Vous êtes sur la page 1sur 62

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan angka kematian ibu dan perinatal

tertinggi. Berdasarkan data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun


2012 Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Menurut SDKI

tahun 2009 diketahui bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di

Indonesia berada pada peringkat ke 12 dari 18 negara anggota ASEAN dan


SEARO (South East Asian Nation Regional Organization). Penyebab kematian
maternal terbesar ibu selama tahun 2010 sampai dengan 2013 adalah
pendarahan, infeksi, dan hipertensi dalam kehamilan. Yang termasuk dalam
hipertensi dalam kehamilan adalah preeklampsia. (Kemenkes., 2014)
Preeklampsia sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di
bidang obstetri, yang mana etiologinya masih belum jelas. Preeklampsia
mempengaruhi 3-8% dari seluruh kehamilan, dengan prevalensi 0,8% sebelum
usia kehamilan 32 minggu (Espinoza et al, 2007). Jika dibiarkan tanpa
tatalaksana yang memadai, preeklampsia dapat berkembang menjadi eklampsia
sehingga terjadi komplikasi akut yang mengancam jiwa ditandai dengan
munculnya kejang tonik-klonik. walaupun eklampsia pertama kali dijelaskan 4000
tahun yang lalu, preeklampsia dan eklampsia masih mempersulit 10% dari
kehamilan. WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa lebih dari
60.000

kematian ibu terjadi di seluruh dunia setiap tahun disebabkan oleh

preeklampsia dan 12% bayi meninggal dalam bulan pertama. Preeklampsia


bertanggung jawab atas 30% dari semua kelahiran prematur dan 4 juta bayi
1

IUGR (Intra Uterine Growth Restriction). Beberapa ahli

menyebutkan bahwa

preeklampsia mungkin bukan merupakan penyakit tunggal, tapi merupakan suatu


sindroma dari kemungkinan beberapa penyebab. Berdasarkan klasifikasi terbaru
yang diajukan oleh National High Blood Pressure Education Program, kriteria
minimal diagnosa preeklampsia adalah hipertensi, tekanan darah = 140/90
mmHg, dan proteinuria, ekskresi protein urin = 300 mg dalam 24 jam, pertama
kali didiagnosa setelah kehamilan 20 minggu (Reis et al, 2002).
Stress oksidatif, inflamasi, genetika dan gangguan imunologi adalah
beberapa proses yang mendasari patogenesa preeklampsia. Kondisi-kondisi
tersebut akan menyebabkan iskemia/hipoksia pada plasenta. Kondisi hipoksia
plasenta kemudian akan menyebabkan terbentuknya bermacam-macam faktor
yang menimbulkan efek serius pada sistem kardiovaskular (Xia et al 2007).
Diantara faktor-faktor yang ikut berperan adalah soluble fms like tyrosine kinase1, reseptor autoantibody II type I (AT1-AA), placental growth hormone (PlGF) dan
sitokin-sitokin yang menyebabkan disfungsi endotel. Peningkatan faktor-faktor ini
menyebabkan disfungsi endotel dengan menurunnya bioavailabilitas dari nitric
oxide (NO) dan peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan endotelin-1 (ET1), yang kemudian menyebabkan perubahan fungsi renal, peningkatan total
peripheral resistance (TPR), dan akhirnya menyebabkan hipertensi (Gilbert et al.,
2008)
Berbagai usaha untuk mencegah berkembangnya preeklampsia melalui
berbagai suplemen telah dicoba namun pada akhirnya menemui kegagalan
maupun mencapai kesuksesan yang terbatas, dan terminasi kehamilan dianggap
sebagai pengobatan paling tepat bagi preeklampsia. Jinten hitam (nigella sativa)
dikatakan memiliki sejumlah manfaat terapeutik, seperti antiinflamasi, antioksidan

dan antihipertensi. Kandungan aktif utama dari minyak volatil jinten hitam,
thymoquinone, dilaporkan dapat mencegah kerusakan hepar pada tikus putih
yang diinduksi etanol melalui mekanisme sebagai antioksidan dan antiinflamasi
(Alsaif, 2007). Thymoquinone dan komponen carvacrol, t-anethole and 4terpineol

memiliki

aktivitas

penyapu

radikal

bebas

pada

test

dengan

diphenylpicrylhydracyl. Keempat komponen ini melakukan aktivitas antioksidan


melalui donor hidrogen ke radikal bebas (Burits and Bucar, 1999). Thymoquinone
mempunyai efek antiinflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase dan
5-lipoksigenase pada jalur metabolisme asam arakhidonat.
Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang manfaat ekstrak
jinten hitam dalam pencegahan preeklampsia melalui jalur antioksidan dan ,
antiinflamasinya. Antioksidan yang terdapat pada jinten hitam diharapkan dapat
memperbaiki kondisi hipoksia pada plasenta dan antiinflamasinya juga dapat
mencegah terjadinya disfungsi endotel pada preeklampsia Sehingga perlu
kiranya dilakukan penelitian tentang efek jinten hitam dalam pencegahan
preeklampsia.
1.2

Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak Nigella sativa terhadap
kadar AT1-AA serum dan Endothelin1 di plasenta pada mencit yang diinjeksi
serum ibu preeklampsia berat.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh pemberian ekstrak biji jinten hitam (Nigela


sativa) terhadap kadar AT1-AA serum dan ekspresi Endothelin 1 plasenta
pada mencit yang diinjeksi serum ibu preeklampsia berat.
1.3.2

Tujuan khusus
1. Membuktikan kadar AT1-AA serum pada mencit yang diinjeksi serum
ibu preeklampsia berat.
2. Membuktikan ekspresi Endothelin1 di plasenta pada mencit yang
diinjeksi serum ibu preeklampsia berat.
3. Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Nigella Sativa terhadap
kadar AT1-AA serum pada mencit yang diinjeksi serum ibu
preeklampsia berat.
4. Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak Nigella Sativa terhadap
ekspresi Endothelin 1 di plasenta pada mencit yang diinjeksi serum
ibu preeklampsia berat.
5. Membuktikan dosis ektrak Nigella Sativa yang paling bermakna
terhadap kadar AT1-AA serum dan Endothelin di plasenta pada mencit
yang diinjeksi serum ibu preeklampsia berat.

1.3.3

Manfaat
a. Pengembangan penggunaan ekstrak jinten hitam sebagai terapi
alternatif pada penatalaksanaan preeklampsia.
b. Memberikan prospek yang lebih baik terhadap pengembangan
budidaya dan pemanfaatan jinten hitam sebagai obat herbal yang
dapat menunjang pengobatan medis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Preeklampsia

2.1.1

Definisi
Preeklampsia dalam bahasa awam dikenal sebagai keracunan dalam

kehamilan. Banyak yang kurang memahami mengapa dapat terjadi keracunan


saat hamil. Banyaknya jawaban mengenai pertanyaan ini sebaiknya diluruskan
dengan mengetahui pengertian preeklampsia terlebih dahulu. Preeklampsia
menurut American College of Obstetricans and Gynecologist (ACOG) adalah
hipertensi (tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg)
disertai proteinuria ( 30 mg/liter urin atau 300 mg/24 jam) yang didapatkkan
setelah umur kehamilan 20 minggu.
Preeklampsia sangat erat kaitannya dengan hipertensi dalam kehamilan.
Sebelum

membahas

tentang

preeklampsia,

klasifikasi

hipertensi

dalam

kehamilan juga harus diketahui terlebih dahulu. Menurut NHBPEP (National High
Blood Pressure Education Program ) terminologi hipertensi dalam kehamilan
dibagi menjadi empat yaitu hipertensi kronik, preeklampsia-eklampsia, hipertensi
kronik

dengan

superimposed

preeklampsia,

dan

hipertensi

gestasional.

Hipertensi kronik merupakan hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20


minggu atau hipertensi yang didiagnosis pertama kali setelah 20 minggu
kehamilan dan menetap dalam 12 minggu pasca persalinan. Preeklampsia
adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Sedangkan eklampsia adalah preeklampsia ditambah dengan

kejang-kejang dan atau koma. Hipertensi kronik dengan superimposed


preeklampsia yang bisa diartikan hipertensi kronik disertai tanda-tanda
preeklampsia atau hipertensi kronik disertai dengan proteinuria. Hipertensi
gestasional bisa juga disebut transient hypertension merupakan hipertensi yang
timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hipertensi
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tandatanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. Preeklampsia adalah gangguan
multistem yang bersifat spesifik terhadap kehamilan dan masa nifas. Lebih
tepatnya, penyakit ini merupakan penyakit plasenta karena juga terjadi pada
kehamilan dimana terdapat trofoblas tetapi tidak ada jaringan janin (kehamilan
mola komplet).
2.1.2

Faktor Resiko Preeklampsia


Faktor resiko yang paling kuat untuk preeklampsia adalah primiparitas

dengan 75% kasus terjadi pada primigavida. Salah satu interpretasinya adalah
bahwa ibu mempunyai memori imunologi untuk kehamilan pertamanya dan
secara terminologi imunologi konvensional, kehamilan akan menginduksi
toleransi pada kehamilan berikutnya. Belum ada penjelasan yang memuaskan
mengapa kehamilan pertama berisiko preeklampsia dan mengapa kehamilan
berikutnya secara umum normal (Moffet, A., Hibby,S. 2007).
Kurang lebih 40 sampai 50 persen wanita multipara yang didiagnosis
preeklampsia, mempunyai riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
(Noris, A, Perico, N, remuzzi, G. 2005). Jika kondisinya mengharuskan
persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu pada kehamilan sebelumnya,
maka odds ratio untuk terulangnya preeklampsia meningkat lebih dari 40%.
Selanjutnya usia ibu lebih dari 35 tahun juga meningkatkan kemungkinan

preeklampsia, walaupun belum ada penjelasan patogenesisnya (Li,D, Wi,S.


2000)
Predisposisi pewarisan dari maternal telah lama dicatat meningkatkan
risiko empat kali lipat mengalami preeklampsia berat jika wanita tersebut
mempunyai riwayat keluarga (Cincotta, Brennecke. 1998). Akhir-akhir ini
penelitian berbasis populasi besar memperlihatkan bahwa gen paternal juga
berperan menjadi risiko wanita mengalami preeklampsia (Moffet, A., Hibby,S.
2007).
Penderita obesitas dengan Indeks Massa Tubuh

(berat badan dalam

kilogram dibagi kuadrat dari tinggi badan dalam meter) lebih dari 25 pada awal
kehamilan akan mengalami hipertensi dibandingkan dengan yang IMT-nya lebih
rendah, tetapi belum tentu menjadi hipertensi gestasional maupun preeklampsia.
Terjadi peningkatan risiko preeklampsia dari 4,3% pada penderita dengan IMT
kurang dari 19,8 kg/m2 menjadi 13,3% pada penderita dengan IMT lebih dari 25
kg/m2 (Li,D, Wi,S. 2000)
Kehamilan multipel mempunyai dua kali risiko mengalami preeklampsia.
Sedangkan diabetes mellitus pragestasional juga merupakan faktor risiko lain
untuk preeklampsia, insidensinya berkisar antara 9% sampai dengan 66% pada
penderita dengan riwayat diabetik nefropati. Besarnya massa plasenta baik pada
kehamilan multipel maupun kehamilan dengan diabetes mellitus merupakan
penyebabnya (Noori,M., Savvidou,M., Williams,D. 2007).
2.1.3

Patofisiologi Preeklampsia
Patogenesis preeklampsia secara umum terdiri dari dua tahapan proses.

Tahap pertama merupakan tahap asimtomatik yang ditandai perkembangan


plasenta yang abnormal selama trimester I yang mengakibatkan insufisiensi

plasenta dan pelepasan beberapa material plasenta ke dalam sirkulasi maternal.


Tahap kedua yaitu tahap simtomatik atau sindrom maternal yang ditandai oleh
hipertensi, gangguan ginjal, dan proteinuria (Gambar 2.1)

Gambar 2.1 Ringkasan pathogenesa preeklampsia


Keterangan : Patogenesa preeklampsia terdiri dari dua tahap. Tahap I yaitu tahap
asimtomatik ditandai perkembangan plasenta abnormal selama
trimester I yang mengakibatkan insufisiensi plasenta dan
pelepasan beberapa material plasenta ke dalam sirkulasi
maternal. Tahap kedua yaitu tahap simtomatik atau sindrom
maternal yang ditandai oleh hipertensi, gangguan ginjal, dan
proteinuria (Lam., 2005)

2.1.4

Perkembangan Plasenta Abnormal Pada Preeklampsia


Pada perkembangan plasenta yang normal diperlukan invasi sel

sitotrofoblas ke arteri spiralis ibu. Remodelling arteri spiralis ini akan merubah
arteri spiralis menjadi pembuluh darah lebar dengan tahanan yang rendah,

dimulai pada akhir trimester pertama dan berakhir pada minggu ke 18 sampai
dengan 20 dan hasilnya adalah penggantian endotel dan otot tunica media.
Pada preeklampsia proses plasentasi yang normal tidak terjadi. Pada
preeklampsia tidak semua arteri spiralis di segmen desidua mengalami invasi sel
sel endovascular trofoblas. Selain itu invasi sel-sel endovascular trofoblas ke
dalam arteri spiralis hanya terjadi sampai segmen desidua dan remodeling hanya
terbatas pada arteri spiralis di desidua yang diinvasi oleh sel sel trofoblas. Arteri
yang tidak mengalami invasi tetap memiliki dinding pembuluh darah dengan
jaringan otot polos. Sehingga arteri spiralis tetap kaku dan dapat berkontraksi
dengan rangsangan zat vasokonstriktor. Proses ini sangat bergantung dari tipe
sel plasenta yang terspesialisasi, yaitu sitotrofoblas ekstravillous (Extravillous
cytotrophoblast [EVT]), yang bersifat invasif. EVT bermigrasi menuju arteria
spiralis dan menggantikan lapisan endothelial dan merubah arteri spiralis yang
sempit dan memiliki resistensi tinggi menjadi melebar dan memiliki resistensi
yang rendah, sehingga meningkatkan kapasitas dari sirkulasi uteroplasentral
dalam mendukung pertumbuhan fetus. Pada preeklampsia, arteri spiralis hanya
mengalami remodelling secara parsial sehingga aliran darah ke plasenta lebih
rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Selama tahap awal plasentasi
(sebelum kehamilan 10-12 minggu), ketika EVT bermigrasi menuju arteria
spiralis, mereka membentuk plug dan menutupi arteri, mencegah aliran darah
dari plasenta dan menimbulkan lingkungan dengan oksigen rendah yang
dibutuhkan untuk organogenesis fetal dan perkembangan dari tipe sel plasenta
lain. Pada minggu 13-14 gestasi, arteria spiralis mulai mengalami pelepasan plug
dan remodelling, menimbulkan peningkatan aliran darah dan konsentrasi oksigen
(Lyall,F, Greer, I.A. 2008) (Gambar 2.2).

Gambar 2.2 Remodelling arteri spiralis pada kehamilan


normal dan preeklampsia
Keterangan: Pada kehamilan normal, invasi sitotrofoblas pada arteri spiralis maternal
mengubahnya menjadi kaliber besar, sehingga dapat memberikan
nutrisi yang baik pada plasenta. Selama proses invasi, sitotrofoblas
berdiferensiasi menjadi fenotip endotel. Proses tersebut dikenal dengan
pseudovaskulogenesis. Pada kondisi preeklampsia, sitotrofoblas gagal
melakukan invasi. Sehingga arteri spiralis tetap berdiameter kecil,
berakibat perfusi plasenta buruk (Park, 2007)

Uji patologi plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia umumnya


menunjukkan terjadinya infark pada plasenta, penyempitan arteri dan arteriole
karena sklerosis, yang ditandai dengan adanya invasi endovaskular yang
dangkal oleh sitotrofoblas dan remodeling yang tidak memadai pada arteri
spiralis uterus (Karamysheva, 2008).

10

2.1.5

Hubungan Iskemia Plasenta Dengan Disfungsi Endotel


Plasenta

yang

mengalami

hipoksia

adalah

kunci

utama

pada

preeklampsia. Kondisi hipoksia tersebut akan mengaktifkan lingkaran setan,


menghasilkan kerusakan dan disfungsi endotel yang luas. (Powe et al, 2011).
Plasenta yang mengalami penurunan perfusi dan hipoksia akan mensintesa dan
melepaskan lebih banyak faktor-faktor vasoaktif seperti soluble fms-like tyrosine
kinase-1 (sFlt-1), sitokin-sitokin proinflamasi, dan juga angiotensin II (ANG II)
type

receptor

autoantibodies

(AT1-AA).

Faktor-faktor

tersebut

akan

menyebabkan disfungsi endotel (Powe et al, 2011). Gambar 2.1 mengilustrasikan


suatu model dimana molekul-molekul tersebut dan kandidat-kandidat molekul
lain mampu menginduksi terjadinya disfungsi endotel pembuluh darah maternal
pada ginjal dan organ lain yang kemudian akan menyebabkan hipertensi (Gilbert
et al 2008)

Gambar 2.3 Hubungan penurunan tekanan perfusi intrauterine dan


disfungsi endotel.
Keterangan : Skema di atas menunjukkan bahwa penurunan tekanan perfusi
uterin/ Reduced Uterine Perfusion Pressure (RUPP) dan iskemia
plasenta dapat memicu disfungsi endotel dan kardiovaskuler
selama kehamilan. Iskemia plasenta menyebabkan peningkatan
sintesis soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1), TNF dan IL-6,
angiotensin II type 1 receptor autoantibodies (AT1-AA), dan
thromboxane (TX). Peningkatan faktor-faktor ini menyebabkan
disfungsi endotel dengan menurunnya bioavailabilitas dari nitric
oxide (NO) dan peningkatan reactive oxygen species (ROS) dan

11

endotelin-1 (ET-1), yang kemudian menyebabkan perubahan


fungsi renal, peningkatan total peripheral resistance (TPR), dan
akhirnya menyebabkan hipertensi. PIGF, plasental growth factor.
(Gilbert et al., 2008)

Kondisi hipoksia pada level seluler akan mengaktivasi faktor transkripsi di


dalam sel. Hipoksia Inducible Factor (HIF) dan kelompok Nuclear Factor- kappa
Beta (NF-kB) adalah faktor transkripsi yang merupakan regulator penting dalam
proses adaptasi seluler tersebut. HIF di dalam makrofag yang mengalami
hipoksia akan merangsang makrofag untuk memproduksi sFlt1 dan TNF secara
berlebihan (Patot et al., 2004).
Kondisi hipoksia tersebut juga meningkatkan produksi reactive oxygen
species (ROS) yang akan mengaktivasi NF-kB. NF-kB terikat pada protein kinase
B, dan memberikan sinyal untuk menstimulasi inflamasi, angiogenesis, invasi
dan proliferasi sel. NF-kB terlibat dalam preeklampsia dalam berbagai level dan
sel. Pada penderita preeklampsia, NF-kB plasenta teraktivasi 10 kali lipat
dibanding normal. Secara invitro nampak bahwa stres oksidatif menyebabkan
aktivasi NF-kB dalam sel trofoblas, dan diperkuat oleh TNF. Faktor lain yang
mengaktivasi NF-kB pada pasien preeklampsia adalah agonis autoantibodi
terhadap reseptor angiotensin II ( AT1-AA), seperti digambarkan pada gambar
2.8. Aktivasi jalur NF-kB di plasenta akan meningkatkan produksi endothelin,
mediator inflamasi, faktor antiangiogenik, debris apoptosis yang pada akhirnya
akan beredar di sirkulasi maternal dan mengakibatkan disfungsi endotel (Vaiman
et al., 2013; Oeckinghaus & Ghosh 2009; Hoesel & Schmid 2013).

12

Gambar 2.4 Peran TNF dan NF-kB dalam stress oksidatif pada
patogenesis preeklampsia.
Oxidized low density lipoprotein (oxLDL), angiotensin II (ANG II) dan
tumor necrosis factor (TNF) terikat pada reseptor LDL (LOX-1), reseptor ANG II
( AT1R), dan reseptor TNF (TNFR), dan mengakibatkan superoxide anion (O2)
melalui NAD(P)H oxidase. Nitric oxide bereaksi dengan superoxide anion
membentuk peroxynitrite (ONOO). Peroxynitrite meningkatkan inducible NOS
(iNOS) dan ekspresi intercellular cell adhesion molecule 1 (ICAM-1), melalui
aktivasi NF-kB. Dan menurunkan prostacyclin synthase, yang berujung pada
inflamasi

dan

Metalloproteinase

vasokonstriksi.
2

(MMP2),

Peroxynitrite
serta

juga

meningkatkan

mengaktivasi
kadar

Matrix

vasokonstriktor

Endothelin 1 (ET1) (Sankaralingam et al., 2009)


2.1.6

Peran Inflamasi dan Stress Oksidatif Pada Pathogenesis Preeklampsia


Kehamilan normal dapat membangkitkan respon inflamasi sistemik yang

ringan dan sifatnya bervariasi pada masing-masing individu. Pada kehamilan


normal terjadi adaptasi respon imun yang baik, yaitu terjadi penurunan sitokin T
helper 1 (interleukin 2, interferon gamma, TGF yang berperan pada imunitas

13

seluler dan memediasi penolakan imun terhadap janin.

Di lain pihak terjadi

peningkatan sitokin T helper 2 (interleukin 4,5,6, dan 13) yang berperan pada
imunitas seluler dan mencegah reaksi penolakan imun terhadap janin. Pada
preeklampsia terjadi gangguan keseimbangan respon imun tersebut, yang akan
berakibat pada invasi trofoblas yang buruk dan remodeling arteri spiralis yang
tidak sempurna, sehingga terjadi hipoksia pada plasenta.

Hipoksia plasenta

akan merangsang terlepasnya IL-6 dan TNF dari limfosit yang teraktivasi dan
macrofag (Laresgoiti-Servitje et al., 2010; Fon&Formumbod, 2011).
Meningkatnya pelepasan IL6 yang disebabkan penurunan perfusi
plasenta menjadi salah satu mekanisme diproduksinya AT1-AA oleh sel limfosit
B. Peningakatan AT1-AA akan menyebabkan aktivasi endotelin-1, stres oksidatif,
faktor antiangiogenik, dan meningkatkan kepekaan terhadap angiotensin II
(Gambar 2.3) ( (LaMarca et al., 2011)

Gambar 2.5 Peran inflamasi dan imunologi pathogenesis preeklampsia.


Keterangan : Dalam kondisi hipoksia, plasenta dari penderita preeklampsia
menunjukkan peningkatan produksi TNF 2 kali lipat dari normal.
Kadar sitokin proinflamasi yang lain dalam sirkulasi juga meningkat
seperti IL8, IL 6. Peningkatan IL-6 akan memfasilitasi produksi AT1-AA

14

akan mengaktivasi endothelin-1, stress oksidatif, faktor antiangiogenik


dan meningkatkan sensitivitas terhadap angiotensin II ( (LaMarca et
al., 2011).

Hipoksia dapat berkontribusi pada perkembangan plasenta yang


abnormal , disebabkan kegagalan sitotrofoblas untuk sepenuhnya menginvasi
dan mengubah molekul adhesi juga tampak pada gambaran in vitro saat
sitotrofoblas yang dikultur dalam kondisi hipoksia. Konsisten dengan penyataan
ini, risiko preeklampsia lebih tinggi pada wanita yang tinggal di dataran tinggi.
Penurunan

perfusi

menyebabkan

plasenta

terjadinya

pada

IUGR,

kondisi

yang

oligohidramnion,

lebih
atau

ekstrim

dapat

kematian

janin

intrauterin. Menariknya, tikus hamil dan babon dapat mengalami hipertensi dan
proteinuria pada kondisi uteroplasenta iskemia, menunjukkan peranan hipoksia
plasenta dalam perkembangan penyakit ibu (Powe et al., 2011 ).
Pada

preeklampsia,

pemeriksaan

plasenta

stres

dan

oksidatif

darah

ibu.

dapat
Pada

dibuktikan
plasenta

baik

dari

preeklampsia

menghasilkan superoxide dalam jumlah yang lebih besar dan memiliki kadar
antioksidan lebih sedikit dibandingkan pada plasenta normal. Serum ibu
dengan kehamilan preeklampsia menunjukkan bukti modifikasi oksidatif dari
protein dan partikel lipoprotein. Kadar antioksidan juga telah dilaporkan
menurun pada wanita dengan preeklampsia. Sayangnya, sebagian besar
penelitian tidak menunjukkan efek antioksidan vitamin C dan vitamin E pada
resiko preeklampsia. Meluruhnya debris plasenta juga diduga menyebabkan
peningkatan stres oksidatif dan disfungsi endotel pada preeklampsia. Kelainan
plasenta

dan

iskemia

uteroplasenta

dapat

menyebabkan

meluruhnya

mikropartikel plasenta ke dalam sirkulasi ibu dan partikel-partikel ini akan


menyebabkan peradangan dan kerusakan pembuluh darah. Perempuan
dengan preeklampsia menunjukkan peningkatan jumlah debris plasenta yang
15

beredar di sirkulasi .Menariknya, mikropartikel ini telah terbukti berhubungan


dengan sFlt-1 pada ibu tersebut sirkulasi, dan diduga merupakan sumber
tambahan sFlt 1 bebas pada preeklampsia (Powe et al., 2011 ).
2.2

Model Mencit Preeklampsia


Ada berbagai model hewan yang sudah dipublikasikan sebagai model

preeklampsia. Salah satu model hewan yang telah dipublikasikan menunjukkan


bahwa dengan penginjeksian TNF- pada mencit hamil dapat menyebabkan
gejala hipertensi dan proteinuria (Parish, MR et al 2010). Dan penelitian lain yang
dilakukan oleh Wicaksono et al tahun 2015 menunjukkan bahwa dengan
penginjeksian serum wanita hamil yang tinggi TNF- akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan kadar sFlt-1 serum pada mencit.
Pada penelitian tesebut serum wanita hamil usia gestasi 30-40 minggu
dengan kadar TNF- yang lebih dari 20pg/mL diambil. Darah diambil dari wanita
hamil dengan spuit 5cc kemudian ditempatkan dalam vacutainer.

Darah

disimpan dalam kulkas pada suhu 4 C selama 12 jam kemudian disentrifuge


6000 rpm selama 10 menit. Serum kemudian diukur kadar TNF- dengan
metode ELISA. (Bio Lagend, USA, catalog number 430207). Rata rata kadar
TNF- pada serum yang berhasil dikumpulkan adalah 27,59 5,39 pg/mL.
Serum wanita hamil tinggi TNF sebanyak 0,1 cc diinjeksikan pada mencit
yang hamil pada usia gestasi 13 dan 14. Serum diinjeksikan intraperitoneal pada
kuadran kanan atas abdomen dengan kemiringan 45 dan kedalaman 0,5 cm
dengan spuit 1 cc dan jarum 27G. Pengukuran tekanan darah dilakukan pada
usia gestasi 18 hari sebelum didiseksi. Mencit diukur tekanan darahnya dengan
mesin noninvasive (UgoBasile, Italy, nomor produk 58500). Hasil pengukurannya
di analisa menggunakan analisa t test independent.

16

Penelitian

ini menunjukkan bahwa penginjeksian serum wanita hamil

dengan tinggi TNF- akan menyebabkan peningkatan kadar sFlt-1 pada mencit
hamil. TNF- pada serum akan berikatan dengan reseptor TNF- pada mencit
dan ikatan ini akan menstimulasi pembentukan formasi HIF-1 dengan
meningkatkan transkripsi subunit HIF-1, yaitu HIF-1 (Sandau KB et all, 2001).
HIF-1 bekerja sebagai aktivator dari transkripsi sFlt-1. HIF-1 terdiri dari sub unit
HIF 1 dan sub unit HIF-1. HIF 1 adalah sub unit HIF-1 yang di ekspresikan
secara konstan, sedangkan HIF-1 adalah sub unit HIF-1 yang secara normal di
ekspresikan

pada

kondisi

hipoksia

dengan

mengeblok

mekanisme

pemecahannya. Pada kondisi oksigen yang normal HIF-1 mengalami


hidroksilasi, asetilasi, dan di pecah oleh proteosom. Semua mekanisme ini
bersifat oksigen dependent. Sehingga kadar HIF 1 tetap rendah dan tidak bisa
berikatan dengan HIF 1 membentuk HIF1 dimer. Pada kondisi tinggi faktor
inflamasi seperti tinggi TNF-, HIF-1 dapat disintesa dan diproduksi dalam
jumlah besar walaupun tidak berada dalam kondisi hipoksia. TNF- akan
mengaktivasi NF-kB, sebuah faktor transkripsi yang dapat memberikan sinyal
pada gen transkripsi HIF-1 sehingga

HIF- akan terus diproduksi. Dan

diekspresikan, sehingga kadar HIF-1 dan sFlt-1 juga akan meningkat.


TNF- juga akan meningkatkan kadar IL-6 yang merupakan produk sinyal
TNF-. Data sebelumnya menunjukkan bahwa kadar TNF- dan IL-6 lebih tinggi
pada wanita dengan preeklampsia berat dibanding wanita hamil normal. Kadar
IL-6 yang tinggi akan menginduksi diferensiasi T cel menjadi Th17 dan diikuti
penurunan fungsi sel Treg yang akan menyebabkan penurunan rasio Treg:Th17.
Kondisi ini akan mengaktivasi respond an diferensiasi sel B menjadi sel B CD19+
dan CD5+. Tipe sel B ini adalah sel autoreactive yang dapat mensekresi

17

angitensin II tipe 1 receptor agonistic autoantibodies (AT1-AA) pada pasien


dengan preeklampsia. AT1-AA yang terbentuk akan mengikat dan mengaktivasi
reseptor AT-1 dan resptor AT-1 yang teraktivasi akan meningkatkan produksi
TNF- dan memproduksi lebih banyak sFlt-1 (Wicaksono et al, 2015).
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penginjeksian serum wanita hamil
tinggi TNF- akan meningkatkan tekanan darah pada mencit hamil. Peningkatan
tekanan darah disebabkan kadar sFlt-1 yang meningkat akan menurunkan kadar
faktor angiogenik seperti VEGF dan PlGF (Maynard et al 2003).

Penurunan

VEGf dan PlGF akan menurunkan ikatan antara VEGF dengan VEGFR-1 dan
VEGFR-2 dan ikatan anatara PlGF dengan VEGFR-1. Penurunan aktivasi
VEGFR-2 akan menurunkan aktivasi eNOS sehingga kadar sintesa NO juga
menurun.

Nitric

oxide

(NO)

adalah

vasodilator

natural

dan

berfungsi

mempertahanakan permeabilitas tekanan darah . Penurunan NO pada tekanan


darah

akan

menurunkan

kadar

endothelin

(ET-1)

yang

merupakan

vasokonstriktor pembuluh darah sehingga terjadi hipertensi (George and


Granger, 2011).

2.3

AT1-AA

2.3.1

Definisi AT1-AA
Preeklampsia merupakan penyakit hipertensi yang dapat mengancam

kehamilan. Kondisi ini ditandai salah satu dengan adanya autoantibodi yang
mengaktifkan reseptor angiotensin utama AT1. AT1-AA adalah agonis antibody
yang dapat mengaktifkan reseptor angiotensin tipe 1 (AT1). Penelitian yang
dilakukan selama beberapa dekade terakhir telah menunjukkan bahwa

18

autoantibodi ini mengaktifkan reseptor AT1 pada berbagai jenis sel dan
memprovokasi respon biologis yang relevan dengan patofisiologi preeklampsia.
2.3.2

Peranan AT1AA Dalam Patogenesa Preeklampsia


Pengenalan autoantibodi ini ke dalam tikus hamil menunjukkan adanya

hipertensi, proteinuria dan berbagai fitur lain dari preeklampsia termasuk janin
yang kecil dan plasenta. Temuan ini menunjukkan peran patofisiologi
autoantibodi tersebut pada preeklampsia (Xia &Kellems, 2009).
Respon berbagai sel terhadap aktivasi AT1-AA pada AT1 reseptor pada
keadaan seperti preeklampsia seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.6 AT1-AA mengaktifkan AT-1 reseptor pada berbagai sel


(Xia &Kellems, 2009)
Keterangan : Autoantibodi mengaktivasi AT1 reseptor pada miosit jantung
sehingga meningkatkan kontraksi. Aktivasi reseptor AT1 pada sel
mesangial dan seltrofoblas mengakibatkan peningkatan sintesis
dan sekresi dari factor terlarut (soluble factor) seperti interleukin6 (IL-6), plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), dan fms larut
seperti tyrosine kinase-1(sFlt-1, bentuk larut dari VEGF-1
reseptor), yang semuanya meningkat pada wanita dengan

19

preeklampsia. Selain itu, AT1-AA merangsang sintesis NADPH


oksidase di beberapa jenis sel, mengakibatkan peningkatan
produksi reactive oxygen species (ROS) dan kerusakan
oksidatif. Peningkatan produksi tissue factor (TF) oleh sel otot
polos pembuluh darah dan monosit mungkin dapat berkontribusi
untuk terjadinya hiperkoagulasi dan sering dikaitkan dengan
preeklampsia.

Berdasarkan penelitian Zhou et al., 2010, AT1-AA menginduksi signaling


tumor necrosis factor- (TNF ) berperan penting dalam sekresi soluble fms-like
tyrosine kinase-1 (sFlt-1) dan soluble endoglin (sEng) yang merupakan reseptor
soluble dari vascular endothelial growth factor (VEGF) (Zhou et al., 2010).
Sehingga dengan meningkatnya kadar TNF sebagai salah satu sitokin pro
inflamasi akan mengakibatkan terjadinya gangguan endotel yang diperantarai
oleh aktivasi faktor transkripsi yaitu NF-.
Angiotensin II tipe-1 autoantibodi reseptor meningkat (AT1-AA), bersamasama dengan sitokin, menyebabkan disfungsional endotel vaskular ibu (Agius et
al, 2012; Redman CW & Sargent IL., 2010).

Gambar 2.7 . Cascade AT1-AA pada Patogenesa Preeklampsia

20

(Herse and Lamarca, 2013)


Keterangan :

Autoantibodi ini bekerja melalui reseptor angiotensin II tipe 1 pada


membrane sel. Sinyal tersebut akan meningkatkan produksi Tissue
Factor, sFlt-1, sEng dan Endothelin 1

2.4

ENDOTHELIN 1

2.4.1

Definisi Endothelin 1
Endothelin merupakan vasokonstriktor yang kuat (Boesen, 2015). Ada

tiga macam anggota gen ET pada mamalia, yaitu ET-1, ET-2, dan ET-3. Ketiga
gen tersebut menghasilkan protein yang tersusun dari 21 asam amino dengan 2
jembatan disulfide (Kohan, Rossi, Inscho, & Pollock, 2011). Banyak studi
melaporkan bahwa produksi ET-1 dipengaruhi adanya faktor transkripsi gen
termasuk activator protein 1 (AP-1), nuclear factor of activated T-cells (NFAT)binding domains, GATA binding protein 2 (GATA2), CAAT-binding nuclear factor-1
(NF-1) dan masih banyak yang lain. mRNA ET-1 pada manusia mengkode 212
asam amino preproendothelin 1 (preproET-1). Prepro ET-1 dipecah menjadi 38
asam amino yang disebut sebagai Big Endothelin 1 (Big ET-1). Big ET-1 telah
berada didalam sirkulasi namun kurang memiliki potensi sebagai vasokonstriktor
bila dibandingkan dengan ET-1 matur. Perubahan big ET-1 menjadi endothelin 1
matur (ET-1) utamanya disebabkan oleh peran dari Endothelin Converting
Enzym (ECE-1)(Kohan et al., 2011).

21

Gambar 2.8 Biosintesis dan jalur degradasi dari endothelin 1


(ET-1)
Endothelin bekerja melalui dua reseptornya yaitu reseptor A (ETA) dan
reseptor B (ETB). ETA banyak terdapat pada sel otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri (Arai et al, 1990). Sedangkan
reseptor B ditemukan di lapisan dinding pembuluh darah terkait dengan produksi
vasodilatator NO dan prostacyclin (Salaets et al, 2006). Reseptor A endothelin
(ETA) memiliki ikatan atau afinitas yang lebih kuat terhadap ET-1 bila
dibandingkan dengan ET-2, dan ET-3, sedangkan reseptor B endothelin (ETB)
memiliki afinitas yang sama terhadap ET-1, ET-2, maupun ET-3 (Kohan et al.,
2011).

22

Gambar 2.9 Skema Endothelin 1 (ET-1) pada pembuluh darah


2.4.2

Peranan Endothelin 1 Pada Patogenesa Preeklampsia


Pada kondisi fisiologis ET-1 diproduksi dalam jumlah kecil terutama oleh

sel endotel sedangkan pada kondisi patologis ET-1 diproduksi dalam jumlah
besar (Ito et al, 1993). Peningkatan konsentrasi ET-1 ini menginduksi tejadinya
vasokonstriksi dan menghasilkan hipertensi pada preeklampsia (Jain, 2012).
Adanya rangsangan seperti hipoksia, iskemia, dan sheer stress dapat
menginduksi transkripsi dari mRNA ET-1 yang terjadi dalam beberapa menit
(Kohan et al., 2011).

2.5

JINTEN HITAM (NIGELLA SATIVA)

2.5.1

Taksonomi

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae

23

Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranunculales
Famili : Ranunculaceae
Marga : Nigella
Spesies : Nigella sativa
2.5.2

Deskripsi Tanaman
Nama lainnya adalah Black Seed (Inggris) atau Habattusauda (Arab).

Nigella sativa merupakan tumbuhan berbunga yang berasal dari Asia Barat
Daya. Meskipun Nigella sativa merupakan tumbuhan asli daerah mediterania,
namun juga telah banyak tumbuh di belahan dunia lain, yang meliputi Arab
Saudi, Afrika Utara, dan sebagian Asia (Hosseinzadeh et al., 2007). Tumbuhan
ini tumbuh hingga mencapai tinggi 20-30 cm, dengan daun hijau lonjong, ujung
dan pangkal runcing, tepi beringgit,dan pertulangan menyirip. Bunganya
majemuk, bentuk karang, kepala sari berwarna kuning, mahkota berbentuk
corong berwarna antara biru sampai putih, dengan 5-10 kelopak bunga dalam
satu batang pohon (Hutapea, 1994).

Tanaman ini biasanya tumbuh di Eropa, Timur Tengah dan Asia Barat.
Jintan hitam tumbuh pada keadaan tanah semi arid. Bunga jintan hitam juga
ditandai dengan adanya nektar. Biji jintan hitam berukuran kecil dengan berat
antara 1-5 mg berwarna abu-abu gelap atau hitam dengan permukaan kulit
yang berkerut.
Buahnya berupa kapsul yang besar dan menggembung terdiri dari 3- 7
folikel yang menjadi satu, dimana masing-masing folikel ini mengandung
beberapa biji. Biji ini biasanya digunakan sebagai bumbu dapur (Anonim, 2000).
Biji jintan hitam berujung tajam saperti bentuk biji wijen, keras, dan lebih

24

menggelembung. Memiliki bau khas seperti rempah-rempah dan agak pedas,


yang akan semakin tajam baunya setelah dikunyah (Katzer, 2004).

Gambar 2.10 Bunga dan biji jintan hitam (Nigella sativa)


Sumber : Gambar A: USDA 2011; Gambar B: Fatoni 2011; Gambar C: The goblin 2006)

2.5.3

Fitokimia Jinten Hitam

Biji jinten hitam mengandung 36%38% fixed oil, protein, tannin,


alkaloid, saponin dan 0.4%2,5% minyak esensial yang bersifat volatile
(mudah menguap). Komponen utama dari fixed oil yaitu asam lemak tak
jenuh dan asam eicosadienoic. Minyak essensialnya telah dianalisis
menggunakan GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrometry) dengan
kandungan utama yaitu thymoquinone, p-cymene, carvacrol, t-anethole, 4terpineol

dan

longifoline. Terdapat

dua

senyawa

baru

yaitu

2(IH)-

naphthalenone dan isoquinoline. Senyawa baru yang ditemukan sebuah


monodesmosidic tripertene saponin yaitu a-hederin. Senyawa ini sebelumnya
juga ditemukan pada daun Hedera helix (Niluh, 2012).

25

Gambar 2.11 Struktur kimia senyawa Nigella sativa


(Sumber : Ali & Blunden, 2003)
2.5.4

Kandungan Biji Jinten Hitam

Dari penelitian yang telah lalu, diketahui bahwa komponen utama dari
biji jinten hitam adalah thymoquinone, thymohydroquinone, thymol, carvacrol,
nigellicine, nigellimine, nigellimine-N-oxide, nigellidine, dan alpha hedrin (Al
Jabre dkk, 2003). Sedangkan komponen utama pada minyak jinten hitam
adalah p-cymene (33,8%), thymol (26,8%), dan thymoquinone (3,8%) (Moretti
et al., 2004).
Thymoquinone yang terdapat dalam biji jinten hitam ini memiliki fungsi
proteksi

melawan

nefrotoksisitas

dan

hepatotoksisitas.

Selain

itu

juga

mempunyai aktivitas antiinflamasi, analgesik, antipiretik, antimikroba, dan


antineoplastik. Sedangkan manfaat dari minyak biji jintan hitam antara lain

26

adalah menurunkan tekanan darah dan meningkatkan respirasi (Ali dan Blunden,
2003).

Kandungan kimia jinten hitam terdiri atas asam amino, protein,


karbohidrat, minyak atsiri, alkaloid, saponin, dan berbagai kandungan lain.
Jintan hitam juga mengandung asam lemak, terutama asam lemak esensial
tak jenuh (linoleic acid dan linolenic acid). Asam lemak esensial terdiri dari
alfa-linolenic acid (Omega-3) dan linoleic acid (Omega-6) sebagai pembentuk
sel (Niluh, 2012)
Minyak jinten hitam memiliki kandungan zat aktif thymoquinone,
dithymoquinone, thymohydroquinone, dan thymol. Thymoquinone adalah zat
aktif utama dari volatile oil (minyak atsiri) jinten hitam. Thymoquinone
berfungsi sebagai anti-inflamasi dengan cara menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase yang berfungsi sebagai mediator alergi dan
peradangan. Pada suatu studi ilmiah, ekstrak biji jinten hitam terbukti mampu
meningkatkan fungsi sel polymorphonuclear (PMN). Penelitian lain juga
membuktikan efek jinten hitam dalam menstimulasi sitokin Macrophage
Activating Factor (MAF) sehingga meningkatkan fungsi makrofag yang
berperan dalam sistem imun seluler. Saponin diketahui juga terkandung
dalam jinten hitam yang berperan dalam membantu proses penyembuhan
luka. Selain sebagai antiinflamasi, saponin juga dapat mempercepat
pembentukan pembuluh darah baru dalam proses penyembuhan luka
(angiogenesis) melalui VEGF. Seng atau zinc dalam jintan hitam juga
dibutuhkan dalam penyembuhan luka. Hal ini disebabkan oleh karena
perannya dalam pembentukan protein serta sintesis kolagen tetapi tidak

27

mempengaruhi fibroblas secara langsung. Oleh karena itu mineral ini juga
diperlukan

untuk

pembentukan

kolagen

yang

penting

dalam

tahap

penyembuhan luka (Niluh,2012)


Bahan anti inflamasi dan juga anti bakteri yang dimiliki ekstrak biji
jinten

hitam

yaitu

thymoquinone,

thymol,

tannin,

dan

stigmasterol.

Thymoquinon berfungsi dalam tubuh sebagai anti inflamasi dan juga


antimikroba. Thymoquinone merupakan derivat dari quinine dimana ada
unsur thymol didalamnya. Thymol sendiri telah diteliti memiliki aktivitas
sebagai suatu antibakteri. Peran thymol dalam mekanisme yakni berupa
racun phenolic masuk ke dalam mikroorganisme dengan cara menghambat
enzim melalui senyawa oksidasi adanya reaksi dengan kelompok sulfhydryl
atau melalui interaksi non spesifik dengan protein. Pendapat lain mengatakan
bahwa thymol merupakan turunan fenol yang mempunyai efek antiseptik
yang bekerja dengan cara mengendapkan protein sel bakteri (Raisa et al,
2009)
2.5.5

Jinten Hitam Sebagai Antiinflamasi


Biji Nigella sativa telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk

perawatan berbagai macam penyakit. Minyak biji Nigella sativa memiliki


kandungan kimia yang mempunyai aktivitas antiinflamasi. Biji tanaman ini
memiliki kandungan kimia fixed oil berupa asam-asam lemak tidak jenuh,
misalnya asam linoleat, asam oleat, asam palmitat, asam stearat, asam laurat,
asam miristat, serta asam linolenat. Sedangkan asam linolenat dapat mencegah
degranulasi sel mast melalui penghambatan saluran Ca2+ . Volatile oil jinten
hitam mengandung beberapa zat seperti 4-terpineol, thymohydroquinone,
thymoquinone, carvacrol, carvone dan thymol. Thymoquinone sendiri merupakan

28

salah satu komponen jinten hitam yang memiliki peran penting dalam efek
farmakologis. Hasil penelitian Chakavarti secara in vitro menunjukkan bahwa
nigellon (salah satu polimer karbonil thymoquinone) dapat menurunkan histamin
darah yang diproduksi sel-sel mast melalui penurunan kadar kalsium (Ca2+)
intrasel. Thymoquinone juga dapat menurunkan sitokin-sitokin hasil produksi Th2
yaitu IL-4, IL-5 dan IL-13 serta penurunan Ig E serum (Gazzar ME, 2006).
Thymoquinone pada jinten hitam juga dilaporkan memiliki kemampuan
menghambat sitokin-sitokin inflamasi seperti TNF. Interleukin-1 dan interleukin6 dan faktor-faktor transkripsi, nuclear factor-KB (NF-kB). Thymoquinone sebagai
inhibitor

inflamasi

bekerja

melalui

aksi

antiinflamasi

dan

proapoptosis.

Thymoquinone memiliki efek inhibitor ringan pada ekspresi COX-1 dan produksi
PGE2 pada model tikus yang mengalami inflamasi jalan nafas akibat reaksi
alergi (Boskabady et al., 2010)
Proses inflamasi melibatkan peran NF-kB yaitu suatu faktor transkripsi
dari sitokin inflamasi (IL1, IL2, IL6, IL8, IL12, TNF ), molekul adhesi (ICAM-1,
VCAM-1) dan protein antiapoptosis.

Thymoquinone menekan aktivasi NF-kB

yang dipicu oleh TNF. Penekanan aktivasi NF-kB berhubungan dengan


penghambatan aktivasi, fosforilasi, degradasi dari protein kinase B (lkB) serta
penghambatan degradasi dan translokasi dari p65. Thymoquinone menghambat
ikatan antara p65 dengan DNA (Sethi et al., 2008). Dengan kerja thymoquinone
menghambat aktivitas NF-kB maka penderita preeklampsia akan menghambat
terjadinya disfungsi endotel.

29

Gambar 2.12 Penekanan jalur NFkB oleh thymoquinone


(Sethi et al., 2008)
Keterangan : Penekanan aktivasi NFkB oleh thymoquinone disebabkan inhibisi
oleh TNF yang menginduksi aktivasi IKK, yang mengarah pada
inhibisi fosforilasi dan degradasi IkB . supresi dari fosforilasi p65,
dan translokasi ke nucleus. Selain ini,
thymoquinone juga
menghambat penempelan subunit p65 dari NFkB ke DNA dan
ekspresi gen. Thymoquinone juga menurunkan produk NFkB
dependen yang terlibat dalam antiapoptosis, proliferasi, invasi dan
angiogenesis. Penurunan ini mengarah ke potensiasi apoptosis
yang diinduksi sitokin dan agen kemoterapi.

Aktivitas antiinflamasi dari jinten hitam secara ringkas dapat dirangkum


sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
2.5.6

Menghambat NF-kB
Menghambat TNF-
Menghambat COX dan LO
Menghambat sitokin inflamasi
Menurunkan molekul adhesi
Jinten Hitam Sebagai Antioksidan
Antioksidan seperti glutathione, -tocopherol, ascorbic acid, superoxide

dismutase, catalase dan peroksidase dibentuk dalam sel untuk mencegah


kerusakan akibat adanya ROS, seperti superoxide anion radical, hydroxyl radical
(OH) dan peroxy radical (ROO), yang secara terus menerus dibentuk baik
melalui metabolism aerob atau sumber eksogen, seperti radiasi ultraviolet,

30

polusi, diet. Stress oksidatif akibat radikal bebas dihubungkan dengan


perkembangan

penyakit

seperti

kardiovaskuler,

kanker

dan

penyakit

degenerative. Reactive Oxygen Species (ROS) dihasilkan dari berbagai reaksi


biologis dengan faktor eksogen. Molekul ini akan menimbulkan efek kerusakan
oksidatif setelah bereaksi dengan semua molekul di dekatnya dalam sel hidup,
bila kelebihan ROS tidak dieleminasi oleh sistem antioksidan ( (Leong et al.,
2013)
Minyak dari biji jinten hitam terkenal sebagai antioksidan kuat. Sebuah.
studi sebelumnya telah membuktikan bahwa pretreatment dengan biji jinten
hitam akan mencegah kerusakan oksidatif organ yang diinduksi oleh berbagai
radikal bebas seperti carbon tetrachloride, agen alkilating seperti doxorubisin dan
cisplatin. Efek radikal bebas dari thymoquinone, dithymoquionone, dan timol diuji
terhadap beberapa reactive oxygen species (ROS) . Semua senyawa jinten
hitam yang diuji
sebagai

mengekspresikan efek antioksidan yang kuat; timol bertindak

pemadam

oksigen

tunggal,

sementara

thymoquinone

dan

dithymoquinone menunjukkan aktivitas menyerupai superoksida dismutase


(SOD). Selain itu, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mansour et al tahun
2002 mengungkapkan bahwa kedua thymoquinone dan dithymoquinone
bertindak tidak hanya sebagai superoxide anion scavanger, tetapi juga sebagai
general free

scavanger anion dengan

penghambatan maksimal konsentrasi

setengah (IC50) pada nanomolar dan mikromolar. (Leong et al., 2013).


Thymoquinone adalah

superoxide radical scavanger yang

seefektif

SOD terhadap superoksida dihasilkan baik secara fitokimia, biokimia, atau


berasal dari kalsium ionofor (A23817). Selanjutnya, Thymoquinone memiliki
penghambatan efek pada peroksidasi lipid yang diinduksi oleh Fe3 + / askorbat.

31

Pada tikus, Thymoquinone memberikan perlindungan terhadap doxorubicin yang


menginduksi cardiotoksisitas dengan mengurangi ketinggian serum laktat
dehidrogenase dan tingkat creatine phosphokinase. Ismail et al. tahun 2010
menunjukkan bahwa kedua fraksi yang kaya Thymoquinone dan Thymoquinone
dapat

meningkatkan jumlah antioksidan

plasma dengan menghambat

pembentukan radikal hidroksil. Selain itu, enzim antioksidan hati (SOD dan
glutathione peroxidase GPx) secara signifikan meningkat pada tikus yang diobati
dengan thymoquinone (Leong et al., 2013).
Pemberian thymoquinone memulihkan kegiatan antioksidan nonenzimatik
(GSH dan vitamin C) dan enzimatik (SOD, CAT, GPx, dan glutathione-Stransferase GST) serta dapat menurunkan kadar malondialdehyde (MDA) pada
tikus otak ke tingkat normal. Selain itu, suplementasi Thymoquinone dapat
mengembalikan kadar normal urea darah, kreatinin, zat asam thiobarbituric
reaktif (TBARS), dan nitrat oksida (NO), penurunan pada kadar GSH, GPx, CAT,
dan adenosin trifosfat (ATP) kembali ke kadar normal. Temuan dari penelitian ini
menunjukkan efek proteksi yang kuat dari thymoquinone karena kemampuannya
untuk menurunkan stres oksidatif dan melestarikan kegiatan enzim antioksidan
(Leong et al., 2013)
Ringkasan peran jinten hitam dalam menghambat stress oksidatif antara
lain :
1. Menghambat peroksidasi lipid
2. Memusnahkan radikal bebas
3. Meningkatkan kerja enzim antioksidan : superokside dismutase (SOD).
Glutathione (GSH).
2.5.7

Khasiat Jinten Hitam Sebagai Antihipertensi

32

Mekanisme pasti tentang bagaimana jinten hitam dapat menurunkan


tekanan darah belum dipahami sepenuhnya. Efek antihipertensi dari jinten hitam
mungkin dipengaruhi oleh berbagai senyawa aktif, masing-masing dengan
mekanisme aksi yang berbeda. Ada beberapa mekanisme yang mungkin terlibat
dalam penurunan tekanan darah, yang meliputi efek cardiac depresant,calcium
chanel blocker, dan efek diuretik.
Sebuah penelitian pada tikus mengenai efek cardiac depresan pada tikus
dapat ditekan efeknya secara signifikan oleh hexamethonium (sebuah bloker
ganglionik ) sehingga diduga adanya sebuah mekanisme cardiac depresan yang
melibatkan reseptor nikotinik. Selain itu, perusakan hubungan antara pusat
vasomotor di medulla dan preganglionik simpatis menghambat efek perubahan
kardiovaskular oleh jinten hitam. Oleh karena itu, diduga efek cardio depresan
dan hipotensi dari jinten hitam dimediasi mekanisme sentral yang mencakup
pusat vasomotor di medulla dan jalur simpatis perifer (Leong et al., 2013).
Thymol, senyawa aktif lain dari jinten hitam,dikatakan dapat mengurangi
tekanan darah melalui aksinya pada saluran ion kalsium (Ca2 +).Peixoto-Neves
et al. melaporkan bahwa thymol menyebabkan efek relaksasi yang tergantung
dosis pada aorta terisolasi di tikus. Relaksasi endotel yang diinduksi oleh jinten
hitam dimediasi melalui mekanisme yang melibatkan penghambatan pelepasan
Ca2 + dari retikulum sarkoplasma, mengurangi sensitivitas sistem kontraktil
terhadap Ca2 +, dan / atau blokade Ca2 + influk melewati membran .Thymol
menginduksi efek inotropik negatif dose dependent pada preparasi jantung yang
terisolasi dari anjing dan hamster. Efek yang diamati mungkin karena penurunan
kadar Ca2 + di retikulum sarkoplasma melalui penghambatan Ca2 + channel.
Magyar et al., menunjukkan thymol menghambat L-type Ca2 + dengan cara yang

33

tergantung dosis. Ketika Ca2 + chanel diblokir, jumlah Ca2 + yang masuk ke otot
polos pembuluh darah berkurang dan akhirnya mengarah ke peningkatan
vasorelaksasi (Leong et al., 2013)
Ginjal memainkan peranan yang penting dalam pengaturan tekanan
darah pada patogenesisi preeklampsia. Zou et al tahun 2000 melaporkan bahwa
ekstrak jinten hitam sebanyak 0,6 mL/kb selama 15 hari menyebabkan
peningkatan efek diuresis sebesar 16%. Efek diuretik jinten hitam

dikaitkan

dengan peningkatan ekskresi Na+, K+, Cl- dan urea melalui urine. Hal ini
membuat dugaan bahwa jinten hitam dapat menurunkan tekanan darah melalui
aksi diuretiknya. Penurunan kadar air dan elektrolit akan menyebabkan
penurunan volume darah, yang nantinya bertahap akan menyebabkan
penurunan cardiac output, adalah salah satu determinan pengatur

tekanan

darah. Pada studi yang lain, ekstrak jinten hitam juga menunjukkan hasil yang
sama dengan peningkatan glomerular filtration rate, urine output dan elektrolit
output. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) juga berkontribusi dalam
pengaturan tekanan darah dengan mengontrol volume darah dan resistensi
pembuluh darah perifer. Namun, efek yang diobservasi pada jinten hitam tidak
menunjukkan pengaruh pada aktivitas rennin maupun plasma ACE setelah 20
hari pemberian. Oleh karena itu tampaknya aksi antihipertensi jinten hitam tidak
berkaitan dengan sistem RAA. Namun masih diperlukan bebagai studi lanjutan
untuk mengevaluasi hipotesa ini (Leong et al., 2013).

34

Gambar 2.12 Jalur Jinten Hitam dalam menurunkan tekanan darah


Keterangan : Ada beberapa mekanisme yang mungkin terlibat dalam penurunan tekanan
darah, yang meliputi efek cardiac depresant,calcium chanel blocker, dan
efek diuretik. Efek cardiac depresan merupakan sebuah mekanisme
sentral dimana terjadi penurunan aktivitas simpatis sental sehingga
kontraktilitas dan frekuensi jantung menurun. Efek diuretik dari jinten hitam
akan menurunkan volume darah sehingga terjadi penurunan cardiac output
dan terakhir penurunan tekanan darah. Efek Ca channel blocker
menyebabkan penurunan Ca influk ke otot pols, sehingga terjadi relaksasi
pembuluh darah diikuti vasodilatasi dan penurunan tekanan darah (Leong
et al., 2013)

35

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN

3.1

Kerangka Teori
Implantasi plasenta yang abnormal
Penurunan aliran darah dalam ruang intervillus di
Hipoksia dan iskemia
TNF dan IL-6

Aktifasi NFK

Aktifasi sel T helper dan sel

AT1-AA

Ekstrak Biji Jinten Hitam


(Nigella Sativa)

NADPH

TNF

ROS
HIF-1
sFLT 1

Free VEGF
Keterangan Kerangka Teori :

sENG

Free PlGF

TGF

Serum ibueNOS,
preeklampsia berat yang diinjeksikan intra peritoneal 0.1 ml
masing-masing padaNO
hari ke 10 dan
ET 11 dapat menyebabkan peningkatan IL-6
yang diproduksi oleh sel endotel, sel phagosit, sel macrophage, sel mast dan
Disfungsi Endotel (VCAM-1, ICAM-

1, ONOO, PGI2 , Tromboxan,


IL- receptor dan mengaktifkan factor
fibroblast. TNF-
akan berikatan
dengan TNF
8)

tanskripsi IL-6 (Leonard et al. 1999). Peningkatan kadar IL-6 akan menginduksi
Proteinuria
Odema sel Hipertens
synSyndrome
perubahan
T helper imenjadi
Th17uriaUrine
yang HELPP
akan diikuti
oleh penurunan rasio

Treg:Th17 (Laresgoiti-Servitje 2013). Kondisi ini akan diikuti oleh perubahan sel

36

B menjadi sel B CD19+ dan CD5+. Type sel B ini bersifat autoreactive yang
menyebabkan peningkatan sekresi angiotensin II type 1 receptor agonistic
autoantibody (AT1-AA) (Jensen et al. 2012). Peningkatan AT1-AA selanjutnya
meningkatkan produksi TNF-, proses ini terjadi secara terus menerus sehingga
ditemukan peningkatan TNF- yang menetap pada sirkulasi maternal. TNF-
dapat mengaktivasi NF-B, yang selanjutnya akan menginduksi pelepasan
sitokin proinflamasi dan mengakibatkan peningkatan aktivasi iNOS serta
peningkatan produksi peroxynitrate setelah NO berikatan dengan superoxide
yang jumlahnya sangat meningkat pada preeklampsia (Roberts 2014).
Aktivasi NF-B menyebabkan peningkatan HIF1- yang selanjutnya
peningkatan produksi sFLT-1 oleh sel-sel trofobast (Rius et al. 2008).
Peningkatan sekresi faktor-faktor antiangiogenik (sFLT-1 dan sENG) ke dalam
sirkulasi maternal Inflamasi sistemik maupun stress oksidatif secara terpisah
dan atau bersama-sama menyebabkan kerusakan pada sel endotel.
Ekstrak biji Nigella sativa (jinten hitam) akan bekerja sebagai
antiinflamasi

dan antioksidan.

Sebagai antiinflamasi,

jinten hitam

akan

menghambat NF-kB, sehingga produksi cytokine proinflamasi menurun. Sebagai


antioksidan, jinten hitam akan meningkatkan kerja superokside dismutase (SOD)
disamping bekerja sebagai scarvanger ROS secara umum, sehingga terjadi
penurunan kadar radikal bebas. Efek sebagai antiinflamasi dan anti oksidan
tersebut diatas diharapkan dapat memperbaiki beberapa parameter penanda
preeklampsia seperti penurunan IL-1 , IFN , IL-6, TNF-, IL-8, aktivasi NF-B,
sFLT, sENG, dan iNOS, peningkatan VEGF, PIGF, TGF-, dan eNOS. Perbaikan
pada penanda disfungsi endotel ditandai dengan peningkatan NO dan
prostacycline, penurunan endotelin 1, peroxinitrate dan molecul adhesi (VCAM

37

dan ICAM). Perbaikan pada penanda disfungsi endotel diharapkan akan


berdampak terhadap vasodilatasi sehingga terjadi penambahan diameter
pembuluh darah, penurunan tekanan darah secara sistemik dan proteinuria.

3.2

Kerangka Konsep

Jinten Hitam
Mencit betina hamil
Injeksi serum wanita hamil
preeklampsia

Penurunan perfusi plasenta

Peningkatan TNF- dan IL 6

ROS

Faktor antiangiogenik (sFlt-1


dan sEng) tinggi

38

Sitokin inflamasi CRP


TNF- tinggi

Kadar PlGF menurun

AT1-AA meningkat

Aktivasi NF-kB di sel endotel


Disfungsi endotel sistemik

Ginjal

Pembuluh Darah
Kadar endothelin-1 meningkat

Proteinuria

Hipertensi

Keterangan :
Merangsang
Menghambat
Yang diteliti

Keterangan Kerangka Konsep


Serum wanita preeklampsia berat diinjeksikan intraperitoneal kepada
mencit hamil di usia kehamilan 13 dan 14 hari. Serum yang mengandung kadar
tinggi dari AT1-AA, TNF, dan sFlt-1 akan merangsang terjadinya penurunan
perfusi uteroplasenta, sehingga terjadilah hipoksia plasenta (Kalkunte et al.,
2010; Irani et al., 2010; Zhou et al., 2010). Kondisi hipoksia plasenta akan
merangsang terjadinya stres oksidatif, inflamasi sistemik dan keluarnya faktorfaktor antiangiogenik yang akan beredar di sirkulasi maternal. Terjadinya

39

inflamasi sistemik akan merangsang pengeluaran sitokin sitokin inflamasi dan


TNF sehingga terjadi juga peningkatan kadar AT-1 AA. Peningkatan kadar
AT1-AA serta adanya ketidak seimbangan factor angigenik akan mengaktivasi
NF-kB

di sel ednotel sehingga terjadi disfungsi endotel sistemik dan terjadi

peningkatan kadat Endothelin 1 termasuk di plasenta yang akan menyebabkan


terjadinya hipertensi
Ekstrak alkohol dari biji Nigella Sativa (jinten hitam) akan bekerja sebagai
antiinflamasi

dan antioksidan.

Sebagai antiinflamasi,

jinten hitam

akan

menghambat NF-kB sehingga produksi cytokine proinflamasi akan menurun.


Sebagai antioksidan, jinten hitam akan meningkatkan kerja superokside
dismutase (SOD) disamping bekerja sebagai scavenger ROS secara umum,
sehingga terjadi penurunan kadar radikal bebas, Efek sebagai antiinflamasi dan
antioksidan tersebut di atas diharapkan dapat menurunkan aktivasi NFkB pada
trofoblas dan sel endotel sehingga terjadi perbaikan kondisi disfungsi endotel.
Perbaikan kondisi ini akan diikuti dengan perbaikan biomarker preeklampsia.
Yang akan diteliti disini adalah biomarker At1-A. Preeklampsia adalah suatu
sindrom yang terdiri dari 2 gejala utama yakni hipertensi dan proteinuria. Dengan
bekerjanya jinten hitam sebagai antiinflamasi dan antioksidan, maka akan
mencegah/mengurangi terjadinya disfungsi endotel. Ekspresi endothelin-1,
sebagai suatu vasokonstriktor akan turun, maka hipertensi dapat dicegah.
3.3

Hipotesa Penelitian
Pemberian ekstrak jinten hitam padamodel mencit preeklampsia akan

menyebabkan terjadinya penurunan kadar AT1AA dan penurunan ekspresi


Endothelin 1 di plasenta

40

41

BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni laboratorik

dengan menggunakan post test only controlled group design. Penelitian ini
secara in vivo untuk mengetahui efek pemberian ekstrak alkohol dari jinten hitam
terhadap mencit yang diinjeksi serum wanita hamil preeklampsia berat tinggi
TNF-.
4.2

Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1

Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2015 Desember

2015.
4.2.2

Tempat Penelitian.
a. Laboratorium Biomedik dan Laboratorium Ilmu Faal Fakultas
Kedokteran

Universitas

Brawijaya

untuk

melakukan

pengukuran variabel.
b. Gedung Diagnostic Center RSUD dr Soetomo Surabaya
digunakan

untuk

pembuatan

preparat

slide

immunohistokimia.
c. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang, Rumah
Sakit

Ibu

dan

Anak

Galeri

Candra

Malang

untuk

mendapatkan serum pasien hamil normal dan serum pasien


PEB.

42

d. Laboratorium Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik


Ibrahim untuk mendapatkan mencit bunting.
e. Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang untuk pembuatan ekstrak biji jinten hitam,
pemeliharaan

dan

pemberian

perlakuan

pada

mencit

bunting
4.3

Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan mencit Balb/c bunting sebagai subyek

penelitian yang akan diberi perlakuan injeksi serum ibu hamil. Sampel penelitian
menggunakan hewan coba berupa mencit balb/c bunting yang telah mendapat
persetujuan dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Pemilihan sampel dilakukan secara acak dengan kriteria sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi

: Mencit balb/c bunting usia reproduksi 8 -16 minggu,

dalam keadaan sehat yang ditandai dengan gerakan aktif, berat 25-35 gram
2. Kriteria eksklusi : Mencit betina yang sakit, cacat, melahirkan sebelum
perlakuan penelitian selesai dilakukan, pernah mendapatkan perlakuan atau
intake bahan kimia apapun.
Mencit yang sehat dijadikan mencit model preeklampsia dan dibagi
menjadi 6 kelompok. Dosis ekstrak biji jinten hitam mengacu pada penelitian
Menzity et al (2012) tentang dosis pemberian ekstrak biji jinten hitam 500 mg/ kg
bb / hari dan 800 mg/ kbBB/hari dapat meningkatkan kapasitas antioksidan.
Besar sample penelitian
Jumlah mencit yang digunakan pada penelitian ini dihitung berdasarkan
rumus Steel and Torrie (1995) :
(t-1)(r-1) 15
Keterangan :

43

t ; Jumlah kelompok (6 kelompok)


r : Jumlah replikasi (banyaknya ulangan) pada tiap kelompok perlakuan
(6-1)(r-1) 15
5r-5 15
r 20 : 5
r4
Penelitian ini menggunakan 5 ekor mencit untuk tiap kelompok perlakuan
sehingga jumlah mencit yang dibutuhkan untuk 6 perlakuan adalah 30 ekor
mencit. Mencit hamil dipelihara di Lab. Farmakologi FK Universitas Brawijaya
Malang.
Pembagian kelompok sample penelitian
Mencit dibagi dalam 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5
ekor mencit:
Kelompok I

mencit betina hamil yang mendapat injeksi serum


wanita hamil normal tanpa mendapat perlakuan jinten
hitam

Kelompok II

mencit betina hamil yang mendapat injeksi serum


wanita hamil preeklampsia berat dan tidak mendapat
perlakuan jinten hitam

Kelompok III :

mencit betina hamil yang mendapat injeksi serum


wanita hamil preeklampsia berat dan mendapat
perlakuan ekstrak jinten hitam

dengan dosis

500

mg/kg/hari
Kelompok IV :

mencit betina hamil yang mendapat injeksi serum


wanita hamil preeklampsia berat dan mendapat

44

perlakuan ekstrak jinten hitam

dengan dosis 1000

mg/kg/hari
Kelompok V

mencit betina hamil yang mendapat injeksi serum


wanita hamil preeklampsia berat dan mendapat
perlakuan ekstrak jinten hitam

dengan dosis 1500

mg/kg/hari
Kelompok VI :

mencit betina hamil yang mendapat injeksi serum


wanita hamil preeklampsia berat dan mendapat
perlakuan ekstrak jinten hitam

dengan dosis 2000

mg/kg/hari.

4.4

Variabel Penelitian
Penelitian menggunakan 2 variabel, yaitu :
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak jinten hitam dengan
dosis

500 mg/kgBB/hari, 1000 mg/kgBB/hari, 1500 mg/kgBB/hari dan

2000 mg/kgBB/hari yang diberikan diet peroral


2. Variabel Tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar AT1AA danekspresi
ET1 di plasenta pada mencit yang diinjeksi serum wanita hamil.
4.5

Definisi Operasional Variabel Penelitian


1. Ekstrak jinten hitam adalah jinten hitam yang dibuat dalam bentuk ekstrak
ethanol. Pemberian ekstrak jinten hitam dengan dosis 500 mg/kgBB/hari,
1000 mg/kgBB/hari, 1500 mg/kgBB/hari, dan 2000 mg/kgBB/hari yang
diberikan diet peroral sesuai kelompok perlakuan masing masing.

45

2. Kadar AT1AA adalah kadar AT1AA serum pada sampel hewan coba baik
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan yang diukur pada usia
gestasi hari ke 20 dengan menggunakan metode ELISA
3. Ekspresi Endothelin 1 di plasenta adalah pengamatan secara visual
protein ET-1 yang terekspresi pada jaringan plasenta hewan coba,
menggunakan foto dot slide software Olympus pembesaran 400
kali.Positif ET-1 jika terdapat warna coklat pada jaringan tersebut.
Prosentase ET-1 = sel (+ ET-1) / sel x 100%. Antibodi ET-1
menggunakan merck dagang Life Technology Catalog MA3-005 dan IHK
kit merck Biocare Medical
4. Serum penderita preeklampsia adalah

serum darah yang digunakan

sebagai sampel yang didapatkan dari ibu hamil dengan PEB dengan usia
kehamilan 20 minggu sesuai kriteria inklusi dan eksklusi dengan
mengambil dari vena cubiti yang didiamkan selama 12 jam pada suhu
ruang kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 10
menit untuk memisahkan serum dari darah. Serum disimpan pada suhu
400 C sampai siap diinjeksi pada hewan coba.
5. Serum kehamilan normal adalah serum darah yang digunakan sebagai
sampel yang didapatkan dari ibu hamil normal usia kehamilan 20
minggu sesuai kriteria inklusi dan eksklusi dari vena cubiti yang
didiamkan selama 12 jam pada suhu ruang kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan serum
dari darah. Serum disimpan pada suhu 400 C sampai siap diinjeksi
pada hewan coba.
6. Kontrol negatif adalah adalah kelompok mencit hamil normal yang
diinjeksi melalui peritoneal dengan serum ibu hamil tanpa diberikan
ekstrak jinten hitam

46

7. Kontrol positif adalah kelompok mencit hamil yang diinjeksi melalui


intraperitoneal dengan serum ibu hamil PEB tanpa diberikan ekstrak
jinten hitam.
8. Kelompok perlakuan adalah kelompok mencit bunting yang diinjeksi
melalui intraperitoneal dengan serum ibu hamil PEB tinggi TNF- dengan
diberikan perlakuan ekstrak jinten hitam sesuai kelompok dosis perlakuan
yaitu dosis 500 mg/kgBB/hari, 1000 mg/kgBB/hari, 1500 mg/kgBB/hari,
dan 2000 mg/kgBB/hari yang diberikan diet peroral .
9. Model mencit preeclampsia adalah mencit bunting galur balb c
yang menggambarkan gejala preeklampsia yaitu tekanan darah
140/90 mmHg dan protein urine positif. Mencit bunting model
preeklampsia dibuat dengan cara diinjeksi intraperitoneal serum
ibu hamil PEB,

pada usia gestasi hari ke 10 dan 11 masing-

masing 100 l (0,1 cc).

4.6

Alur Penelitian
Mencit sehat usia reproduktif

Dikawinkan
Mencit Bunting

47

Randomisasi

Injeksi Serum Ibu

Injeksi Serum Ibu PEB

Hamil Normal pada hari 10


Pengukuran Tekanan Darah &
Protein Urin pd hari ke 15

Pengukuran Tekanan Darah &


Protein Urin pd hari ke 15

Randomisasi

Kontrol
Negatif (K-1)
5 ekor
Mencit
bunting
normal
diinjeksi
serum
ibu
hamil normal

Kontrol
Positif (K2)
5 ekor
Mencit bunting
diinjeksi serum
PEB
pada
usia kehamilan
10 dan 11
hari
,
intraperitoneal
@ 0,1 cc tanpa
NS

Randomisasi

KP1
5 ekor

KP2
5 ekor

KP3
5 ekor

KP4
5 ekor

Mencit
bunting
diinjeksi
serum
PEB pada usia
kehamilan 10 dan
11
hari
,
intraperitoneal @
0,1 cc, diberi
ekstrak
NS
peroral
500
mg/kg BB/hari

Mencit bunting
diinjeksi serum
PEB pada usia
kehamilan
10
dan 11 hari ,
intraperitoneal
@ 0,1 cc, diberi
ekstrak
NS
peroral
1000
mg/kg BB/hr

Mencit
bunting
diinjeksi
serum
PEB pada usia
kehamilan 10 dan
11
hari
,
intraperitoneal @
0,1 cc, diberi
ekstrak
NS
peroral
1500
mg/kg BB/hr

Mencit
bunting
diinjeksi
serum
PEB pada usia
kehamilan 10 dan
11
hari
,
intraperitoneal @
0,1
cc,
diberi
ekstrak
NS
peroral
2000
mg/kg BB/hr

Mencit diterminasi pada umur kehamilan 20


hari
Pengambilan Serum & Organ
Pengukuran kadar : AT1AA serum
Pengukuran ekspresi : Endothelin 1 di plasenta

4.7

Bahan dan Prosedur Kerja

4.7.1

Pembuatan EkstrakAnalisa
Jinten Hitam
dan Pengolahan Data
Ekstrak etanol dari jinten hitam dibuat di Laboratorium farmakologi FK UB

Malang.Biji jinten hitam didapat dari pasar lokal, dikeringkan dan dibuat
bubuk.Bubuk tersebut diekstrak dengan etanol.Hasil ekstrak disaring dan pelarut

48

dievaporasi dengan vakum dan rotatory evaporator.Konsentrat disimpan dalam


suhu 4 C sebelum digunakan.Sebelum digunakan, diencerkan dengan air steril
sampai konsentrasi yang diinginkan.
4.7.2

Pengambilan Serum Darah Ibu Hamil Normal dan Hamil Dengan


Preeklampsia Berat
Serum diambil dari darah ibu hamil normal dan ibu yang terdiagnosis

PEB. Pasien yang diambil darahnya dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi yang telah ditentukan dan telah menandatangani lembar persetujuan
(informed consent). Penelitian ini menggunakan sampel darah manusia. Sampel
darah diambil dari ibu hamil dan ibu hamil preeklampsia berat yang telah
didiagnosa oleh dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi berdasarkan kriteria
diagnosa National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP). Berikut
ini adalah kriteria inklusi dan eksklusi ibu hamil normal dan ibu dengan
preeklampsia berat yang diambil sampel darahnya untuk penelitian ini.
1. Pasien hamil yang didiagnosa preeklampsia berat oleh dokter
spesialis Obstetri dan Ginekologi yang kontrol di Poli Obstetri atau
kamar bersalin Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar
Malang.
2. Pasien hamil normal yang didiagnosa oleh dokter spesialis
Obstetri dan Ginekologi yang kontrol di Poli Obstetri atau kamar
bersalin Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar Malang.
3. Ibu hamil dalam kondisi tidak menderita penyakit infeksi berat
seperti infeksi saluran nafas, tuberkulosis, pneumonia, tifoid,
demam dengue, dan demam berdarah dengue.
4. Tidak menderita penyakit keganasan
5. Tidak menderita penyakit ginjal atau saluran kemih
6. Tidak mengkonsumsi obat yang dapat merusak ginjal.

49

Pengambilan darah harus dalam kondisi steril untuk mencegah terjadinya


kontaminasi sampel darah.

Darah

diambil

dari pembuluh darah

vena

menggunakan spuit 5 cc sebanyak 5 cc kemudian disimpan dalam plain


vacutainer dan didiamkan pada suhu ruang selama 12 jam. Setelah eritrosit
mengendap, serum darah diambil dengan menggunakan mikropipet dan
dimasukkan ke dalam plain vacutainer yang baru. Selanjutnya disentrifuge pada
6000 rpm selama 10 menit. Masing-masing kelompok serum dihomogenkan,
dimasukkan dalam ependof dan disimpan dalam suhu -40 C sampai siap untuk
dipergunakan.
4.7.3

Pemeliharaan Hewan Coba

Pemeliharaan

hewan

coba

dilakukan

di

Laboratorium

Farmakologi

Universitas Brawijaya Malang. Mencit ditempatkan didalam kandang berisi


sekam, tempat makan dan minum. Mencit diberi makan pakan standar dan
minum setiap hari. Minum diletakkan di dalam botol khusus dengan kebutuhan
harian 60ml/ekor. Mencit dimasukan kedalam kandang yang terbuat dari bahan
plastik dengan ukuran 20 cm x 30 cm x 40 cm, yang dialasi dengan sekam pada
dasar kandang. Kandang ditutup dengan kawat berjaring dan diletakkan batu
diatasnya agar mencit tidak mudah keluar. Setiap kandang berisi 4 ekor mencit.
Dilakukan penggantian alas sekam seminggu 2x setiap pagi hari . Cahaya
ruangan dikontrol 12 jam terang (jam.06.00 s.d 18.00 WIB) dan 12 jam gelap
(pukul 18.00 s.d 06.00 WIB) sedangkan temperatur dan kelembaban ruangan
dibiarkan berada pada kisaran suhu antar 27-28 C.
Mencit diberi pakan yang berbentuk pallet (bulat) dengan komposisi terdiri
dari protein kasar, lemak kasar, kalsium dan fosfor, pada saat diberikan
sebelumnya dicampur merata dengan air sehingga konsistensinya tidak keras

50

serta minum (air matang) yang diberikan secara ad libitum.


4.7.4

Pemberian Ekstrak Jinten Hitam


Sebelum mencit diberikan ekstrak etanol jinten hitam maka berat badan

mencit ditimbang terlebih dahulu dengan neraca ohaus pada usia mencit 16
minggu (sudah masa reproduksi) mencit Balb/c betina dan jantan dikawinkan
pada malam

hari jam 19.00 WIB kemudian pagi hari jam 06.00 WIB dicek

apakah sudah terjadi fertilisasi dengan melihat vaginal plug pada mencit Balb/c
betina. Bila dipastikan adanya vaginal plug maka pada mencit diberikan jinten
hitam setiap hari pada usia kehamilan 1-18 hari dengan dosis berbeda-beda (500
mg/kgBB/hari, 1000 mg/kgBB/hari, 1500 mg/kgBB/hari, 2000 mg/kgBB/hari)
diberikan peroral pada mencit Balb/c dengan menggunakan sonde. Langkah
pemberiannya sebagai berikut :
1. Memasukkan ekstrak jinten hitam ke dalam spuit 3 ml yang telah
dipasangi sonde pada bagian ujungnya.
2. Memegang bagian tengkuk mencit Balb/c dengan pelan dan berhatihati
3. Memasukkan sonde ke dalam mulut mencit Balb/c melalui langit-lagit
secara perlahan sampai ke faring lalu esophagus
4. Mendorong ekstrak jinten hitam yang ada dalam spuit ke dalam
esofagus hingga mencapai lambung
5. Setelah itu melepaskan mencit Balb/c dan mengembalikannya ke
dalam kandang.
4.7.5

Pembuatan Model Mencit Preeklampsia


Pemberian injeksi serum ibu diberikan 2 kali pada usia gestasi
hari ke-10
dan 11 diberikan pada kelompok seperti dibawah ini:

51

Kelompok kontrol negatif

: Kelompok mencit bunting

normal yang diinjeksikan intra peritoneal serum ibu hamil


sebanyak 0,1 cc tanpa diberikan ekstrak jinten hitam.
2

Kelompok kontrol positif


diinjeksikan

intra

: Kelompok mencit bunting yang

peritoneal

serum

wanita

hamil

PEB

sebanyak 0,1 cc tanpa diberikan ekstrak jinten hitam.


3

Kelompok perlakuan : Kelompok mencit bunting yang


diinjeksi peritoneal serum ibu PEB dan diberikan ekstrak
jinten hitam dengan dosis 500 mg/kgBB/hari, dosis 1.000
mg/kgBB/hari,

dosis

1.500

mg/kgBB/hari,

2.000

mg/kgBB/hari
4.7.6

Pemberian Injeksi Serum Ibu Preeklampsia Pada Hewan Coba


Pemberian injeksi serum ibu diberikan 2 kali pada usia gestasi hari ke 10
dan 11 diberikan pada kelompok seperti di bawah ini :
1. Kelompok I (kelompok kontrol negatif ) : diberi injeksi serum ibu hamil
normal
2. Kelompok II (kelompok kontrol positif) , kelompok III (kelompok
perlakuan 1), kelompok IV (kelompok perlakuan 2) dan kelompok V
(kelompok perlakuan 3) dan kelompok VI (kelompok perlakuan 4)
diberi injeksi serum ibu hamil PEB

Injeksi dilakukan di Laboratorium Farmakologi Universitas Brawijaya


Malang.
Langkah pemberian injeksi sebagai berikut :
1. Memasukkan masing-masing serum ibu hamil ke dalam spuit 1 mL
sebanyak 0,1 cc

52

2. Memegang ekor sampai pangkal ekor


3. Telapak tangan menggenggam melalui bagian belakang tubuh
dengan jari telunjuk dan jempol secara perlahan diletakkan di
samping kiri dan kanan leher
4. Tangan yang lainnya digunakan untuk menyuntik
5. Tentukan lokasi penyuntikan yaitu secara intraperitoneal yaitu pada
otot quadriceps bagian belakang paha
6. Setelah itu melepaskan mencit dan mengembalikan ke kandangnya.
4.7.7

Pengambilan Bahan Pemeriksaan

a. Serum
Pengambilan serum dilakukan dalam beberapa tahap sebagai berikut :
1. Disiapkan peralatan dan bahan yang digunakan untuk bedah minor
seperti : gunting, pinset, spuit 1 cc, mikropipet dan tabung ependorf
2. Mencit dieksekusi pada usia gestasi ke 20 dengan menggunakan
injeksi ketamin
3. Mencit yang sudah tidak bergerak, diletakkan di atas alas papan
dengan posisi perut menghadap ke atas, keempat telapak kaki
ditancapkan pada nahl. Perut mencit disterilisasi terlebih dahulu
menggunakan alkohol spray dan dibedah dengan menggunakan
minor surgery set. Dilakukan sayatan pada garis tengah dinding perut,
dilanjutkan ke samping kiri dan kanan sampai terlihat organ jantung.
4. Darah

mencit

diambil

langsung

dari

jantung

kanan

dengan

menggunakan spuit 1cc.


5. Sampel darah didiamkan selama 12 jam kemudian disentrifugasi.
Serum darah yang telah terpisah diambil dengan menggunakan
mikropipet dan masukkan dalam ependorf.

53

6. Serum darah disimpan dalam suhu 40 C sampai siap untuk


digunakan
b. Organ
Pengambilan organ plasenta dilakukan dalam beberapa tahap sebagai
berikut :
1. Disiapkan peralatan : ketamin, formalin 10% dan botol untuk tempat
organ ginjal dan plasenta
2. Setelah dilakukan pembedahan, plasenta diambil dan dibersihkan,
dimasukkan ke dalam botol serta difiksasi dengan formalin 10%
sampai

seluruh

organ

terendam

selama

24

jam

untuk

mempertahankan struktur sel melalui proses denaturasi protein.


3. Organ plasenta kemudian dibawa ke laboratorium Patologi dan
Anatomi untuk pembuatan preparat
4. Bangkai mencit yang tersisa dan tidak digunakan lagi disiram dengan
larutan desinfektan, kemudian dibungkus dengan plastik dan dikubur
dengan kedalaman 50 cm dari permukaan tanah agar tidak terjadi
pencemaran lingkungan.
4.7.8

Metode Pemeriksaan Kadar AT1AA


Pengukuran kadar AT1AA serum mencit dengan metode ELISA

menggunakan ELISA kit (RnD System, Mouse PlGF Immunoassay no catalog


MP 200).
4.7.9

Metode Pengukuran Ekspresi Endothelin 1 Plasenta

Pengukuran

ekspresi

Endothelin-1

di

plasenta

adalah

pengamatan secara visual protein ET-1 yang terekspresi pada jaringan


plasenta hewan coba, menggunakan foto dot slide software Olympus

54

pembesaran 400 kali.Positif ET-1 jika terdapat warna coklat pada


jaringan tersebut. Prosentase ET-1 = sel (+ ET-1) / sel x 100%.
Antibodi ET-1 menggunakan merck dagang Life Technology Catalog
MA3-005 dan IHK kit merck Biocare Medical
4.8

Analisa Data

4.8.1

Uji Parametrik
Data dianalisis secara statistik menggunakan program perangkat lunak

SPSS 19.0 for Windows.Sebelum dilakukan analisa data, data diuji dengan
melakukan analisis uji parametrik yaitu untuk megetahui apakah data terdistribusi
normal atau tidak.Uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk dengan
menilai probabilitas kesalahan empirik pada nilai p-value.Jika nilai p-value> 0.05
maka data berdistribusi normal bila p-value< 0.05 maka data berdistribusi tidak
normal sehingga uji parametrik tidak dapat digunakan (Santoso, 2005).
4.8.2

Uji t tidak Berpasangan


Kemudian dilakukan teknik analisis data uji t sampel bebas (independent

sample t-test) untuk membandingkan antara 2 kelompok sampel terikat yaitu


antara kelompok kontrol negatif yaitu kelompok mencit bunting yang diberikan
serum ibu hamil normal rendah TNF- dan kelompok kontrol positif yaitu
kelompok mencit bunting yang diberikan serum ibu hamil PEB tinggi TNF- tanpa
pemberian ekstrak jinten hitam (Nigella Sativa) bila data berdistribusi normal. Bila
tidak berdistribusi normal menggunakan uji Mann-Whitney (Santoso, 2005).
4.8.3

Uji Anova One Way


Uji Anova One Way digunakan untuk membandingkan rerata variabel

terukur antara kelompok kontrol positif yaitu kelompok mencit bunting yang
diberikan serum ibu hamil PEB tinggi TNF- tanpa pemberian ekstrak jinten

55

hitam (Nigella Sativa) dengan kelompok perlakuan yaitu kelompok mencit


bunting yang diberikan serum ibu PEB tinggi TNF- serta diberikan ekstrak jinten
hitam (Nigella Sativa) dengan 4 dosis dengan tujuan untuk mendapatkan data
dari setiap variable. Pengujian ini dilakukan untuk meghasilkan kesimpulan H o
ditolak atau adanya perbedaan yang bermakna atau signifikan. Setelah itu
dilakukan uji perbandingan berganda untuk menemukan dosis ekstrak jinten
hitam yang paling berpengaruh.
4.8.4

Uji Korelasi
Selanjutnya akan dilakukan uji keeratan hubungan antara variabel terukur

(skala interval) yaitu korelasi antara pemberian ekstrak jinten hitam (Nigella
Sativa)

dengan

dosis

500

mg/kgBB/hari,

1000

mg/kgBB/hari

1500

mg/kgBB/hari, dan 2000 mg/kgBB/hari.Apabila data berdistribusi normal maka uji


korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson, tapi apabila data tidak
berdistribusi normal maka digunakan uji Spearmans rho. P-value > 0.05 maka
tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel, dan bila nilai p-value
< 0.05 maka ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel.

56

DAFTAR ISI
Daftar isi

daftar gambar iii


DAFTAR TABEL...iv
DAFTAR SINGKATAN.v
Bab 1 PENDAHULUAN

1.1
1.2
1.3

Latar Belakang.................................................................................
Rumusan Masalah............................................................................
Tujuan Penelitian..............................................................................
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................
1.3.2 Tujuan khusus........................................................................
1.3.3 Manfaat..................................................................................
Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1

2.2
2.3

Preeklampsia....................................................................................
2.1.1 Definisi...................................................................................
2.1.2 Faktor Resiko Preeklampsia...................................................
2.1.3 Patofisiologi Preeklampsia.....................................................
2.1.4 Perkembangan Plasenta Abnormal Pada Preeklampsia.........
2.1.5 Hubungan Iskemia Plasenta Dengan Disfungsi Endotel
12
2.1.6 Peran
Inflamasi
dan
Stress
Oksidatif
Pada
Pathogenesis Preeklampsia.................................................
Model Mencit Preeklampsia............................................................
AT1-AA...........................................................................................
2.3.1 Definisi AT1-AA.....................................................................

57

2.3.2 Peranan AT1AA Dalam Patogenesa Preeklampsia..............


2.4 ENDOTHELIN 1.............................................................................
2.4.1 Definisi Endothelin 1.............................................................
2.4.2 Peranan Endothelin 1 Pada Patogenesa Preeklampsia
24
2.5 JINTEN HITAM (NIGELLA SATIVA)................................................
2.5.1 Taksonomi............................................................................
2.5.2 Deskripsi Tanaman...............................................................
2.5.3 Fitokimia Jinten Hitam..........................................................
2.5.4 Kandungan Biji Jinten Hitam.................................................
2.5.5 Jinten Hitam Sebagai Antiinflamasi......................................
2.5.6 Jinten Hitam Sebagai Antioksidan........................................
2.5.7 Khasiat Jinten Hitam Sebagai Antihipertensi........................
Bab 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA PENELITIAN 37
3.1
3.2

Kerangka Teori................................................................................
Kerangka Konsep...........................................................................
Keterangan Kerangka Konsep.......................................................
3.3 Hipotesa Penelitian.........................................................................
Bab 4 METODOLOGI PENELITIAN 43
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7

4.8

Rancangan Penelitian.....................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................
4.2.1 Waktu Penelitian...................................................................
4.2.2 Tempat Penelitian.................................................................
Sampel Penelitian..........................................................................
Besar sample penelitian................................................................
Pembagian kelompok sample penelitian........................................
Variabel Penelitian..........................................................................
Definisi Operasional Variabel Penelitian.........................................
Alur Penelitian................................................................................
Bahan dan Prosedur Kerja.............................................................
4.7.1 Pembuatan Ekstrak Jinten Hitam.........................................
4.7.2 Pengambilan Serum Darah Ibu Hamil Normal dan Hamil
Dengan Preeklampsia Berat.................................................
4.7.3 Pemeliharaan Hewan Coba..................................................
4.7.4 Pemberian Ekstrak Jinten Hitam..........................................
4.7.5 Pembuatan Model Mencit Preeklampsia..............................
4.7.6 Pemberian Injeksi Serum Ibu Preeklampsia Pada
Hewan Coba.........................................................................
4.7.7 Pengambilan Bahan Pemeriksaan.......................................
4.7.8 Metode Pemeriksaan Kadar AT1AA.....................................
4.7.9 Metode Pengukuran Ekspresi Endothelin 1 Plasenta...........
Analisa Data...................................................................................
4.8.1 Uji Parametrik.......................................................................
4.8.2 Uji t tidak Berpasangan........................................................
4.8.3 Uji Anova One Way..............................................................
4.8.4 Uji Korelasi...........................................................................

58

59

DAFTAR SINGKATAN

60

ACOG

: American College of Obstetricans and Gynecologist

AT1-AA

: Angiotensin II type I receptor Agonistic Autoantibodies

ATP

: Adenosine Triphosphat

COX

:Cyclooxygenase

ET1

: Endothelin 1

EVT

: Extravillous Cytotrofoblast

GC-MS

: Gas Chromatography-Mass Spectrometry

GPx

: Glutathione Peroxidase

GST

: Gluthatione-S-Transferase

ICAM-1

: Intercellular Adhesion Molecule 1

IL

: Interleukin

IMT

: Indeks Massa Tubuh

IUGR

: Intrauterine Growth Factor

MAF

: Macrophage Activating Factor

NF-kB

: Nuclear Factor-Kappa B

NHBPEP

: National High Blood Pressure Education Program

NO

: Nitric Oxide

PlGF

: Placental Growth Receptor

PMN

: Polymorphonuclear

ROS

: Reactive Oxygen Species

sEng

: soluble Endoglin

sFLT-1

: soluble Fms Like Tyrosine Kinase 1

SOD

: Superoxide Dismutase

TBARS

: Thiobarbituric Reactive

61

TGF-

: Transforming Growth Factor

TNF-

: Tumor Necrosis Factor

TQ

: Thymoquinone

VCAM

: Vascular Cell Adhesion Molecule 1

VEGF

: Vascular Endothelial Growth Factor

VEGFR

: Vascular Endothelial Growth Factor Receptor

62

Vous aimerez peut-être aussi