Vous êtes sur la page 1sur 5

Asal Usul Huruf Braille

Huruf braille diciptakan oleh seorang berkebangsaan Prancis yang mengalami kebutaan saat
masih kecil. Louis Braille lahir pada tanggal 4 Januari 1809. Kini, pada tanggal tersebut diperingati
sebagai Hari Braille di seluruh dunia.
Louis Braille lahir dalam kondisi normal, namun pada usia 3 tahun karena terkena peralatan
kuda milik ayahnya dan hal ini menyebabkan kedua matanya menjadi buta permanen. Louis Braille
ternyata mampu mengatasi keterbatasan fisiknya, bahkan menghasilkan suatu penemuan yang sangat
bermanfaat bagi sesama tunanetra.
Ide mengenai huruf braille ini berawal dari seorang perwira, Kapten Charles Barbier yang
memperkenalkan bahasa sandi yang digunakan oleh pasukannya untuk menyampaikan pesan rahasia
yang disebut night writing. Bahasa sandi ini menggunakan titik-titik dan garis timbul yang dibuat
dengan alat semacam paku bernama stylus. Bahasa ini juga bisa digunakan oleh orang buta karena
dapat diraba dengan ujung jari.
Bahasa sandi ini hanya mewakili bunyi-bunyian pada suatu kata sehingga dibutuhkan ratusan
sandi untuk menulis sebuah buku. Maka, Louis mengembangkan huruf braille yang mewakili huruf
dan tanda baca yang dibutuhkan untuk menulis buku.
Selain itu, seorang tunanetra lebih peka terhadap titik daripada garis, sehingga untuk
memudahkan penggunanya, Louis menciptakan huruf braille dengan 6 titik domino tanpa garis yang
divariasi menjadi 63 jenis huruf, angka, tanda baca, dan simbol yang diperlukan dalam tulisan
Perjuangan belum berakhir karena huruf braille ini sempat dilarang di Prancis. Pada tahun
1834, selesailah huruf braille ciptaan Louis Braille. Louis yang saat itu telah diangkat menjadi guru
di LInstitution Nationale des Jeunes Aveugles, sebuah lembaga untuk anak-anak tunanetra, mulai
memperkenalkan huruf braille kepada murid - muridnya.
Dr. Pignier, sang kepala sekolah juga mendukungnya, namun orang-orang di luar lembaga tak
ada yang menyetujui huruf ini. Mereka yang belum pernah melihat huruf tersebut merasa betapa
bergunanya huruf braille bagi siswa tunanetra namun, ada pula yang beranggapan bahwa mengajarkan
tulisan yang berbeda dari tulisan umum itu tidak masuk akal. Louis Braille tetap tidak menyerah, dia
bahkan menerjemahkan buku-buku pelajaran di perpustakaan ke dalam huruf braille. Kemudian pada
tahun 1841, sekolah diambil alih oleh Dr. Dufau yang menentang dengan tegas huruf braille.
Louis Braille pun terpaksa mengajar murid-muridnya secara diam-diam karena larangan ini.
Hingga pada suatu ketika seorang guru lain yang bersimpati kepada mereka yaitu Dr. Gaudet, berhasil
membujuk Dr. Dufau untuk mengizinkan penggunaan huruf braille di sekolah. Pada tahun 1847,
Louis kembali menggunakan huruf ciptaannya dengan leluasa di sekolah. Kemudian di tahun 1851,
Dr. Dufau mengajukan kepada pemerintah agar mengakui penemuan Louis Braille dan supaya ia
mendapat tanda jasa. Louis Braille kemudian meninggal dunia tahun 1852 dalam usia 41 tahun karena
penyakit tuberculosis.

Asal Usul Huruf Braille


Louis Braille dilahirkan pada 4 Januari 1809 di Coupvray, sebuah kota kecil di dekat Paris, Prancis. Ia
tinggal bersama ayahnya, Simon Rene Braille dan ibunya, Monique, di sebuah rumah sederhana.
Ayahnya seorang pembuat sepatu dan perlengkapan berbahan kulit yang bekerja di bengkel miliknya
sendiri. Louis kecil senang sekali bermain di bengkel ayahnya. Pada usia 4 tahun, ketika asyik
memainkan alat-alat kerja ayahnya, ia mengalami kecelakaan. Jara, alat tajam untuk melubangi kulit,
secara tak sengaja melukai sebelah matanya.
Infeksi di sebelah matanya yang terluka segera menjalar ke sebelah mata lainnya dan mengakibatkan
kebutaan total pada kedua matanya.
Meskipun tidak bisa melihat, Louis kecil berhasil menunjukkan kemauan yang kuat untuk belajar.
Orang tua Louis bersama guru sekolah setempat melihat potensi yang besar pada dirinya. Oleh karena
itu, ketika memasuki usia sekolah, ia diizinkan mengikuti pelajaran di kelas bersama temantemannya yang berpenglihatan normal dengan mengandalkan indra pendengaran. Ternyata, ia dapat
mengikuti pelajaran dengan baik. Satu-satunya kendala, ia tidak dapat membaca dan menulis
pelajaran kecuali sebatas mendengarkan apa yang disampaikan gurunya secara lisan.
Pada usia 10 tahun, ia memperoleh beasiswa untuk belajar pada Royal Institution for Blind Youth di
Paris, sebuah lembaga pendidikan khusus untuk anak-anak tunanetra. Di sana, ia belajar membaca
huruf-huruf yang dicetak timbul pada kertas dengan cara merabanya. Pada sekolah ini juga terdapat
beberapa buku dengan sistem cetak timbul yang disediakan oleh pendiri sekolah, Valentin Hauy.
Buku-buku ini memuat huruf-huruf berukuran besar yang dicetak timbul pada setiap halamannya.
Karena ukuran huruf-hurufnya yang besar, ukuran bukunya pun terbilang besar sehingga harganya
sangat mahal. Sekolahnya hanya memiliki 14 buku seperti ini.
Louis muda dengan penuh kesabaran berhasil melahap semua buku itu di perpustakaan sekolahnya.
Louis Braille dapat merasakan setiap huruf yang dicetak timbul pada buku-buku itu, tetapi cukup
menyita waktu untuk dapat membaca dan memahami setiap kalimatnya. Dibutuhkan waktu beberapa
detik untuk mengidentifikasi satu kata dan ketika telah sampai pada akhir kalimat, ia sering lupa
tentang apa yang telah dibacanya pada awal kalimat. Louis yakin pasti ada cara yang lebih mudah
sehingga kaum tunanetra dapat membaca secepat dan semudah orang yang dapat melihat.
Suatu hari pada 1821, seorang kapten angkatan bersenjata Prancis, Charles Barbier, berkunjung ke
sekolah Louis. Barbier mempresentasikan penemuannya yang dinamakan night writing (tulisan
malam), sebuah kode yang memungkinkan pasukannya berbagi informasi rahasia di medan perang
tanpa perlu berbicara atau menyalakan cahaya senter untuk membacanya. Kode ini terdiri atas 12 titik
timbul yang dapat dikombinasikan untuk mewakili huruf-huruf dan dapat dirasakan oleh ujung-ujung
jari.
Sayangnya, kode ini terlalu rumit bagi sebagian besar pasukannya sehingga ditolak untuk digunakan
secara resmi di kesatuannya, tetapi tidak bagi pelajar tunanetra berusia 12 tahun, Louis Braille. Louis
muda
segera menyadari betapa sistem titik timbul ini akan sangat berguna jika ia berhasil
menyederhanakannya. Setelah kunjungan Barbier, ia serius bereksperimen dengan menghasilkan
sistem-sistem titik timbul yang berbeda. Dalam tiga tahun, pada usia 15 tahun, akhirnya ia berhasil

membangun satu sistem ideal yang sekarang dinamakan huruf braille, menggunakan satu sel 6 titik
dan didasarkan ejaan normal.
Setiap karakter atau sel braille tediri atas enam posisi titik yang disusun dalam dua kolom yang
masing-masing mengandung tiga posisi titik sehingga membentuk persegi panjang. Satu titik atau
lebih mungkin ditimbulkan pada salah satu atau beberapa dari keenam posisi titik itu untuk mewakili
huruf alfabet, tanda baca, atau bilangan tertentu. Louis Braille menemukan 63 kombinasi susunan titik
timbul yang mungkin. Apakah ia berhenti sampai di sini?
Tidak. Ia bahkan terus mengembangkan sistem ini pada tahun-tahun berikutnya dan berhasil
menambahkan simbol-simbol untuk matematika dan musik. Pada 1829, Louis Braille menerbitkan
Method of Writing Words, Music and Plain Song by Means of Dots, for Use by the Blind and
Arranged by Them, buku braille pertama yang pernah terbit di dunia. Kaum tunanetra membaca
tulisan braille dengan menggerakkan ujung-ujung jari mereka di atas titik-titik yang timbul itu.
Mereka dapat menulis huruf braille pada suatu kertas di atas mesin 6 kunci yang dinamakan
braillewriter (penulis braille) dengan menggunakan stytus, alat semacam bolpoin tanpa tinta yang
ujungnya runcing.
Akhirnya, Louis Braille menjadi guru pada sekolah tempat ia pernah menjadi murid, Royal Institusion
for Blind Youth. la menjadi guru yang disukai dan dihormati murid-muridnya. Tetapi sayang, ia tidak
sempat melihat sistem baca-tulis temuannya digunakan secara luas di seluruh dunia. Pada 6 Januari
1852, di usia yang ke-43, ia meninggal karena serangan TBC.
Pada mulanya, orang tidak berpikir bahwa kode braille merupakan sesuatu yang berguna untuk kaum
tunanetra. Banyak orang yang menduga sistem braille akan mati sebagaimana penemunya. Bersyukur
ada sedikit orang yang menyadari pentingnya penemuan Louis Braille. Pada 1868, Dr. Thomas
Armitage memimpin sekelompok orang tunanetra yang terdiri atas empat orang mendirikan
lembaga untuk mengembangkan dan menyebarkan sistem temuan Louis Braille. Kelompok kecil ini
terus tumbuh dan berkembang menjadi Royal National Institute of the Blind (RNIB), yang sekarang
dikenal sebagai penerbit terbesar buku-buku braille di Eropa. Penemuan brilian Louis Braille telah
mengubah dunia membaca dan menulis kaum tunanetra untuk selamanya. Sekarang, kode braille telah
diadaptasi hampir ke dalam semua bahasa tulis terkenal di dunia. Louis telah membuktikan bahwa
dengan motivasi yang kuat, kita dapat melakukan hal yang sebelumnya tidak masuk akal.

KISAH GADIS BUTA YANG MEMILUKAN


Di sebuah kota yang tenang, hidup seorang gadis cantik, namanya Dira. Gadis ini tidak bisa melihat
sejak berusia enam tahun, sebuah penyakit menyebabkan kornea matanya rusak. Semenjak saat itu,
hari-hari sang gadis terasa gelap. Dia tidak mau sekolah begitupun dengan bergaul, ia malu karena
tidak bisa melihat dunia luar. Orang tua sang gadis akhirnya menyekolahkan putri mereka di rumah.
Hingga tiba masa remaja, belum ada satupun panggilan operasi untuk donor kornea. Dira tetap
berharap dan berdoa agar suatu saat, dia kembali bisa melihat dunia seperti dulu. Merasakan indahnya
senja dan melihat warna-warni bunga yang bermekaran di taman.
Pada suatu hari, sang gadis bertemu dengan seorang pemuda. Mereka berjumpa pertama kali di
sebuah taman bunga. Jatuh cinta pada pandangan pertama, mungkin itulah yang dirasakan sang gadis,
walaupun dia tidak bisa melihat. Sang pemuda berusia sama dengannya, pemuda baik yang mau
menerima sang gadis apa adanya. Pemuda itu melihat ketulusan sekaligus duka pada sang gadis,
sehingga dia ingin membahagiakan Dira dengan cintanya.
Seperti orang yang sedang dimabuk cinta, sang pemuda berkali-kali memberikan bunga mawar merah
jambu, itu adalah bunga kesukaan Dira. Pemuda itu sangat romantis, dia merangkai kata-kata indah
dalam bentuk puisi cinta. Dia menuliskannya dalam huruf-huruf braille. Sang pemuda juga selalu
memberi semangat pada Dira, suatu saat dia pasti bisa melihat lagi, pemuda itu berjanji.
Beberapa bulan berlalu, kabar dari rumah sakit tiba. Dira bisa segera melakukan operasi kornea
karena ada donor yang menyerahkan korneanya. Gadis cantik itu langsung bersorak gembira. Selain
bisa melihat dunia seperti dulu, dia sangat ingin melihat wajah kekasihnya. Sehingga Dira
mempersiapkan operasinya dengan baik dan memasrahkan hasilnya yang terbaik pada Tuhan.
Operasi itu berhasil, Dira harus beradaptasi dengan cahaya selama beberapa minggu sampai dia
diperbolehkan berjalan-jalan seorang diri. Sejak masa operasi dan pemulihan, Dira belum berjumpa
dengan sang pemuda. Rasa rindu memuncak dan mereka berjanji untuk bertemu di sebuah cafe
romantis yang sangat nyaman.
Saat bertemu dengan sang pemuda, Dira sangat kecewa. Ternyata pemuda itu buta, sama seperti
dirinya sebelum operasi. Gadis cantik itu langsung mempertimbangkan masa depannya jika terus
berhubungan dengan sang pemuda. Bagaimana dia bisa hidup dengan laki-laki yang buta, sedangkan
hidup memerlukan banyak uang. Dira pernah buta, dan dia merasa kesempatannya untuk berkarya dan
menghasilkan uang lebih sempit. Akhirnya Dira memutuskan hubungan dengan sang pemuda.
Beberapa hari kemudian, Dira menerima sebuah surat yang bertuliskan huruf braille. Walaupun sudah
bisa melihat, Dira masih bisa membaca huruf braille. Gadis itu memejamkan matanya agar sentuhan
raba pada tangannya lebih sensitif membaca surat bertuliskan huruf braille tersebut.

Dira kekasihku, maaf jika aku lancang menuliskan surat ini padamu.
Aku tahu, saat ini kita sudah bukan sepasang kekasih, tetapi cintaku masih utuh hanya untukmu.
Seperti yang sudah pernah aku katakan dahulu, kamu pasti bisa melihat dunia, senja dan bunga
mawar merah jambu kesukaanmu.

Saat kamu membaca surat ini, aku pasti sudah berada di London untuk meneruskan cita-citaku
menjadi guru. Aku lebih bisa diterima di negara ini, jadi aku akan menetap selamanya di sini dan
mungkin tidak akan bertemu denganmu kembali.
Rasa cinta membuatku tidak bisa membencimu, Dira..
Satu hal yang ingin aku sampaikan, tolong jaga hadiah yang sudah aku berikan padamu. Aku tulus
memberikan kornea mataku untukmu.
Jangan menangis, aku tahu kamu gadis yang kuat. Aku belajar banyak darimu Dira, aku juga akan
berusaha sekuat dirimu.
Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu.
Tetesan air mata jatuh di atas kertas surat. Selama ini Dira tidak pernah tahu siapa yang mendonorkan
kornea mata untuknya, pihak rumah sakit merahasiakannya. Sekarang dia tahu siapa orang yang sudah
merelakan penglihatan itu untuknya. Ada penyesalan teramat dalam karena Dira sudah memutuskan
hubungan dengan pria yang mau mengorbankan tubuh untuknya.
***
Saat kamu rela menyerahkan kebahagiaan untuk orang yang paling kamu cintai, itulah cinta sejati.

Vous aimerez peut-être aussi