Vous êtes sur la page 1sur 26

Case Science Session

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

Oleh:

Sintia Mardhasafitri
Syarmira Binti Abd Rasa

1110312098
1110314005

PRESEPTOR:
dr. Nirza Warto, Sp. THT-KL

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA LEHER


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016

BAB I
PENDAHULUAN

BPPV merupakan salah satu tipe vertigo perifer paling sering terjadi,
merupakan akibat dari debris dalam kanalis semikularis posterior. Pasien
mengeluh vertigo bertahan dalam detik dengan tanpa hilang pendengaran dalam
beberapa posisi. Rata-rata umur pasien adalah decade kelima dan tidak ada bias
jenis kelamin.
Insiden bias bervariasi dari 10 sampai 100 kasus per 100,000 individu
dalam setahun. Hampir 20% pasien vertigo didiagnosis BPPV. Sepuluh sehingga
lime belas persen pasien punya riwayat neuritis vestibular dan dua puluh persen
lagi punya riwayat trauma kepala.
Penatalaksanaan pasien dengan vertigo dimulai dari anamnesis bagi
mengetahui penyebab terjadinya vertigo. Terapi diberikan dapat berupa terapi
farmakologis atau menuver-menuver tertentu yang akan dibahas pada referat ini.

1.2 Batasan Masalah


Pembahasan case science session ini dibatasi pada definisi, patogenesis
dan penatalaksanaan BPPV.
1.3 Tujuan Penulisan
Case science session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan pembaca
umumnya dan penulis khususnya mengenai BPPV.

1.4 Metode Penulisan


Case science session ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk
kepada beberapa literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer


Aparatus vestibularis terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Aparatus vestibularis berfungsi
sebagai sistem keseimbangan yang terdiri dari tiga buah canalis semisirkularis,
dan organ otolit yaitu sacculus dan utriculus. 1 Labirin terdiri atas labirin tulang
dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam labirin tulang dan
bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membrane dan
labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat didalam labirin
membrane. Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf
vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf, yang
berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis,
yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga
kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.2,3

Gambar 2.1 Apartus Vestibular1

Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan,
yaitu:3
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam
pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis,
sakulus dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan, di
utrikulus dan sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan di
kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya.
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung kepada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada
saat itu.3
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua jenis
sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap
percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linier,
khususnya percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan percepatan linier ini
disebabkan oleh geometri dari kanalis dan organ otolit serta ciri-ciri fisik dari
struktur-struktur yang menutupi sel rambut.3

2.1.1 Sel rambut


Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.3
2.1.2 Kanalis semisirkularis
Kanalis semisirkularis berorientasi pada tiga bidang dalam ruang. Pada
tiap ujungnya melebar dan berhubungan dengan urtikulus, yang disebut ampula.
Di dalam ampula terdapat reseptor krista ampularis yang terdiri dari sel-sel rambut
sebagai reseptor keseimbangan dan sel sustentakularis yang dilapisi oleh suatu
substansi gelatin yang disebut kupula sebagai penutup ampula. Sel-sel rambut
terbenam dalam kupula dan dasarnya membentuk sinap dengan ujung terminal
saraf afferen yang aksonnya membentuk nervus vestibularis. Nervus vestibularis
bersatu dengan nervus auditorius membentuk nervus vestibulocochlear.4
Kanalis semisirkularis berfungsi untuk mendeteksi akselerasi atau
deselarasi rotasi kepala seperti ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir,
balik atau memutar kepala. Akselerasi dan deselarasi menyebabkan sel rambut
yang terbenam di dalam cairan endolimfa bergerak. Pada awal pergerakan,
endolimfa tertinggal dan kupula miring ke arah berlawanan dengan gerakan
kepala sehingga sel-sel rambut menekuk. Ketika stereosilia (rambut dari sel-sel
rambut) menekuk ke arah kinosilium (rambut dari sel-sel rambut), maka terjadi

depolarisasi yang memicu pelepasan neurotransmitter dari sel-sel rambut menuju


ke saraf afferent. Dan sebaliknya jika menekuk ke arah berlawanan akan terjadi
hiperpolarisasi. Ketika pergerakan perlahan berhenti, sel-sel rambut akan kembali
lurus dan kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan gerakan kepala.1
2.1.3 Organ otolit
Organ otolit (makula atau otokonia) terdapat dalam labirin membran di
lantai utrikulus dan semivertikal di dinding sakulus. Makula juga mengandung sel
sustentakularis dan sel rambut. Bagian atasnya ditutupi oleh membran otolit dan
di dalamnya terbenam kristal-kristal kalsium karbonat (otolit-batu telinga).
Lapisan ini lebih berat dan insersi lebih besar dari cairan di sekitarnya. Serat-serat
saraf dari sel rambut bergabung dengan serat-serat dari krista di bagian vestibuler
dari nervus vestibulokoklearis.8 Fungsi organ otolit adalah memberikan informasi
mengenai posisi kepala relatif terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan
dalam kecepatan gerakan linier (bergerak garis lurus tanpa memandang arah).1
Utrikulus berfungsi pada pergerakan vertikal dan horizontal. Ketika kepala
miring ke arah selain vertikal, rambut akan menekuk sesuai kemiringan karena
gaya gravitasi dan akan mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi sesuai
kemiringannya. Contoh pergerakan horizontal adalah saat berjalan. Pada posisi ini
insersinya menjadi lebih besar dan menyebabkan membran otolit tertinggal di
belakang endolimfa dan sel rambut, sehingga menyebabkan rambut tertekuk ke
belakang. Jika pergerakan ini dilakukan secara konstan maka lapisan gelatinosa
akan kembali ke posisi semula. Sakulus fungsinya hampir sama dengan utrikulus

namun berespon secara selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi


horizontal, misalnya: bangun dari tempat tidur, lompat atau naik eskalator.1
Krista dan makula dipersarafi oleh nervus vestibularis yang badan selnya
terletak di ganglion vestibularis. Serat saraf kanalis semisirkularis berada pada
bagian superior dan medial nukleus vestibularis dan sebagian mengatur
pergerakan bola mata. Serat dari utrikulus dan sakulus berakhir di nukleus
descendens menuju ke serebelum dan formasio retikularis. Nervus vestibularis
juga menuju ke talamus dan korteks somatosensorik. 4

2.2 Definisi
BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai
terutama pada usia dewasa muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo
perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem
vestibularis perifer.2 BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun
1921.2 BPPV timbul berupa gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan
keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi
tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.5

2.3 Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyebab tersering
vertigo perifer, yaitu sekitar 20-40%. Penyakit ini sering ditemukan pada usia 11

hingga 40, dengan umur rata-rata onset vertigo ditemukan pada dekade keempat
hingga kelima dan tidak ada bias jenis kelamin. 6,7
Insiden bias bervariasi dari 10 sampai 100 kasus per 100,000 individu
dalam setahun. BPPV ditemukan meningkat sesuai umur dan sedikit lebih tinggi
pada anak perempuan. Pasien anak BPPV mempunyai hubungan dengan migrain.
Sepuluh sehingga lime belas persen pasien punya riwayat neuritis vestibular dan
dua puluh persen lagi punya riwayat trauma kepala.6,7
Di Indonesia, BPPV merupakan vertigo perifer yang paling sering ditemui,
yaitu sekitar 30%. Usia penderita BPPV yang paling banyak adalah diatas 51
tahun. Jarang ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 35 tahun bila tidak
didahului riwayat trauma kepala.8

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko6


Dalam sekitar 52% kasus, satu atau lebih mempunyai faktor risiko berikut:

Tersering adalah trauma kepala tertutup dan neuritis vestibular

Infeksi

Usia tua

Tindakan pembedahan (stapedektomi atau nonotologik)

Bed rest yang prolonged dan tidak aktif

Pada kasus penyakit Meniere, labirinitis virus dan vestibulopati rekuren.

2.5 Pafisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.
Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni
ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan
cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila
seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke
arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris
dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi
kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
timbul sensasi berupa vertigo.3,9
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis dan kanalolitiasis.
a. Teori Kupulolitiasis
Pada

tahun 1962,

Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk

menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis

adalah adanya partikel yang

melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel basofilik


yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan adanya
partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap gravitasi.

Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang melekat pada
puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang menjadi sulit
untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan lebih mengarah
ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk kembali ke posisi
netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).1,9
b. Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi
terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga
posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90. Setelah beberapa saat,
gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa
dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula.
Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala
dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus
pada arah yang berlawanan.3,9
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis
semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut.3,9
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas

ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit


didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo
pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.3,9
2.6 Gejala Klinis
BPPV menyebabkan rasa pusing, ketidakseimbangan, sulit untuk
berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala
dapat berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat dikurangi dengan
perubahan posisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala dapat timbul
dikarenakan (a) Bangun dari posisi supinasi (setelah bangun tidur pagi). (b)
Sewaktu pertama kali berbaring di tempat tidur. (c) Berguling di atas tempat tidur
pada saat berbaring dari menghadap kiri ke kanan, atau sebaliknya. (d)
Menengadahkan kepala untuk melihat ke atas atau mengambil sesuatu dari atas
kepala. Keadaan ini bisa sangat berbahaya, misalnya jika terjadi pada saat
penderita sedang menaiki tangga untuk membersihkan langit-langit rumah. (e)
Menundukkan kepala (saat rukuk atau membungkuk). Kebanyakan penderita
merasa takut akan jatuh kebelakang saat posisi supinasi. 10
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam durasi
yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang terjadi dengan
pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi, frekuensi, and intensitas.
BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan kehidupan penderita.
Bagaimanapun, BPPV dapat mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial
penderita.

10

2.7 Diagnosis
2.7.1 Anamnesis
Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar jika akan
ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur,
mencapai sesuatu yang tinggi, menggerakan kepala ke belakang atau
membungkuk. Biasanya vertigo hanya berlangsung 10-20 detik. Kadang-kadang
disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas. Penderita biasanya dapat
mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan
gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. 7,11
Perlu ditanyakan juga apakah ada gangguan pendengaran (biasanya
ditemukan pada lesi n. vestibuler). Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin,
kanamisin, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui ototoksik dan adanya
penyakit sistemik seperti anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit
paru juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik. Vertigo tidak akan
terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada
hampir sebagian besar pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti
secara spontan dalam beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang
dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien dengan BPPV memiliki pendengaran
yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pemeriksaan neurologis dalam
batas normal. 7,11

2.7.2 Pemeriksaan fisik


Anamnesis BPPV dikonfirmasi dengan melakukan manuver provokasi
untuk memastikan adanya keterlibatan kanalis semisirkularis.

Sebelum

melakukan manuver provokasi, haruslah diinformasikan kepada pasien bahwa


tindakan yang dilakukan bertujuan untuk memprovokasi serangan vertigo. 5
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat ditegakkan
dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang abnormal dan
respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan dapat
memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih sering
digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna untuk
canalith repositioning treatment. Pada pasien BPPV parasat Dix-Hallpike akan
mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus. 2,12
1. Pemeriksaan perasat Dix-Hallpike
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV. Perasat
Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu perasat DixHallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal posterior kanan
dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang posterior kiri. Untuk
melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien duduk tegak pada meja
pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke kanan. Dengan cepat pasien
dibaringkan dengan kepala tetap miring 450 ke kanan sampai kepala pasien
menggantung 20-300 pada ujung meja pemeriksaan, tunggu 40 detik
sampai respon abnormal timbul. Penilaian respon pada monitor dilakukan

selama 1 menit atau sampai respon menghilang. Setelah tindakan


pemeriksaan ini dapat langsung dilanjutkan dengan canalith repositioning
treatment (CRT). Bila tidak ditemukan respon yang abnormal atau bila
perasat tersebut tidak diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan
didudukkan kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike
kiri dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40
detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon
abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara
perlahan-lahan didudukkan kembali. 2,12

Gambar 2.2 Perasat Dix-Hallpike8


2. Perasat Sidelying

Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang


menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal
posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang
menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan
kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan
kanal posterior pada posisi paling bawah. 2
Pasien duduk pada meja pemeriksaan dengan kaki menggantung
di tepi meja , kepala ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai
timbul respon abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk
dilakukan perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri
dengan kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul
respon abnormal. 2

Gambar 2.3 Perasat Sidelying


Respon Abnormal

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbul lambat, 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari 1 menit jika penyebabnya
kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari 1 menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus. 2
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien
menatap lurus ke depan.

Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada kanalis


posterior kanan

Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis


posterior kiri

Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan BPPV pada


kanalis anterior kanan.

Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan BPPV pada kanalis


anterior kiri

Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying pada


bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat. 2
BPPV

kanalis

semisirkularis

horizontal

dapat

dideteksi

dengan

menggunakan manuver head roll test. Head roll test dilakukan dengan memutar
kepala pasien 900 ke sisi kiri atau kanan pada posisi telentang dengan mengangkat
kepala 300 dari garis horizontal, sambil mengobservasi nistagmus yang

ditimbulkan. Setelah nistagmus yang muncul menghilang, kepala pasien kembali


menghadap posisi semula (wajah menghadap keatas dalam posisi telentang), pada
posisi ini dapat muncul kembali nistagmus, setelah nistagmus tambahan hilang,
kepala pasien dengan cepat dipalingkan 900 kearah berlawanan, observasi
nistagmus yang muncul. Nistagmus yang muncul pada waktu melakukan manuver
head roll test menggambarkan tipe BPPV kanalis horizontal.
Jika vertigo dan nistagmus yang muncul pada manuver head roll test
mempunyai intensitas yang sama antara telinga kiri dan kanan, maka letak telinga
yang sakit ditentukan dengan manuver lainnya yang tidak membandingkan
intensitas dari vertigo dan nistagmus dengan bantuan elektronistagmografi (ENG),
seperti bow and lean test, dan lying down dan head bending nystagmus.

2.8 Diagnosis Banding


a. Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis merupakan penyebab vertigo perifer ketiga
terbanyak setelah BPPV dan Peyakit Meniere.Penyakit ini mengenai
usia pertengahan, tidak ada perbedaan insiden berdasarkan jenis
kelamin.Gejala klinis meliputi onset akut vertigo disertai mual dan
muntah. Pasien memiliki pendengaran yang normal dan pemeriksaan
neurologis yang normal. Pasien mungkin memiliki instabilitas postural
namun masih dapat berjalan tanpa terjatuh. Pasien biasanya tidak
mengalami nyeri kepala dan memiliki nistagmus spontan. Nistagmus
yang muncul biasanya horizontal dengan torsional.7

b. Penyakit Meniere
Penyakit meniere atau hidrops endolimfatik merupakan penyit telinga
dalam idiopatik yang dikarakteristikan dengan serangan vertigo, hilang
pendengaran yang berfluktuasi, tinitus, dan aura. Penyakit Meniere
muncul sebagai serangan episodik selama beberapa jam. Terdapat
empat tanda dan gejala pada penyakit ini yaitu, (1)tuli sensorineural
fluktuasi unilateral (biasanya terkait frekuensi rendah), (2) vertigo
yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam, (3)tinitus
konstan atau intermiten dengan intensitas meningkatsebelum atau
selama serangan vertigo, dan (4) aura. Serangan juga diikuti mual dan
muntah, setelah serangan pasien akan merasakan kelelahan selama
beberapa hari. 7
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan
fungsi vestibular (vestibulo supresan), reposisi canali dan pembedahan. Dasar
pemilihan tatalaksana berupa observasi karena BPPV dapat mengalami resolusi
sendiri dalam waktu lima minggu dari onset gejala. 7
Prinsip dari terapi BPPV ini adalah maneuver reposisi yaitu partikel
dengan sederhana dikeluarkan dari kanal semisirkularis menuju utrikulus, tempat
dimana partikel tersebut tidak akan lagi menimbulkan gejala. Tiga macam perasat
dilakukan untuk menanggulangi BPPV adalah CRT (Canalith repositioning
Treatment), perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff. Reposisi kanalit
dikemukakan oleh Epley. 13

Prosedur CRT merupakan prosedur sederhana dan tidak invasif. Dengan


terapi ini diharapkan BPPV dapat disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi
terapi. CRT sebaiknya dilakukan setelah perasat

Dix-Hallpike menimbulkan

respon abnormal. Pemeriksa dapat mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada


kanal anterior atau kanal posterior

dari telinga yang terbawah. Pasien tidak

kembali ke posisi duduk namun kepala pasien dirotasikan untuk mendorong


kanalith keluar dari kanalis semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana
kanalith tidak lagi menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat
maka harus dilakukan tindakan CRT kanan.Perasat ini dimulai pada posisi DixHallpike yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada
posisi tersebut selama 1-2 menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara
perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan pasien
dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap kekiri
dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai. Akhirnya
pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah terapi ini
pasien disarankan untuk tidak merunduk, berbaring, membungkukkan badan
selama satu hari. 2,14

Gambar 2.4 CRT Kanan

Gambar 2.5 Epley manuver

Gambar 2.6 Liberatory kanan

Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk


memindahkan otolit ( debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang
dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior
atau posterior.2,14
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat
liberatory kanan.Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk duduk pada meja
pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450. Pasien yang duduk
dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke sisi kanan dengan
kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien digerakkan secara
cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri dengan kepala
menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama 1 menit dan
perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian dikenakan dan
diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan CRT.2,14

Gambar 2.7 Latihan Brandt Daroff

Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh


pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi
duduk dengan kepala menoleh 450, lalu badan dibaringkan ke sisi yang
berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali
ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 45 0 ke sisi
yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik.
Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari.2,14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam praktek, umumnya
disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan
saraf vestibuler, koor-dinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler.
Benign Paroxysmal Position Vertigo adalah adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang

tiba-tiba pada perubahan posisi kepala, beberapa pasien dapat dengan tepat
mengatakan dengan tepat beberapa posisi tertentu yang menimbulkan vertigo
Penatalaksanaan pasien dengan vertigo dimulai dari anamnesis yang teliti
untuk mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya; terapi dapat
menggunakan obat dan/atau manuver-manuver tertentu untuk melatih alat
vestibuler dan/atau menyingkirkan otoconia ke tempat yang stabil; selain
pengobatan kausal jika penyebabnya dapat ditemukan dan diobati.

3.2 Saran
Oleh karena pengobatan pasti dari Benign Paroxysmal Position Vertigo
masi belum benar-benar dipahami maka setiap orang yang telah di diagnosis
menderita BPPV sebisanya menghindari posisi-posisi yang dapat menstimulus
serangan BPPV. Penelitian dan pembelajaran tentang BPPV harus semakin
digalakkan untuk menentukan dengan pasti dari etiologi, patogenesis dan
penatalaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. The Peripheral Nervous System: Afferent Division; Special


Senses. In: Human Physiology. 7th ed. Canada: Brooks/Cole CENGAGE
Learning; 2010:224-227.
2. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. In: Soepardi E, Iskandar
N, Bashiruddin J, Restuti R, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tengg. 6th ed. Jakarta: FKUI; 2008:104-109.

3. Anderson J, Levine S. Sistem Vestibularis. In: Adams G, Boies L, Higler P,


eds. Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC; 1997:39-41.
4. Ganong W. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. Jakarta: EGC; 2008.
5. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan tata laksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) Horizontal berdasarkan head roll test. J
Kesehat Andalas. 2014;3(1):77-82.
6. Bansa M. Diseases of Ear, Nose and Throat. 1 st Ed. New Delhi. 2013 :
237-41.
7. Johnson J, Lalwani A. Vestibular Disorders. In: Lalwani A, ed. Current
Diagnosis and Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd ed.
New York: McGraw Hill Companies; 2008:713-735.
8. Lumbantobing S. Vertigo Tujuh Keliling. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 1996.
9. Von Brevern M, Radtke A, Lezius F, et al. Epidemiology of benign
paroxysmal positional vertigo: a population based study. J Neurol
Neurosurg

Psychiatry.

2007;78(7):710-715.

doi:10.1136/jnnp.2006.100420.
10. Woodhouse S. BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO
(BPPV). Vestib Disord Assoc. 2015.
11. Jhonson J, Lalwani A. Menieres Disease, Vestibular Neuronitis,
Paroxysmal Positional Vertigo, and Cerebellopontine Angle Tumors. In:

Snow J, Ballenger J, eds. Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck


Surgery. 16th ed. Hamilton, Ontario: BC Decker Inc; 2003:410-413.
12. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan Keseimbangan dan
Kelumpuhan Nervus Fasialis. In: Soepardi E, Iskandar N, Bashiruddin J,
Restuti R, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
Kepala Dan Leher. 6th ed. Jakarta: FKUI; 2008:94-101.
13. Sura D, Newell S. Vertigo-diagnosis and management in the primary care.
BJMP. 2010;3(4):351.
14. Li
J,
Epley
J.

Benign

Paroxysmal

Positional

Vertigo.

http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview. Published 2016.


Accessed April 10, 2016.

Vous aimerez peut-être aussi