Vous êtes sur la page 1sur 15

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LITERASI SAINS


SISWA INDONESIA BERUSIA 15 TAHUN
Ekohariadi
(Dosen Teknik Elektro FT Universitas Negeri Surabaya, e-mail:idairahoke@yahoo.com)

Abstract: Main purpose of this research was to indentify factors influencing science
literacy of 15-years-olds students. The subjects of the research were 5330 students
enrolled in SMP, 926 students in MTs, 2638 students in SMA, 240 students in MA, and
1513 students in SMK. The main focus of PISA 2006 was science. The PISA 2006
survey also sought information on students attitudes to science. Each participating
student spent two hours carrying out pencil-and-paper tasks. Students also answered a
questionnaire that took about 30 minutes to complete and focused on their personal
background, their learning habits and their attitudes to science, as well as on their
engagement and motivation. There were 15 indicators extracted from the questionnaire
and 5 plausible scores from PISA science assessment. Students responses from the
questionnaire and assessment were tested using Structural Equation Modeling.
Variables latent confirmed were students background, students attitudes to science,
learning/teaching strategies, useful for science career, time for learning science, and
science performance. Students science literacy is influenced by students attitudes to
science and their background. Science literacy correlated negatively with problem
based learning, using phenomena to illustrate science topics, and lab enquiry.
However, science literacy correlated positively with peer teaching and modeling
strategies.
Kata kunci: literasi sains, pemodelan persamaan struktural, LISREL

Pada tahun 1997, OECD memunculkan Programme for International Student


Assessment (PISA). PISA bertujuan untuk memonitor hasil dari sistem pendidikan yang
berkaitan dengan pencapaian belajar siswa yang berusia 15 tahun. Disamping itu, PISA
didesain untuk membantu pemerintah tidak hanya memahami tetapi juga meningkatkan
efektivitas sistem pendidikan. PISA mengumpulkan informasi yang reliabel setiap tiga tahun.
Temuan-temuan PISA digunakan antara lain untuk: (a) membandingkan literasi membaca,
matematika dan sains siswa-siswa suatu negara dengan negara peserta lain; dan (b)
memahami kekuatan dan kelemahan sistem pendidikan masing-masing negara (Thomson &
De Bortoli, 2008).
Pada tahun 2000, dilakukan penilaian PISA pertama di 32 negara. Fokus penilaian
pertama tersebut adalah literasi membaca, ditambah sedikit literasi matematika dan sains.
Pada tahun 2003, PISA dilaksanakan di 41 negara. Fokus penilaian kedua tersebut adalah
literasi matematika, ditambah sedikit literasi membaca dan sains. PISA 2003 memasukkan
juga penilaian lintas kurikulum keterampilan pemecahan masalah. PISA 2006 melengkapi
siklus pertama, dengan fokus utama pada literasi sains, ditambah sedikit literasi matematika
dan membaca.
Literasi sains merupakan ranah utama di PISA 2006, yang sebelumnya menjadi ranah
minor di PISA 2000 dan 2003. Skor literasi sains siswa Indonesia berurut-turut adalah 393,
395, 395 untuk tahun 2000, 2003 dan 2006. Rerata skor dari semua negara peserta adalah 500
dengan simpangan baku 100. Perolehan skor yang rendah tersebut bermakna siswa Indonesia
29

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

mempunyai pengetahuan sains yang terbatas. Skor literasi sains yang rendah tersebut
mencerminkan fenomena umum prestasi belajar IPA siswa Indonesia yang jelek. Hal tersebut
menimbulkan pertanyaan bagi guru-guru IPA dan pembuat kebijakan: mengapa hal demikian
dapat terjadi? Faktor-faktor apa yang menyebabkan prestasi IPA yang rendah? Apa
implikasinya bagi pembelajaran, kurikulum, dan lembaga sekolah?
Banyak perhatian telah diberikan kepada desain pengajaran/belajar sains yang efektif.
Beberapa strategi pengajaran telah diidentifikasi dapat memperbaiki prestasi belajar sains.
Misal, penggunaan strategi belajar aktif secara efektif dapat meningkatkan kemampuan siswa
dalam pelajaran biologi (Johnson & Stewart, 2002). Juga, dilaporkan bahwa penggunaan
strategi belajar kooperatif dan belajar aktif dapat meningkatkan prestasi belajar pada
ketrampilan kuantitatif (Yuretich et al., 2001). Penggunaan latihan belajar aktif yang terfokus
pada pengembangan penemuan sains dapat memberikan siswa kerangka kognitif
menggabungkan informasi sains (Gorman et al., 1998). Selain itu, siswa dalam pembelajaran
sains berbasis masalah mempunyai skor tes standar yang lebih tinggi daripada siswa dalam
kelas tradisional (Schneider et al., 2002). Penelitian-penelitian tersebut dilakukan di negaranegara maju, sedangkan di Indonesia hasil penelitian serupa sukar diperoleh. Penelitian ini
berusaha memperoleh informasi tentang hubungan antara strategi belajar/mengajar sains dan
kemampuan sains siswa berusia lima belas tahun di Indonesia berdasarkan data PISA 2006.
Disamping memberikan informasi literasi sains, data PISA juga memberikan
informasi latar belakang keluarga siswa, sikap terhadap sains, dan strategi belajar/mengajar
yang dimasukkan di angket siswa. Interpretasi data kemampuan sains dan informasi di buku
angket siswa dapat membantu kita memahami faktor-faktor yang mempengaruhi literasi sains
siswa.
Kerangka literasi sains PISA 2006 terdiri dari empat aspek yang berkaitan: konteks
berkaitan dengan tugas-tugas siswa; kompetensi yang dimiliki siswa; ranah pengetahuan; dan
sikap siswa. Kerangka tersebut diperlihatkan di Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Penilaian Sains PISA 2006 (OECD, 2007: h 35)


Orientasi PISA adalah menyiapkan siswa bagi kehidupannya di masa depan, sehingga itemitem di penilaian sains PISA dikaitkan dengan kehidupan riil. Pada penilaian sains PISA

30

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

2006, fokus dari item-item dikaitkan dengan pribadi, keluarga dan teman (personal), dengan
masyarakat (sosial), dan dengan kehidupan di seluruh dunia (global).
Item-item penilaian sains PISA 2006 menuntut siswa untuk mengidentifikasi masalahmasalah ilmiah, menjelaskan fenomena alam secara ilmiah, dan memanfaatkan data sains.
Tiga kompetensi tersebut dipilih disebabkan oleh kemanfaatannya terhadap praktek sains dan
kaitannya dengan kemampuan kognitif seperti penalaran induktif dan deduktif, berfikir
berbasis sistem, pengambilan keputusan kritis, transformasi informasi (misal membuat tabel
atau membuat grafik dari data mentah), pemodelan dan penggunaan sains.
Pada PISA 2006, pengetahuan mengacu ke knowledge of science dan knowledge
about sicence. Fokus dari penilaian knowledge of science adalah sejauh mana siswa dapat
menerapkan pengetahuannya dalam konteks yang relevan dengan kehidupan siswa.
Pengetahuan yang diases dipilih dari bidang fisika, kimia, biologi, ilmu bumi, dan teknologi.
Penilaian knowledge about science dibagi menjadi dua kategori. Pertama adalah penyelidikan
ilmiah yang merupakan inti dari proses sains dan bermacam-macam komponen dari proses
tersebut. Kedua adalah penjelasan ilmiah, yang merupakan hasil dari penyelidikan ilmiah.
Penyelidikan dapat dianggap sebagai suatu piranti sains, bagaimana ilmuwan memperoleh
data, dan penjelasan dianggap sebagai tujuan sains, bagaimana ilmuwan menggunakan data.
Penilaian sains PISA 2006 memberikan prioritas kompetensi: mengidentifikasi
masalah-masalah ilmiah; menjelaskan maupun meramalkan fenomena alam berdasarkan
pengetahuan ilmiah, menafsirkan data dan mengambil kesimpulan; dan memanfaatkan data
sains untuk membuat keputusan.
Beberapa proses kognitif mempunyai arti penting dan relevansi dengan literasi sains.
Diantara proses kognitif yang tersirat dalam kompetensi sains adalah penalaran induktif /
deduktif, berfikir kritis dan integratif, kemampuan transformatif (misal, mengubah data ke
tabel, tabel ke grafik), membuat dan mengomunikasikan argumentasi berdasarkan data,
membuat pemodelan, dan menggunakan matematika.
Siswa perlu dapat membedakan masalah-masalah ilmiah dan masalah-masalah yang
tidak ilmiah. Masalah ilmiah harus dapat dijawab berdasarkan bukti-bukti ilmiah.
Kompetensi mengidentifikasi masalah ilmiah meliputi pemahaman terhadap pertanyaan
tentang penyelidikan ilmiah dalam situasi tertentu dan mengidentifikasi kata kunci untuk
mencari informasi dari topik yang diberikan. Kompetensi juga meliputi pemahaman terhadap
karaketeristik penyelidikan ilmiah: misal, variabel apa yang diubah dan dikendalikan,
informasi tambahan apa yang dibutuhkan, kegiatan apa yang dilakukan sehingga data yang
relevan dapat dikumpulkan. Mengidentifikasi masalah ilmiah menghendaki siswa memiliki
pengetahuan tentang sains itu sendiri.
Siswa mendemonstrasikan kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah dengan
menerapkan pengetahuan sains dalam situasi tertentu. Kompetensi meliputi menjelaskan
maupun menafsirkan fenomena dan meramal perubahan, dan dapat pula melibatkan
pemahaman atau identifikasi ramalan dan penjabaran.
Kompetensi penggunaan data ilmiah menghendaki siswa membuat temuan-temuan
ilmiah sebagai bukti untuk mengambil kesimpulan. Penggunaan data ilmiah meliputi
pencarian informasi ilmiah, pembuatan argumentasi dan kesimpulan berdasarkan bukti-bukti
ilmiah. Kompetensi dapat juga meliputi pemilihan kesimpulan alternatif terkait dengan buktibukti, pemberian alasan mendukung maupun menolak kesimpulan tertentu, dan identifikasi
31

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

asumsi-asumsi untuk memperoleh kesimpulan. Aspek lain kompetensi ini adalah implikasi
sosial dari perkembangan sains dan teknologi.
Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini bertujuan antara lain a) menguji
dimensi konstruk strategi belajar/mengajar sains dari data PISA 2006 untuk siswa Indonesia
menggunakan teknik analisis faktor konfirmatori; b) menguji dimensi konstruk sikap siswa
terhadap sains dari data PISA 2006 untuk siswa Indonesia menggunakan teknik analisis
faktor konfirmatori; c) menganalisis hubungan kausal antar variabel latar belakang siswa,
strategi belajar/mengajar, sikap terhadap sains, dan kemampuan sains untuk mengetahui
pengaruh langsung dan tidak langsung ; dan d) menguji model diagram jalur faktor-faktor
yang mempengaruhi kemampuan sains menggunakan teknik analisis faktor konfirmatori.
Metode
Studi ini merupakan penelitian korelasi yang menggunakan pemodelan persamaan
struktural. Penelitian korelasi dilakukan untuk menjelaskan maupun memprediksi perilaku
manusia (Fraenkel & Wallen, 1996). Tujuan utama studi ini adalah memprediksi model yang
menjelaskan hubungan antara literasi sains dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Subyek penelitian adalah siswa berusia 15 tahun yang sekolah di SMP, MTs,
SMA/MA maupun SMK. Jumlah sampel adalah 5330 siswa SMP, 926 siswa MTs, 2638 siswa
SMA, 240 siswa MA, dan 1513 siswa SMK. Jumlah keseluruhan adalah 10647 siswa.
Distribusi sampel setiap provinsi diperlihatkan di Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Sampel
No

Provinsi

SMP

MTs

SMA

MA

SMK

DKI Jakarta

202

35

114

98

Jawa Barat

368

60

168

79

Jawa Tengah

375

67

170

31

137

DIY

169

34

64

67

Jawa Timur

303

67

131

35

138

Sumatra Utara

223

32

125

34

60

Sumatra Barat

144

35

99

16

Riau

169

34

67

61

Jambi

167

29

94

35

10

Sumatra Selatan

145

32

94

32

11

Lampung

174

28

70

60

12

Kalimantan Barat

163

99

69

13

Kalimantan Tengah

154

25

94

24

14

Kalimantan Selatan

102

66

101

28

15

Kalimantan Timur

163

23

68

62

16

Sulawesi Utara

97

88

61
30

32

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..


17

Sulawesi Tengah

200

104

64

18

Sulawesi Selatan

266

163

35

19

Sulawesi Tenggara

199

95

29

20

Bali

204

87

21

NTB

168

35

102

35

50

22

NTT

172

91

35

23

Bengkulu

195

96

36

24

Bangka Belitung

107

99

66

25

Gorontalo

136

21

67

59

26

Banten

243

104

65

47

27

Sulawesi Barat

253

120

79

35

28

Kepulauan Riau

69

79

23

26

2638

240

Total

5330

926

1513

Asesmen PISA 2006 mempunyai satu tes literasi sains dengan berbagai format tes,
sebuah angket siswa, dan sebuah angket kepala sekolah. Pada studi ini digunakan tes
kemampuan sains dan angket siswa. Pada semua penilaian PISA, digunakan tes tulis. Format
tes harus memberikan data yang reliabel. Siswa diberi stimulus (item tes) yang mengharuskan
mereka memberikan respons terhadap stimulus tersebut. Digunakan berbagai macam format
tes untuk mengases rentang kemampuan kognitif dan pengetahuan. Item tes yang digunakan
di penilaian sains PISA 2006 adalah: 37 item pilihan ganda; 28 item pilihan ganda kompleks;
4 item isian tertutup; dan 34 item isian terbuka.
Kuesioner siswa PISA 2006 terdiri dari 37 bagian. Kuesioner tersebut terdiri dari
pertanyaan mengenai karir yang berhubungan dengan sains, pertanyaan mengenai lama
waktu yang digunakan untuk belajar sains, pertanyaan latar belakang siswa, pertanyaan
tentang sikap siswa, dan pertanyaan tentang strategi belajar/mengajar sains. Sebagian besar
butir berkaitan dengan pertanyaan tentang sikap siswa terhadap sains. Setiap butir umumnya
mempunyai jawaban empat alternatif. Pertanyaan tentang latar belakang siswa, sikap siswa
terhadap sains, strategi belajar/mengajar sains, karir yang berhubungan dengan sains, dan
lama waktu yang digunakan untuk belajar sains berturut-turut dirangkum di Tabel 2, 3, 4, 5
dan 6.
Tabel 2. Variabel Latar Belakang Siswa
Indikator

Butir

Pendidikan ibu (L1)

P6, P7 (a,b)

Pendidikan ayah (L2)

P9, P10 (a,b)

Tabel 3. Variabel Sikap terhadap Sains PISA 2006


33

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

Bidang

Indikator

Butir

Dukungan terhadap
penyelidikan sains
(D)

Nilai sains umum (D1)

P18 (a,b,d,f,i)

Nilai sains personal (D2)

P18 (c,e,g,h,j)

Kepercayaan diri (K) Self-efficay (K1)

Minat sains (M)

P17 (a,b,c,d,e,f,g,h)

Self-concept (K2)

P37 (a,b,c,d,e,f)

Minat sains secara umum (M1)

P21 (a,b,c,d,e,f,g,h)

Kesukaan terhadap sains (M2)

P16 (a,b,c,d,e)

Motivasi belajar sains (M3)

P35 (a,b,c,d,e)

Motivasi berorientasi masa depan (M4)

P29 (a,b,c,d)

Kegiatan yang berkaitan dengan sains P19 (a,b,c,d,e)


(M5)
Tanggungjawab
Kesadaran akan masalah lingkungan
terhadap lingkungan (T1)
(T)
Perhatian terhadap masalah lingkungan
(T2)

P22 (a,b,c,d,e)
P24 (a,b,c,d,e,f)

Harapan akan masalah lingkungan (T3)

P25 (a,b,c,d,e,f)

Tanggungjawab terhadap pembangunan


(T4)

P26 (a,b,c,d,e,f,g)

Tabel 4. Variabel Strategi Belajar/Mengajar Sains


Indikator

Butir

Penggunaan fenomena mengilustrasikan topik (S1)

P34 (g,l,o,q)

Problem based learning (S2)

P34 (c,d,p)

Penyelidikan lab (S3)

P34 (b,f,h,k)

Kooperatif/peer teaching (S4)

P34 (a,e,i,m)

Modeling (S5)

P34 (j,n)

Tabel 5. Variabel Karir yang Berhubungan dengan Sains

34

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

Indikator

Butir

Karir yang berkaitan dengan sains (KIPA1)

P27 (a,b,c,d)

Informasi karir berkaitan dengan sains (KIPA2)

P28 (a,b,c,d)

Tabel 6. Lama Waktu untuk Belajar Sains


Indikator

Butir

Waktu untuk belajar sains di sekolah (W1)

P31 (a,b,c)

Waktu untuk les sains (W2)

P32 (a,b,c,d,e,f)

Terdapat 15 indikator dari angket siswa dan 5 skor plausible dari tes sains PISA yang
diuji dengan Pemodelan Persamaan Struktural. Variabel laten yang dibentuk dari 15 indikator
adalah karir berkaitan dengan sains, waktu untuk belajar sains, latar belakang siswa, strategi
belajar/mengajar, dan sikap terhadap sains. Diagram jalur hubungan antar variabel
diperlihatkan di Gambar. 2.

Gambar 2. Model Diagram Jalur


LISREL memberikan beberapa indeks kesesuaian, yaitu Root Mean Square
Approximation (RMSEA), Comparative Fit Index (CFI), Normed Fit Index (NFI), NonNormed Fit Index (NNFI), Goodness of Fit Index (GFI), dan Adjusted Goodness of Fit Index
(AGFI). Jika model sesuai dengan data, indeks kesesuaian sebaiknya memenuhi kondisi
tertentu.
35

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

Hasil dan Pembahasan


Secara keseluruhan terdapat 15 indikator dari angket siswa dan lima skor plausible
literasi sains yang diuji melalui pemodelan persamaan struktural. Statistik deskriptif dari
indikator-indikator tersebut dicantumkan di lampiran. Variabel laten yang dibentuk oleh 15
indikator dan skor plausible tersebut adalah: (1) Latar belakang siswa (Latar), (2) Karir yang
berkaitan dengan sains (Karir), (3) Waktu untuk belajar sains (Waktu), (4) Strategi belajar
mengajar sains (Strategi), (5) Sikap terhadap sains (Sikap), dan (6) Literasi / kemampuan
sains siswa (Kemampuan).
Penelitian ini menggunakan matrik korelasi dari indikator-indikator tersebut sebagai
input pemodelan persamaan struktural. Matrik korelasi dimasukkan ke file sintaks program
LISREL. Diagram jalur yang dihasilkan dari eksekusi program LISREL diperlihatkan di
Gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Estimasi Parameter Analisis Jalur

Gambar 4 memperlihatkan koefisien jalur variabel Strategi terhadap variabel Kemampuan


bernilai -13,76. Analisis validitas model pengukuran dilakukan dengan memeriksa apakah
nilai-t dari variabel teramati ada yang lebih kecil dari 1,96. Jika terdapat nilai-t yang lebih
kecil dari 1,96, lalu model penelitian diubah. Untuk melakukan respesifikasi model,
dilakukan perubahan pada program SIMPLIS sesuai dengan kebutuhan respesifikasi. Hasil
dari respesifikasi diperlihatkan di Gambar 5 dan 6. Ringkasan hasil istimasi parameter dapat
dirangkum di Tabel 7. Dekomposisi pengaruh antar variabel dirangkum di Tabel 8.

36

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

Gambar 4. Statistik t Analisis Jalur

Gambar 5. Respesifikasi Estimasi Parameter Analisis Jalur

37

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

Gambar 6. Respesifikasi Statistik t Analisis Jalur

Tabel 7. Ringkasan Hasil Estimasi Parameter (Standardized, n = 10647)


Model

Koefisien Jalur

R2

Kemampuan
SikapKemampuan

0,22

14,74

StrategiKemampua
n

-0,18

-13,94

LatarKemampuan

0,22

19,70

KarirSikap

0,85

20,55

StrategiSikap

0,093

7,36

LatarSikap

0,033

3,31

0,66

34,92

0,092

Sikap

0,82

Strategi
WaktuStrategi

0,43

Tabel 8. Dekomposisi Pengaruh antar Variabel (Standardized, n = 10647)


Pengaruh antar
variabel

38

Pengaruh
Langsung

Tidak langsung melalui

Total

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

Strategi

Sikap

Strategi dan Sikap

SikapKemam

0,22

0,22

LatarKemam

0,22

0,22

WaktuKemam

(0,66)(0,18)

(0,66)(0,09)(0,22)

0,1318

StrategiKemam

(0,09)(0,22)

0,0198

WaktuStrategi

0,66

0,66

KarirSikap

0,85

0,85

LatarSikap

0,03

0,03

StrategiSikap

0,09

0,09

WaktuSikap

(0,66)(0,09)

0,0594

Tinggi rendahnya literasi/kemampuan sains siswa (Kemampuan) dipengaruhi secara


posisitf oleh sikap siswa terhadap sains (Sikap) dan latar belakang pendidikan orang tua
(Latar). Besarnya pengaruh Sikap terhadap Kemampuan sebesar (0,22)2 atau 4,84%.
Demikian juga besarnya pengaruh Latar terhadap Kemampuan sebesar (0,22) 2 atau 4,84%.
Besarnya pengaruh tidak langsung Waktu terhadap Kemampuan adalah (0,1318)2 atau 1,73%.
Tinggi rendahnya kegiatan belajar mengajar di kelas (Strategi) dipengaruhi secara positif oleh
lama waktu yang digunakan untuk belajar sains (Waktu).
Besarnya pengaruh Waktu terhadap Strategi adalah (0,66)2 atau 43,56%. Tinggi
rendahnya sikap siswa terhadap sains (Sikap) dipengaruhi secara posistif oleh pekerjaan yang
diinginkan siswa (Karir), kegiatan belajar mengajar di kelas (Strategi), latar belakang
pendidikan orang tua (Latar), dan banyaknya waktu yang digunakan untuk belajar sains
(Waktu). Besarnya pengaruh variabel Karir, Strategi, Latar, dan Waktu bersama-sama adalah
(0,85)2 + (0,03)2 + (0,09)2 + (0,06)2 atau 82%.
Literasi/kemampuan sains siswa berkorelasi negatif secara signifikan dengan kegiatan
belajar mengajar di kelas (Strategi). Koefisien jalur dari hubungan tersebut adalah -0,18 dan
nilai-t adalah -13,94. Korelasi literasi sains dengan penggunaan fenomena mengilustrasikan
topik, problem based learning dan pengyelidikan lab bernilai negatif. Sedangkan korelasi
literasi sains dengan kooperatif/peer teaching dan modeling bernilai positif. Angket siswa
diskala sedemikian rupa sehingga skor rendah memperlihatkan unfavorable terhadap
pernyataan pada angket dan skor tinggi memperlihatkan favorable terhadap pernyataan.
Uji kesesuaian bertujuan mengevaluasi apakah model pengukuran yang diusulkan
sesuai atau tidak dengan data. Dalam hal ini, model pengukuran dikatakan sesuai dengan data
apabila model dapat mengestimasi matrik kovariansi populasi yang tidak berbeda dengan
matrik kovariansi data sampel. Uji kesesuaian model dites menggunkan beberapa indeks
kesesuaian. Hasil uji kesesuaian dirangkum di Tabel 9. Jika model sesuai dengan data, indeks
kesesuaiannya berada pada rentang tertentu. Rentang tersebut diberikan di Tabel 9. Semua
39

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

indeks kesesuaian memenuhi kriteria yang diterima. Dengan demikian model sesuai dengan
data.
Tabel 9. Indek Kesesuaian dan Kriteria
Indek kesesuaian

Nilai

Kriteria

RMSEA

0,057

< 0,08

CFI

0,96

> 0,90

NFI

0,96

> 0,90

NNFI

0,96

> 0,90

GFI

0,95

> 0,90

AGFI

0,93

> 0,90

Tabel 10 memberikan hasil analisis regresi yang dilakukan untuk mengungkapkan


apakah self-efficacy dan motivasi memberikan prediksi terhadap literasi sains dari siswa
wanita dan pria. Self-efficacy dan motivasi terhadap sains merupakan variabel yang dapat
memprediksi kemampuan sains, baik siswa wanita maupun pria.
Tabel 10. Koefisien Regresi yang Memprediksi Literasi Sains
Variabel

Koefisien regresi ()
Wanita

Pria

Self-efficacy

2,11*

1,92*

Motivasi

1,98*

2,06*

p < 0,05

PISA telah menghasilkan banyak manfaat bagi negara-negara pesertanya. Khusus


Indonesia, terdapat beberapa pelajaran yang dapat diambil dari PISA. Kedudukan Indonesia
yang berada di bawah rata-rata international, mempertanyakan kualitas sistem pendidikan
sains di negara ini. Penelitian ini bertujuan menjelaskan pola hubungan antara literasi sains
siswa berusia 15 tahun dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Temuan dapat digunakan
untuk mengubah beberapa topik penting dalam sistem pendidikan sains yang pada akhirnya
dapat meningkatkan prestasi sains siswa.
Salah satu hubungan terbesar dalam model ditemukan antara literasi sains dan latar
pendidikan orang tua siswa. Meskipun pendidikan orang tua tidak bergantung pengajaran
sains, ia mempunyai pengaruh yang lebih besar pada literasi sains daripada pengaruh
aktivitas pengajaran. Lingkungan keluarga yang berpendidikan mempunyai pengaruh positif
terhadap kinerja akademik siswa. Program dukungan keluarga dapat mendorong siswa belajar
lebih rajin di rumah maupun di sekolah.
Salah satu hal yang mengejutkan adalah hubungan yang negatif antara literasi sains
dan beberapa indikator dari strategi belajar mengajar sains. Korelasi antara literasi sains dan

40

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

indikator penggunaan fenomena untuk mengilustrasikan topik yang bernilai negatif


menunjukkan bahwa siswa yang unfavorable terhadap pernyataan-pernyatan indikator
mempunyai skor sains yang lebih tinggi daripada siswa yang favorable. Korelasi antara
literasi sains dan indikator problem based learning yang bernilai negatif menunjukkan bahwa
yang menyukai strategi problem based learning mempunyai skor sains yang lebih rendah
daripada siswa yang tidak menyukai strategi tersebut. Korelasi antara literasi sains dan
indikator penyelidikan lab bernilai negatif menunjukkan bahwa siswa yang jarang
menggunakan strategi penyelidikan lab mempunyai skor sains yang lebih tinggi daripada
siswa yang sering menggunakan strategi tersebut. Korelasi antara literasi sains dan indikator
kooperatif/peer teaching yang bernilai posistif berarti bahwa siswa yang sering menggunakan
strategi kooperatif mempunyai skor sains yang lebih tinggi daripada siswa yang jarang
menggunakan strategi tersebut. Korelasi antara literasi sains dan strategi pemodelan yang
bernilai positif menunjukkan bahwa siswa yang menyukai strategi pemodelan guru
mempunyai skor sains yang lebih tinggi. Siswa senang ketika guru melakukan peragaan dan
memberi instruksi ketika melakukan percobaan.
Tiga indikator berkorelasi negatif dan dua indikator berkorelasi positif secara
keseluruhan bermakna bahwa siswa yang mempunyai skor sains tinggi cenderung ke kegiatan
belajar mengajar yang berpusat pada guru (teacher-centered). Sedangkan siswa yang
mempunyai skor sains rendah siswa cenderung ke kegiatan yang berpusat pada siswa
(student-centered). Beberapa alasan mengenai hubungan negatif tersebut dapat dijelaskan
berdasarkan pada fakta tentang siswa dan pendidikan sains di Indonesia. Pertama, siswa
Indonesia terbiasa dengan kegiatan belajar mengajar yang terpusat pada guru. Dengan
demikian siswa Indonesia mungkin tidak dapat mengambil manfaat secara optimal dari
kegiatan berpusat pada siswa, yang tidak terbiasa bagi mereka. Siswa umumnya merupakan
pembelajar yang penerima pasif. Kegiatan yang menuntut partisipasi aktif mungkin tidak
efektif. Kedua, penjelasan lain tentang hubungan negatif ini terkait dengan karakteristik guru.
Guru sains mungkin mempunyai kesulitan dalam melaksanakan aktivitas berpusat pada siswa
secara efektif. Meskipun siswa menunjukkan bahwa mereka mendiskusikan topik-topik sains
dan melakukan eskperimen, kualitas diskusi dan kerja di laboratorium perlu dipertanyakan.
Hubungan negatif antara literasi sains dan aktivitas kelas berpusat siswa sesuai
dengan beberapa penelitian. Leung (2002) menjumpai hubungan negatif antara prestasi sains
dan proses belajar mengajar yang berpusat pada siswa di negara-negara Asia Tenggara. House
(2005) menyatakan berdasarkan data TIMSS 1999 bahwa di Jepang, Hongkong, dan Taiwan,
siswa yang sering menggunakan strategi belajar koopertif (bekerja sama dalam kelompok
kecil mengerjakan proyek atau pemecahan masalah) mempunyai skor tes sains yang rendah.
Dengan mempertimbangkan penelitian-penelitian tersebut dan temuan penelitian ini, dapat
dikatakan bahwa dalam sistem tradisional, metode belajar mengajar baru hendaknya
diimplementasikan secara hati-hati dengan mempertimbangkan ekspektasi siswa dan kualitas
guru.
Analisis memperlihatkan bahwa kegiatan kelas berpusat pada guru mempunyai
pengaruh positif terhadap kemampuan sains siswa. Siswa bersama-sama guru, yang
menyelesaikan soal-soal dan menjelaskan topik-topik sains, sukses di PISA. Tampaknya tes
prestasi PISA tepat digunakan untuk mengases hasil dari pengajaran berpusat pada guru.
Penjelasan lain adalah lingkungan pengajaran berpusat pada guru mungkin sesuai dengan
budaya kita. Hasil tersebut memperlihatkan pentingnya peran guru dan metode yang mereka
gunakan di kelas.

41

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO. 1,MARET 2009 (29-43)

Faktor penting lainnya yang mempengaruhi literasi sains adalah sikap siswa terhadap
sains. Dalam PISA 2006, sikap siswa terhadap sains meliputi dukungan terhadap sains,
kepercayaan diri, minat sains, dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Dalam analisis, yang
diselidiki lebih dalam adalah self-efficacy dan motivasi siswa belajar sains. Semua respons
dari butir angket dari self-efficacy dan motivasi berkorelasi positif dengan skor kemampuan
sains. Siswa yang mempunyai kepercayaan diri dan motivasi yang tinggi akan mempunyai
skor kemampuan yang tinggi. Siswa yang memperoleh skor tes sains tinggi cenderung
mempunyai sikap yang lebih positif terhadap sains. Hasil tersebut memperlihatkan
kesesuaian dengan temuan Patrick et al. (2007), Glynn et al. (2007) yang menyatakan bahwa
motivasi sangat mempengaruhi prestasi belajar sains. Selain itu, hasil ini juga konsisten
dengan temuan dari studi international TIMSS 1999 dan TIMSS 1995 (House, 2004).
Papanastasiou dan Zembylas (2004) menyatakan bahwa prestasi sains yang jelek dapat
diperbaiki melalui stimulasi sikap positif siswa terhadap sains.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian, simpulan penelitian dirangkum menjadi empat butir
sebagai berikut: (1) Tinggi rendahnya literasi sains siswa dipengaruhi secara posisitf oleh
sikap siswa terhadap sains dan latar belakang pendidikan orang tua, (2) Literasi sains
berkorelasi negatif dengan strategi problem based learning, penggunaan fenomena untuk
mengilustrasikan topik, dan penyelidikan lab. Tetapi, literasi sains berkorelasi positif dengan
strategi kooperatif (peer teaching), dan pemodelan, (3) Tinggi rendahnya sikap siswa
terhadap sains dipengaruhi secara posistif oleh pekerjaan yang diinginkan siswa, kegiatan
belajar mengajar di kelas, latar belakang pendidikan orang tua, dan banyaknya waktu yang
digunakan untuk belajar sains, dan (4) Kepercayaan-diri dan motivasi belajar sains
berkorelasi positif dengan literasi sains. Semakin besar kepercayaan diri dan motivasi belajar
sains, semakin besar literasi sains yang dicapai oleh siswa.
Implikasi dan saran yang perlu ditandaklanjuti dari penelitian ini adalah sebagai
berikut: (1) Studi ini memperlihatkan bahwa kegiatan kelas berorientasi guru mempunyai
dampak positif pada prestasi belajar sains. Maka guru dapat melakukan kegiatan secara
efisien untuk mengingkatkan prestasi sains siswa di kelas. Temuan ini menekankan
pentingnya pelatihan guru, karena guru masih menjadi pusat pembelajaran, (2) Implikasi
penting dari penelitian ini adalah untuk lembaga pendidikan yang mencetak guru sains. Di
Indonesia, guru umumnya mempunyai kesukaran melaksanakan proses mengajar/belajar
yang efektif. Meskipun kurikulum didesain untuk kegiatan berpusat pada siswa, dalam
prakteknya dipertanyakan implementasi metode tersebut untuk meningkatkan prestasi siswa.
Sistem pelatihan guru sains hendaknya menekankan pembelajaran di kelas yang bersifat
praktis, tidak terlalu bersifat teoritis, (3) Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa
keyakinan dan motivasi mempunyai dampak penting pada prestasi sains. Temuan ini
menekankan pentingnya keyakinan-diri dan motivasi dalam pengajaran sains. Guru
hendaknya mempertimbangkan kepercayaan-diri dan motivasi ketika mengajar sains di kelas,
(4) Di masa depan perlu diteliti lebih cermat tentang pengaruh berbagai macam strategi
belajar/mengajar terhadap skor tes sains yang diakses melalui tes standar seperti Ujian
Nasional. Angket dirancang sesuai dengan spesifikasi strategi belajar/mengajar tertentu, tidak
bersifat umum seperti di angket PISA 2006, dan (5) Analisis data PISA 2006 hendaknya
memasukkan faktor-faktor yang berkaitan dengan sekolah seperti kepala sekolah, guru,
sarana dan prasarana sebagai variabel yang mempengaruhi kemampuan sains siswa. Analisis
sebaiknya menggunakan metode Hierarchical Linier Model (HLM).
Daftar Acuan

42

Ekohariadi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Literasi..

Fraenkel, J. R., & Wallen, N. E. 1996. How to Design and Evaluate Research in Education
(3rd ed). New York: McGraw-Hill.
Gorman, M.E., Plucker, J.A., & Callahan, C.M. 998. Turning students into inventors: Active
learning modules for secondary students. Phi Delta Kappan, 79, 530-532.
Glynn, S.M., Taasoobshirazi, G., & Brickman, P. 2007. Nonscience majors learning science:
A theoretical model of motivation. Journal of Research in Science Teaching, 44(8),
1088-1107.
House, J.D. 2004. Cognitive-motivational characteristics and science achievement of
adolescent students: result from the TIMSS 1995 and TIMSS 1999 assessment.
International Journal of Instruction Media, September 22.
House, J.D. 2005. Classroom instruction and science achievement in Japan, Hongkong, and
Chinese Taipe: result from the TIMSS 1999 assessment. International Journal of
Instruction Media, June 22.
Johnson, S.K., & Stewart, J. 2002. Revising and assessing explanatory models in a high
school genetetic class: A comparison of unsuccessful and successful performance.
Science Education, 86, 463-480.
Leung, F. K. 2002. Behind the High Achievement of East Asian Students. Educational
Research and Evaluation, 8, 87-108.
OECD. 2007. PISA 2006 Science Competencies for Tomorrows World: Volume 1 Analysis.
Paris: OECD.
Patrick, A.O., Kpangban, E., & Chibueeze, O.O. 2007. Motivation effects on test scores of
senior secondary school science students. Study Home Community Science, 1(1), 57-64.
Papanastasiou, E. C. & Zembylas, M. 2004. Differential effects of science attitudes and
science achievement in Australia, Cyprus, and the USA. International Journal of
Science education, 26(3), 259-280.
Schneider, R.M., Krajcik, J.S., & Marx, R.W. 2002. Performance of students in project-based
science classrooms on a national measure of science achievement. Journal of Research
in Science Teaching, 39, 410-422.
Thomson, S. & De Bortoli, L. 2008. Exploring scientific literacy: how Australia measures up
the PISA 2006 survey of students scientific, reading and mathematical literacy skills.
Camberwell, Vic.: ACER Press.
Yuretich, R.F., Khan, S.A., & Leckie, R.M. (2001). Active-learning methods to improve
student performance and scientific interest in a large introductory oceanography course.
Journal of Geoscience Education, 49, 111-119.

43

Vous aimerez peut-être aussi