3. Thermocontrol dinyalakan dengan cara saklar tegangan thermocotrol
ditekan sehingga berada pada posisi on.
4. Dilakukan pengaturan set point thermocontrol pada nila 60 oC.
5. Data siap diambil dengan waktu tunggu minimum 10 menit setelah
prosedur 4). Data yang diambil terdapat pada lembar data praktikum
konduksi. Pengambilan data arus dapat dilihat dari amperemeter, data
tegangan dapat dilihat pada voltmeter, dan data temperatur pada tiap
titik dapat dilihat pada digital thermometer dengan pengaturan pada
set point thermoselector.

6. Dilakukan pengambilan data setiap spesimen dengan kenaikan set


point thermocontrol sebesar 20 oC hingga set point thermocontrol
mencapai 100 oC. Waktu tunggu pengambilan data minimum 5 menit
untuk tiap kenaikan nilai set point thermocontrol.
7. Setelah pengambilan data selesai, dilakukan pengaturan set point
thermocontrol pada nilai 0 oC dan mematikan thermocontrol dengan
menekan saklar tegangan thermocontrol pada posisi off.
8. Dilakukan prosedur persiapan hingga pengambilan data untuk masingmasing spesimen, mulai dari stainless steel, besi, kemudian
aluminium, dan dengan waktu pendinginan minimum 5 menit.
Pendinginan

sistem

peralatan

uji

dilakukan

dengan

tetap

mempertahankan air pendinginan bersirkulasi dan juga spesimen yang


telah diambil data, dilepaskan.
9. Setelah dilakukan pengambilan data untuk spesimen yang terakhir
yakni aluminium, dilakukan prosedur mematikan voltage regulator
dengan cara tegangannya diatur pada nilai 0 volt. Kemudian kabel
supply untuk pompa dilepaskan.
10. Sistem peralatan uji konduksi dikembalikan dan dirapikan pada
kondisi semula.

3.4

Flowchart Praktikum

- Amperemete
- Voltmeter
- Pompa
- Logam peran
- Spesimen (St
besi, dan alum
- Isolator
- Thermocontro
- Thermocoupl
- Elemen pema
- Penampung a

Peralatan disusun seperti pada gambar inst

Set point voltage regulato

Pompa dipastikan mensirkul

Thermocontrol dinyalakan deng

Set point thermocontrol di

Ditunggu minimum

Pengambilan data arus, tegangan, dan temperatur thermocouple; menggunakan am

Ditunggu minim

B amperemeter, voltmeter
Pengambilan data arus, tegangan, dan temperatur thermocouple; menggunakan

I=i+1

Tt = 100

Set point thermocontrol diatur pada 0

Saklar thermocontrol dipastikan OFF

Sistem instalasi dilakukan pendinginan minimum

I=3

Arus (i), Tegangan (volt), Temperatur (C

END

Gambar 3.2 Flowchart Praktikum

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1

Data Hasil Praktikum


(Terlampir)

4.2

Flowchart Perhitungan
START

T1
T2
T3
T4
T5

=
=
=
=
=

Temperatur
Temperatur
Temperatur
Temperatur
Temperatur

tembaga 1 - T6 = Temperatur tembaga 2


tembaga 1 D=Diameter
spesimen L= Panjang
spesimen V= Voltase
tembaga 2 I= Arus

Spesimen (i) = 1
Thermocontrol = 60 C

k teori didapat dari Tabel A-1 [1]

B
k teori didapat dari Tabel A-1 [1]

q praktek spesimen = q teori 1


i=i+1
Thermocouple = Thermocouple + 20 C

k teori didapat dari table A-1[1]

Rtotal = Rt tembaga 1 + Rp spesimen + Rt tembaga 3


D

Yes

No
Yes
Thermocontrol = 100C

i=3

Taluminium= f(x)
TBesi= f(x)
TStainless steel= f(x)
k= f(T)
U= Tavg

END

Gambar 4.1 Flowchart Perhitungan

4.3

Contoh Perhitungan
Dari hasil praktikum, didapatkan salah satu data dari spesimen Stainless

Steel dengan set point thermocontrol 60 sebagai berikut :


Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran pada Set Point yang Diinginkan
Set Point

Temperatur tiap titik (K)

Spesime

Thermocontr

Volt

Arus

ol

(V)

(A)

(K)

T1

T2

T3

T4

T5

T6

21
0

1,6

30
0

308
,5

308
,6

305
,2

303
,5

301

301
,3

(K)
Stainless
steel

333

Tabel 4.2 Data Logam Perantara pada Contoh Perhitungan


Bahan Logam Penghantar
Tembaga 1
Tembaga 2

Diameter (m)
0,04
0,04

Panjang (m)
0,14
0,14

A (m2)
0,001257
0,001257

Tabel 4.3 Data Spesimen yang Dianalisa pada Contoh Perhitungan


Bahan Spesimen
Stainless steel

Diameter (m)
0,04

Panjang (m)
0,049

A (m2)
0,001257

Agar data hasil praktikum bisa dianalisa maka dilakukan perhitungan,


berikut adalah contoh salah satu perhitungannya menurut flowchart perhitungan :
4.3.1

Perhitungan Spesimen Tembaga 1


Diketahui :

Set Point Thermocontrol


Tegangan
Arus
T
T1
T2
Ltembaga 1

Ditanya :

: 60
: 210 volt
: 1,6 A
: 300 K
: 308,5 K
: 308,6 K
: 0,14 m

a. Tavg?
b. kteori?
c. qteori?
d. Rtembaga 1?
Penyelesaian:
a. Tavg=

T 1+T 2 308,5+ 308,6


=
=308,55 K
2
2

b. kteori = interpolasi pada tabel A-1


k =401+( 308,55300)

k teori=400,316

c.

(393401)
( 400300)

W
m. K

A tembaga1= . ( r tembaga 1 )

. 0,022
0,001257 m
q teori=k . As .

T
L

400,316 x 0,001257 x
0,359 W

d.

R tembaga1=

L
k.A

( 308,6308,5 )
0,14

0,14
400,316 x 0,001257

0, 278

4.3.2

Perhitungan Spesimen Stainless Steel

Diketahui : - set point thermocontrol: 60

Ditanya

- tegangan

: 210 volt

- arus

: 1,6 A

- T

: 300 K

- T3

: 305,2 K

- T4

: 303,5 K

- Lstainless steel

: 0,05 m

- Astainless steel

: 0,001257 m2

: a. qpraktikum?
b. kpraktikum?
c. Rstainless steel?

Penyelesaian:
a. q praktikum=q teori tembaga 1
0,359 W

q. L
b. k praktikum= A . T

0,359 x 0,04
0,001257 x 1,7

6,72

W
mK

c.

R stainless steel=

L stainless steel
k praktikum x A stainless steel

0,04
8,4 x 0,001257

4,735

4.3.3

Perhitungan Spesimen Tembaga 2

Diketahui : - set point thermocontrol: 60


- tegangan

: 210 volt

- arus

: 1,6 A

- T

: 300 K

- T5

: 301 K

- T6

: 301,3 K

- Ltembaga 2

: 0,14 m

- Atembaga 2
Ditanya

: 0,001257 m2

: a. Tavg?
b. kteori?
c. qteori?
d. Rtembaga 2?

Penyelesaian:
a. Tavg=

T 5+T 6 301+301,3
=
=301,15 K
2
2

b. kteori = interpolasi pada tabel A-1


k =401+( 301,15300)
k teori=4010,0091

(393401)
( 400300)

400,908

W
m. K

q teori=k . As .

c.

T
L

400,908 x 0,001257 x

( 301,3301 )
0,14

1,079W

d.

R tembaga2=

L
k.A
0,14
400,908 x 0,001257

0,277
U=

1
R total . A

U=

1
( R tembaga 1 x A ) + ( R specimen x A ) + ( R temba ga 2 x A )

U=

1
( 0,278 x 0,001257 )+ ( 4,735 x 0,001257 )+(0,277 x 0,001257)

U=150,39

4.4

Analisa Grafik

4.4.1

Grafik T = f(x) Stainless Steel

T = f(x) pada Stainless Steel


50

Set Point 60

Polynomial (Set Point 60)

40= - 0.03x^5 + 0.55x^4 - 3.65x^3 + 9.05x^2 - 8.83x + 44.9


f(x)
f(x) = 0.18x^4 - 2.54x^3 + 12.4x^2 - 26.58x + 55.95
Set Point 80
Polynomial
(Set Point
80)
T (C)
f(x) = 0.22x^3 - 2.25x^2
+ 4.74x
+ 32.9
30

20 Set Point 100


0
1

Polynomial (Set Point 100)


4
5
6

Gambar 4.2 Grafik T-f(x) Stainless Steel


Grafik diatas adalah grafik untuk temperatur fungsi jarak, T = f(x) pada
spesimen stainless steel. Grafik diatas untuk 3 set point thermocontrol yaitu: 60,
80, 100. Trendline grafiknya menurun terhadap fungsi x (titik), yaitu semakin
bertambah panjang spesimen, distribusi temperaturnya semakin menurun. Dari
grafik diatas terlihat titik 1 memiliki nilai paling tinggi karena paling dekat
dengan heater sedangkan titik 6 nilainya paling kecil karena jauh dengan heater.
Dari grafik diatas dapat dilihat set point 100 terletak paling atas dibanding set
point 80 dan 60 yang ada dibawahnya.
Perbandingan antara nilai heater serta jarak dari nilai temperatur dapat
dilihat pada persamaan dibawah ini:
q=k . A .
Dimana:

T
L

= Heat rate Konduksi (W)

= Koefisien konduktivitas thermal (W/m. K)

= Luas Area (m)

T = Perbedaan Temperatur (K)


L

= Panjang heat rate konduksi (m)

Dari persamaan tersebut nilai konduktivitas thermal (k) suatu material


berbanding terbalik dengan perubahan temperatur
bahwa perubahan temperatur

( T ),

( T ) akan turun seiring dengan naiknya nilai

konduktivitas thermal (k), sedangkan perubahan temperatur


terbalik seiring dengan perubahan nilai jarak
maka nilai

ini menunjukkan

(L)

( T )

berbanding

dimana semakin besar jarak

akan turun. Nilai konduktivitas thermal (k) berbanding lurus

dengan heat rate (q) ini menunjukkan ketika nilai konduktivitas thermal (k) naik,
nilai

akan turun. Dan ketika jarak semakin besar maka nilai

turun pula. Sehingga

akan

terbesar terletak pada jarak yang terdekat dengan

sumber panas (heater).


Grafik diatas menunjukan seiring dengan pertambahan nilai jarak maka
terjadi penurunan nilai dari temperatur. Perubahan yang terjadi pada tiap-tiap set
poin cenderung menunjukkan pola yang sama terutama pada titik 5 dan 6 dimana
pada temperatur yang hampir sama. Titik 5 dan 6 merupakan termokopel pada
tembaga. Namun, pada set poin 100 untuk tembaga 1 terjadi kenaikan pada titik 1
ke titik 2, hal itu terjadi karena waktu tunggu yang kurang lama atau putaran pada
set termocontrol kran tepat menunjukkan poin 2.

4.4.2

Grafik T = f(x) Besi

T = f(x) pada Besi


50

f(x) = 0.44x^3 - 4.48x^2 + 8.51x + 44.03


f(x) = 0.35x^3 - 3.85x^2 + 8.59x + 39.13
f(x) = 0.34x^3 - 3.48x^2 + 6.99x + 38.47

45
40

T (C) 35
30
25

x
Set Point 60

Polynomial (Set Point 60)

Set Point 80

Polynomial (Set Point 80)

Set Point 100

Polynomial (Set Point 100)

Gambar 4.3 Grafik T-f(x) Besi


Grafik diatas adalah grafik untuk temperatur fungsi jarak, T = f(x) untuk
spesimen besi. Grafik diatas untuk 3 set point yaitu: 60, 80, 100. Trendline
grafiknya menurun terhadap fungsi x (titik), yaitu semakin bertambah panjang
spesimen, distribusi temperaturnya semakin menurun. Dari grafik diatas terlihat
titik 1 memiliki nilai paling tinggi karena paling dekat dengan heater sedangkan
titik 6 nilainya paling kecil karena jauh dengan heater. Dari grafik diatas dapat
dilihat set point paling tinggi yaitu set point 100 selanjutnya 80 dan 60.
Perbandingan antara nilai heater serta jarak dari nilai temperatur dapat
dilihat pada persamaan dibawah ini1:
q=k . A .
Dimana: q

T
L

= Heat rate Konduksi (W)


k

= koefisien konduksi (W/m. K)

1Bergman, Theodore L. & Adrienne S. Lavine & Frank P. Incropera & David P.
Dewitt. Fundamentals of Heat and Mass Transfer - 7th Edition. John Wiley &
Sons, Inc, 2011.

= Luas Area (m)

T = Perbedaan Temperatur (K)


L

= Panjang heat rate konduksi (m)

Dari persamaan tersebut nilai konduktivitas thermal (k) suatu material


berbanding terbalik dengan perubahan temperatur
bahwa perubahan temperatur

( T ),

( T ) akan turun seiring dengan naiknya nilai

konduktivitas thermal (k), sedangkan perubahan temperatur


terbalik seiring dengan perubahan nilai jarak
maka nilai

ini menunjukkan

(L)

( T )

berbanding

dimana semakin besar jarak

akan turun. Nilai konduktivitas thermal (k) berbanding lurus

dengan heat rate (q) ini menunjukkan ketika nilai konduktivitas thermal (k) naik,
nilai

akan turun. Dan ketika jarak semakin besar maka nilai

turun pula. Sehingga


sumber panas (heater).

akan

terbesar terletak pada jarak yang terdekat dengan


Grafik diatas menunjukan bahwa hasil percobaan

sesuai dengan teori.


4.4.3

Grafik T = f(x) Aluminium

T = f(x) pada Aluminium


55
50
45

Set Point 60

Polynomial (Set Point 60)

f(x) = 0.78x^3 - 9.14x^2 + 27.22x + 26.67


f(x) = 0.7x^3 - 8.13x^2 + 23.67x + 28.43
f(x) = 0.32x^3 - 3.57x^2 + 7.88x + 40.1

T (C) 40 Set Point 80

Polynomial (Set Point 80)

35
30
25 Set Point 100
0
1

Polynomial (Set Point 100)


4
5
6

Gambar 4.4 Grafik T-f(x) Alumunium


Grafik diatas adalah grafik untuk temperatur fungsi jarak, T = f(x) untuk
spesimen aluminium. Grafik diatas untuk 3 set point yaitu: 60, 80, 100. Trendline
grafiknya menurun terhadap fungsi x (titik), yaitu semakin bertambah panjang
spesimen, distribusi temperaturnya semakin menurun. Dari grafik diatas terlihat
titik 1 memiliki nilai paling tinggi karena paling dekat dengan heater sedangkan
titik 6 nilainya paling kecil karena jauh dengan heater. Dari grafik diatas dapat
dilihat set point paling tinggi yaitu set point 100 diikuti setpoint 80 dan 60 yang
ada dibawahnya. Perbandingan antara nilai heater serta jarak dari nilai temperatur
dapat dilihat pada persamaan dibawah ini2:
q=k . A .
Dimana: q

T
L

= Heat rate Konduksi (W)


k

= koefisien konduksi (W/m. K)

= Luas Area (m)

2Bergman, Theodore L. & Adrienne S. Lavine & Frank P. Incropera &


David P. Dewitt. Fundamentals of Heat and Mass Transfer - 7 th Edition.
John Wiley & Sons, Inc, 2011.

T = Perbedaan Temperatur (K)


L

= Panjang heat rate konduksi (m)

Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila nilai k, A, dan


T

bertambah maka nilai q akan naik atau dengan kata lain k, A, dan T

berbanding lurus dengan q. Namun apabila nilai L naik maka sebaliknya nilai q
akan turun, dengan kata lain nilai L berbanding terbalik dengan nilai q. Grafik
diatas menunjukan bahwa hasil percobaan sesuai dengan teori.

4.4.4

Grafik k T(avg)

k vs T(avg)
350
300
SS (prak)
250

Fe (prak)

Al (prak)

SS (teori)

Fe (teori)

200
k (W/m K)

150
100

Al (teori)

50
0
302

304

306

308

310

312

314

Tavg (C)

Gambar 4.5 Grafik k-Tavg Spesimen

316

318

320

Grafik diatas adalah grafik untuk konduktivitas thermal fungsi Taverage (k


= f(Tavg)) untuk semua spesimen. Grafik diatas memperlihatkan perbandingan
antara konduktivitas thermal (k) baik secara teori maupun praktek untuk semua
spesimen. Secara teori nilai k cenderung konstan untuk setiap Tavg. Nilai kteori
diperoleh dengan melakukan interpolasi pada tabel Appendix A. Sedangkan secara
praktikum nilai k tidak konstan, hal ini terbukti dari nilai kpraktek besi dan kpraktek
stainless steel. Nilai kpraktek besi pada Tavg1 lebih kecil dari pada Tavg2 dan turun
ketitik yang lebih kecil dari pada Tavg3. Sedangkan nilai kpraktek Alumunium pada
Tavg1 paling tinggi, lalu semakin turun pada Tavg2 dan naik pada Tavg3. Untuk nilai
kpraktek aluminium relatif konstan.
Menurut buku karangan Bergman, Theodore L. & Adrienne S. Lavine &
Frank P. Incropera & David P. Dewitt. Fundamentals of Heat and Mass Transfer 7th Edition. John Wiley & Sons, Inc, 2011, perbandingan antara nilai heat rate
ataupun jarak dan nilai temperatur dapat dilihat pada persamaan heat rate
konduksi yaitu:
q tembaga 1=k praktikum . A specimen .
k praktikum=

Dimana:

T
L

q tembaga 1
T
A specimen .
L

q tembaga 1

= heat rate Konduksi (W)

k praktikum

= koefisien konduksi (W/m. K)

A spesimen = luas Area (m)


T

= perbedaan Temperatur (K)


= panjang heat rate konduksi (m)

Dengan nilai qtembaga1, Aspesimen dan Lspesimen yang tetap dengan


besar maka nilai kpraktek akan semakin kecil.

T yang

Ketidaksesuaian nilai dari kpraktek dan kteori dapat dikarenakan waktu tunggu
yang kurang sesuai dengan prosedur, kemudian pemasangan termocouple kedua
tembaga dengan spesimen yang tidak dilakukan dengan baik sehingga
menghasilkan data praktikum yang tidak akurat.
4.4.5

Grafik U T(avg)

U vs T(avg)
1400
1200
U ss (prak)
1000

U fe (prak)

U Al (prak)

U ss (teori)

800
U (mK/ W)

600

400
U fe (teori)
200

U Al (teori)

0
304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314
T avg (C)

Gambar 4.6 Grafik U-Tavg Spesimen


Grafik diatas adalah grafik untuk overall heat transfer coefficient (U)
terhadap

fungsi Taverage (U = f(Tavg)) untuk semua spesimen. Grafik diatas

memperlihatkan perbandingan antara overall heat transfer coefficient (U) baik


secara teori maupun praktek untuk semua spesimen. Secara teori nilai U
cenderung konstan untuk setiap Tavg. Nilai Uteori diperoleh dengan menggunakan
persamaan :
U=
U=

1
R total . A

1
( R tembaga 1 x A ) + ( R specime n x A ) + ( R tembaga 2 x A )

Dimana nilai dari hambatan termal (R), dicari berdasarkan nilai k praktek
spesimen dan kteori Tembaga.
Sedangkan secara praktikum nilai U tidak konstan, karena nilai k praktek juga
berubah ubah dimana selisih nilai T1 dan T2 yang didapat dari praktikum tidak
stabil yang mengakibatkan q teori tidak konstan. Nilai q praktikum tembaga ini
yang nantinya digunakan sebagai referensi untuk mencari nilai k pada spesimen
karena diasumsikan bahwa analisa ini berada pada kondisi tunak. Nilai U praktek
berbanding lurus dengan k praktek, sehingga pembahasan U praktek sama seperti
k praktek.
Ketidaksesuaian nilai dari Upraktek dan Uteori dapat dikarenakan waktu
pengambilan data temperatur tidak dilakukan serentak. Waktu tunggu yang kurang
sesuai dengan prosedur, kemudian pemasangan kedua tembaga dengan spesimen
yang tidak dilakukan dengan baik sehingga menghasilkan data praktikum yang
tidak akurat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan :
1. Nilai konduktivitas termal (k) suatu bahan berbanding terbalik dengan beda
temperatur (T), ini menunjukkan bahwa nilai k akan turun seiring dengan
naiknya nilai T. Nilai k juga berbanding lurus dengan nilai heat rate (q), ini
menunjukkan ketika nilai k naik maka nilai q juga akan naik. Dari grafik data
hasil praktikum diketahui hasil yang diperoleh sudah sesuai dengan teorinya.
Berdasarkan teori nilai k terbesar secara berurutan yaitu aluminium, besi, dan
stainless steel.
2. Dari grafik hasil praktikum yaitu T vs Jarak (titik / posisi thermocouple),
T=f(x), tren grafik menurun seiring dengan bertambahnya jarak. Hal ini dapat
dijelaskan dengan teori, berdasarkan dari persamaan hukum fourier diketahui
bahwa : ( - temperatur akhir) berbanding lurus dengan L, ini menunjukkan
kondisi dimana apabila ada pertambahan jarak pada L (dari posisi
thermocouple titik awal sampai posisi thermocouple titik akhir), maka
temperatur akan terus berkurang. Hasil praktikum sudah sesuai dengan teorinya
walaupun pada Alumunium terjadi kenaikan temperatur trendline karena
adanya kesalahan pengukuran.
3. Nilai overall heat transfer (U) suatu bahan berbanding lurus dengan nilai k, ini
menunjukkan semakin besar nilai k maka nilai U akan semakin besar pula.
Berdasarkan teori, spesimen yang memiliki nilai U tertinggi yaitu spesimen :
alumunium, lalu besi, dan terakhir stainless steel, karena alumunium
mempunyai nilai k yang besar dibandingkan besi dan stainless steel.
4. Secara teori spesimen yang memiliki nilai k dari yang tertinggi ke terendah
adalah aluminium, besi kemudian stainless steel. Sedangkan hasil praktikum
menunjukkan bahwa nilai k dari yang tertinggi ke terendah adalah stainless
steel, besi, kemudian aluminium. Nilai ini berbeda dengan nilai k hasil

praktikum yang nilainya cenderung naik atau turun. Pada aluminium dan
stainless steel nilai k cenderung naik seiring bertambahnya temperatur
sedangkan nilai k pada besi cenderung naik dan turun seiring naiknya
temperatur.
5.2 Saran
Adapun kritik dan saran agar praktikan selanjutnya semakin baik, yaitu:
1. Ikuti prosedur dengan seksama, terutama waktu tunggu supaya data yang
didapat akurat.
2. Memperhatikan pemasangan termocouple pada spesimen uji agar data yan
diperoleh tidak terbolak balik pada hasilnya.
3. Pemasangan spesimen pada kedua tembaga perlu dilakukan dengan baik
dan benar.

Vous aimerez peut-être aussi