Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN MASALAH TRAUMA MEDULLA SPINALIS
A. LATAR BELAKANG
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis
yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu
mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan
hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi
dan berkemih.trauma medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet :
kehilangan sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet :
campuran kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter.
Trauma medulla spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang
mempengaruhi
150.000
orang
di
Amerika
Serikat,
dengan
perkiraan10.000 Trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih
dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh Trauma.
Data dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
didapatkan dalam 5 bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003
angka kejadian angka kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang
yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk Trauma medulla spinalis
yang berjumlah 20 orang (12,5%).
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada
wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi
belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal
(menopause).klien yang mengalami Trauma medulla spinalis khususnya
bone loss pada L2-3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam
pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk
mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami komplikasi Trauma
spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic.Maka dari itu sebagai perawat
merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Trauma medulla spinalis dengan cara
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat
teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling
buruk.Berdasarkan uraian diatas di harapkan dengan adanya malkalah
yang berjudul Trauma medulla spinalis dapat bermanfaat bagi para
pembaca untuk dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR
A. ANATOMI FISIOLOGI.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi
melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang
tubuh, yang diteruskannya ke lubang-lubang paha dan tungkai bawah.
Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus
tetapi hanya berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini
memiliki dens, yang mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh
disebut prominan karena mempunyai prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus
berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang
thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal,
berjumlah 5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus
vertebra yang besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah
fleksi.
d. Os. Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang
kengkang dimana ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang
membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia,
mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior :
lengkung vertikal pada daerah leher melengkung kedepan daerah torakal
melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan dan daerah pelvis
melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior,
yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan
lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk
(sewaktu janin dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada
dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua
lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder lengkung
servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk
melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk
ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang
kokoh dan sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan
- Lesi L1
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. penurunan fungsi pernafasan
h. gagal nafas
F. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub
anakhnoid medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah
mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan
pada diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur
volume inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma
servikat bagian bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada
saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
G. KOMPLIKASI.
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi
H. PENATALAKSANAAN.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan
kehilangan fungsi neurologik.Korban kecelakaan kendaraan bermotor atau
kecelakaan berkendara , Trauma olahraga kontak, jatuh,atau trauma
langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan
spinal( punggung) ,dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk
mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk
mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat
imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati
keatas papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya
gerakan memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang
menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau memotong
medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat
trauma karena personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut
untuk menghadapi perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam
pertama setelah Trauma.Memindahkan pasien, selama pengobatan
didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas
papan pemindahan . Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan
masalah perawat yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi
eksternal.Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak
boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka
pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur.
Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien
dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadangkadang tindakan ini tidak benar.Jika stryker atau kerangka pembalik lain
tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan
papan tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula
spinalis lebih lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan
defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan
oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
I.FARMAKOTERAPY.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema
medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi
atau eksistensi leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus)
untuk pasien dengan lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi,
dan stabilisasi koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu
bentuk traksi skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur
spinal atau dislokasi atau dekompres medulla.
J. PENCEGAHAN.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis
meliputi usia dan jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor
resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula spinalisbertindak untuk
menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan
dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil
mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban
kecelakaan mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode
pemindahan korban yang tepat kebagian kedaruratan rumah sakit untuk
menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap pada medula
spinalis.
H. Rencana tindakan 4.
1). Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih
R/ Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi saluran kemih
2). Kaji intake dan output cairan
R/ Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya blodder.
3). Lakukan pemasangan kateter sesuai program
R/ Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan refleks berkemih
sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine
4). Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari
R/ Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ..
5). Cek bladder pasien setiap 2 jam
R/ Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia
6).Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan sensitibilitas
R/ Mengetahui adanya infeksi
7). Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
R/ Temperatur yang meningkat indikasi adanya infeksi.
e. Tujuan : Memperbaiki fungsi usus
Kriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang lembek,
berbentuk.
I. Rencana tindakan 5.
1). kaji pola eliminasi bowel
R/ Menentukan adanya perubahan eliminasi
2). Berikan diet tinggi serat
R/ Serat meningkatkan konsistensi feses
3). Berikan minum 1800 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
R/ Mencegah konstipasi
4). Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen
R/ Bising usus menentukan pergerakan perstaltik
5). Hindari penggunaan laktasif oral
R/ Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi ketergantungan
6). Lakukan mobilisasi jika memungkinkan
R/ Meningkatkan pergerakan peritaltik
7). Berikan suppositoria sesuai program
R/ Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi
8). Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi
R/ Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan suppositoria
f. Tujuan : Memberikan rasa nyaman
Kriteria hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,
mengidentifikasikan
cara-cara
untuk
mengatasi
nyeri,
mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
hiburan sesuai kebutuhan individu.
J. Rencana tindakan 6.
1). Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan
menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0 1R/ Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat Trauma misalnya dada
/ punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat stabilizer
2). Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan posisi, masase,
kompres hangat / dingin sesuai indikasi.
R/ Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk keuntungan
emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri / efek tak diinginkan
pada fungsi pernafasan.
3). Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi
visualisasi, latihan nafas dalam.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat
meningkatkan kemampuan koping
4). Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya
dontren (dantrium); analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
R/ Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri otot atau untuk
menghilangkan-ansietas dan meningkatkan istrirahat.
K. Evalusi.
a. Klien dapat meningkatkan pernafasan yang adekuat
b. Klien dapat memperbaiki mobilitas
c. Klien dapat mempertahankan integritas kulit
d. klien mengalami peningkatan eliminasi urine
e. Klien mengalami perbaikan usus / tidak mengalami konstipasi
f. Klien menyatakan rasa nyaman