Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
2. 2.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
emfisema.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi emfisema.
2. Mengetahui dan memahami etiologi emfisema.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada
klien dengan emfisema.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.
6. Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus
emfisema.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling
umum adalah merokok.
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri
adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita
emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat
karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap
didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah
penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan
perubahan yang terjadi dalam paru-paru :
1. PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak paruparu bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan
alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang
terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar
merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil
penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat
usia tua dan bronchitis kronik.
Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya
devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti protease.
Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap
protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan cherniack, 1983). Semua
ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit penyakit
inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh
dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini sering disebut
centriacinar emfisema, sering kali timbul pada perokok.
2. CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)
Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan perifer dari
asinus tetap baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan
kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi
merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa.
CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius.
Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya
cenderung menjadi satu ruang.
Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi
cenderung menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusiventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam
darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi
mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas. CLE lebih banyak
ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok
(Sylvia A. Price 1995).
3. Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara
dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya
sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.
Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus.
Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati
penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu
ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan
dapat menghalangi keluarnya udara.
2.2 Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein
alfa 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan
menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis
dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat
fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar
mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi
pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi paru
bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di
isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin
kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
7. Pengaruh usia
2.3 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus
yang akan menyebebkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara
akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan
terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2
dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari
adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian,
dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan
septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang alveolus yang disebut blebs
dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak
mengalami pertukaran gas atau darah. Emfisema juga menyebabkan destruksi
kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan
ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika
hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya berhubungan dengan
bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan
saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari
elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT
merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT
dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan
kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul
emfisema. Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi,
dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas
system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama
enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan
2.4 Komplikasi
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
1. Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
fungsi paru.Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55
tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 5560 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas
dan meninggal dunia.
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat
memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara
pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang
optimal harus dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara
berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan
zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap
influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan
nafas yang masih mempunyai komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini
dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral
dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah
yang baik antara 10-15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping
utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid
akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas. Hinshaw dan Murry
menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu.
Kalau tidak ada respon baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine
tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat,
kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air
menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan
asetilsistein atau bromheksin.
c)
TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma;
penurunan emfisema.
d)
e)
f)
FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat
menurun pada bronkitis dan asma.
g)
GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat
menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps bronkial pada
ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronchitis.
h)
JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan
eosinofil (asma).
i)
Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.
j)
Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan
alergi.
k)
EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia
atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis,
emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
l)
EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program
latihan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN EMFISEMA
Identitas Klien
Nama : Tuan A
TTL : 17/11/1970
2. 2.
Tuan A tinggal bersama istri dan dua anaknya. Tuan A mengeluh sesak napas,
batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak
sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental. Tuan A tampak kebiruan
pada daerah bibir dan dasar kuku. Tuan A merasakan sedikit nyeri pada dada.
Tuan A cepat merasa lelah saat melakukan aktivitas.
3.
2.
Tanda-Tanda Vital :
S
N
: 37,40C
:102 x/mnt
TD
:130/80 mmHg
RR
: 30 x/mnt
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Turgor kulit : Berkeringat
Massa otot : menurun
pO2 : 75 mmHg ()
c)
pCO2 : 50 mmHg ()
d)
SO3 : 100%
Analisa Data
No
Data
Etiologi
1.
DS:
Usia
Ekonomi rendah
Merokok
DO:
a)
pO2 : 75 mmHg ()
b)
pCO2 : 50 mmHg ()
c)
SO3 : 100%
Masalah
Inflamasi
Elastisitas paru
menurun
paru
Destruksi jaringan
2.
DS :
Klien mengeluh berat saat
bernapas
Sesak
RR > 20 x/menit
CO2
O2
hiperkapnia
hipoksia
DO :
-
Gangguan pertukaran
gas
Pola napas
tidak efektif
napas
-
RR : 30 x/menit
Destruktif kapiler paru
Penurunan perfusi O2
-Sianosis
3.
4.
Penurunan ventilasi
DS :
Peningkatan upaya
menangkap O2
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
Peningkatan RR
Ditemukan suara
napas ronchi
Pola napas tidak efektif
DS :
Klien selalu mengeluh
kelelahan dan lemas
DO ;
Sesak (dyspnea)
Intoleransi
aktivitas
RR meningkat
setelah melakukan aktivitas
Cepat lelah saat
beraktivitas
Nyeri dyspnea
Sekret tertahan
Ronchi
Ventilasi menurun
Upaya menangkap O2
meningkat
RR meningkat
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
Gangguan
pertukaran gas
berhubungan
dengan kerusakan
alveoli yang
reversible
Tujuan
Kriteria Hasil
Intervensi
1. Pertukaran gas
pasien kembali
normal
2. Tidak terjadi
perubahan fungsi
pernapasan.
1. Ajari pasien te
teknik penghe
energi.
2. Bantu pasien u
mengidentifika
tugas-tugas ya
bisa diselesaik
4. Pasien tidak
mengatakan nyeri
saat bernapas.
1. Kolaborasi :
Berikan oksig
sesuai indikasi
Berikan pene
SSP (anti ansie
sedatif atau
narkotik) deng
hati-hati sesua
indikasi
mengembangkan
secara optimal.
7. Posisikan pasien
dengan posisi semi
fowler agar pasien
bisa melakukan
respirasi dengan
sempurna.
8. Kaji adanya nyeri
dan tanda vital
berhubungan dengan
latihan yang
diberikan.
2.
Pola pernapasan
tidak efektif
berhubungan
dengan ventilasi
alveoli
1. Tidak terjadi
perubahan dalam
frekuensi pola
pernapasan.
2. Tekanan nadi
(frekuensi, irama,
kwalitas) normal.
1.
Latih pasien n
perlahan-lahan
bernapas lebih
efektif.
3. Pasien
memperlihatkan
frekuensi pernapasan
yang efektif dan
mengalami
perbaikan
pertukaran gas pada
paru.
1. Jelaskan pada
bahwa dia dap
mengatasi
hiperventilasi
melalui kontro
pernapasan se
sadar.
4. Pasien menyatakan
faktor penyebab, jika
mengetahui.
Pemberian obat-obat
sesuai indikasi dokte
bronkodilator)
5. Pastikan pasien
bahwa tindakan
tersebut dilakukan
untuk menjamin
keamanan.
6. Alihkan perhatian
pasien dari
pemikiran tentang
keadaan ansietas
(cemas) dengan
2. Kolaborasi:
meminta pasien
mempertahankan
kontak mata dengan
perawat.
3.
1. Berikan posisi
nyaman (fowle
semi fowler)
1. Anjurkan untuk
minum air han
2. Bantu klien un
melakukan lati
batuk efektif b
memungkinkan
3. Lakukan suctio
diperlukan, ba
lamanya suctio
kurang dari 15
dan lakukan
pemberian oks
100% sebelum
melakukan suc
4. Pasien lebih ny
karena dapat
membantu
kelancaran pol
nafasnya
6. Batuk efektif a
membantu
mengeluarkan
sekret.
Intoleransi aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan
1. Pasien bernafas
dengan efektif.
2. Mengatasi masalah
antara kebutuhan
dan
suplai
oksigen.
intoleransi aktivitas
pada pasien
1. Pasien bisa
mengidentifika
sikan faktorfaktor yang
Menurunkan
toleransi
aktivitas.
2. Pasien
memperlihatk
an kemajuan,
khususnya
dalam hal
mobilitas.
2. Hentikan aktifi
bila respon klie
nyeri dada, dy
vertigo/konvus
frekuensi nadi,
pernapasan, te
darah sistolik
menurun.
3. Meningkatkan
aktifitas secara
bertahap.
1. Ajarkan klien m
penghematan
untuk aktifitas
posisi setiap 2
sampai 4 jam
2. Mengakaji peri
istirahat
3. Mendapatkan t
vital pasien no
baik saat istira
ataupun setela
beraktifitas.
4. Masalah intole
aktivitas pada
dapat teratasi
mengukur
tingkat/kualita
guna intervens
selanjutnya
3.8
Implementasi
3.9
Evaluasi
3.10
WOC Emfisema
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas
adalah sebagai berikut :
1. Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh
kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya.
Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena
kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas.
2. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan
perubahan yang terjadi dalam paru-paru : PLE (Panlobular
Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar),
Emfisema Paraseptal.
3. Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah
membantu menjaga keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen
klien.
3.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan
terhadap penderita emfisema. Perawat juga harus mampu berperan sebagai
pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal
yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan
bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA