Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
MKN Des2005 PDF
MKN Des2005 PDF
Budi R. Hadibroto
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
RSUP H. Adam Malik RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Abstrak: Sindroma ovarium polikistik merupakan gangguan fungsional dari poros hipotalamushipofise ovarium berkaitan anovulasi. Dalam keadaan relatif terdapat keseimbangan antara
gonadotropin dan steroid seks. Pada keadaan ini, kadar LH relatif tinggi dan kadar FSH relatif
rendah, sehingga meningkatkan nisbah LH:FSH. Kadar oestradiol sama dengan fase folikuler awal.
Sebagai respon atas meningkatnya kadar LH, terjadi peningkatan kadar testosteron, androstendion
dan DHA yang disekresikan oleh ovarium. Pada jaringan perifer sebahagian dari hormon androgen
tersebut diubah menjadi oestron. Sebagai respon terhadap tingginya kadar hormon androgen, SHBG
berkurang sekitar 50%, mendorong meningkatnya proporsi hormon androgen yang aktif dan tidak
terikat. Lazim ditemukan efek samping akibat peningkatan hormon androgen. Demikian kompleksnya
sindroma ini sehingga melibatkan kompartemen yang lain. Kelenjar adrenal menghasilkan
peningkatan kadar DHAS. Umumnya dijumpai pula reistensi insulin.
Kata kunci: anovulasi, hiperandrogen, ovarium polikistik
Abstract: Polycystic ovarian syndrome is a functional derangement of the hypothalamo-pituitary
ovarian axis associated with anovulation. A relatively steady state of gonadothropins and sex
steroids exists. In this steady state , luteinizing hormone (LH) levels are relatively high and follicle
stimulating hormone (FSH) levels are relatively low, leading to an elevated LH:FSH ratio. Oestradiol
levels are similar to those in the early follicular phase. In response to the elevated levels of LH,
increased levels of testosterone, androstendione and DHA (dehydroepiandros-terone) are secreted by
the ovary. Some of these androgens are converted to oestrone in peripheral tissues. In response to
high androgen levels, sex hormone binding globulin (SHBG) is reduced by about 50%, leading to an
increase in the proportion of unbound, active, androgens. Hence, androgenic side effects are common,
despite only a modest rise in serum total testosterone levels.The syndrome is complex and other
compartments become involved. The adrenal gland produces eleveated levels of DHAS
(dehydroepiandrosterone sulphate). Insulin resistance (resistance to insulin-stimulated glucose
uptake) is also common.
Key words: anovulation, hyperandrogen, polycystic ovarian
PENDAHULUAN
Sindroma ovarium polikistik (SOPK)
merupakan masalah endokrinologi reproduktif
yang sering terjadi dan sampai saat ini masih
menjadi kontroversi.
Sindroma ovarium polikistik menyebabkan 5%-10% wanita usia reproduksi menjadi
infertil.1
Gambaran klinis dan biokimia beragam,
masih menjadi perdebatan apakah keadaan ini
merupakan penyakit tunggal atau merupakan
kumpulan gejala. Pada akhir-akhir ini semakin
jelas bahwa SOPK bukan hanya penyebab
tersering kejadian ovulasi dan hirsutisme namun
juga
berhubungan
dengan
gangguan
333
Tinjauan Pustaka
GAMBARAN KLINIS
PATOGENESA
DIAGNOSIS
ANGKA KEJADIAN
334
Tabel 1.
Kriteria Diagnostik Sindroma Resistensi Insulin
Adanya 3 atau lebih keadaan berikut :
Lingkar pinggang > 88 cm
Kadar trigliserida 150 mg/dl
Kadar HDL kolesterol < 50 mg/dl
Tekanan Darah 130/85 mmHg
Kadar gula darah puasa 110 mg/dl
Dikutip dari 4
Budi R. Hadibroto
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Sonografi
Pemeriksaan sonografi pelvis akan sangat
mendukung untuk menegakkan diagnosa SOPK.
Jumlah folikel dan volume ovarium penting
dalam pemeriksaan sonografi. Adam dkk
menetapkan kriteria SOPK secara sonografi
adalah dengan adanya kista folikel 10 buah
dengan diameter 2 8 mm dengan stroma yang
tebal. Jonard dkk mengajukan kriteria SOPK
secara sonografi dengan adanya peningkatan
luas ovarium (> 5,5 cm2) atau dengan volume
ovarium > 11 ml dan /atau adanya folikel 12
buah dengan diameter 2 9 mm. Kriteria yang
diajukan oleh Jonard dkk ini memiliki
spesifisitas 99% dan sensitivitas 75% untuk
mendiagnosa SOPK secara sonografi.6
Pemeriksaan Hormonal
Pemeriksaan hormonal pada penderita
SOPK memperlihatkan beberapa kelainan
endokrin. Beberapa hormon yang perlu
diperiksa :
1. Nisbah
luteinizing
hormon/follicle
stimulating hormon :
Nisbah 2,0 menunjukkan adanya suatu
SOPK
2. Kadar 17-hydroxyprogesteron :
Kadar 200 ng/dl mengkonfirmasikan
diagnosis SOPK.
3. Testosteron :
Kadar testosteron 150 ng/dl banyak
didapati pada penderita SOPK.
4. Dehydorepiandrosterone-sulfate (DHEAS)
:
Kadar DHEAS akan normal atau sedikit
meningkat pada penderita SOPK.
5. Prolaktin :
Lima sampai 30% pasien SOPK dilaporkan
mengalami hiperprolakti-nemia ringan.
6. Kadar gula darah puasa/rasio insulin :
< 7,0 pada orang dewas menunjukkan
adanya resistensi insulin.
< 4,5 pada pasien SOPK yang obesitas,
euglikemia.
PENATALAKSANAAN
Setelah SOPK didiagnosa dan penyebab
hiperandrogen telah disingkirkan, maka dapat
dilakukan penatalaksanaan untuk SOPK. Tujuan
terapi SOPK adalah :
1. Menghilangkan
gejala
dan
tanda
hiperandrogenisme.
2. Mengembalikan siklus haid menjadi
normal.
3.
4.
Memperbaiki fertilitas.
Menghilangkan gangguan
yang terjadi.6,7
metabolisme
ini
I.
Non Farmakologi
Tanda dan gejala hirsutisme akan
memakan waktu cukup lama untuk kembali
normal setelah pemberian terapi antiandrogen.
Untuk menghilangkan bulu-bulu yang tumbuh
pada penderita SOPK, banyak wanita
melakukan tindakan untuk menghilangkan bulubulu secara elektrolisis atau laser untuk tujuan
kosmetik.
Penurunan berat badan akan memberikan
pengaruh terhadap kadar hormon dalam
sirkulasi.
Satu penelitian menerangkan pada 6 orang
penderita SOPK yang mengalami penurunan
berat badan rata-rata sebesar 16,2 kg akan
menyebabkan penurunan kadar testosteron, 4
orang diantaranya terjadi ovulasi.7
II.
Farmakologi2,6,7,8
a.
Kontrasepsi oral
Tujuan pemakaian obat ini adalah untuk
menurunkan produksi steroid ovarium dan
produksi androgen adrenal, meningkatkan sex
hormon-binding
globulin
(SHBG),
menormalkan
rasio
gonadotropin
dan
menurunkan konsentrasi total testosteron dan
androstenedione didalam sirkulasi.
Mengembalikan seleksi haid yang normal,
sehingga dapat mencegah terjadinya hiperplasia
endometrium dan kanker endometrium.
Medroxyprogesteron asetat dapat dijadikan
sebagai terapi untuk menghilangkan gejala
hirsutisme. Dosis 150 mg intramuskular setiap 6
minggu selama 3 bulan atau 20 40 mg perhari.
b.
Antiandrogen
Fungsi kerja antiandrogen adalah untuk
menurunkan produksi testosteron maupun untuk
mengurangi kerja dari testosteron.
Beberapa antiandrogen yang tersedia antara
lain :
Cyproteron acetat yang bersifat kompetitifinhibisi
terhadap
testosteron
dan
dyhidrotestosteron pada reseptor androgen.
Dosis 100 mg perhari pada hari 5 15
siklus haid.
335
Tinjauan Pustaka
c.
GnRh analog
Pemberian GnRh agonis akan memperbaiki
denyut sekresi LH sehingga luteinisasi prematur
dari folikel dapat dicegah dan dapat
memperbaiki rasio FSH/LH.
d.
Metformin
Bertujuan untuk menekan aktifitas
cytochrom P450c-17 ovarium, yang akan
menurunkan kadar androgen, LH dan
hiperinsulinemia. Diberikan dengan dosis 500
mg 3 kali pemberian perhari selama 30 hari.
e.
Clomiphene Citrat
Merupakan terapi pilihan untuk induksi
ovulasi dan mengembalikan fungsi fertilisasi.
Pada keadaan hiperandrogen pada wanita yang
anovulasi,
clomiphen
citrat
dilaporkan
meningkatkan frekwensi siklus ovulasi sampai
80% dengan rata-rata terjadi kehamilan sekitar
67%. Dosis diberikan 50 mg satu kali pemberian
perhari dengan dosis maksimal perhari dapat
ditingkatkan menjadi 200 mg.
III. Operatif
a.
Budi R. Hadibroto
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sheehan
MT.
Polycystic
ovarian
syndrome: diagnostic and management.
Clin Med Res 2004;2(1):13 27.
7.
8.
9.
337