Vous êtes sur la page 1sur 91

KEPERAWATAN JIWA 1

Asuhan Keperawatan Halusinasi,waham dan


Penyalahgunaan NAPZA

DISUSUN OLEH :

Kelompok 4
JONEAS MURIGOL
14061142
SHANNON ERCHELIA MANUEL
14061001
ERMA FIKA LASABUDA
14061034
IWAYAN SEPTIAN
14061044
JESSE PADOMA
14061018

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
Beliaulah penulis dapat menyelesaikan paper yang bertemakan Asuhan
Keperawatan Halusinasi,waham dan Penyalahgunaan NAPZA tepat
pada waktu.
Berbagai bantuan berupa bimbingan, perhatian dan dorongan sungguh berarti dan
berharga bagi penulis dalam penyusunan paper ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
paper ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil paper ini jauh dari kesempurnaan, untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif dari pembaca demi
kesempurnaan tulisan ini. Semoga paper ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Manado , 20 April, 2016

(Penulis)LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan salah satu masalah yang mungkin ditemukan dari
masalah preseptual pada skizofrenia dimana halusinnasi tersebut didefinisikan sebagai
pengalaman atau kesan sensori yang salah terhadap stimulus sensori.
Halusinasi sering diidentikan dengan skizofrenia. Dari seluruh klien skizofrenia 70%
diantarannya mengalami halusinasi. Klien skizofrenia dan psikotik lain 20%
mengalami campuran halusinasi pendengaran dan penglihatan.
Pada halusinasi dapat terjadi padakelima indera sensori utama yaitu :
1. Pendengaran terhadap suara : klien mendengan suara dan bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.
2. Halusinasi terhadap penglihatan : klien melihat gambaran yang jelas atau samarsamar tanpa stimulis yang nyata dan orang laintidak melihatnya.
3. Taktil terhadap sentuhan : klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus
4.

yang nyata.
Pengecap terhadap rasa : klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata. Biasanya

merasakan rasa makanan yang tidak enak.


5. Penghidu terhadap bau : klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu
tanpa stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
B. RENTANG RESPON HALUSINASI
Respon Adaptif

Respon

Maladaptif
Pikiran logis

Distorsi pikiran

Gangguan

pikir/delusi
Presepsi akurat
Emosi konsisten

Ilusi
Reaksi emosi berlebihan

Halusinasi
Sulit berespon

emosi
Dengan pengalaman
Perilaku sesuai

atau kurang
Perilaku aneh tidak biasa

Perilaku

disorganisasi
Berhubungan social

Menarik diri

Isolasi social

C. JENIS-JENIS HALUSINASI
Jenis Halusinasi
Pendengaran
70%

Karakteristik
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara 2

orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien


mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
Penglihatan
20%
Penciuman

dapat membahayakan.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenagkan
atau menakutkan seperti melihat monster.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenagkan. Halusinasi penghidu sering akibat

Pengecapan
Perabaan

stroke, tumor, kejang atau dimensia.


Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa

Cenesthetic

tersetrum listrik yang dating dari tanah, benda mati atau orang lain.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan

Kinesthetic

makanan atau pembentukan urin.


Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya.
Fase halusinasi terbagi empat :
1. Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian.
Klien mungkin melamun atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan
unutk menghilangkan kecemasan daan stress. Cara ini menolong untuk sementara.
Klien masih mampu mengontrol kesadarannya dan mengenal pikirannya, namun
intensitas persepsi meningkat.
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal atau
eksternal, klien berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran internal
menjadi sangat menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa
bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa
tidak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasidatang dari orang lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan
tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasinya memberi kesenangan dan rasa
aman sementara.
4. Fase Keempat

Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari control halusinasinya.
Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam,
memerintah dan memarahi, klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain
karena terlalu sibuk dengan halusinasinya, klien berada dalam dunia yang
menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini
menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.

E. faktor predisposisi
1) biologis
abnormalitas perkembangan syaraf berhubungan dengan respon neurologis yang
maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai
berikut:
a)

penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofren

b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan


c) pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi
yang signifikan pada otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang,
kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi
F. faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis

ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh
otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
G. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi
dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
H. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologi.
a.

pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

b.

Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun diluar dirinya.

c.

Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di
sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

d.

Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian


masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang
belaku.

e.

Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan


antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.

f.

Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area
tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami
sebelumnya.

g.

Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.

h.

Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau
berbudaya umum yang berlaku.

i.

Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.

j.

Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.

k.

Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam


berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon
persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang
diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan
perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul
panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu tidak ada

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A.I DENGAN GANGGUAN SENSORI


HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG D2 RS Prof. Dr. V L RATUMBUYSANG
MANADO
1. Pengkajian
A. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
TTL
Agama
Alamat
Tanggal Pengkajian
Diagmosa

: Tn. A. I
: 46 tahun
: Laki-laki
: Tahuna, 19-12-1960
: Kristen Protestan
: Malalayang I
: 11 april 2016
: Skizofrenia

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama
: Tn. O. M
Alamat
: Malalayang I
Pekerjaan
: Pensiunan
Hubungan dengan klien : Keponakan

C. Alasan Masuk Rumah Sakit


1. Keluhan saat masuk rumah sakit
Bingung
Jalan tanpa tujuan
Tidur kurang
2. Keluhan saat di kaji
Klien mengatakan mendengar bisikan
Klien merasa frustasi karena tindakan kekerasan dari teman-temannya
3. Fartor Predisposisi
Diantara keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
D. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
TD
: 90/60 mmHg
N
: 88x/m
S
: 360C
2. Keluhan Fisik : E. Psikososial
1. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
2. Konsep Diri
a. Body Image
Klien menyukai wajahnya karena hidungnya yang mancung
b. Identitas
Klien dapat menyebut nama, alamat tempat tinggal dan jumlah saudaranya.
c. Peran
Klien sebelum sakit dapat menjalankan perannya di rumah, saat di kaji klien
tidak dapat menjalankan perannya.
d. Ideal diri
Klien ingin pulang ke rumah karena merasa dirinya sudah sembuh
e. Harga diri
Hubungan klien dengan teman-temannya kurang baik, hubungan dengan
perawat yang bertugas sangat baik. Klien merasa rendah diri
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang paling dekat dengan klien adalah adiknya
b. Peran serta dalam kelompok masyarakat : klien tidak biasa mengikuti
kegiatan di masyarakat
4. Spiritual
Klien beragama kristen protestan dan rajin berdoa
F. Status Mental
1. Penampilan
Saat dikaji klien kurang berpenampilan rapi dan bersih
2. Pembicaraan

Klien berbicara tidak sesuai topik yang ditanya


3. Aktivitas motorik
Kadang gelisa dan dalam kamar hanya tidur-tidur saja
4. Alam perasaan
Klien merasa sedih berada di rumah sakit dan merasa frustasi
5. Afek
Labil, kadang senang dan kadang sedih
6. Interaksi
Selama wawancara klien kurang kooperatif, kontak mata (-)
7. Persepsi
Menurut klien, klien sering mendengar bisikan-bisikan yang kurang jelas dari

8.
9.
10.
11.

orang tuanya.
Masalah keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
Proses pikir
Klien kurang dapat berbicara dengan lancar
Isi pikir
Tidak ada waham
Memory
Klien dapat mengingat alamat tempat tinggalnya dan nama lengkapnya sendiri
Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan baik dan dapat berhitung

walapun agak lambat.


12. Kemampuan penalaran
Klien dapat membedakan bersih dan kotor
13. Daya talik diri
Klien merasa sudah sembuh
G. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Nutrisi
Klien makan 3 kali sehari : nasi, ikan, sayur, dan buah
2. Eliminasi
BAB 1 kali sehari
BAK 4-5 kali sehari
3. Personal Hygiene
Klien mandi 2 kali sehari, cuci rambut dan sikat gigi
4. Istirahat dan tidur
Tidur siang 2-3 jam dan tidur malam 7-8 jam
5. Berpakaian
Cara berpakain kurang rapi
6. Kebiasaan
Merokok (+)
Alcohol (+)
H. Mekanisme Koping
Klien sering mendengar bisikan apabila sendiri dan selama wawancara klien kurang
kooperatif.
I. Aspek Medis
1. Diagnosa Medis : Skizofrenia
2. Terapi Medis : Zapridol 2mg 2x1
Valisambe 5mg 2x1

3. Analisa Data
No
1

Data
DS :
Klien mengatakan sering

Masalah
Resiko tinggi tindakan kekerasan

mendengar suara-suara
DO :

Klien masuk rumah sakit dengan


keluhan mengamuk dan merusak

barang-barang
DS :
Klien sering mendengar suara-

Gangguan persepsi sensori

suara bisikan
DO :

Klien kadang-kadang menyendiri,

bicara sendiri dan tertawa sendiri


DS :
Klien mengatakan, dia dirawat

Harga diri rendah

karena dia mengalami gangguan


jiwa
DO :

Klien kadang-kadang menyendiri,


bicara sendiri dan tertawa sendiri

J. Pohon Masalah
Resiko tinggi tindakan kekerasan
Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
Harga diri rendah

Akibat
Masalah utama
Penyebab

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran berhubungan dengan harga diri rendah
2. Resiko tinggi tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
halusinasi pendengaran

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No.
1.

Diagnosa
Gangguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran berhubungan dengan

Tujuan
TU :
-

hubungan saling percaya agar

dengan:

halusinasinya dapat dicegah.


-

menyendiri.
Klien kadang bicara sendiri dan

klien
Klasifikasi perasaan klien

gangguan persepsi
Sebagai tolak ukur dalam

saat halusinasi muncul


Anjurkan klien melakukan

menghadapi masalah
Agar klien mempunyai

tertawa sendiri

aktivitas kelompok

kesibukan dan tidak

Klien dapat mengenali jenis,


isi, waktu dan frekuensi

DO :
Klien kadang-kadang

TK :

suara.
-

Rasional
Untuk mengetahui adanya

Klien dapat membina

harga diri rendah yang ditandai


DS :
- Klien sering mendengar suara-

Intervensi
Identifikasi halusinasi

memikirkan hal-hal yang


-

halusinasi.
Klien dapat menemukan cara

menyendiri dan

memikirkan hal-hal yang

dengan teman-temannya
Kolaborasi dengan dokter
dalm pemberian obat

lain
Agar klien tidak sendirian
dan agar klien tidak

mengadakan komunikasi

mengatasi halusinasi.
Klien dapat menjalin hubungan
saling percaya

Anjurkan klien agar tidak

lain
Membantu klien
mengurangi ketegangan

2.

Resiko tinggi kekerasan pada diri


sendiri dan orang lain berhubungan

TU :
-

Klien tidak melakukan perilaku

dengan halusinasi pendengaran

kekerasan pada diri sendiri

ditandai dengan:

maupun orang lain.

DS:
- Klien mengatakan sering

TK :
-

Klien dapat mengenali jenis,

Amati perilaku klien


Bina hubungan saling

pikiran
Untuk mengetahui perilaku

klien sehari-hari
Agar klien percaya pada

percaya dengan klien


Anjurkan klien untuk

perawat dan dapat

tidak menyendiri dan

menceritakan apa yang

mengadakan interaksi dan


komunikasi dengan

dirasakan klien
Agar klien tidak

mendengar suara-suara.

isi, waktu dan frekuensi

DO :
-

halusinasi agar tidak terjadi


Klien masuk rumah sakit
-

dengan keluhan mengamuk dan

teman-temanny
Berikan penyuluhan pada

perilaku kekerasan.
Klien dapat mengidentifikasi

perilaku kekerasan yang


klien lakukan

perilaku kekerasan.
Klien dapat membedakan

Hari/Tanggal

Diagnosa

Jumat, 11 April

2016
11:00

Implementasi

Mengamati perilaku klien


Bina hubungan saling percaya antara

Evaluasi
S:
- Klien mengatakan

klien dan perawat yaitu dengan

masih mendengar

berkenalan
Menganjurkan klien untuk tidak

suara-suara
O:

menyendiri dan mengadakan interaksi

dengan teman-temannya
Beritahu klien tentang akibat dari
perilaku kekerasan

kesibukan sendiri
Agar klien dapat mengerti
bahwa perilaku kekerasan
itu berakibat fatal

bersih dan kotor

No

lain dan klien mempunyai

klien tentang akibat

tanda-tanda, bentuk dan akibat

merusak barang-barang.

memikirkan hal-hal yang

Klien tampak kurang


tenang

A:
-

Masalah belum teratasi

P:
2

Sabtu, 12 April
2016
14:45

Memberikan kesempatan pada klien

untuk mengungkapkan halusinasinya


Mengikutsertakan klien dalam aktivitas

kelompoknya
Menganjurkan klien untuk tidak

Lanjutkan tindakan

keperawatan
S:
- Klien mengatakan
masih sering
mendengar suara-suara
bisikan

menyendiri dan ajarkan klien unruk

O:

berinteraksi dengan teman-temannya


Klien deberikan obat
- Zapridol 2mg 2x1
- Valisambe 5mg 2x1

Klien tampak kurang


tenang

A:
-

Masalah belum teratasi

P:
-

Lanjutkan tindakan
keperawatan

ANALISA PROSES INTERAKSI

Nama

: Tn. A.I

Umur

: 46 tahun

Interaksi

: Fase Perkenalan

Lingkungan

: Di ruang D2

Deskripsi

: Klien kurang kooperatif.

Tujuan Interaksi

: membina hubungan saling percaya dan klien dapat memperkenalkan

dirinya dan memberitahu alasan masuk rumah

sakit
Tanggal Interaksi

: 11 April 2016, jam 09.15 10.00

Komunikasi
Verbal
Nonverbal
P : Selamat pagi

Analisa
Berpusat Pada Klien
Berpusat Pada
Perawat
P : Senang

P : Senyum
menatap klien

K : pagi ,suster

K : Membalas
senyum

P : Boleh
berkenalan?

P : Senyum.
Menatap klien

Rasional

Salam merupakan
interaksi yang baik

K : Kontak mata
singkat
P : Mengharapkan
kesediaan klien

Agar lebih dekat


dengan klien

K : Boleh suster

K : Mengangguk
dan

K : Menyatakan
kesediaan

senyum
P : Namanya siapa?

P : Berharap klien
P : senyum dan

menyambut uluran

mengulurkan

Bina hubungan
saling percaya

tangan

tangan
K : Saya Tn. I. A.
Kalau

K : Tampak malu
K : Menatap dan

Suster namanya

mengulurkan

siapa?

tangan

P : Nama saya
.. Saya

P : Berharap klien
P : Tersenyum dan

mahasiswa dari

mempertahankan

Unika de la sale

kontak mata

manado sedang
praktek di RS
ini. Saya praktek
di sini selama 4
hari. Bagaimana

menjawab

Menumbuhkan
hubungan saling
saling percaya

kabar Tn. A. I
hari ini?
K : Saya merasa
baik-baik saja.

K : Ekspresi biasa
K : Ekspresi biasa

P : Sudah berapa
lama Tn.A. I di
sini?

P : Ingin tau jawaban


P : Tetap

klien

Mengetahui proses
pikir klien

pertahankan
kontak mata

K : Dari bulan april.


2016

K : Berbicara pelan
K : Kontak mata
kurang

P : Mengapa Tn. A.

P : Berharap klien

I dibawa ke sini? P : Pertahankan

menjawab

Mengetahui
kesadaran klien

kontak mata
K : karena saya
merusak

K : Tampak malu
K : Menunduk

barang-barang.
P : Sekarang umur

P : Berharap klien

Mengetahui

Tn. A. I berapa?

P : Tersenyum

masih menerima

kesadaran klien

perawat
K : Saya lupa
Suster

K : Kontak mata
K : Menatap perawat

cukup

P : Apakah Tn. A.I


tau siapa yang

P : Berharap klien
P : Tersenyum dan

membawa Tn.A.

Pertahankan

I ke sini?

kontak mata

K : Iya, saya tau.


Istri yang.

menjawab

Mengetahui
kesadaran klien

K : Tampak malu
K : Menunduk

Membawa saya
Ke RS ini.
P : Tn. A.I sampai
sini dulu

P : Berharap Klien
P : Tersenyum dan

menerima kontrak

Mengakhiri kontrak
pertama dan

bincang-bincang

pertahankan

membuat kontrak

kita. Nanti kita

kontak mata

baru

sambung lagi
besok. Bisa ?

K : Iya Suster

K : Kontak mata
K : Kontak mata

singkat

singkat
P : Besok sekitar
jam 15.00 kita

P : Senang. Klien
P : Tersenyum

Menghargai klien

menerima kontrak

bertemu di sini lagi


ya bapak .
Kalau begitu
silahkan Tn. A. I
masuk ke dalam

K : Menjawab kontak
K : Klien menatap

K : Iya Suster

mata

perawat dan
tersenyum
P : Menghormati klien

baik

P : Tersenyum
P : Selamat siang
K : Merespon perawat
K : Mengangguk
K : Siang Suster

Berpisah dengan

ANALISA PROSES INTERAKSI


Nama

: Tn. A. I

Umur

: 46 tahun

Interaksi

: Fase Kerja

Lingkungan

: Di ruang D2

Deskripsi

: Klien kurang kooperatif

Tujuan Interaksi

: Klien dapat mengungkapkan masalahnya dan membantu klien


mengatasi masalahnya.

Tanggal Interaksi

: 12 April 2016, jam 15.00 16-00

Komunikasi
Verbal
Nonverbal
P : Selamat siang
Tn. A. I
K : Selamat siang

Perawat
P : Berharap

P : Kontak mata,
berjabat tangan
K : Senyum

Suster
P : Tn. A. I

Analisa
Berpusat Pada Klien
Berpusat Pada

membalas sapaan

Rasional

Salam merupakan
interaksi yang baik

K : Kontak mata
kurang baik

P : Tersenyum

P : Menarik minat

bagaimana

klien untuk

tidurnya

bercerita

Agar klien tertarik

semalam?
K : Kurang
nyenyak Suster
P : Lalu Tn. A. I
masih

K : Kontak mata

K : Tersenyum

kurang
P : Pertahankan

P : Berharap klien

kontak mata

memberikan

mendengar

Mengetahui
keadaan klien

jawaban

bisikan-bisikan?
K : Iya Suster

K : Menunduk

K : Kontak mata
kurang

P : Tn. A.. I jangan

P : Tersenyum dan

P : Berharap klien

Upaya unutk

suka

pertahankan

menerima anjuran

menyadarkan klien

menyendiri.

kontak mata

perawat

agar tidak berlanjut

Lalu bila mau


tidur berdoa
dulu. Banyak
bicara dengan
teman-teman.

terus

K : Iya Suster

K : Kontak mata
tidak lama

K : Senang, masalah
ditanggapi dengan
baik

P : Tn. A. I

P : Tersenyum

P : Memastikan klien

mengerti kan?

K : Iya mantri

K : kontak mata

Memastikan klien

mengerti anjuran

mengerti anjuran

perawat

perawat

K : Senang

tidak lama dan


menunduk
kepala
P : Kalau begitu

P : Tersenyum dan

P : Berharap klien

Mengakhiri kontrak

percakapan kita

Pertahankan

Menerima

pertama dan

kali ini sampai

kontak mata

Pertemuan

membuat kontrak

selanjutnya

baru

di sini dulu
K : Iya Suster

K : Menatap perawat K : Merespon perawat

P : Selamat sore

P : Tersenyum

P : Menaruh hormat
pada klien

Berpisah dengan
baik

K : Sore Suster

K : Mengangguk

K : Merespon perawat

ANALISA PROSES INTERAKSI


Nama

: Tn. A. I

Umur

: 46 tahun

Interaksi

: Fase Terminasi

Lingkungan

: Di ruang D2

Deskripsi

: Klien kurang kooperatif dan bersih.

Tujuan Interaksi

: Klien dapat menerima perpisahan dengan perawat dan tidak


tergantung pada perawat

Tanggal Interaksi

Verbal

: 13 April 2016, jam 09.30 10.20

Komunikasi
Nonverbal

P : Selamat pagi
Tn. A. I

Analisa
Berpusat Pada Klien
Berpusat Pada
Perawat
P : Berharap

P : Menatap klien
dan tersenyum

menerima perawat

Rasional

Ucapan salam
menjalin rasa
percaya

K : Pagi Suster

K : Menatap perawat K : Berespon pada


perawat

P : Bagaimana
keadaan Tn. A. I
sekarang? Apa
yang saya
anjurkan
kemarin sudah

P : Bertanya dengan
empati

P : Berharap klien
menjawab
pertanyaan

Mengetahui
keadaan klien

Tn. A. I lakukan?
K : Iya Suster

K : Mengangguk

K : Kontak mata baik

Tersenyum
P : Apa yang

P : Berharap klien

Mengetahui masih

Tn. A. I rasakan

menjawab

ada masalah atau

sekarang?

pertanyaan

tidak

K : Saya masih saja


mendengar

P : Menatap klien

K : menatap perawat

K : Kecewa

tajam

bisikan-bisikan
itu
P : Ya sudah kalau

P : Tersenyum

P : Berharap klien

Perpisahan yang

begitu. Tn. A. I

menerima

baik tidak membuat

harus rajin

perpisahan

klien tergantung

berdoa

pada perawat

dan minum obat


teratur.
K : Iya Suster

K : Mengangguk

K : Menjawab senang

senang
P : Saya permisi

P : Tersenyum

P : Berharap respon

dulu. Selamat

dari klien

siang.
K : Selamat siang
Suster

K : Berdiri menatap
perawat

K : Klien menerima
perpisahan

Sebagai interaksi
yang baik

TINJAUAN TEORITIS

PENGERTIAN WAHAM
Gangguan orientasi realitas dibagi menjadi dua yaitu waham dan halusinasi. Waham adalah kepercayaan yang benarbenar salah dan berfikir yang sesuai dengan orang lain dan kontradiksi dengan realitas sosial (Stuart and Sunden,
tahun 1995 hal 146).
Waham adalah suatu kepercayaan yang salah atau bertentangan dengan kenyataan dan tetap pada pemikiran
seseorang dan latar belakang sosial budaya (Rowlis, tahun 1991, hal 167)

Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin
aneh (misal, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak
mungkin, misal, FBI mengikuti saya) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya. waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada skizofrenia. semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham tidak
sistematis.

GANGGUAN WAHAM

Pasien ini tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang perfasif seperti yang ditemukan pada kondisi
psikotik lain. tidak ada afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang menonjol, atau waham aneh yang nyata.
pasien memiliki satu atau beberapa waham, sering berupa waham kejar, dan ketidaksetiaan dan dapat juga

berbentuk waham kebesaran, somatik, atau retomania yang :

Biasanya spesial (misal, melibatkan orang, kelompok, tempat, atau waktu tertentu, atau aktivitas tertentu)

Biasanya terorganisasi dengan baik (misal, orang jahat ini mengumpulkan alasan alasan tentang sesuatu yang
sedang dikerjakannya yang dapat dijelaskannya secara rinci).

Biasanya waham kebesaran (misal, sekelompok yang berkuasa tertarik hanya kepadanya)

Wahamnya tidak cukup aneh untuk mengesankan skizofrenia.


RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Respon adaptif
- Pikiran logis

Respon maladaptive
- pikiran kadang menyimpang

- kelainan pikiran/delusi

- persepsi akurat

- ilusi

- waham

- emosi konsisten

- reaksi emosional berlebihan

- halusinasi

- perilaku ganjil/tidak lazim

- ketidakmampuan untuk

dengan berlebihan
- perilaku sesuai

mengalami emosi
- hubungan sosial

- menarik diri

- ketidakteraturan
perilaku

MEKANISME TERJADINYA WAHAM


Waham terbentuk atas dasar faktor emosi, maka waham takkan dapat diubah oleh alasan-alasan akal fikiran untuk
memenuhi kebutuhan jiwa tersebut. Gambaran waham terlihat menurut kesulitan-kesulitan menurut individu sebelum sakit
berupa harapan-harapan yang mengecewakan perasaan inadekuat, perasaan dibenci orang lain dan sebagainya.

D.

Faktor presdisposisi

Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan
ansietas yang berakir dengan gangguan presepsi, klien menekankan perasaan nya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif

Faktor sosial budaya


Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbul nya waham

Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan
pengingkaran terhadap kenyataan

Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak atau perubahan pada sel kortikal dan
lindik
E.

Faktor presipitasi
Faktor sosial budaya

Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti atau di asingkan dari kelompok.

Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang

Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang menyenagkan.
F. Tanda-tanda dan Gejala
1.

Kognitif :

a.

Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata

b.

Individu sangat percaya pada keyakinannya

c.

Sulit berfikir realita

d.

Tidak mampu mengambil keputusan

2.

Afektif

a.

Situasi tidak sesuai dengan kenyataan

b.

Afek tumpul
3.

Prilaku dan Hubungan Sosial

a.

Hipersensitif

b.

Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal

c.

Depresi

d.

Ragu-ragu

e.

Mengancam secara verbal

f.

Aktifitas tidak tepat

g.

Streotif

h.

Impulsive

i.

Curiga
4.

Fisik

a.

Higiene kurang

b.

Muka pucat

c.

Sering menguap

d.

BB menurun

Peran Serta Keluarga


Asuhan yang dapat dilakukan keluarga terhadap klien dengan waham :
1. Bina hubungan salng percaya keluarga dengan klien
Sikap keluarga yang bersahabat, penuh perhatian, hangat dan lembut
Berikan penghargaan terhadap perilaku positif yang dimiliki/dilakukan
Berikan umpan balik yang tidak menghakimi dan tidak menyalahkan
2. Kontak sering tapi singkat
3. Tingkatkan hubungan klien dengan lingkungan sosial secara bertahap, seperti membicarakan masalah-masalah yang
berkaitan dengan diri klien, orang lain dan lingkungan

4. Bimbing klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kinginanya, ajak klien untuk melakukan kegiatan
sehari-hari dirumah seperti : menyapu, mengepel dan membersihkan tempat tidur.
5. Hindarkan berdebat tentang waham
6. Jika ketakutan katakan Anda aman disini, saya akan bantu anda mempelajari sesuatu yang membuat anda takut .
7. Berikan obat sesuai dengan peratuaran
8. Jangan lupa kontrol.
G. Macam macam waham
Waham agama
Kenyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, di ucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan,
contoh : kalau saya mau masuk surga saya harus mengunakan pakaian putih setiap hari , atau klien mengatakan
bahwa diri nya adalah tuhan yang dapat mengendalikan mahkluk nya
Waham kebesaran
Keyakinan secara berlebihan bahwa diri nya memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, di
ucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : saya ini pejabat di departemen kesehatan lhooooo........
saya punya tambang emas !
Waham curiga
Keyakinan bahwa seseorang tau sekelompok orang berusaha merugikan atau mencederai diri nya, di ucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh : saya tau ...........semua saudara saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka semua iri dengan
kesuksesan yang di alami saya.

Waham somatik
Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau bagian tubuh nya terganggu atau terserang penyakit, di ucapkan berulag-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan .
Contoh : klien selalu mengatakan bahwa diri nya sakit kanker,namun setelah di lakukan pemeriksaa laboraturium tidak di
temuka ada nya sel kanker pada tubuh nya.

Waham nihilistik
Keyakinan seseorang bahwa diri nya sudah meninggal dunia, di ucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai denga
kenyataan
Contoh : ini kan alam kubur nya, semua yang ada di sini adalah roh-roh.
H. Status metal
Berdandan dengan baik dan berpakian rapi, tetapi mingkin terlihat eksentrik dan aneh.tidak jarang bersikap curiga atau
bermusuhan terhadap orang lain.klien biasa cerdik ketika di lakukan pemeriksaan sehingga dapat memanipulasi data
selain itu perasaan hati nya konsisten dengan isi waham.
I.

Kebutuhan persiapan pulang


1)
2)
3)
4)
5)

Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan danmerapikan pakaian.
Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.

J. Sensori dan kognisi


Tidak memiliki kelainan dalam orientasi kecuali klien waham spesifik terhadap orang, tempat, dan waktu. Daya ingat atau
kognisi lain biasa nya akurat. Pengendaliaan implus pada klien waham perlu di perhatikan bila terlihat ada nya rencana
untuk bunuh diri, membunuh, atau mealuka kekerasan pada orang lain.
Gangguan proses pikir : waham biasa nya di awali dengan ada nya riwayat penyakit berupa kerusakan pada bagian
kortkes dan lindik otak. Bisa di karena kan terjatuh atau di dapat ketika lahir. Hal ini mendukung terjadi nya perubuhan
emosional seseoramg yang tidak stabil. Bila berkepanjangan akan menimbulkan perasaan rendah diri, kemudian
mengisolasi diri dari orang lain dan lingkungan. Waham kebesaran akan timbul sebagai manivestasi ketidakmampuan
seseorang dalam memenuhi kebutuhan nya. Bila respon lingkungan kurang mendukung terhadap prilaku nya di
mungkinkan aka timbul resiko prilaku kekerasan pada orang lain.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Ny. S.S


DENGAN WAHAM KEBESARAN DI RUANGAN E
RSJ. Prof Dr.V.L. RATUMBUISANG MANADO

I. Data Pasien
A. Identitas Pasien
Nama

: Ny.Y.S

Umur

: 29 Thn

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Kristen Protestan

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Tidak Ada

Status

: Belum menikah

Alamat
TTL

: Tutu lingkungan III,Tondano barat


: Tondano-19-Juli-1978

Tgl MRS

: 18-04 -2016

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama

: Tn. T.S

Alamat

: Tutu Lingkungan III,Tondano Barat

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Hubg. Dgn Pasien :Ayah


Pekerjaan
Agama

:Petani
:Kriten Prostetan

II. Alasan Masuk RS

Klien berbibicara tidak normal,suka keluyuran (jalan tanpa tujuan ),merontak ,berbicara tidak sesuai dengan Realita.

Keluhan Saat di Kaji

Klen selalu bicara berlebihan namun sampai pada tujuan pembicaraan, klien mengaku orang tuanya (ayah dan
ibu ),tinggal di Jakarta.

III. Faktor Predisposisi


1.

Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu :


Pasien pernah mengalami gangguan jiwa, pasien sudah empat kali masuk di RS.Prof.Dr.V.L Ratumbuisang.
2.

3.

Pengobatan sebelumnya : Kurang berhasil/putus

Pengalaman masa lalu :


Tidak ada.

4.

Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa :


Tidak ada cuman klien sendiri yang mengalami sakit gangguan jiwa.
5. Riwayat Kehidupan Pribadi :
a)

Riwayat Prenatal : -

Riwayat Masa Bayi : c)

Riwayat Masa Kanak - kanak : -

Riwayat Masa Remaja / Dewasa


e)

Riwayat Keluarga : Tidak ada keluaraga pasien yang mengalami gangguan jiwa.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Baik
Tanda - tanda Vital
TD : 110/70 mmHG

N : 80 x/m

R :-

SB : 36 C

TB :130 cm
BB :46 Kg
Keluhan Fisik : Masalah Keperawan : -

V. Psikososial :
1.

Genogram : Pihak Ayah

Pihak ibu

A.

a)

Keterangan:
: Laki-Laki

A :Orang Tua pihak Ayah

:Perempuan

B :Oranh Tua Pihak Ibu

:Klien

C :Saudara Ayah
D :Saudara Ibu
E :Saudara Klien

a). Klien anak ke 6 dari 7 bersaudara yang mengalami gangguan jiwa

2.

Konsep Diri

Gambaran Diri :
Klien slalu mengatakan kehebatan orang tuanya

b)

Identitas Diri :
Klien adalah anak kandung
c)

Ideal Diri :
Saat di kaji klien mengatakan orang tuanya pernah tinggal di jakarata

d)

Harga Diri :
Klien pling suka bergaul dengan semua perawat yang ada dalam ruangan
e)

Peran :
Klien tidak mempunyai peran yang penting dalam pergaulan dengan teman - temanya

3.
a)
b)
c)

4.

Hubungan Sosial
Orang yang paling berarti :
Tidak ada
Peran serta dalam kegiatan kelompok dan masyarakat :
Saat dikaji klien mengatakan suka ikut kegiatan ibada di gereja
Hambatan dalam hubungan interaksi :
Kilen tidak memiliki hambatan dalam berinteraksi, klien sangat aktif sekali dalam berinteraksi dengan semua
perawat yang ada didalam ruangan.

Spiritual
a)
b)

Nilai dan keyakinan :


Klien mengatakan bahwa die memeluk agama kristen
Kegiatan ibadah :
Saat di kaji klen mengatakan ia paling rajin untuk mengikuti ibadah pemuda/kelompok

VI. Status Mental


1.

Penampilan :

Pakaian cukup rapi dan menggunakan pakaian yang bersih

2.

Pembicaraan :
Saat dikaji pasien berbicra dengan jelas,cepat,berbicara pindah-pindah tidak ada kaitannya

3.

Aktifitas Motorik :
Saat dikaji klien tampak tegang,gelisa,agitasi,tik,grinmasen.

4.

Alam Perasaan :
Saat di kaji objeknya belum jelas
5.

Interaksi selama Wawancara :


Kontak mata kurang

6.

Gangguan Persepsi :
Halusinasi

7.

Proses Pikir :
Klien selalu berbicara berlebihan namun tidak sampai pada tujuan pembicaraan

8.

Tingkat Kesadaran :
Bingun,Stupor (gangguan motorik seperti,kekakuan,gerakan-gerakan yang di ulang-ulang)

9.

Memori
Kontabulasi (pembicaran tidak sesuai dengan kenyataan),berhitung penambahan atau pengurangan

10.

Tingkat Konsentrasi dan Berhitung :


klien tidak mampu berkonsentrasi,tidak mampu mengingat apa yang di hitung
11.Kemampuan Penilaian
Ringan/mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain
12.Daya Tarik Diri :
Klien melakukan hal-hal yang di luar dirinya

VII. Mekanisme Koping


Reaksi klien kooperatif, berbicara kacau namun dan tidak sesuai dengan alur pembicaraan.

VIII. Aspek Medik


a) Diagnosa medik : Skizofrenia Paranoid
b) Terapi Medik : - Cpz 100 mg
- Haloperrdol 5 mg
3x1
- Drazepom mg
- Thp 2 mg

A. ANALISA DATA
N
O

Data

Masalah Keperawatan

DS : - Klien mengatakan
Orang Tuanya berada di
jakarta
DO : - Klien menganggap
dirinya
lebih tinggi dari
orang lain
-Gaya bicara klien
suka
melebih-lebihkan.

Gangguan isi pikir : waham kebesaran

B. POHON MASALAH

Perubahan proses pikir


Kerusakan komunikasi verbal

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

C. Diagnosa keperawatan
1). Gangguan isi pikir waham kebesaran.

Akibat
Masalah

Penyebab

D. Analisa proses interaksi


Nama
: Ny. Y.S
Umur
: 29 Thn.
Interaksi
: I Fase Perkenalan
Lingkungan
: Diluar ruangan duduk bersama dengan jarak 0,5 m
Deskriptif
: Klien memakai kaos bunga-bunga dan celana pendek krem.
Tujuan interaksi : Membina hubungan saling percaya
Waktu Interaksi : 18-04-2016, Pukul 11.30 11. 50
Komunikasi
verbal

Komunikasi
Nonverbal

P : Selamat
pagi

P : Ada
kontak
mata,
berjabat
tangan
dan
mendek
ati klien

K : Selamat
pagi,

K : Ada
kontak
mata

Suster

K:

Analisa
berpusat pada
klien
-Klien
tersenyum
disapa oleh
perawat

Analisa
berpusat pada
perawat
-Berharap
klien
menerima
dan
membalas
sapaan

-Klien duduk
tidak raguragu.

-Berharap
dapat
melanjutkan
pembicaraan

Rasional

Ucapan
salam
sebagai
tanda awal
dari
terjadinya
hubungan
saling
percaya

Dengan
menyebutka
n nama
menandakan
klien
bersedia
untuk

P : Perkenalkan
nama saya
Shannon..
biasa di
panggil
Shannon ,
saya
mahasiswa
Unika de la
sale
yang
praktek
disini
selama 4
hari , boleh
kenalan ?
K : Boleh
Suster,
nama saya
M.
M

P : Apakah M. M
masih ingat
kapan
dirawat
disini?
K : Saya
dirawat

Memperta
hankan
kontak
mata
dan
tidak

-Klien mulai
brbicara dan
menjawab
pertanyaan.

-Berharap
klien dapat
menyebutka
n nama
dengan
lengkap dan
benar

-Klien berbicara
dengan cepat
dan keras

-Berharap
klien
menjawab
pertanyaan
dengan
benar

tersenyum

P:
Memperta
hankan
kontak
mata
dan
terseny
um

-Klien banyak
bicara

K : Kontak
mata

K:
Menata
p
perawat

-Menjawab
spontan

-Berharap
klien tahu
keberadaan
dirinya

-Berharap
klien mau
untuk
pertemuan

melanjutkan
pembicaraan
Waktu yang
akan
berjalan
akan lebih
efektif.

Membina
hubungan
saling
percaya

Kontrak
waktu

disini pada
tanggal 1604-2016
P: Trus kenapa
sampai M.M
bisa dirawat
disini
K : Saya
dirawat
karena
kurang
tidur dan
jalan
tanpa
tujuan
P : Baiklah, M.
M
Pertemuan
kita
sampai
disini
dulu, saya
harap
M. M tetap
ingat nama
saya
dan besok
apakah kita
boleh

selanjutnya.
P:
Memperta
Hankan
Tingkah
laku
klien
P : Kontak
mata
baik

K:
Menjawab

K : Kontak
mata
berbicar
a jelas
sambil
terseny

bercerita
kembali?
K : Boleh
Suster..

P: Kalau
begitu ,besok
kita bertemu
lagi di sini ya
ibu,kita akan
membicarakan
tentang
perasaan ibu
,bagaimana
kalau bertemu
di tempat ini
lagi?
K: Boleh suster..

um
K : Ada
kontak
mata
dan
terseny
um
P : Kontak
mata
dan
membal
as
senyum
.

E. Analisa proses interaksi


Nama
: Ny. Y.S
Umur
: 29 Thn.
Interaksi
: II Fase Kerja
Lingkungan
: Diluar ruangan duduk berhadapan dibatasi meja
Deskriptif
: Klien memakai kaos putih dan celana pendek hitam
Tujuan interaksi : Klien dapat menceritakan masalahnya
Waktu Interaksi : 12-04-2016 Pukul 16.00 16. 20
Ruangan
: Maengket (Rawat inap E )
Komunikasi
verbal

Komunikasi
Nonverbal

P : Selamat
sore

P :Berhadapan sambil
berjabat
tangan

K : Selamat
sore,

Suster

P : Kontak
mata tetap
dipertahank
an sambil
tetap
memperhati

Analisa
berpusat pada
klien
-Membalas
sapaan
sambil
tersenyum

Analisa
berpusat
pada perawat
-Berharap
klien mau
berbincangbincang

Rasional

Ucapan
salam
sebagai
tanda awal
dari
terjadinya
hubungan
saling
percaya

kan klien
P : Apakah Ny.
M. M masih
ingat
dengan
perjanjian
kita
kemarin?
K : Masih

Suster

P : Baiklah
boleh kita
mulai
bincangbincangnya
sekarang?
K :Baik, Suster
P : Apa yang
menyebabk
an M sakit
seperti ini?
K : Saya tau

Suster

-Berharap
dapat
melanjutkan
pembicaraan

K : Kontak
mata
singkat

P : Tetap
mempertah
ankan
kontak
mata

Memastikan
apakah klien
sudah siap
untuk
memulai
pembicaran

-Klien
menjawab
sambil
menggerakan
tubuhnya

K : Menjawab
dengan
jelas

K : Kontak
mata
dipertahank
an
P : Kontak
mata sambil
tersenyum
K : Membalas
dengan

Membina
hubungan
saling
percaya

-Klien
menjawab
dengan nada
sinis

-Menyakinkan
pasien dan
ingin
menimbulka
n rasa
percaya

saya biasa
kurang
tidur dan
jalan-jalan
tanpa
tujuan

senyuman

kepada
perawat

P : Sekarang
apa yang
M
rasakan?
K : Biasa-biasa
saja
P:
Menanyaka
n semua
pertanyaan
sesuai
format yang
ada,setelah
selesai
bertanya
perawat
mengakhiri
perbincang
an
P : Baik, M
senang
sekali

-Klien
menjawab
spontan

-Klien banyak
bicara

Kontrak
waktu

berbicara
banyak
dengan
anda, tapi
kontrak
waktunya
telah
selesai jadi
kita sudahi
dulu
pembicaraa
n kita
sampai
disini
K: Waktunya
sudah habis
y Suster?
P : Ya, tapi
besok
apakah kita
boleh
bercerita
kembali?
K:
BolehSuster..

-Berharap
klien mau
untuk
pertemuan
selanjutnya.

-Menjawab
spontan

F. Analisa proses interaksi

Nama
Umur
Interaksi
Lingkungan
Deskriptif
Tujuan interaksi

: Ny. Y.S
: 29 Thn.
: III Fase Terminasi
: Diluar ruangan duduk bersama dengan jarak 1 m
: Klien memakai kaos kuning dan celana pendek merah
: Mengakhiri interaksi agar klien dapat menerima perpisahan dengan
perawat
Waktu Interaksi : 13-04-2016, Pukul 10.00-10.15
Ruangan
: Maengket (Rawat inap E )

Komunikasi
verbal
P : Selamat
pagi M
bagaimana
kabarnya
pagi ini ?
K : Selamat
pagi,
Suster,
kabarnya
baik

Komunikasi
Nonverbal
P : Menatap
klien
sambil
tersenyu
m
K:
membala
s senyum
dengan
kontak
mata

Analisa
berpusat pada
klien
- Terlihat
gembira

-Klien
tersenyum

Analisa
berpusat
pada perawat
-Berharap
klien mau
berbincangbincang
-Berharap
dapat
merespon
pertanyaan

Rasional

Mengucap
salam dapat
menambah
keakraban
dengan klien

Pamitan

P:
P : Apakah M
sudah
makan pagi
dan mandi
paginya
blm?

K : Sudah

Suster

P : Bagaimana
dengan
tidur M
semalam?

K : Nyenyak
Suster..
P: Hari ini saya
ingin
memberi

Mempert
a hankan
kontak
mata dan
sambil
memperh
atikan
klien

K : Kontak
mata
singkat
P : Kontak
mata
dipertaha
nkan
K : Kontak
mata
sambil
tersenyu
m.
P:
Membala
s dengan
senyuma
n

-Menjawab
sambil
memperhatika
n
sekelilingnya

- Menjawab
dengan
spontan

-Berharap
klien dapat
menerima
perpisahan
dengan baik

-Fase
terminasi
berakhir
dengan baik

dengan
pasien agar
terjadi
hubungan
yang baik
dan tidak
ada pihak
yang
dirugikan.

Pasien tidak
merasa
sedih dan
bisa
menerima
perpisahan
itu.

tahu bahwa
besok dinas
kami yang
terakhir dan
akan pindah
kelahan lain.
K :Tapi mantri
masih akan
berkunjung
kesini lagi
kan?
P : Ya, kalau
tidak sibuk
saya akan
dating jenguk
M lagi dan
saya harap
M rajin
berdoa dan
minum obat
y?agar lekas
sembuh
K : Ok, Suster..

G. ASUHAN KEPERAWATAN
No
1.

Diagnosa
Gangguan isi pikir:
waham kebesaran b/d :

Tujuan
TUM :
Klien dapat

Intervensi
Bina

Rasional
Hubungan

DS : - Klien mengatakan
bahwa
Orang tuanya
berada di jakarta
DO : - Klien menganggap
dirinya
lebih tinggi dari
orang lain
-Gaya bicara klien
suka
melebih-lebihkan.

berpikir secara
hubungan
saling
rasional
saling
percaya
mengatakan
percaya
sebagai
yang
dengan
dasar
sebenarnya.
TUK :
menggunak
interaksi
1). Klien dapat
an
yang
membina
hubungan
terapeutik
hubungan
saling
terapeutik
antara
percaya
perawat
2). Klien dapat
dank lien
membedak Jelaskan pada
an waham
klien
Dengan
dan
tentang
memberi
realita/keny
waham
ataan
penjelasan
3). Klien
dengan
pada pasien
dapat
kenyataan
tentang
memanfaat
yang ada
kan obat
waham dan
serta
sekarang
realita maka
terkontrol
diharapkan
untuk
mengontrol
klien dapat
wahamnya.
membedaka
n antara
Anjurkan klien
minum obat

waham dan
realita.

secara
Dengan

teratur
sesuai

minum obat

dengan

secara

aturan

teratur

minum obat

dapat
mempercep
at proses
penyembuha
n.

H. Catatan Keperawatan
Jam/
Tanggal
11.00
18-04-2016

Diagnosa
Keperawatan
Gangguan isi pikir
:Waham kebesaran

Implementasi

Evaluasi

1.Membina hubungan
saling percaya dengan
klien (menyapa klien
dengan memberi
salam, tanyakan
keadaan pasien)

S : Klien masih
mengatakan
bahwa dia
adalah seorang
professor
bahasa inggris
dan tanda
tanganya yang
terdapat di uang

2.Menjelaskan pada
pasien tentang waham

dan realita. Pengertian


waham adalah
keyakinan seseorang
yang tidak dapat
dibuktikan dengan
realita.sedangkan
realita adalah apa
yang sedang dialami
/keadaan yang terjadi
sekarang
3. Menganjurkan dan
membantu
memberikan obat
secara teratur

15.00
18-12-2009

Resiko kekerasan
terhadapa orang lain

1.Bina hubungan saling


percaya dengan klien,
menyapa klien dengan

seribu kertas.
O : -Gaya bicara
pasien masih
melebihlebihkan
-Klien memiliki
rasa percaya
diri yang tinggi
A : Masalah belum
teratasi

P : Lanjutkan
tindakan
keperawatan

S : Klien masih
sekali-kali
mengatakan

memberi salam dan


tanyakan keadaan
pasien
2. Mempertahankan
perilaku yang wajar
dan tenang. Perawat
berinteraksi dan
berkomunikasi dengan
prinsip-prinsip
hubungan terapeutik
tidak menyinggung
perasaan pasien.
3.Menanyakan apakah
pasien sudah mengerti
dan suruh pasien
menyebutkan kembali
pengertian waham dan
realita
4.Mengobservasi
perilaku pasien apakah
ada tanda-tanda
melakukan kekerasan
pada diri sendiri atau
orang lain.

bahwa dia lebih


tinggi dari orang
lain

O : -Nada bicara
klien keras.
-Klien banyak
bicara
-Klien mulai
tenang saat
diberikan
pengertian

A : Masalah mulai
teratasi

P : Intervensi
dilanjutkan.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota besar
maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA sudah sangat
mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan
generasi bangsa atau disebut dengan lost generation (Joewana, 2005).
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA
padaakhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta
media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin banyak masyarakat yang
memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)
sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah
tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga
lebih pada hubungan individu dengan keluarga; faktor lingkungan lebih pada kurang positif
sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang
NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan. Hal ini ditunjukkan dengan makin
banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan
zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak
disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).

2.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan ganguan tetanus
2.2 Tujuan Khusus
1.

Mengetahui pengertian dari penggunaan NAPZA

2.

Mengetahui faktor penyebab penggunaan NAPZA

3.

Mengetahui gejala klinis penggunaan NAPZA

4.

Mengetahui dampak penggunaan NAPZA

5.

Mengetahui proses keperawatan pada gangguan penyalahgunaan NAPZA meliputi


pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan
dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap
obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan.
Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen,
1998).

2.2 Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA


Respon Adaptif

Respon Maladaptif

Tinggi alamiah

Penggunaan

Penggunaann

Ketergantungan

aktivitas fisik,

jarang dari:

sering dari:

penyalahgunaan,

meditasi

nikotin, kafein,

nikotin, kafein,

gejala putus zat,

alkohol, obat

alkohol, obat

toleransi

yang diresepkan,

yang diresepkan,

obat terlarang

obat terlarang

Respon adaptif - maladaptif dari rentang respon penggunaan zat kimiawi sebagai
kopingadalah sebagai berikut :
a. Beberapa NAPZA secara alamiah ada di dalam individu (endorphin), berguna
untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti melakukan aktivitas fisik, meditasi, tetapi
dalam kadar yang selalu ada pada keseimbangan.
b. Beberapa individu mengkonsumsi NAPZA seperti: tembakau, kafein, alkohol, obatobatresep,

dan

terlarang

dengan

penggunaan

jarang,

sehingga

ketidakseimbanganakibat adanya peningkatan kadar zat di dalam tubuh


c. Penggunaan zat semakin sering dan ketagihan

terjadi

d. Ketergantungan zat adiktif (dependence)


Ketergantungan zat adiktif (dependence) adalah kondisi penyalahgunaan yang
lebih berat, telah terjadiketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik
ditandaidengan kondisi toleransi dan sindroma putus zat.
e. Penyalahgunaan zat adiktif (substance abuse)
Penyalahgunaan zat adiktif (substance abuse) adalah penggunaan zat yang
bersifat patologis, relative digunakan lebih sering dari biasanya, walupub pengguna
menderitacukup serius akibat penggunaan tersebut tetapi individu tidak mampu
untuk menghentikan, penggunaan telah berlangsung kurang lebih 1 bulan, sehingga
terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, dan
pendidikan
f. Sindroma putus zat (withdrawal)
Pada pemakaian yang terus menerus akan tercapai tingkat dosis toleransi yang
cukuptinggi, jika pengguna menghentikan akan timbul gejala-gejala tertentu sesuai
jenis zatyang disalahgunakannya
Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan
sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna
NAPZA.
Respon adaptif

Eksperimental Rekreasional

Respon Maladaptif (yosep, 2007)

Situasional

Peyalahgunaan

Ketergantungan

Keterangan :
a. Eksperimental
Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tau dari remaja. Sesuai
kebutuhan pada masa tubuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman
yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional
Penggunaan zat aditif pada waktu berkumpil dengan teman sebaya, misalnya pada
waktu pertemuan malam mingguan, acar ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai
tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
c. Situasional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya
sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atu mengatasi

masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang
mempunyai masalah, stres, dan frustasi.
d. Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin,
minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi
dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan.
e. Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus
zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin
pada dosis tertyentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai,
sehingga menimbulkan kumpilan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan).
Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan
dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang bisa diinginkannya.

2.3 Jenis-Jenis NAPZA


NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu:
1.Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau
nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut
secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin,
kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997
adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya

terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana.
Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi
pengobatan secara langsung karena terlaluberisiko. Contoh narkotika alami
yaitu seperti ganja dan daun koka.
2) Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa
sakit/analgesik.

Contohnya

yaitu

seperti

amfetamin,

metadon,

dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.


Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:
a. Depresan : membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan : membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan
merasa badan lebih segar.
c. Halusinogen : dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubah perasaan serta pikiran.
Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi,
ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.
2.Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat
atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006)
adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena
merangsang

syaraf

simpatis.

Termasuk

dalam

golongan

stimulan

adalah

amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut


dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah
halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat
terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan
golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran,
ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.
3. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun
campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung
dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik,
korosif, dan iritasi. Bahanbahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk
ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak

fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk
zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi
minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand;
minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur
malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%)
seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas seharihari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami
gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat
adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.
2.4 Faktor Predisposisi
Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2000) adalah interaksi antara faktor
predisposisi, faktor kontribusi dan faktor pencetus. Faktor kontribusi yaitu kondisi keluarga
yang tidak baik (disfungsi keluarga) seperti keluarga yang tidak utuh, kesibukan orang tua
dan hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak harmonis. Faktor pencetus yaitu
pengaruh teman sebaya serta tersedia dan mudahnya memperoleh barang yang dimaksud
(easy availability).
Faktor predisposisi terbagi dalam tiga kelompok yaitu :
1. Faktor biologik, Meliputi: kecenderungan keluarga, terutama penyalahgunaan
alkohol dan perubahan metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik
yang tidak nyaman.
2. Faktor psikologik, meliputi: kepribadian ketergantungan oral, harga diri rendah,
sering berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-kanak, perilaku
maladaptif yang dipelajari secara berlebihan, mencari kesenangan dan menghindari
rasa sakit, sifat keluarga termasuk tidak stabil, tidak ada contoh yang positif, rasa
kurang percaya tidak mampu memperlakukan anak sebagai individu serta orang tua
yang adiksi.
3. Faktor sosiokultural, meliputi: ketersedian dan penerimaan sosial terhadap
pengguna obat, ambivalen sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan zat, seperti
tembakau, alkohol dan maryuana, sikap, nilai, norma dan sosial kultural kebangsaan,
etnis dan agama, kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan
kesempatan

2.5 Faktor Presipitasi


Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor presipitasi yang
menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung
terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep
diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat,
dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar,
mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk
melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di
bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba
karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan
kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai
obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa
enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti
yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu
kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan
persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat
kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi
pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan
Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:

1) Keluarga

yang

memiliki

riwayat

(termasuk

orang

tua)

mengalami

ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan
yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu
bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian
yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara
ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak
hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan
yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara temanteman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku
seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan
penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut
memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan
obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan
psikologis.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai
pemicu seseorang menjadi pecandu. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan
semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya
menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh
beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang
muncul secara beruntun akibat dari satu faktor tertentu.
2.6 Tanda dan Gejala
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma
putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau
dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda.

Tanda dan Gejala Intoksikasi


Opiate

Ganja

1. Eforia
2. mengant

1. eforia
2. mata

uk
3. bicara

merah
3. mulut

cadel
kering
4. konstipas 4. banyak
i
5. penuruna
n
kesadara
n

bicara
dan
tertawa

Sedative-

Alcohol

Anfetamine

hipnotik
1. pengendalia

1. mata merah 1. selalu


2. bicara cadel
terdorong
n
3. jalan
untuk
diri
sempoyonga
bergerak
berkurang
2. berkering
n
2. jalan
4. perubahan
at
sempoyonga
3. gemetar
persepsi
4. cemas
n
5. penurunan
5. depresi
3. mengantuk
kemampuan
6. paranoid
4. memperpanj
menilai

nafsu

ang
tidur
makan
5. hilang
meningkat
kesadaran
5. gangguan
persepsi

Tanda dan Gejala Putus Zat


Opiate
1. nyeri
2. mata dan
hidung berair
3. perasaan
panas dingin
4. diare
5. gelisah
6. tidak bisa
tidur

Ganja

Sedative-

hipnotik
jarang 1. cemas
2. tangan
ditem
gemetar
ukan
3. perubahan
persepsi
4. gangguan
daya ingat
5. tidak
bisa
tidur

Alcohol

Anfetamin

1. cemas
2. depresi
3. muka

1.
2.
3.
4.

merah
4. mudah
marah
5. tangan

cemas
depresi
kelelahan
energi
berkurang
5. kebutuhan
tidur
meningkat

gemetar
6. mual
muntah
7. tidak bisa
tidur

2.7 Penatalaksanaan Masalah NAPZA


Penatalaksanaan masalah NAPZA terdiri dari pengobatan dan pemulihan (rehabilitasi).

1. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi
adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara
yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus
zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya
kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan
alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi
adalah dengan

cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama

sekali.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui
pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang
menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal
mungkin.Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial,
dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan
sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).

Alur Perawatan Klien di Rumah Sakit

Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving)
terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan
pengguna NAPZA dapat:
1.
2.
3.
4.

Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi


Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari

baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri

dengan

baik

dalam

dengan

pergaulan

dengan lingkungannya.
Bagan tipe rehabilitasi
Psikososial
Program

Kejiwaan
Dengan

Komunitas
Keagamaan
Berupa
program Pendalaman,

rehabilitasi

menjalani

terstruktur

psikososial

rehabilitasi

diikuti

merupakan

diharapkan

mereka

persiapan untuk agar


kembali

ke

yang penghayatan, dan


oleh pengamalan
yang keagamaan

klien tinggal

dalam

rehabilitasi

satu

masyarakat

yang

Dipimpin

(reentry

semua

mantan

keimanan

ini

tempat. dapat
oleh menumbuhkan
pemakai kerohanian

program). Oleh berperilaku

yang

karena itu, klien maladaptif

memenuhi

perlu dilengkapi berubah

syarat

sebagai seseorang

koselor,

setelah sehingga

menjadi

atau

dinyatakan (spiritual
pada

power)
diri
mampu

dengan

adaptif

atau mengikuti

pengetahuan

dengan kata

dan

lain sikap dan pelatihan.

keterampilan

tindakan

Tenaga profesional kembali

misalnya

antisosial

hanya

dengan

dapat

konsultan saja. Di penyalahgunaan

berbagai kursus dihilangkan,


sehingga
atau

balai mereka

menekan

pendidikan

risiko

dan seminimal
mungkin

terlibat

sebagai dalam

sini klien dilatih

NAPZA

keterampilan

taat

mengelola

apabila
dan

rajin

waktu menjalankan

latihan kerja di dapat

dan

perilakunya ibadah,

pusat-pusat

bersosialisasi

secara

rehabilitasi.

dengan

dalam

hanya 6,83%; bila

Dengan

sesama

kehidupannya

kadang-kadang

demikian

rekannya

sehari-hari,

beribadah

efektif kekambuhan

diharapkan bila maupun

sehingga

klien

mengatasi

21,50%,

selesai personil yang

risiko

dapat risiko kekambuhan


dan

menjalani

membimbing

keinginan

apabila tidak sama

program

dan

mengunakan

sekali

rehabilitasi

mengasuhnya

narkoba lagi atau menjalankan

dapat

nagih

melanjutkan

dan

kembali

relaps.

(craving) ibadah

agama

mencegah risiko kekambuhan


mencapai 71,6%.

sekolah/kuliah
atau bekerja

PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses pemulihan pasien
gangguan penggunaan NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang dapat
diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem keyakinan yang salah dan menetap (....'Saya
seorang pecandu dan saya tidak bisa berhenti menggunakan NAPZA...'). Di bawah ini
beberapa strategi yang digunakan dalam pencegahan kekambuhan :

1.

Tingkatkan komitmen untuk berubah (misal menggunakan wawancara

memotivasi)
2.
Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan kekambuhan (Kapan,
dimana, dengan siapa dan bagaimana penggunaan Napza bisa terjadi)
3.
Mengajarkan kamampuan masing hadapi masalah (coping skill), misalnya:
ketrampilan sosial, ketrampilan manajemen diri, monitoring diri dari penggunaan
NAPZA,
4.
Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat menyebabkan
terjadinya kekambuhan :
1.
apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian yang dapat
menimbulkan kambuh?
2.
Dimana pasien mendapatkan dukungan?
3.
Apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
4.
Seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk kembali ketempat
praktek?

2.8 Bentuk Peran Orang Terdekat


Hubungan Tugas Keluarga dalam Pemulihan Pasien Ketergantungan Narkoba Menurut
Friedman (2003: 9) menyatakan bahwa keluarga memiliki peran pendukung yang penting
selama periode pemulihan dan rehabilitasi klien. Jika dukungan ini tidak tersedia,
keberhasilan pemulihan/rehabilitasi menurun secara signifikan. Demikian pula sebaliknya
jika dukungan tersedia maka keberhasilan pemulihan akan berjalan dengan baik.
Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu mengambil keputusan
dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan
klien.(Friedman, 2003 : 146).
Sentuhan hangat keluarga seperti: perhatian, kasih sayang dan empati merupakan bentuk
rangsangan atau motivasi yang membuat korban penyalahgunaan NAPZA dapat berubah
menjadi lebih baik
dengan mulai rasa kesadaran untuk tidak mengkonsumsi NAPZA lagi dan dapat kembali
menjalani hidup sehat.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KESEHATAN JIWA

I.

Tanggal Dirawat

: 4 april 2016

Tanggal Pengkajian

: 4 april 2016

Ruang Rawat

: Wijaya Kusuma

IDENTITAS
Nama
: An. J
Umur
: 17 tahun
Alamat
: Siderejo
Pendidikan
: SMP
Agama
: Islam

Status
: Belum Kawin
Pekerjaan
:Jenis kelamin : Laki- laki
No. RM
: 098XXX
II.
ALASAN MASUK
ta Primer
: klien mengatakan dirumah sering marah- marah, mendengar suara- suara yang tidak ada
wujudnya.
: klien sakit sejak 4 thn yang lalu dengan gejala sering marah- marah, melamun senyum-

a Sekunder

senyum sendiri.
III.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG DAN FAKTOR PRESIPITASI


Di RSJ Lawang diruang wijaya kusuma, klien mengatakan mendengar suara- suara bisikan
perempuan muda yang memanggil namanya, klien takut apabila ada suara- suara tersebut.

IV.
1.

FAKTOR PREDISPOSISI
Klien pernah mengalami gangguan jiwa sekitar 4 tahun yang lalu, tetapi belum pernah
dirawat di RSJ. Klien mengatakan sering mendengar bisikan- bisikan.

2.

Klien mengatakan pernah dibawa ke kyai, paranormal namun belum menunjukkan


perkembangan sehingga klien dibawa ke RSJ Lawang.

3. Klien pernah ada riwayat NAPZA zat aditif : alcohol dan riwayat trauma.

Riwayat trauma
Usia
1

Aniayafisik

Pelaku

Korban

Saksi

13

Aniayaseksual

Penolakan

Kekerasandalam keluarga

14

Tindak kriminal

Usaha Bunuh Diri

Klien mengatakan pernah dikeroyok temannya berjumplah 4 orang. Menurut ayahnya klien
sering melihat ayah dan ibunya bertengkar.
Masalah/ Diagnosa Keperawatan: ketidakefektifan

penatalaksanaan

regiment

terapeutik.
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan pernah dikeroyok temannya yang berjumplah 4 orang.
Masalah/ Diagnosa Keperawatan : Responpaska trauma.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada keluarga klien yang mempunyai riwayat penyakit gangguan jiwa.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : V.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 14 januari 2014
1) Keadaan umum : Cara berpakaian rapi sesuai, klien dalam keadaan menyendiri,
melamun
2) Tanda vital :
TD
: 130/90 mmHg
ND
: 83 x/menit
S
: 36O C
RR
: 19 x/menit
3) Ukur

BB
: 49 kg
TB
: 162 cm
4) Keluhan fisik : Terdapat luka/ borok dilutut sebelah kiri
Masalah / Dx Keperawatan : Resiko Tinggi terhadap infeksi
VI.

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

1) Genogram

Penjelasan :
Pola Asuh

: Klien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Klien memiliki

adik laki-laki, pola asuh orang tuanya yaitu membiarkan anaknya kurang begitu peduli karena
sibuk disawah
Pola Komunikasi

: klien mengatakan ayahnya dan ibunya sering bertengkaar didepan

anak-anaknya,ia tidak suka kalau kedua orang tuanya bertengkar


Pengambil Keputusan : klien mengatakan yang bertanggung jawab dan mengambil keputusan
adalah ayah klien sendiri.
Masalah / Dx Keperawatan : koping keluarga tidak efektif.
2) Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien sering memperhatikan penampilannya. Hal ini terlihat dari kebiasaan pasien yang rajin
mandi. Klien mengatakan senang dengan matanya karena bias melihat.
b. Identitas
Klien mengatakan namanya An J berumur 17 tahun, jenis kelamin laki- laki dan beralamat
di siderejo.
c. Peran
Di rumah : klien berperan sebagai anak pertama dan ingin membahagiakn orang tua, tetapi ia
mengatakan tidak menurut dengan orang tua.
Di rumah sakit : klien berperan sebagi pasien, klien dikasih tanggug jawab keinstalasi gizi
untuk mengambil makanan dan membersihkan ruangan.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh dan ingin bersekolah lagi.

e. Harga diri
Klien mengatakan malu dengan halusinasinya (kondisinya) sekarang dan ingin cepat sembuh.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah kronis
3) Hubungan sosial
a) Orang terdekat
Selama diruang wijaya tidak ada orang yang terdekat karena klien lebih memilih sendiri
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat
Klien memilih sendiri selama diruang wijaya kusuma, klien sering dimasukkan diruang
isolasi dan memilih sendiri.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain lebih memilih menanggapi halusinasi
karena isinya suara perempuan.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
klien mengatakan bahwa dirinya beragama islam dan percaya Allah itu adalah Tuhannya.
b) Kegiatan ibadah
Saat dirumah sakit klien melaksanakan sholat 5 waktu dengan rajin diruangan wijaya
kusuma.
masalah / Diagnosa keperawatan : VII.

STATUS MENTAL

1) Penampilan
Klien tampak bersih, berpakaian rapi dan sesuai, makan rapi mandi secara mandiri, BAB/
BAK sendiri tanpa bantuan.
Masalah / Diagnosa keperawatan : -

2) Pembicaraan
Klien berbicara dengan lancer dengan menggunakan bahasa Indonesia dan jawa.
Pembicaraan jelas dan sesuai dengan pertayaan.
Masalah / Diagnosa keperawatan : perilaku kekerasan
3) Aktivitas motorik

Klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan diruangan seperti menyapu, mengepel, ambil
makanan diinstalasi gizi, apabila tugasnya sudah selesai klien menghabiskan waktu dengan
mendengarkan musik
Masalah / Diagnosa keperawatan : 4) Emosi dan afek
a. Afek :
Klien kadang bicara sendiri, kadang menyendiri, kadang mau bicara dengan orang lain bila
ditanya.
Masalah / Diagnosa Keperawatan : Kerusakan interaksi sosial
b. Emosi :
Klien mengatakan merasa kesepian ia terkadang memilih sendiri.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Isolasi Sosial
5) Interaksi selama wawancara
Ketika diwawancara klien tidak menatap lawan bicara, klien menghindar dari orang lain dan
lebih menanggapi halusinasi dan ingin mengikuti halusinasi.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Risiko membahayakan diri
6) Persepsi-sensorik
Klien mengatakan setiap pagi hari mendengarkan suara suara perempuan yang
mengajaknya bergabung suara muncul ketika sendiri dan banyak orang klien mengatakan
takut apabila ada suara suara.
Masalah / Diagnosa keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
7) Proses piker
a.

Arus Pikir : Koheren


Klien berbicara dengan kalimat yang dipahami dengan baik dan apabila ditanya klien bisa
menjawab.

b. Isi Pikir : pikiran isolasional, pikiran rendah diri.


c.

Bentuk Pikir : non realistik


Klien mengatakan ada suara suara yang tidak ada wujudnya.

8) Kesadaran
Kuantitatif

: kesadaran compos mentis, GCS 4 5 6

Kualitatif

: berubah limitasi dan relasi klien tertanggu dan tetapi tetap bisa mengontrol

sopan santun.

9) Orientasi
Klien berorientasi baik terbukti dari klien mengatakan bernama An. J dan dapat
menyebutkan bahwa hari ini hari selasa, tanggal 14 Januari 2014 dan ia berada di Ruang
Wijaya Kusuma.
10) Memori
Tidak ada gangguan daya ingat jangka panjang terbukti klien dapat menyebutkan tanggal
lahir dan bisa bercerita kronologi ia dibawa ke RSJ.
Tidak ada gangguan daya ingat jangka pendek terbukti klien bisa menyebutkan bahwa
kameramen siang menu makannya nasi, SOP Buntut.
11) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tidak ada gangguan terbukti ia mampu berhitung mundur 20 1 dengan benar.
12) Kemampuan penilaian
Klien mengatakan setiap waktunya sholat ia sholat tanpa disuruh.
13) Daya Tilik Diri
Klien menyadari bahwa dirinya sedang sakit dan ia saat ini berada di RSJ Lawan untuk
berobat.
VI1I. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1)

Makan
Klien mampu menyiapkan peralatan makanan sendiri, porsi makan sendiri, mencuci peralatan
makannya.

2)

BAB/ BAK
Mandiri : klien dapat BAB/ BAK sendiri dikamar mandi tanpa bantuan orang lain.

3)

Mandi
Mandiri : klien dapat mandi sendiri dikamar mandi sehari 2 X sehari menggunakan sabun
mandi, tanpa bantuan orang lain.

4)

Berpakaian/ berhias
Mandiri klien dapat berpakaian berpenampilan rapi dan sesuai.

5)

Istirahat dan tidur


Klien mengatakan kurang tidur, terkadang ia terbangun karena ada suara suara yang
membangunkannya.

6)

Penggunaan obat
Klien dibantu dalam pengambilan obat dan penyedian obat dikotak tetapi klien bisa minum
obat sendiri tanpa dibantu.

7)

Pemeliharaan kesehatan
Klien dapat meminta pertolongan pada perawat jika ada sakit yang dikeluhkan.

8)

Aktivitas dalam ruangan


Klien mengatakan sering membantu kegiatan yang ada diruangan antara lain menyapu dan
mengepel ruangan, menyiapkan makanan.

9)

Aktivitas diluar ruangan


Klien mengatakan saya sering jalan jalan ke perpustakaan.

IX.

MEKANISME KOPING
Maladaptif : klien mengatakan jika mempunyai masalah ia lebih memilih menghindar dan
klien mengatakan minum alkohol.
Masalah/ Diagnosa Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif (Koping Defensif)

X.
a.

MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Masalah dengan dukungan kelompok : klien sering menyendiri namun terkadang ia bercakap
cakap dengan temannya.

b.

Masalah berhubungan dengan lingkungan : klien mengatakaan tidak ada masalah dengan
lingkungan ia merasa betah

c.

Masalah dengan pendidikan : klien mengatakan lulus SMP apabila sudah keluar dari rumah
sakit ia ingin melanjutkan sekolah lagi.

d.

Masalah dengan pekerjaan : klien mengatakan ia belum bekerja

e.

Masalah dengan perumahan : klien mengatakan tinggal bersama dengan kedua orang tuanya.

f.
g.

Masalah dengan ekonomi : klien belum bekerja dan tidak memiliki penghasilan.
Masalah dengan pelayanan kesehatan : klien mengatakan apabila sakit keluarganya sakit
segera periksa.

XI.

ASPEK MEDIS
Terapi Medik : Trihexipenidril
CPZ
Diagnosis

: F. 20. 10

VIII. Analisis data


No

Data

Masalah / diagnosa

1Ds: Klien mengatakan mendengar suara-suara perempuan


muda setiap pagi, suara muncul saat sepi maupun

PSP : halusinasi
pendengaran

ramai, klien kadang takut, kadang menanggapi


halusinasi apabila mendengar suara-suara
Do: Saat ditanya terkadang klien lebih memilih
menanggapi halusinasi, terkadang klien tersenyumsenyum sendiri
2Ds: Klien mengatakan suka menyendiri dari pada

Isolasi sosial

berkumpul dengan teman-temannya, klien merasa


kesepian
Do: Klien duduk sendiri, suka melamun, pandangan mata
kosong
3 Ds: Klien mengatakan malu dengan kondisinya saat ini

Harga diri rendah kronis

Do: Kontak mata kurang, klien sering melamun


sendirian
4 Ds: Klien mengaakan pernah memukul ibunya, dan

Resiko PK

melempar adiknya dengan jagung, klien mengatakan


kalu marah hanya diam saja
Do: 5Ds: Klien mengatakan pernah dikeroyok temannya

Respons pasca trauma

sejumlah 4 orang, klien juga mengatakan sering


melihat kedua orang tuanya berantem
Do: saat bercerita klien nampak sedih
6 Ds: Klien mengatakan kurang tidur, terkadang ia
terbangun

karena

ada

suara-suara

Gangguan istirahat tidur

yang

membangunkannya
Do: gelisah, mondar mandir
7

Ds: Do: Terdapat luka pada lutut sebelah kiri, Tanda-tanda

infeksi belum muncul, luka sudah mulai mongering


8 Ds: Klien mengatakan jika ada masalah ia memilih
menghindar, atau ia pendam sendiri tanpa bercerita

Resiko tinggi terhadap


infeksi
Koping individu tidak
efektif

keorang lain dulu ia lebih memilih minum alkohol


Do: 9. Ds: Klien mengatakan dikeluarganya orang tuanya

Koping keluarga tidak

bertengkar, pola asuh dikeluarganya yaitu dengan

efektif

dibiarkan saja
Do: 10.Ds: Keluarga klien mengatakan pernah membawa An Ketidakadekuatan
J

kepak

kyai,

paranormal

namun

menunjukkan perkembangan
Do: IX.

Daftar masalah / diagnosa keperawatan

1.PSP halusinasi pendengaran


2.Isolasi sosial
3.Harga diri rendah kronis
4.Resiko PK
5.Respons pasca trauma
6.Gangguan istirahat tidur
7.Resti terhadap infeksi
8.Koping individu tidak efektif
9.Koping keluarga tidak efektif
10. Ketidakadekuatan penatalaksanaan regimen terapiutik

X.

XI.

Pohon masalah

Prioritas diagnose keperawatan


PSP halusinasi Pendengaran

belum penatalaksanaan regimen


terapiutik

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA


Tanggal
/ jam
04 april
2016

Dx

Implementasi Keperawatan

Keperawatan
Perubahan SP 1

halusinasi
pendengaran

TTD

Keperawatan
S:

persepsi
sensori

Evaluasi

pagi
1. Membina hubungan
saling percaya

saya tidak apaapa,

2. Menanyakan kabar

iya saya sering


mendengar suara

pasien hari ini?

perempuan
memanggil saya

3. Memberi
kesempatan

klien kadang mengejek

untuk

saya,

kadang

mengungkapkan

menyuruh

perasaannya

minum kopi
biasanya

4. Mengobservasi
halusinasi

pendengarannya.
5. Membantu
menegenal
halusinasinya
6. Menanyakan
kepada klien

ada

pagi hari mbak

tingkah laku pasien


terkait

saya

suara-suara
muncul saat sepi

klien

saya takut mbak


kalau ada suarasuara
terkadang
senang

isi O:

namun
saya

Klien berjabat
halusinasinya

tangan

seperti apa?

Kontak

7. Menanyakan kapan
dan

situasi

seperti

kurang
Terkadang klien

yang

apa

yang

mengakibatkan
halusinasi muncul?

mata

tersenyumsenyum sendiri
A: SP 1 tercapai
P:
Lanjutkan SP 2

8. Menanyakan
seberapa

sering

halusinasi muncul?
9. Mendiskusikan dengan
klien apa yang dirasakan
jika halusinasi muncul

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA


Tanggal /

Diagnosa

Jam
05 april

Perubahan

2016

persepsi
sensori
halusinasi

Implementasi Tindakan

Evaluasi

Keperawatan

Keperawatan

SP 2 :

S:
sore mbak

1. Membina hubungan
saling percaya

Ada lagi mbak


tadi malam suara

TTD

pendengara
n

laki-laki
dengan pasien
2. Menanyakan
kembali apakah
halusinasi muncul
lagi atau tidak.

menyuruh saya
bangun, sekitar
jam 12 malam,
saya takut mbak
saya biasanya
diam saja atau

3. Menanyakan

enggak saya

kepada klien cara

mengikuti suara-

yang biasanya

suara

digunakan apabila

saya belum

ada halusinasi

pernah diajarkan
mengusir suara-

4. Menanyakan
keefektivitasannya
5. Mengajarkan dan
mendemonstrasikan
cara menghardik
halusinasi

suara
suara-suara
enggak hilanghilang
pergi kamu,
kamu tidak nyata
saya hanya
percaya sama
allah
O:
Klien mau menatap
mata perawat
Klien mau berjabat
tangan dengan
perawat
Klien mampu
memperagakan
menghardik
halusinasi
A:

SP2 tercapai
Klien mampu
membina
hubungan saling
percaya
Klien dapat
mengenal
halusinasinya
P:
Lanjutkan SP3
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA
Tanggal /

Diagnosa

Jam
6 April

Perubahan

2016

persepsi

Implementasi Tindakan
Keperawatan

sensori
halusinasi
pendengara
n

SP3

Evaluasi
Keperawatan
S: sore
iya mbak bisa

1. Membina hubungan
saling percaya
dengan klien
2. Menanyakan kepada
klien keefektifan
menghardik
halusinasi saat
terjadi halusinasi

hilang saat saya


menghardik
setiap hari saya
membantu
perawat menyapu
diruangan, bersihbersih,
mengambil
makanan digizi,

3. Mendiskusikan

mencuci piring

kegiatan-kegiatan

saya suka

yang biasanya

menyapu

dilakukan oleh klien

O:

saat diruangan

Tatapan mata baik


Klien mampu

4. Menyuruh klien
memperagakan salah
satu kegiatan yang

memperagakan
menyapu
Setiap hari klien

TTD

memlaksanakan
disukai
5. Mendiskusikan
kegiatan mulai
bangun tidur sampai
tidur lagi

yan g disebutkan
A:
SP 3 tercapai
Klien mampu
menyebutkan 2
cara

6. Menganjurkan klien

menghilangkan

menyibukkan diri

halusinasi yang

dengan banyak

telah

kegiatan

P:
lanjutkan SP 4

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA


Tanggal

Diagnosa

/ Jam
7 april

Perubahan

2016

persepsi
sensori
halusinasi
pendengara
n

Implementasi Tindakan

Evaluasi

Keperawatan

Keperawatan
S: pagi mbak,

Sp 4

kabarnya baik
1. Membina hubungan
saling percaya
2. Menanyakan halusinasi
muncul lagi atau tidak

iya muncul
lagi suaranya,
kadang suara
cewek kadang
cowok, saya

3. Menanyakan

takut mbak

keefektifan cara yang

langsung saya

telah diajarkan

usir mbak

sebelumnya

saya dekat
dengan pak

4. Menanyakan orang-

TTD

mukhlis dan bu
orang terdekat pasien
terutama perawat
5. Mengajarkan
menghilangkan
halusinasi dengan
bercakap-cakap

leni
pak mukhlis,
suaranya
muncul lagi
saya takut
bu leni ,
suaranya

6. Mendemonstrasikan

muncul lagi

cara bercakap-cakap

saya takut

saat terjadi halusinasi

kalau enggak
minum obat

7. Menjelaskan cara
menghilangkan
halusinasi dengan
minum obat secara
teratur
8. Menanyakan kerugian
dan keuntungan minum
obat secara teratur

halusinasi
muncul lagi

O : SP 4
tercapai
Ada kontak
mata
An J
mampu
memperagakan
bercakap-cakap
apabila
halusinasi
muncul lagi
Minta obat
saat waktu
minum obat
P:
Melanjutkan SP
5

faktor predisposisi
1) biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif
baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a)

penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofren

b) beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan


c)

pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia.

2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi

realita seperti : kemiskinan, perang,

kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi


faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1) biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

DAFTAR PUSTAKA
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi pada
pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat Direktorat
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric Nursing. Chapter
8. Philadelpia : J.B.,Lippincott Company
Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana
pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gunawan, Weka.2006.Keren Tanpa Narkoba.Jakarta:Grasindo
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat
adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Joewana, S. (2004). Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta:
EGC.
Marviana, dkk. (2000). Narkoba dan Remaja. Jakarta: Gramedia.
Partodihardjo,Subagyo.2010.Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya.Jakarta:Esensi
Purba, Jenny Marlindawani. Et al. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3rd ed. Jakarta : EGC
Winarno, Heri. Et al. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Jarum Suntik
Bergantian Diantara Pengguna Napza Suntik di Semarang Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia. vol 3 no.2
Wresniwiro. (1999). Narkoba dan Pengaruhnya. Jakarta: Widya Medika.

Vous aimerez peut-être aussi