Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Gatra Penduduk
Penduduk suatu negara menentukan kekuatan atau ketahanan nasional negara yangbersangkutan.
Faktor yang bersangkutan dengan penduduk negara meliputi dua hal berikut:
a. Aspek kualitas mencakup tingkat pendidikan, ketrampilan, etos kerja, dan kepribadian.
b. Aspek kuantitas yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan, persebaran, perataan, dan
perimbangan penduduk di tiap wilayah.
2.2.2
Gatra Wilayah
Wilayah turut pula menentukan kekuatan nasional Negara. Adapun hal yang terkait dengan
wilayah Negara meliputi:
a. Bentuk wilayah Negara dapat berupa Negara pantai, Negara kepulauan, dan Negara kontinental.
b. Luas wilayah Negara; ada Negara dengan wilayah luas dan Negara dengan wilayah sempit
(kecil).
c. Posisi geografis, astronomis, dan geologis Negara.
d. Daya dukung wilayah Negara; ada wilayah yang habitable dan ada wilayah yangunhabitable.
2.2.3
a.
Potensi sumber daya alam wilayah yang bersangkutan mencakup sumber daya alam hewani,
nabati, dan tambang.
Pemanfaatan sumber daya alam dengan memperhitungkan masa depan dan lingkungan hidup.
2.2.4
a.
Sebagai tujuan atau cita-cita dari kelompok masyarakat yang bersangkutan, artinya nilai-nilai
yang terkandung dalam ideologi itu menjadi cita-cita yang hendak dituju.
b. Sebagai sarana pemersatu dari masyarakat yang bersangkutan, atinya masyarakat yang banyak
dan beragam itu bersedia menjadikan ideologi sebagai milik bersama dan menjadikannya
bersatu.
2.2.5
a.
Sistem politik yang dipakai yaitu apakah sistem demokrasi atau non demokrasi.
d. Susunan Negara yang dibentuk apakah sebagai Negara kesatuan atau Negara serikat.
2.2.6
2.2.7
2.2.8
2.3 perdamaian dunia dan Bagaimana strategi Indonesia dalam usaha mencapai perdamaian
dunia
Perdamaian dalam pengertian negatifnya adalah suatu kondisi tidak adanya peperangan,
konflik kekerasan, ketegangan dan huru-hara kerusuhan berskala besar, sistematis serta kolektif.
Namun demikian, berlanjutnya tindak kekerasan seperti terorisme, diskriminasi dan penindasan
terhadap minoritas dan kaum wanita serta anak-anak, kekerasan struktural oleh sebab-sebab
kemiskinan dan pengangguran, intoleransi agama, dan rasisme serta sentimen kesukuan, bisa
dikatakan merupakan keadaan tidak adanya situasi damai bagi mereka yang menjadi korban.
Oleh karena itu, perdamaian harus dirumuskan pula secara lebih positif, tidak hanya dengan
meniadakan peperangan dan konflik bersenjata berskala besar, melainkan juga memberantas
berbagai tindak kekerasan, ketidakadilan, kriminalitas, penindasan dan eksploitasi manusia oleh
manusia lainnya yang lebih kuat serta berkuasa.
Cita-cita perdamaian mungkin sudah berumur sama dengan usia manusia itu sendiri.
Namun demikian, kegagalan-kegagalan menciptakan perdamaian juga sama usianya dengan citacita damai sepanjang zaman. Hal itu menyebabkan berbagai konsekuensi, antara lain pesimisme
bahwa perdamaian abadi dianggap merupakan sebuah utopia belaka, mengingat kenyataan
bahwa kodrat manusia yang ditakdirkan heterogen dalam cita-cita kelompok, keyakinan, serta
kepentingan sosial politik, sudah mengandung implikasi bahwa potensi konflik adalah sebuah
keniscayaan di muka bumi ini. Kalau demikian halnya, mengapa manusia modern di awal
millennium ke-3 ini, masih terus mencoba tidak kehabisan akal untuk mencari cara dalam
mengupayakan terciptanya perdamaian bagi diri, keluarga, kelompok, bangsa, serta perdamaian
global? Salah satu jawabannya adalah bahwa selain kodrat manusia yang berbeda-beda dan
bertentangan berdasarkan suku, bangsa, ras, agama, dan perbedaan kelompok-kelompok secara
primordial maupun pertentangan kepentingan politik dan ideologi, maka merupakan
kodrat/naluri (instinct) manusia pula untuk mempertahankan jenisnya agar tidak mengalami
kemusnahan total oleh saling menghancurkan dan memusnahkan. Itulah sebabnya, dalam
sejarah, setelah peperangan demi peperangan, kekerasan demi kekerasan dilakukan oleh sesama
manusia, maka manusia secara akumulatif selalu berusaha menciptakan mekanisme-mekanisme
untuk mewujudkan pemulihan keadaan damai.
Adapun hal-hal yang harus dilakukan oleh Negara Indonesia dalam menciptakan sebuah
perdamaian Negara adalah:
1) Menghargai Keberagaman
Indonesia yang terdiri dari berbagai unsur dan bermacam-macam kelompok, hanya akan
terpelihara eksistensinya, apabila ada kerelaan untuk saling menerima keberagaman dari setiap
komponen bangsa terhadap komponen atau kelompok lainnya. Setiap warga negara mesti
menyadari, tidak mungkin kedamaian dibangun secara hakiki, apabila suatu kelompok agama
tertentu menganggap dirinya adalah kelompok agama yang lebih istimewa dibandingkan dengan
yang lainnya. Salah satu potensi besar dalam menyumbang terhadap perdamaian adalah dengan
kembali kepada ajaran-ajaran pokok setiap agama, karena mayoritas sangat besar dari bangsa
Indonesia adalah umat beragama. Agama melalui para pemeluknya harus belajar meninggalkan
sikap memutlakkan ajaran agama (absolutisme agama) sendiri sebagai satu-satunya kebenaran
yang ada di dunia, dan sebaliknya dapat berbagi ruang hidup secara lapang dada dengan
menerima keanekaragaman agama-agama (pluralisme agama) di Indonesia.
2) Dialog Perdamaian
Dalam dialog perdamaian ini, sekali lagi harapan dibebankan kepada para pemelukpemeluk agama. Hal ini didasarkan oleh kenyataan, bahwa sudah begitu banyak kekejaman dan
kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya di seluruh dunia, termasuk di
Indonesia, justru dengan justifikasi yang berasal atas ajaran agama-agama tertentu. Apalagi
agamalah tampaknya yang paling sering menjadi alat politik untuk membenarkan kelompok
sendiri, serta menyalahkan kelompok lainnya. Padahal, setiap orang beragama umumnya
sepakat, bahwa pesan inti agama adalah memelihara kehidupan damai serta saling mengasihi
antar sesama manusia. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya dari pesan-pesan pokok setiap
agama, tentulah telah terjadi kesalah pahaman antar pemeluk agama. Untuk itulah dialog
perdamaian antar agama perlu dilakukan secara terus-menerus. Momentum dialog antar agama
mulai dirasakan keperluannya dan kemungkinan-kemungkinan keberhasilannya di zaman
modern ini, setelah para uskup agama Katolik seluruh dunia menyelenggarakan Konsili Vatikan
II, tahun 1964. Pada waktu itu antara lain dibahas agar soal umat Katolik menjalin dialog dengan
pemeluk agama dan berbagai kebudayaan lain yang ada di dunia ini. Inisiatif dialog ini kemudian
disambut dengan baik oleh kalangan Islam. Dewasa ini sudah cukup banyak organisasi dan
forum-forum dialog agama-agama internasional, tidak hanya antara Islam dan Kristen,
melainkan juga antara Kristen dengan Yahudi, Kristen dengan Hindu, juga yang bersifat
multilateral antara berbagai agama. Hal ini kalau dilakukan secara terus-menerus dengan
semangat saling menghargai serta sikap yang dilandasi ketulusan dan kejujuran, diharapkan
besar kemungkinan akan memberikan sumbangan berarti bagi Perdamaian.
3) Menegakkan Kebenaran dan Keadilan
Satu hal yang tidak boleh dilupakan dalam proses awal menciptakan perdamaian yang
hakiki adalah dengan upaya melakukan upaya pengungkapan penyalahgunaan kekuasaan dan
pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Tidak akan mungkin tercipta perdamaian yang
hakiki dengan tindakan menutup-nutupi atau menyembunyikan berbagai tindakan kekerasan
terhadap HAM di masa lalu, dan melepaskan para pelaku penyalahgunaan kekuasaan politik atas
nama Negara terhadap masyarakat yang lemah yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Bukan justru membuat situasi semakin panas, dengan niatan agar persenjataan mereka terus
dibeli.
7) Melalui Pendekatan Religius (Agama)
Pada hakikatnya seluruh umat beragama di dunia ini pasti menginginkan adanya
perdamaian. Sebab tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan, kekerasan ataupun
peperangan. Semua Negara mengajarkan kebaikan, yang diantaranaya kepedulian dan
perdamaian. Maka dari itu setiap kita yang mengaku beragama dan ber-Tuhan tentu harus
memiliki kepedulian dalam turut serta mewujudkan perdamaian di masyarakat maupun di kancah
dunia. Para tokoh agama yang dianggap memiliki kharisma dan pengaruh besar di masyarakat
harus ikut serta aktif menyerukan perdamaian.
konsep astagatra
Ketahanan Nasional di Indonesia
mengenal konsep
Astagatra
(8 aspek kehidupan), yangterdiri dari :
T r i g a t r a
(Aspek Alamiah)
1.
Geografi2.
Kekayaan Alam3.
Kependudukan
Pancagatra
(Aspek Sosial)
1.
Ideologi2.
Politik 3.
Ekonomi4.
Sosial Budaya5.
Hankam
Gatra Geografi
Sebagai Negara Kepulauan dengan laut pedalaman yang luas.Secara Geografis berada pada posisi silang.
Berperan dalam persoalan global positif maupunnegatif.Topografi
Banyak pulau
Susunan penduduk, pendekatan umur, kelamin, agama, suku, tingkat pendidikan yang berbeda-beda dan
diperlukan untuk memperkuat kondisi ketahanan nasional
Persebaran
Perkembangan dunia
Manajemen
SDM
Pengelolaan Sumber dana
Teknologi
Sosial Budaya
Ketahanan Sosial Budaya adalah kondisi bangsa yang dijiwai kepribadian nasional pancasila.Hal-hal
yang perlu diperhatikan:
Kebudayaan daerah
Kebudayaan nasional
Integritas nasional
Kehidupan beragama
Perkembangan IPTEK
Pertahanan dan Keamanan
Konsepsi hankam:
Mengelola potensi nasional untuk mempertahankan dan mengamankan negara denganTNI dan Polri
sebagai komponen utama.
Tanmas Hankam adalah kondisi daya tangkal bangsa yang dilandasi kesadaran belanegara.