Vous êtes sur la page 1sur 14

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1 KERANGKA TEORI
2.1. Astigmatisma
2.1.1. Pengertian Astigmatisma
Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh
sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai
meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata menghasilkan
suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak
difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik
api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.
(American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009-2010) (Khurana,2007)
(Nema, 2002)
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya,
merupakan jaringan yang menutup bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5
lapis, yaitu : epitel, membran bowman , stroma, membran descement, dan
endotel (American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010)
(Khurana,2007) (Suharjo,2001) (Nema,2002).
Universitas Sumatera Utara

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf (American Academy of Opthalmology Section 5,
2009-2010 (Nema, 2002)
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
Dioptri dari 50 Dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea
(American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010) (Nema,2002).
2.1.2. Pembagian Astigmatisma
Pembagian Astigmatisma menurut Ilyas (2009)
A. Astigmatisma reguler
Berdasarkan axis dan sudut yang dibentuk antara dua principal meridian,
regular astigmatisma dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu :
Universitas Sumatera Utara

1) Horizontal-vertikal astigmatisma
Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut satu
sama lain secara horizontal (180 o20o) atau vertical (90o20o)
astigmatisma ini terbagi atas 2 jenis :
i. With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical mempunyai
kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari meridian horizontal.
Disebut with the rule karena mempunyai kesamaan dengan kondisi
normal mata mempunyai kurvatura vertical lebih besar oleh karena
penekanan oleh kelopak mata. Astigmatisma ini dapat dikoreksi
axis 1800 atau +axis 900
ii. Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian
horizontal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari
meridian vertical. Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi dengan
+axis 180 0 atau -axis 90 0.
2) Oblique astigmatism
Merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua principle meridian
tidak pada meridian horizontal atau vertical. Principal meridian terletak
lebih dari 20o dari meridian vertical atau horizontal
Universitas Sumatera Utara

3) Biobligue astigmatism
Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk sudut
satu sama lain
B. Irregular Astigmatisma
Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi
yang tidak teratur bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan pada meridian
yang sama. Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya
astigmatisma irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku
(Soekardi et al, 2004).
Berbicara mengenai induksi astigmatisma pasca operasi (induced astigmatism),
seperti kita ketahui, penderita astigmatisma sebagian besar adalah with the rule
astigmatism. Insisi yang ditempatkan pada kornea akan menyebabkan
pendataran pada arah yang berhadapan dengan insisi tersebut. Artinya, jika
melakukan insisi dari temporal cenderung menyebabkan pendataran pada
sumbu horizontal kornea, dimana hal ini akan mengakibatkan induksi with-therule astigmatism. Sebaliknya jika melakukan insisi kornea dari superior
cenderung mengakibatkan induksi againts-the-rule
Universitas Sumatera Utara

astigmatism. Biasanya induksi astigmatisma ini bergantung dari panjangnya


insisi, yaitu semakin panjang insisi akan semakin besar induksi astigmatisma
(Soekardi et al, 2004).
2.1.3. Patofisiologi Astigmatisma
Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan
memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak
difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada
semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.
Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar
lain difokuskan di belakang retina (American Academy of Opthalmology Section
5, 2009-2010).
Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas dkk, 2002), yaitu :
1. Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan retina
2. Astigmaticus hipermetropicus compositus,dimana 2 titik jatuh di belakang
retina
3. Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di depan
retina dan satunya tepat pada retina

Universitas Sumatera Utara

4. Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di


belakang retina dan satunya tepat pada retina
5. Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan retina dan
belakang retina
2.1.4. Penyebab Astigmatisma
Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Lensa kristalina
juga dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma (Vaughan,2009).
Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung kornea
pada salah satu bidangnya (Guyton et al, 1997). Astigmatisma pasca operasi
katarak dapat terjadi bila jahitan terlalu erat (James et al,2003) (James B,2006)
(Fitriani, 2002)
2.1.5. Tanda dan Gejala Astigmatisma
Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi
terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala
atau kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah. Pada anakanak, keadaan ini sebagian besar tidak diketahui, oleh karena mereka tidak
menyadari dan tidak mau mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka
(Waluyo, 2007).
Universitas Sumatera Utara

2.1.6. Pemeriksaan Astigmatisma


Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan
mempergunakan keratometer, maka derajat astigmatisma dapat diketahui
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Keratometer adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur jari-jari
kelengkungan kornea anterior. Perubahan astigmatisma kornea dapat diketahui
dengan mengukur jari jari kelengkungan kornea anterior, meridian vertical dan
horizontal, sebelum dan sesudah operasi. Evaluasi rutin kurvatura kornea
preoperasi dan postoperasi membantu ahli bedah untuk mengevaluasi pengaruh
tehnik incisi dan penjahitan terhadap astigmatisma. Dengan mengetahui ini
seorang ahli bedah dapat meminimalkan astigmatisma yang timbul karena
pembedahan. Perlu diketahui juga bahwa astigmatisma yang didapat pada hasil
keratometer lebih besar daripada koreksi kacamata silinder yang dibutuhkan
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Cara obyektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan dengan
skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktometri (Langston,
Deborah pavan, 1996).
Universitas Sumatera Utara

2.1.8. Penatalaksanaan Astigmatisma


Kelainan astigmatisma dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali
dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi terhadap
distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisma yang tidak
terkoreksi (American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010).
2.2. Metode Operasi Katarak
Pengobatan pada katarak adalah pembedahan (Ilyas et al,2002). Metode operasi
yang umum dipilih untuk katarak dewasa dan anak-anak adalah meninggalkan
bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal dengan ekstraksi katarak
ekstrakapsular).Penanaman lensa intraokular merupakan bagian dari prosedur
ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal.
Dibuat sebuah saluran pada kapsul anterior, dan nukleus serta korteks lensanya
diangkat. Kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsular yang
sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh (American Academy of
Opthalmology. Section 5, 2009-2010).
Saat ini, fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang
paling sering digunakan.Ekstraksi katarak
Universitas Sumatera Utara

intrakapsular, suatu tindakan mengangkat seluruh lensa berikut kapsulnya,


jarang dilakukan pada saat ini. Operasi katarak terdiri dari pengangkatan
sebagian besar lensa dan penggantian lensa dengan implan plastik. Saat ini
pembedahan semakin banyak dilakukan dengan anestesi lokal daripada anestesi
umum (American Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010 (Istiantoro S,
Johan AH, 2004).
Operasi ini dapat dilakukan dengan :
a. Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior, diikuti oleh ekstraksi katarak
ekstrakapsular (Extra-capsular Cataract Extraction, ECCE). Insisi harus dijahit
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
b. Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan melalui
insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (fakoemulsifikasi). Biasanya
tidak dibutuhkan penjahitan. Dengan teknologi mesin fakoemulsifikasi, saat ini
sudah dimungkinkan mengeluarkan lensa dengan teknik fako bimanual
(Istiantoro S, Johan AH, 2004), sehingga insisi kornea hanya sebesar 1,5 mm
saja. Berdasarkan perkembangan teknik fakoemulsifikasi tersebut, desain
implantasi lensa intraokuler (IOL) juga ikut mengalami perkembangan dimana
lensa lipat

Universitas Sumatera Utara

dapat dimasukkan melalui insisi yang hanya sebesar 1,5 mm. Transisi dari ECCE
menuju fakoemulsifikasi diperlukan, agar penderita dapat memperoleh tajam
penglihatan yang terbaik tanpa koreksi kacamata serta waktu penyembuhan
yang sesingkat mungkin, dengan cara membuat sayatan sekecil mungkin untuk
mengurangi induksi astigmatisme pasca operasi (Istiantoro S, Johan AH, 2004)
2.2.1. Teknik Fakoemulsifikasi Metode Korneal Insisi
Insisi ini disebut juga dengan istilah clear corneal incision, karena insisi dibuat
pada bagian kornea sebelah sentral dari limbus, yaitu bagian kornea yang sudah
bebas dari pembuluh darah arcade limbus, sehingga insisi ini sama sekali tidak
menyebabkan perdarahan. Teknik insisi kornea dengan arah pendekatan dari
temporal (temporal approach) semakin diminati. Selain efisien, karena sangat
sesuai dengan pemberian anestesi secara topikal (tetes), juga secara kosmetik
sangat baik (karena tidak menimbulkan kemotik konjungtiva ataupun
perdarahan), serta memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi operator
dibandingkan jika pendekatan dari superior (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Universitas Sumatera Utara

Ada 3 jenis teknik insisi kornea yang digunakan dalam fakoemulsifikasi, yaitu:
insisi kornea dengan arsitektur luka berbentuk 3 sudut (three plane incision); luka
yang dibuat dengan 2 sudut (two plane incision); serta yang terakhir adalah
teknik insisi kornea yang berlangsung menembus ke arah bilik mata depan (one
plane incision) dengan sudut tertentu agar luka insisi tetap bersifat kedap. Ada
beberapa kekurangan insisi kornea dibandingkan insisi pada limbus ataupun
sklera, misalnya kurang tahan terhadap panas dari energy ultrasound ,
penyembuhan luka yang lebih lambat dibandingkan daerah limbus ataupun
sklera (karena kornea yang avaskular), serta astigmatisma pasca operasi yang
lebih tinggi (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
2.2.2. Teknik Fakoemulsifikasi Metode Skleral Insisi
Insisi pada sklera menjadi pilihan dalam fakoemulsifikasi karena mempunyai
beberapa keuntungan, antara lain: lebih tahan terhadap trauma panas yang
ditimbulkan oleh energy ultrasound, proses penyembuhan luka yang lebih cepat
(dibandingkan insisi kornea yang avaskular), serta menyebabkan induksi
astigmatisma pasca operasi yang sangat minimal. Tetapi insisi sklera juga
mempunyai beberapa kekurangan karena selain dianggap kurang
Universitas Sumatera Utara

efisien, juga bisa menimbulkan kesulitan selama proses intra operasi, karena
tidak jarang pada penderita usia tua biasanya tulang rima orbita cukup tinggi
akibat jaringan lemak periorbita sudah menyusut dan bola mata masuk ke dalam
rongga orbita. Pada situasi seperti ini posisi hand-piece fakoemulsifikasi harus
membentuk sudut yang cukup tajam agar dapat mencapai lensa (menukik).
Dikatakan kurang efisien karena ada beberapa langkah yang harus dilakukan
pada insisi sklera, antara lain membuka konjungtiva, melakukan kauterisasi
pembuluh darah episklera, membuat insisi awal (grooving ), kemudian membuat
terowongan menuju kornea (scleral tunnel ) dengan pisau berbentuk lengkung
(crescent knife) dan baru pada tahap akhir menembus kornea untuk mencapai
bilik mata depan dengan pisau keratome (slit knife). Dibandingkan dengan insisi
kornea (clear corneal incision), tentunya insisi sklera lebih memakan waktu
karena perlu beberapa langkah dan harus beberapa kali mengganti jenis pisau
(Istiantoro S, Johan AH, 2004)
2.2.3. Teknik Small Incision Cataract Surgery
Bedah katarak modern bertujuan untuk mencapai pemulihan ketajaman
penglihatan dengan cepat pasca pembedahan dan komplikasi yang minimal.
Rehabilitasi
Universitas Sumatera Utara

penglihatan segera dapat di ukur dengan ketajaman penglihatan yang optimal


tanpa bantuan alat, pembedahan yang baik, dalam hal ini sangat tergantung
pada semakin kecilnya ukuran incisi yang dilakukan sewaktu pembedahan
(Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Pada Teknik Small Incision Cataract Surgery insisi dilakukan di skleral sekitar 5.5
mm 7.0 mm (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Ada 2 aspek dari incisi SICS yang harus di pertimbangkan, yang pertama self
sealing nature dari luka dan yang kedua induksi astigmatisma, dimana
astigmatisma harus minimal dan jika memungkinkan meniadakan keberadaan
astigmatisma (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Dua tipe incisi skleral yang lazim dipakai dewasa ini, yaitu frown incision dan
straight scratch incision (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Frown incision adalah incisi berbentuk cembung seperti alur parabolik kearah
limbus dengan titik pusat 1.5 2 mm di belakang limbus dan panjang goresan 67 mm sedangkan straight scratch incision incisi berbentuk garis lurus yang
panjagnya 5 -6.5 mm dan 1.5 mm di belakang limbus (Istiantoro S, Johan AH,
2004).
Universitas Sumatera Utara

Kontruksi luka sclerocorneal pocket tunnel incision adalah sangat penting pada
SICS. Hasil akhir dan mudahnya delivery nucleus sangat tergantung pada
arsitektur dari luka. Keuntungan konstruksi irisan pada sklera kedap air sehingga
membuat katup dan isi bola mata tidak prolaps keluar. Dan karena incisi yang
dibuat ukurannya lebih kecil dan lebih posterior, kurvatura kornea hanya sedikit
berubah (Istiantoro S, Johan AH, 2004).
Universitas Sumatera Utara

Vous aimerez peut-être aussi