Vous êtes sur la page 1sur 151

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT

LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI


RUMAHTANGGA MISKIN
(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:
ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS
A 14204060

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN
ERNA

SAFITRI

PURWANINGTYAS.

STUDI

GENDER

DALAM

PROGRAM PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH)


BAGI RUMAHTANGGA MISKIN. Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan
Serangpanjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat (Di bawah bimbingan SITI
SUGIAH MUGNIESYAH).
Pemerintah mengakui belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan
seperti yang dinyatakan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
(RPJMN) 2004-2009, untuk itu salah satu arah kebijakan pembangunan
ketenagalistrikan ditujukan ke arah peningkatan partisipasi investasi swasta,
pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam menyediakan sarana dan
prasarana ketenagalistrikan. Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan
(IBEKA) merespon kebijakan tersebut dengan mengintroduksikan elektrifikasi
pedesaan yang menggunakan sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant
or

MHP).

Publikasi

berkenaan

keberhasilan

Yayasan

IBEKA

dalam

pemberdayaan miskin belum didasarkan pada suatu penelitian yang bersifat


berperspektif gender. Menarik untuk mengetahui secara lebih utuh tentang
kegiatan Yayasan IBEKA khususnya dalam konteks peningkatan kualitas
sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan, dengan mengacu pada
kebijakan pemerintah melalui INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam pembangunan nasional.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengenai: (1)
Penetapan target sasaran oleh Yayasan IBEKA dibanding dengan kriteria BPS, (2)

Pelaksanaan program PLTMH berdasar pada prinsip-prinsip pemberdayaan, (3)


Akses, kontrol, manfaat dan partisipasi perempuan dan laki-laki dari rumahtangga
miskin, serta efek yang ditimbulkan dari program PLTMH, (4) Pemenuhan
kebutuhan praktis dan strategis gender dalam program PLTMH, (5) Pemenuhan
level kesetaraan gender dan level isu perempuan menurut Kerangka Longwe.
Penelitian dilaksanakan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Dengan pertimbangan bahwa di lokasi
ini terdapat program pembangunan PLTMH yang telah dilaksanakan pada periode
waktu 2004-2008 serta sebagai proyek percontohan (pilot project) pembangunan
PLTMH.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang dilengkapi dengan
data kualitatif. Data yang diambil mencakup data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan metode survei. Data sekunder diperoleh melalui kegiatan
studi dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan
dokumentasi, khususnya yang menyangkut potensi desa serta laporan dan
dokumentasi lain yang berkenaan dengan pelaksanaan PLTMH di Desa Cinta
Mekar. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2008.
Penelitian ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan teoriteori

yang

berkenaan

dengan

gender

dan

pembangunan,

pendekatan

pemberdayaan masyarakat, evaluasi program sistem, serta aspek-aspek berkenaan


program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT
Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya. Dari beragam konsep tersebut dirumuskan
variabel-variabel terpengaruh yang meliputi: Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi
dan Manfaat yang diperoleh Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan pada

tahapan siklus Program PMLTH. Beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu


Tingkat Pendidikan Formal, Status Bekerja, Tingkat Kekayaan, Status
Rumahtangga, Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga, Tingkat Dukungan dari
Pemerintah, Frekuensi Kunjungan Fasilitator, Jumlah Dana Program dan Tingkat
Kesesuaian Program terhadap Kebutuhan RMKL dan RMKP. Selanjutnya,
dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan Longwe, berdasar
semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang ditemukan dalam
penelitian dianalisis Tingkat Kesetaraan dan Tingkat Pengakuan atas isu-isu
perempuan yang diwujudkan melalui program PLTMH Desa Cinta Mekar.
Penerima program PLTMH adalah mereka yang tergolong rumahtangga
miskin sesuai dengan kriteria baik yang ditetapkan oleh Yayasan IBEKA maupun
BPS, yang meliputi rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki dan perempuan.
Tingkat akses RMKL baik terhadap tahap perencanaan, maupun pelaksanaan
program mayoritas lebih tinggi dari RMKP, sedangkan pada tahap pemanfaatan
program tergolong sedang. Pada RKML mayoritas pengambilan keputusan
dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan. Untuk
kontrol perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan program, secara umum
RMKL dan RMKP mayoritas tergolong sedang. Pada RMKP seluruhnya
tergolong rendah, karena pengambilan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh istri
(perempuan). Untuk tingkat partisipasi program PLTMH, RMKL mayoritas lebih
tinggi/lebih berpartisipasi, karena menyangkut jenis pekerjaan fisik.
Kebutuhan praktis anggota rumahtangga miskin terbantu dengan adanya
pemasangan listrik dan bantuan beasiswa, sedangkan kebutuhan strategis terlihat

dari adanya perempuan yang akses dan kontrol terhadap kelembagaan pendukung
PLTMH
Mengacu pada Longwe, terlihat bahwa Program PLTMH tampaknya telah
memasuki area pemberdayaan pada tingkat akses terhadap sumberdaya program,
tingkat kontrol serta partisipasi. Dalam konteks pemberdayaan level isu-isu
perempuan, pembangunan PLTMH termasuk pada level negatif.
Beberapa kendala dalam Program PLTMH antara lain, adanya pergantian
operator

PLTMH

karena

kelalaian

dalam

bertugas,

adanya

isu

yang

mempertanyakan kepemilikan status bangunan sipil PLTMH, dan mengacu pada


INPRES No.9 Tahun 2000 tentang PUG, bahwa program PLTMH dinilai belum
menintegrasikan gender secara eksplisit di dalam tujuan program, untuk itu perlu
adanya saran atau masukan yakni kecermatan pihak Yayasan IBEKA dan
Koperasi Mekarsari dalam menentukan operator, perlunya pendekatan ke
masyarakat dalam rangka pembentukan rasa memiliki bersama (masalah status
bangunan sipil), serta Yayasan IBEKA lebih bisa mengintegrasikan relasi gender
pada visi dan misinya dalam program-program yang akan datang.

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PEMBANGKIT


LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI
RUMAHTANGGA MISKIN
(Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,
Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat)

Oleh:
ERNA SAFITRI PURWANINGTYAS
A 14204060

Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh:


Nama

: Erna Safitri Purwaningtyas

Nomor Pokok : A14204060


Judul

: Studi Gender Dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga


Mikrohidro (PLTMH) Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa
Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang,
Propinsi Jawa Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana


Pertanian pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS.


NIP. 130 779 504

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus Ujian:

PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
STUDI

GENDER

DALAM

PROGRAM

PEMBANGKIT

LISTRIK

TENAGA MIKROHIDRO (PLTMH) BAGI RUMAHTANGGA MISKIN


(KASUS DI DESA CINTA MEKAR, KECAMATAN SERANGPANJANG,
KABUPATEN SUBANG, PROPINSI JAWA BARAT) BELUM PERNAH
DIAJUKAN

PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

MANAPUN

UNTUK TUJUAN

MEMPEROLEH

LEMBAGA LAIN

GELAR AKADEMIK

TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG
BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH
PIHAK

LAIN

KECUALI

SEBAGAI

BAHAN

RUJUKAN

YANG

DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, September 2008

Erna Safitri Purwaningtyas


A14204060

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonogiri Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 15 Mei
1987, sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Widodo dan Ibu Sunarti.
Pada tahun 1995 penulis menamatkan pendidikan dasar di SDN 02
Jatinegara Pagi, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, kemudian pada tahun
yang sama penulis melanjutkan ke SLTPN 1 Manyaran, Kecamatan Manyaran,
Kabupaten Wonogiri sampai tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan
pendidikan di SMUN 1 Wonogiri dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis di terima menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada
Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dengan program studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Selama menempuh kegiatan akademik, penulis pernah aktif sebagai staf
public relation Koran Kampus IPB pada tahun 2008 dan menjadi pimpinan
perusahaan Buletin DGreen Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas
Pertanian pada tahun 2007. Penulis aktif menjadi panitia kegiatan kemahasiswaan,
seperti acara Pekan Olahraga Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Penulis
juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Penyuluhan pada tahun
2008.

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada kesempatan ini penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah
Subhanallohuwataala, yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan
pengetahuan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul
Studi Gender dalam Program Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)
Bagi Rumahtangga Miskin (Kasus di Desa Cinta Mekar, Kecamatan
Serangpanjang, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat).
Dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi
ini, terutama kepada :
1. Ir. Siti Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen pembimbing dan dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan arahan serta bimbingan
kepada penulis sejak awal penyusunan proposal hingga penulisan skripsi.
2. Dra. Winati Wigna, MDS, yang bersedia menjadi penguji utama dan
memberikan banyak masukan dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
3. Ir. Heru Purwandari, MSi, selaku penguji dari Departemen KPM yang
telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Keluargaku tercinta: Bapak Widodo dan Ibu Sunarti atas segala doa dan
kasih sayangnya, Adikku Ditya yang senantiasa memberikan semangat.
5. Keluarga Paman: Om Agus dan Tante Ani serta Salsa; Om Ali atas
kesediaan memberikan fasilitas tempat tinggal dan sarana selama penulis
menempuh studi.
6. Ibu Tri Mumpuni, Bapak Iskandar, Bu Yeti, Pak Sapto, dan staf Yayasan
IBEKA, atas bantuan data selama penelitian
7. Teman satu bimbingan, Restu Diresika Kisworo atas semangat,
kebersamaan dan kerjasama dari awal Studi Pustaka hingga skripsi ini
selesai.
8. Teman-teman seangkatan KPM 41, atas pengalaman selama empat tahun
bersama- sama menyelesaikan studi dari Departemen Ilmu-ilmu Sosial dan

Ekonomi, Fakultas Pertanian, khususnya: Lutfi, Retno, Nani, Icha, Nurina,


Arta, Sani, Yuliya, Munir, dan Ilham
9. Keluarga besar Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI), khususnya:
Mas Agus, Rifky, Kang Ida, Guli, Mbak Epoy, Dhika, Ninik, yang
senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
10. Farhan Nahdiya, atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada
penulis sejak penyusunan proposal hingga penyelesaian skripsi.
11. Bapak Wasja, Ibu Yati, Neng Dewi, Bu Yuyun, Mang Ian, Asep, Mang
Jek, Mang Upas, Mang Wahdi, Mang Kelip, Mas Anang dan segenap
masyarakat Desa Cinta Mekar atas bantuan serta dukungan selama penulis
melakukan penelitian.
12. Civitas akademis Sosial Ekonomi Institut Pertanian Bogor yang telah
memberikan pengajaran yang terbaik, juga kepada seluruh staf penunjang
khususnya Mbak Maria dan Mbak Nisa yang telah membantu segala
administrasi selama perkuliahan serta bagi semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................

1
1
4
6
7

BAB II PENDEKATAN TEORITIS ...............................................................


2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................
2.1.1 Pengertian Konsep dan Prinsip
Pengembangan Masyarakat.........................................................
2.1.2 Pengertian dan Peranan Gender ..................................................
2.1.3 Pengertian Program dan Evaluasi Program.................................
2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program
Berperspektif Gender ..................................................................
2.1.5 Program Pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro (PLTMH) ....................................................
2.2 Kerangka Pemikiran.............................................................................
2.3 Hipotesis Penelitian..............................................................................
2.4 Definisi Operasional.............................................................................

9
9

18
19
23
23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................


3.1 Strategi Penelitian ................................................................................
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................
3.3 Pemilihan Subjek Penelitian ................................................................
3.4 Metode Analisis Data...........................................................................

29
29
30
30
31

BAB IV PROFIL DESA CINTA MEKAR .....................................................


4.1 Lokasi dan Kondisi Geografis..............................................................
4.2 Tata Guna Lahan di Desa Cinta Mekar................................................
4.3 Kondisi Umum Penduduk Desa Cinta Mekar......................................

32
32
33
34

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN PROGRAM PLTMH


DESA CINTA MEKAR.......................................................................
5.1 Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA)...............
5.2 PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS) ................................
5.3 Koperasi Mekarsari ..............................................................................

40
40
42
44

9
11
13
15

BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PADA KOMUNITAS


KAMPUNG TANGKIL DI DESA CINTA MEKAR ......................
6.1 Karakteristik Individu ..........................................................................
6.1.1 Jenis Kelamin ..............................................................................
6.1.2 Umur ...........................................................................................
6.1.3 Tingkat Pendidikan .....................................................................
6.1.4 Jenis Pekerjaan ............................................................................
6.1.5 Status Bekerja .............................................................................
6.2 Karakteristik Rumahtangga..................................................................
6.2.1 Tingkat Kekayaan .......................................................................
6.2.2 Status Kategori Rumahtangga.....................................................
6.2.3 Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga.........................................
6.3 Kesimpulan ..........................................................................................

47
47
47
48
49
51
52
53
53
54
56
57

BAB VII PENYELENGGARAAN PROGRAM PLTMH CINTA MEKAR .


7.1 Latar Belakang Program PLTMH........................................................
7.2 Perencanaaan Program .........................................................................
7.2.1 Persiapan Masyarakat .................................................................
7.2.2 Pembentukan Kapasitas dan Kepemilikan ..................................
7.3 Pelaksanaan Program ...........................................................................
7.3.1 Pembangunan Fisik/Sipil PLTMH dan Koperasi .......................
7.3.2 Operasional Pembangkit Listrik..................................................
7.3.3 Operasional Koperasi Mekarsari.................................................
7.4 Pemanfaatan Program ..........................................................................
7.4.1 Pemasangan Listrik bagi Orang Kurang Mampu........................
7.4.2 Kesehatan ....................................................................................
7.4.3 Pendidikan...................................................................................
7.4.4 Modal Usaha ...............................................................................
7.4.5 Pembangunan Infrastuktur Desa .................................................
7.4.6 Biaya Operasional Desa dan Biaya Operasional Koperasi .........
7.5 Kerangka Pemberdayaan......................................................................
7.5.1 Level Kesetaraan.........................................................................
7.5.2 Level Pengakuan Atas Isu Perempuan........................................
7.6 Kesimpulan ..........................................................................................

59
59
61
61
63
64
64
66
67
71
71
73
74
74
75
76
76
76
78
79

BAB VIII STIMULAN, PENGELOLAAN, FAKTOR LINGKUNGAN


SERTA PERMASALAHAN PADA PROGRAM PLTMH ..........
8.1 Stimulan Program PLTMH ..................................................................
8.1.1 Tingkat Bantuan Dana Program Pembangunan PLTMH............
8.1.2 Tingkat Kesesuaian Program terhadap
Kebutuhan Rumahtangga Miskin................................................
8.2 Pengelolaan Program PLTMH dan Faktor Lingkungan ......................
8.2.1 Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator ................
8.2.2 Dukungan dari Pemerintah Desa.................................................
8.4 Permasalahan Program PLTMH ..........................................................
8.5 Kesimpulan ..........................................................................................

81
81
81
81
83
83
83
84
86

BAB IX ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM PLTMH...............


9.1 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Perencanaan Program PLTMH ............................................
9.2 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Perencanaan Program PLTMH ............................................
9.3 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Pelaksanaan Program PLTMH.............................................
9.4 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Pelaksanaan Program PLTMH.............................................
9.5 Tingkat Partisipasi Rumahtangga Miskin Laki-laki dan
Perempuan terhadap Pelaksanaan Program PLTMH..........................
9.6 Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH...................................
9.7 Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH...................................
9.8 Tingkat Manfaat Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan
terhadap Hasil Program PLTMH ........................................................
9.9 Kesimpulan ..........................................................................................

88
88
89
89
91
91
93
93
94
95

BAB X RELASI GENDER DALAM PROGRAM PLTMH .......................... 98


10.1 Hubungan Antara Karakteristik Rumahtangga ARL dan ARP
dengan Tingkat Akses dan Kontrol terhadap Program PLTMH....... 98
10.2 Hubungan Antara Tingkat Akses dan Kontrol Sumberdaya
Individu dan Rumahtangga ARL dan ARP dengan
Tingkat Partisipasi dalam Pelaksanaan Program PLTMH................ 103
10.3 Hubungan Antara Tingkat Partisipasi ARL dan ARP
dalam Pelaksanaan Program PLTMH dengan Tingkat Manfaat
dari Program PLTMH ....................................................................... 104
10.4 Hubungan Antara Tingkat Pendampingan Fasilitator dengan
Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat yang diperoleh
ARL dan ARP terhadap Program PLTMH ....................................... 105
10.5 Hubungan Antara Stimulan Program PLTMH dengan
Tingkat Akses, Kontrol, Partisipasi Dan Manfaat ARL Dan
ARP terhadap dan dari Program PLTMH......................................... 106
10.6 Kesimpulan ....................................................................................... 107
BAB XI PENUTUP ......................................................................................... 108
11.1 Kesimpulan ........................................................................................ 108
11.2 Saran................................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 112
LAMPIRAN..................................................................................................... 114

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman
Teks

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis


Penggunaan Lahan, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007........................
Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ........................................................
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur
dan Jenis Kelamin, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007.........................
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Kepala Keluarga (KK) Menurut Jenis
Kelamin Kepala Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007.......
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat
Kesejahteraan Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ..........
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ........................................................
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2007 ........................................................
Tabel 8. Program Kegiatan Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar,
Tahun 2003 .......................................................................................
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Anggota Rumahtangga Miskin
Menurut Jenis Kelamin, Kampung Tangkil, Tahun 2008.................
Tabel 10.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kepala dan Anggota
Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ................................
Tabel 11.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut
Tingkat Pendidikan serta Jenis Kelamin Kepala dan
Anggota Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 .................
Tabel 12.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Jenis
Pekerjaan, Jenis Kelamin Kepala dan Anggota
Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ................................
Tabel 13.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Status
Pekerjaan serta Jenis Kelamin Kepala dan Anggota
Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ................................
Tabel 14.Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut
Tingkat Kekayaan Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga,
Kampung Tangkil, Tahun 2008 ........................................................
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut
Kategori Kepala Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008.....
Tabel 16.Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut
Ukuran Lokal, Kampung Tangkil, Tahun 2008 ................................
Tabel 17.Jumlah dan Persentase Tingkat Pengambilan Keputusan
dalam Penentuan Sumberdaya Program, Kampung Tangkil,
Tahun 2008 .......................................................................................
Tabel.18.Persentase Pengalokasian Dana Hasil Penjualan Listrik
Tahun 2004 dan Tahun 2007, Koperasi Mekarsari,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................

33
34
35
36
36
37
38
45
48
48
50
51
52
53

55
55
70

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP
terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 88
Tabel 20.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP
terhadap Tahap Perencanaan Program PLTMH,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 88
Tabel 21.Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP
terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar,
Tahun 2008 ....................................................................................... 90
Tabel 22.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP
terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 91
Tabel 23.Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi RML dan RMP
terhadap Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar,
Tahun 2008 ....................................................................................... 92
Tabel 24.Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RML dan RMP
terhadap Tahap Pemanfaatan Program PLTMH,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 93
Tabel 25.Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RML dan RMP
terhadap Tahap Pemanfatatan Program PLTMH,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 94
Tabel 26.Jumlah RML dan RMP Penerima Program PLTMH,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 95
Tabel 27.Jumlah dan Persentase Tingkat Manfaat RML dan RMP
terhadap Hasil Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008.. 95
Tabel 28.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP
terhadap Program PLTMH Menurut Tingkat Pendidikan
Desa Cinta Mekar, Tahun 2008 ........................................................ 99
Tabel 29.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP terhadap Program
PLTMH Menurut Status Bekerja, Desa Cinta Mekar Tahun 2008... 100
Tabel 30.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP Terhadap Program
PLTMH Menurut Tingkat Kekayaan, Desa Cinta Mekar
Tahun 2008 ....................................................................................... 101
Tabel 31.Tingkat Akses dan Kontrol RML serta RMP Terhadap
Program PLTMH Menurut Status Rumahtangga,
Desa Cinta Mekar Tahun 2008 ......................................................... 102
Tabel 32.Tingkat Akses dan Kontrol RML dan RMP terhadap Program
PLTMH Menurut Tingkat Partisipasi, Desa Cinta Mekar,
Tahun 2008 ....................................................................................... 104
Tabel 33.Tingkat Manfaat Program PLTMH bagi RML dan RMP
Menurut Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Program
PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008......................................... 105

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman
Teks

Gambar 1. Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam


Prasojo, dkk (2003) ........................................................................
Gambar 2. Hubungan Antar Variabel dalam Studi Gender Program PLTMH
Gambar 3. Struktur Organisasi IBEKA ...........................................................
Gambar 4. Susunan Pengurus Koperasi Mekarsari Periode 2006 2009........

17
22
41
46

DAFTAR SINGKATAN
5P
ARML
ARMP
BPS
IBEKA
OKM
PLN
PLTMH
PUG
RMKL
RMKP
RPJMN
UNESCAP

: Pro Poor Public Private Partnership


: Anggota Rumahtangga Miskin Laki-laki
: Anggota Rumahtangga Miskin Perempuan
: Badan Pusat Statistik
: Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan
: Orang Kurang Mampu
: Perusahaan Listrik Negara
: Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro
: Pengarusutamaan Gender
: Rumahtangga Miskin yang Dikepalai Laki-laki
: Rumahtangga Miskin yang Dikepalai Perempuan
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
: United Nations Economic and Social Commission for Asia and
the Pacific

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Dengan kekayaan alam yang melimpah, Indonesia memiliki potensi energi

yang cukup banyak dan beragam yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan
masyarakat luas sebagaimana diamanatkan oleh pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945. Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, pemanfaatan
sumberdaya energi -termasuk di dalamnya tenaga listrik air- berperan besar dalam
peningkatan perekonomian masyarakat, namun demikian, pemerintah mengakui
belum meratanya pelayanan ketenagalistrikan seperti yang dinyatakan dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun (RPJMN) 2004-2009.
Dikemukakan pula bahwa rasio elektrifikasi nasional pada tahun 1997 baru
mencapai sekitar 50 persen. Pada tahun 1998 pertumbuhan kebutuhan tenaga
listrik mengalami penurunan, namun demikian pada periode 1999-2004
meningkat dengan rata-rata 10,5 persen untuk Jawa Madura dan Bali (Jamali) dan
8,5 persen untuk Luar Jamali. Pertumbuhan dalam kurun waktu tersebut lebih
rendah dari masa sebelum krisis yang rata-rata tumbuh sekitar 12 persen per
tahun. Sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2004 relatif tidak ada penambahan
kapasitas baik pada sistem Jamali maupun sistem Luar Jamali. Hal tersebut
mengakibatkan cadangan listrik yang lebih rendah dari yang seharusnya ada (25
persen).

Belum semua desa dan masyarakat di Indonesia menikmati listrik. Data


Potensi Desa tahun 2003 menyebutkan bahwa lebih dari sekitar 15.000 desa yang
telah berlangganan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Angka tersebut
hanya setengah dari jumlah rumahtangga di pedesaan. Selain itu, rasio
elektrifikasi Indonesia pada tahun 2004 baru mencapai 53,9 persen. Itu sebabnya,
salah satu arah kebijakan pembangunan ketenagalistrikan adalah peningkatan
partisipasi investasi swasta, pemerintah daerah, koperasi dan masyarakat dalam
menyediakan

sarana

dan

prasarana

ketenagalistrikan.

Programnya

menitikberatkan pada peningkatan aksesibilitas pemerintah daerah, koperasi dan


masyarakat terhadap jasa pelayanan sarana dan prasarana ketenagalistrikan.
Adapun kegiatan pokok program ini adalah mendorong swasta, koperasi,
pemerintah daerah dan masyarakat sebagai pelaku penyedia tenaga listrik
terutama di daerah yang belum terlistriki sesuai dengan peraturan yang berlaku
(RPJMN 2004-2009).
Merespon tawaran pemerintah, Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi
Kerakyatan (IBEKA) adalah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di
bidang

kelistrikan

dan

pemberdayaan

ekonomi

masyarakat

desa

yang

berperanserta dalam mengintroduksikan elektrifikasi pedesaan yang menggunakan


sumber energi terbaharui yang dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga
Mikrohidro atau PLTMH (Micro Hydropower Plant or MHP). Sampai saat ini
yayasan ini telah berkontribusi membangun lebih dari 40 PLTMH yang tersebar
di beberapa provinsi di Jawa dan Luar Jawa (Publikasi IBEKA, 2004).
Salah satu pilot proyek PLMTH telah diintroduksikan Yayasan IBEKA
sejak tahun 2004 kepada masyarakat di Desa Cinta Mekar, Kecamatan

Serangpanjang, Kabupaten Subang dengan menerapkan pendekatan community


partnership (kerjasama komunitas). Pendekatan ini dilandasi oleh prinsip yang
menampung aspirasi masyarakat lokal dan diarahkan pada peningkatan
kemampuan (teknis dan manajerial), serta kepemilikan penduduk lokal atas
PLTMH yang diharapkan mampu menjamin keberlanjutan PLTMH (Kuntoadji,
2007). Yayasan IBEKA mengintroduksikan PLTMH melalui kegiatan-kegiatan
pemberdayaan kelembagaan dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, yayasan ini
bekerjasama dengan PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS), sebagai
pihak swasta penyedia komponen dan alat (teknologi) untuk PLMTH dan
bertanggungjawab membentuk kelembagaan (Koperasi Mekarsari) secara
partisipatif.
Telah banyak publikasi mengenai kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan
IBEKA sebagaimana dikemukakan oleh beragam media massa, bahkan
direkturnya terpilih menjadi 10 tokoh nasional oleh Majalah Tempo serta Climate
Hero oleh Worldwide Fund for Nature (WWF- International). Namun demikian,
informasi yang diperoleh dari beragam media massa tersebut belum sepenuhnya
menjelaskan keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan masyarakat,
khususnya dihubungkan dengan misi Yayasan IBEKA dalam pemerataan listrik
dan peningkatan ekonomi masyarakat miskin di pedesaan. Informasi berkenaan
keberhasilan Yayasan IBEKA dalam pemberdayaan miskin tersebut belum
mencakup informasi seutuhnya, dalam pengertian belum didasarkan pada suatu
penelitian yang berperspektif gender. Hal yang terakhir ini penting, mengingat
tidak semua pendekatan partisipatif berarti mengikutsertakan setiap individu, lakilaki dan perempuan. Selain itu, tidak semua pendekatan yang mengklaim

dilakukan secara partisipatif mempertimbangkan relasi gender dalam keluarga dan


masyarakat, padahal relasi gender merupakan salah satu aspek penting yang
menentukan keberhasilan program-program pembangunan (Cornwall, 2003).
Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengetahui kontribusi Yayasan
IBEKA dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan, khususnya peningkatan
kualitas sumberdaya manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam konteks
PLMTH. Hal ini penting mengingat kebijakan pemerintah melalui INPRES
Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam
pembangunan nasional dan RPJMN 2004-2009 mengamanatkan pengintegrasian
potensi, masalah, kebutuhan dan kepentingan subyek pembangunan, laki-laki dan
perempuan, ke dalam siklus program/proyek/kegiatan pembangunan sejak
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya. Penelitian mengenai
kinerja Yayasan IBEKA bermanfaat untuk memperoleh pengetahuan berkenaan
model pengembangan masyarakat yang mampu memberdayakan bukan hanya
dalam hal pemerataan kelistrikan (aspek teknologi dan sumberdaya energi), tapi
juga pemberdayaan kelembagaan koperasi yang dibangun secara partisipatif
(membangun dari bawah) dan responsif gender.

1.2

Perumusan Masalah
Sebagaimana dinyatakan Yayasan IBEKA, target sasaran PLTMH adalah

individu dalam rumahtangga miskin sesuai dengan kriteria masyarakat setempat.


Itu sebabnya, pada tahapan perencanaan pembangunan PLTMH dilakukan
penentuan target sasaran rumahtangga miskin berdasar empat kriteria, yakni: tidak
mempunyai lahan, pekerjaan tetap dan modal, serta berpendidikan rendah. Di

pihak lain, BPS (2005) memiliki kriteria dalam penentuan rumahtangga miskin
berdasar pendekatan kebutuhan dasar. 1 Sehubungan dengan itu, apakah kriteria
lokal tersebut juga mencerminkan kriteria rumahtangga miskin menurut BPS
(2005)? Selain itu, fakta menunjukkan bahwa keluarga miskin di pedesaan
mencakup rumahtangga yang dikepalai laki-laki dan perempuan (BPS, 2005).
Oleh karena itu, apakah target sasaran yang telah ditetapkan oleh IBEKA
mencakup rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki (RML) dan rumahtangga
miskin yang dikepalai perempuan (RMP)?
Menurut Kuntoadji (2007) introduksi Program PLTMH dilandasi
pendekatan community partnership yang dilakukan melalui langkah persiapan
sosial berupa kegiatan sosial kemasyarakatan yang terbagi lagi menjadi tahap
kegiatan persiapan masyarakat (community preparation) dan tahap pembentukan
kapasitas dan kepemilikan. Di lain pihak, Ife (1995) dalam Nasdian (2003)
menyatakan bahwa pengembangan masyarakat akan berkelanjutan jika dilandasi
dua prinsip penting: pemberdayaan dan partisipasi. Sehubungan dengan itu,
apakah pemberdayaan masyarakat melalui program PLTMH itu juga dilandasi
kedua prinsip tersebut? Bagaimanakah prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dalam
pelaksanaannya ?
Para ahli gender dan pembangunan memandang penting aplikasi Teknik
Analisis Gender (TAG) untuk menganalisis ada tidaknya ketimpangan
(ketidaksetaraan dan ketidakadilan) gender dalam penyelenggaraan program

Terdapat 10 indikator untuk menentukan rumahtangga itu miskin atau tidak, mencakup: (1) luas
lantai rumah per kapita, (2) jenis lantai rumah, (3) ketersediaan air bersih untuk pemenuhan
kebutuhan dasar, (4) ketersediaan jamban/WC (5) kepemilikan aset, ekonomi dan benda
berharga, (6) total pendapatan rumahtangga per bulan), (7) pengeluaran rumahtangga untuk
makanan, (8) ada tidaknya dan variasi konsumsi lauk pauk dalam menu makan, (9) aspek
sandang, dan (10) kegiatan sosial yang diikuti anggota rumahtangga (BPS, 2005)

pembangunan (Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Pertanian, 2004).


Sehubungan dengan itu apakah perempuan dan laki-laki pada rumahtangga
miskin, baik sebagai kepala maupun anggota rumahtangga memiliki akses,
kontrol, manfaat serta partisipasi terhadap PLTMH? Khusus berkenaan dengan
manfaat Program PLTMH, apakah Program PLTMH mampu mencapai keluaran
sesuai dengan rumusan tujuannya? Apakah ada pengaruh (effect) negatif maupun
positif yang ditimbulkan sebagai akibat tercapainya tujuan tersebut ?
Seperti yang dikutip Mugniesyah (2004), Moser (1993) menyatakan
bahwa tujuan pembangunan diharapkan mampu mencapai pemenuhan kebutuhan
praktis dan strategis gender (practical and strategical gender needs). Sehubungan
dengan itu, apakah pencapaian tujuan-tujuan program PLTMH telah mampu
memenuhi kedua kategori kebutuhan gender tersebut?
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, PLMTH di Desa Cinta Mekar
merupakan program pemberdayaan masyarakat. Mengacu pada Kerangka
Pemberdayaan Perempuan Longwe (Prasodjo, dkk, 2003) level kesetaraan
manakah yang dicapai

serta level isu-isu perempuan manakah yang

diintegrasikan dalam program PLMTH di Desa Cinta Mekar?

1.3

Tujuan Penelitian
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini, yakni
untuk:
1. Mengetahui ada tidaknya kesesuaian penetapan kriteria rumahtangga
miskin yang dipakai Yayasan IBEKA dengan kriteria BPS (2005),
serta ketercakupan Rumahtangga Miskin yang dikepalai Laki-laki

(RML) dan Rumahtangga Miskin yang dikepalai Perempuan (RMP)


dalam penyelenggaraan program PLTMH di Desa Cinta Mekar.
2. Mengetahui penerapan prinsip-prinsip pemberdayaan dan partisipatif
dalam pendekatan community partnership yang dikembangkan PT
Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS), termasuk di dalamnya
tahap kegiatan persiapan masyarakat (community preparation) dan
tahap pembentukan kapasitas dan kepemilikan.
3. Menganalisis akses, kontrol, manfaat dan partisipasi kepala dan
anggota rumahtangga miskin, perempuan dan laki-laki, dalam
perencanaan dan pelaksanaan serta pencapaian tujuan program
PLTMH di Desa Cinta Mekar, serta pengaruh (efek) yang ditimbulkan
sebagai akibat tercapainya tujuan program.
4. Mengetahui ketercapaian pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis
gender oleh program PLMTH di Desa Cinta Mekar, khususnya di
kalangan rumahtangga miskin yang menjadi target sasaran program.
5. Mengetahui ketercapaian level kesetaraan gender dan pengintegrasian
isu perempuan dalam pelaksanaan program PLTMH di Desa Cinta
Mekar.

1.4

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi kegunaan (manfaat) baik bagi peneliti,
akademisi serta bagi penentu kebijakan dan pemangku kepentingan yang
meminati bidang Gender dan Pembangunan. Secara rinci kegunaan
penelitian tersebut sebagai berikut:

1. Bagi peneliti merupakan sarana untuk menyintesis dan menerapkan


beragam konsep, teori dan pendekatan dari beragam disiplin ilmu yang
telah diperoleh selama mengikuti kuliah, khususnya dalam pumpunan
disiplin Gender dan Pembangunan, dan Pengembangan Masyarakat ke
dalam konteks program PLTMH di Desa Cinta Mekar yang menjadi
program pengembangan masyarakat di bawah tanggung-jawab Yayasan
IBEKA.
2. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dan kajian lebih lanjut bagi pengembangan disiplin Gender dan
Pembangunan

pada

umumnya

dan

khususnya

bagi

pelaksanaan

pengembangan masyarakat melalui intervensi teknologi yang responsif


gender.
3. Bagi para penentu kebijakan, khususnya di lingkungan pemerintahan
(PLN, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan) dan juga LSM, hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan atau
pertimbangan dalam proses penyusunan kebijakan berkenaan gender
dalam penyelenggaraan PLMTH.

BAB II
PENDEKATAN TEORITIS

2.1
2.1.1

Tinjauan Pustaka
Pengertian Konsep dan Prinsip Pengembangan Masyarakat
Menurut Conyers (1996) dalam Nasdian (2003) konsep pengembangan

masyarakat (community development) sebagai proses diartikan sebagai semua


usaha swadaya masyarakat bersama dengan usaha-usaha pemerintah setempat
guna meningkatkan kondisi masyarakat di bidang ekonomi, sosial, dan kultural
serta untuk mengintegrasikan masyarakat yang ada ke dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dan memberi kesempatan yang memungkinkan masyarakat tersebut
membantu secara penuh pada kemajuan dan kemakmuran bangsa.
Menurut Blackburn (1989) dalam Mugniesyah (2006) pengembangan
masyarakat menekankan pada pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
oleh kelompok, organisasi atau komunitas. Keputusan-keputusan bersifat publik
dan dibuat sebagian besar oleh kelompok atau masyarakat. Pengembangan
masyarakat dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar kelompok
tertentu dalam komunitas. Tujuan program menekankan pada pembentukan
infrastruktur dan organisasi sosial yang didukung keterlibatan proses legislatif,
dan mencakup perusahaan pendanaan formal dan bisnis.
Pada tahun 1962, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan dua
elemen yang harus ada dalam pengembangan masyarakat, yaitu partisipasi dan
membuat teknik yang dapat mendorong inisiatif, menolong diri sendiri, dan
membuatnya lebih efektif (Nasdian, 2003). Dalam pengembangan masyarakat

terdapat prinsip-prinsip yang merupakan penjabaran dari perspektif ekologi dan


keadilan sosial. Prinsip-prinsip ini saling terkait dalam pelaksanaannya. Sulit
sekali menjalankan satu prinsip tanpa mengaitkan dengan prinsip yang lainnya.
Pemahaman terhadap prinsip tersebut perlu dilakukan agar dalam penerapan
pengembangan masyarakat berorientasi tidak hanya bersifat pragmatis tetapi juga
mempunyai visi jangka panjang.
Di samping itu, sebagaimana dikutip Nasdian (2003), Ife mengemukakan
22 prinsip yang melandasi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Dalam
konteks program PLTMH, ada dua prinsip yang dominan melandasi
pelaksanaannya, yaitu prinsip pemberdayaan (empowerment) dan partisipasi
(participation). Pada prinsip yang pertama, makna pemberdayaan berarti
membantu komunitas dengan sumberdaya, kesempatan, keahlian, dan
pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat sehingga dapat berpartisipasi
untuk menentukan masa depan warga komunitas. Adapun prinsip yang kedua,
bemakna bahwa pendekatan pengembangan masyarakat selalu mengoptimalkan
peran serta masyarakat yang maksimal, dimana semua warga ikut terlibat dalam
proses pengambilan keputusan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
(monitoring) serta evaluasi. Program pengembangan masyarakat yang ideal dapat
menghubungkan antara prinsip-prinsip tersebut dan tidak berpikir secara terpisah
dari struktur dan proses.
Pada tingkatan lokal, tingkat pengambilan keputusan dan aktivitas dapat
dilihat dari perspektif individu dimulai dari identifikasi individu kemudian
anggota rumahtangga atau keluarga, lingkungan, komunitas dan lokalitas. Jika
disusun ke dalam bentuk diagram maka akan didapat bentuk hierarkis yang

berbentuk sarang atau mulai dari lingkaran kecil hingga lingkaran luar yang besar.
Pengambilan keputusan tersebut dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, etnis, orang di
luar komunitas, kemanfaatan serta gender (Uphoff, 1986).

2.1.2 Pengertian dan Peranan Gender


Para ahli gender sependapat bahwa istilah seks (jenis kelamin) adalah
penandaan berdasar biologis, karenanya diklasifikasikan berdasar karakteristik
biologis. Masyarakat kita menggunakan kualitas biologis dan genetik untuk
menentukan apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan. Penandaan tersebut
biasanya didasarkan pada genital eksternal dan organ-organ seks internal.
Sebagaimana dikemukakan oleh Wood (2001) dalam Mugniesyah (2004) jenis
kelamin itu sendiri ditentukan oleh kromosom yang memprogram bagaimana
suatu janin berkembang. Dari 23 kromosom yang menentukan perkembangan
manusia, hanya satu pasangan yang menentukan jenis kelamin. Pasangan tersebut
selalu terdiri dari X, yang bisa memiliki atau tidak memiliki kromosom Y.
Kromosom XX biasanya menghasilkan jenis kelamin perempuan, dan kromosom
XY biasanya menghasilkan jenis kelamin laki-laki. Berbeda dari konsep seks atau
jenis kelamin, gender diperoleh individu melalui proses interaksi dalam dunia
sosial. Banyak ahli mengemukakan bahwa gender itu dikonstruksikan, karena
gender bukanlah suatu fakta alamiah, akan tetapi mengambil bentuk kongkrit
yang secara historis mengubah hubungan sosial.
Sebagaimana dikutip dalam Mugniesyah (2005), terdapat sejumlah definisi
gender

yang

dikemukakan

oleh

lembaga,

ahli

atau

peminat

studi

perempuan/gender. Diantaranya konsep gender diartikan sebagai suatu konstruksi

sosial yang bervariasi lintas budaya, berubah sejalan perjalanan waktu dalam
suatu kebudayaan tertentu dan bersifat relasional, karena feminitas dan
maskulinitas memperoleh maknanya dari fakta dimana masyarakatlah yang
menjadikan mereka berbeda (Wood, 2001). Sehubungan dengan itu, unsur-unsur
kebudayaan yang didalamnya mencakup adat, aturan, dan harapan untuk
berperilaku, menjadi sumber kekuasaan yang mempengaruhi persepsi tentang
gender. Ini berarti gender bukan jenis kelamin. Gender juga bukan perempuan.
Gender dikonstruksikan secara sosial-budaya. Dengan demikian, gender itu
dibentuk, sementara seks itu diberikan (gender must be enacted, while sex is
assigned). Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang
tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequality). Ketidakadilan gender
merupakan sistem dan struktur dimana baik kaum laki-laki dan atau perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut (Fakih, 1996).
Moser (1993) dalam Mugniesyah (2004) mengemukakan bahwa dalam
perencanaan pembangunan dapat dibedakan dua tujuan pembangunan yakni
pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender (practical and strategical
gender needs). Kebutuhan praktis gender mencakup kebutuhan-kebutuhan
perempuan yang diidentifikasi dari peranan perempuan secara sosial dalam
masyarakatnya. Kebutuhan praktis gender tidak menantang pembagian kerja
gender atau posisi subordinasi pembagian kerja perempuan dalam masyarakatnya.
Kebutuhan praktis gender merupakan respon terhadap kepentingan yang bersifat
segera, diidentifikasi sebagai dalam suatu konteks khusus, bersifat praktis dan
sering berkenaan dengan ketidaklayakan kondisi hidup, seperti ketersediaan air,
kesehatan dan ketenagakerjaan. Dengan perkataan lain, pemenuhan kebutuhan

praktis gender adalah pemenuhan terhadap kebutuhan yang segera dapat


meringankan beban kehidupan perempuan, namun tidak menyinggung masalah
ketimpangan yang ada antara laki-laki dan perempuan sebagai akibat pembagian
kerja seksual yang mengakar dalam masyarakat.
Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan-kebutuhan perempuan yang
disebabkan oleh adanya subordinasi posisi perempuan terhadap laki-laki dalam
masyarakat. Kebutuhan ini juga beragam tergantung konteksnya, tetapi umumnya
berhubungan dengan kemampuan kerja, kekuasaan, kontrol dan bisa berupa isuisu Hak Asasi Manusia (HAM), tindak kekerasan terhadap perempuan, upah yang
sama untuk pekerjaan dan waktu yang sama serta kontrol perempuan terhadap
tubuh mereka sendiri. Pemenuhan kebutuhan strategis gender akan membantu
perempuan kepada pencapaian keadilan dan kesetaraan gender. Diakui bahwa
kebutuhan strategis gender merupakan kebutuhan jangka panjang yang berupaya
menghilangkan ketimpangan antara perempuan dan laki-laki di dalam dan di luar
rumahtangga serta menjamin hak dan peluang perempuan untuk mengungkapkan
kebutuhan mereka (seperti undang-undang persamaan hak, persamaan upah untuk
pekerjaan yang sama).

2.1.3

Pengertian Program dan Evaluasi Program


Gunardi (n.d) dalam Lubis (2004) menyatakan bahwa program (serapan

dari bahasa Inggris dari program atau programme) adalah kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan dengan rencana untuk mencapai tujuan. Menurut Raudabough
dalam Mugniesyah (2006) program secara sederhana mencakup 2 komponen
utama, yaitu komponen perencanaan program dan komponen pelaksanaan

program. Perencanaan program mencakup kegiatan-kegiatan analisis situasi,


perumusan masalah, penentuan tujuan dan penyusunan rencana kerja program,
sementara pelaksanaan program mencakup pelaksanaan program sesuai dengan
rencana kerja yang sudah ditetapkan serta penetapan kemajuan program. Adapun
hasil yang ingin dicapai dari suatu program tersebut dibedakan ke dalam output
(hasil), effect (pengaruh) dan impact (dampak). Hasil yang dicapai ini sangat
dipengaruhi oleh masukan (input) program yang digunakan.
Menurut Raudabough sebagaimana dikutip oleh Maunder (1972) dalam
Mugniesyah (2006), evaluasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses pencatatan
nilai atau jumlah keberhasilan yang dicapai dari suatu tujuan program yang telah
ditetapkan. Evaluasi mencakup beberapa tahapan yaitu: formulasi tujuan,
identifikasi kriteria yang tepat untuk digunakan dalam mengukur keberhasilan.
Kunci elemen konseptual dalam evaluasi adalah nilai atau jumlah dari derajat
keberhasilan dan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, dalam evaluasi
terkandung di dalamnya proses pemberian nilai kepada pencapaian tujuan
program dan kemudian menetapkan derajat keberhasilan pencapaian tujuan yang
dinilai tersebut. Dengan demikian, evaluasi dapat diartikan sebagai pengukuran
dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan
yang telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang akan dinilai.
Menurut Kelsey dan Hearne (1955) dalam Mugniesyah (2006) evaluasi
program bermanfaat antara lain untuk:
1) Menguji secara berkala pelaksanaan program, yang mengarahkan perbaikan
kegiatan yang berkelanjutan

2) Membantu memperjelas manfaat yang penting dan tujuan-tujuan khusus


program serta memperjelas dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan
tertentu tercapai
3) Menjadi pengukur keefektivan metode
4) Menyediakan data dan informasi tentang situasi pedesaan yang penting untuk
perencanaan program selanjutnya
5) Menyediakan bukti tentang nilai atau pentingnya program
6) Menyediakan bukti-bukti tentang keberhasilan untuk memberikan rasa puas
dan kepercayaan kepada mereka yang terlibat dalam program.
2.1.4 Teknik Analisis Gender dan Evaluasi Program Berperspektif Gender
Analisis gender meliputi pemahaman mengenai pola pembagian kerja
antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Analisis gender adalah suatu
rangkaian proses kegiatan untuk mengetahui latar belakang dan penyebab
terjadinya kesenjangan peran antara laki-laki dan perempuan sampai pada upaya
pemecahan masalah dan pencapaian sasaran, langkah tindak lanjut untuk
mengatasi kesenjangan dalam rangka mencapai persamaan kedudukan dan
peranan laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pembangunan (Rosalin dkk,
2001 dalam Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998).
Sebagaimana diamanatkan dalam Inpres No. 9 tahun 2000 dan RPJMN
2004-2009. Perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam siklus program
pembangunan, sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasinya.
Perencanaan yang responsif gender adalah perencanaan yang dilakukan dengan
memasukkan perbedaan-perbedaan pengalaman, aspirasi, permasalahan dan
kebutuhan yang dihadapi perempuan dan laki-laki dalam proses penyusunan

perencanaan program (Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri, 1998).


Dalam melakukan perencanaan yang responsif gender, para perencana perlu
melakukan analisis gender pada semua kebijakan dan program pembangunan.
Tujuan perencanaan yang responsif gender adalah tersusunnya rencana
kebijakan/program/ proyek/kegiatan pembangunan yang responsif gender di
berbagai bidang/sektor pembangunan. Analisis gender dilakukan dengan
memperhatikan 4 (empat) faktor utama guna mengidentifikasi ada tidaknya
kesenjangan gender. Keempat faktor tersebut adalah:
a) Faktor akses. Apakah perempuan dan laki-laki memperoleh akses yang
sama terhadap sumber-sumber daya pembangunan?
b) Faktor kontrol. Apakah perempuan dan laki-laki memiliki kontrol
(penguasaan) yang sama terhadap sumberdaya pembangunan?
c) Faktor partisipasi. Bagaimana perempuan dan laki-laki berpartisipasi
dalam program-program pembangunan?
d) Faktor manfaat. Apakah perempuan dan laki-laki menikmati manfaat yang
sama dari hasil pembangunan?
Salah satu kategori utama alat analisis gender adalah kerangka
pemberdayaan perempuan (Longwe, 1991 dalam Prasodjo, dkk., 2003; King
(n.d.) 2 . Kerangka analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah para perencana
pembangunan dalam prakteknya telah memberdayakan perempuan melalui
proyek-proyek pembangunan yang mereka laksanakan. Selain itu, juga untuk
mengetahui

derajat

komitmen

kelembagaan/organisasi

penyelenggara

pembangunan terhadap pemberdayaan dan kesetaraan perempuan. Menurut March


2

Christine King (n.d.) Gender and rural community development III: tools and frameworks for
gender analysis. Diambil dari www.regional.org.au. Diterjemahkan oleh Siti Sugiah Mugniesyah.

dkk. (1999) dalam King (n.d) terdapat dua alat utama dari Kerangka Longwe,
yaitu Tingkatan Kesetaraan (levels of equality) dan Tingkatan Pengakuan atas
isu-isu perempuan (level of recognition of womens issues).
Tingkatan Kesetaraan dalam Kerangka Pemberdayaan perempuan
digunakan untuk menganalisis tahapan perkembangan pemberdayaan perempuan
dalam

suatu

merupakan

program/proyek
upaya

pemerataan/persamaan

untuk
bagi

pembangunan.
mengatasi
laki-laki

dan

Pemberdayaan

hambatan
perempuan,

guna

perempuan
mencapai

meliputi

lima

tahapan/tingkatan yang bersifat hierarkis: tingkat kesejahteraan, tingkat akses


(terhadap sumberdaya dan manfaat), tingkat penyadaran, tingkat partisipasi aktif
(dalam pengambilan keputusan), dan tingkat penguasaan (kontrol). Mekanisme
kerja level hierarkis ini berupa pemberian kesejahteraan (berupa materi sebagai
pemenuhan kebutuhan), diikuti dengan keteraksesan pada sumberdaya dan
manfaat program, baru ke tingkat penyadaran akan ketimpangan gender dalam
masyarakat. Tahap selanjutnya berupa peningkatan partisipasi dalam program
untuk mencapai tahap puncak berupa kontrol atau penguasaan dalam pelaksanaan
dan pemanfaatan program.
Pada alat analisis kedua, isu-isu perempuan didefinisikan sebagai semua
isu yang berhubungan dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan mencakup
peranan-peranan sosial, ekonomi, serta kelima level kesetaraan; dibedakan
kedalam tiga kategori: negatif, netral dan positif. Disebut level negatif, jika
tujuan-tujuan proyek tidak merespon terhadap isu-isu perempuan, sehingga
pelaksanaan proyek pembangunan akan berdampak negatif terhadap perempuan.
Tergolong level netral, jika isu-isu perempuan diintegrasikan dalam tujuan-tujuan

proyek pembangunan, namun masih diragukan ada tidaknya dampak positif dan
negatif pada perempuan. Dikategorikan level positif, jika tujuan-tujuan proyek
pembangunan secara positif merespon isu-isu perempuan dan tujuan proyek
diarahkan untuk memperbaiki posisi perempuan relatif terhadap laki-laki.
Gambar 1.Kerangka Pemberdayaan Perempuan Longwe dalam Prasodjo, dkk
(2003)
Kriteria Pembangunan Perempuan
5. Penguasaan
4. Partisipasi aktif
3. Penyadaran
2. Akses
1. Kesejahteraan
Peningkatan
pemerataan

Peningkatan
empowerment

Sumber: Prasodjo, dkk; 2003

2.1.5

Program Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro


(PLTMH)
Secara umum sasaran program PLTMH adalah pelibatan private sector,

dan pemerintah dalam pembangunan sosial, terutama dalam penyediaan akses di


bidang ketenagalistrikan untuk masyarakat miskin. Sasaran khusus dari program
ini adalah sebagai model percontohan elektrifikasi pedesaan sebagai hasil
kerjasama antar berbagai pihak.
Pembangunan PLTMH di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,
Kabupaten Subang melibatkan berbagai pihak, yakni Koperasi Mekarsari sebagai
representasi dari warga masyarakat, Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi
Kerakyatan (IBEKA), serta PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (HIBS). Setiap

pihak yang berkepentingan mempunyai andil dalam pembangunan serta


pengelolaan PLTMH ini. Adanya kegiatan pembangunan PLTMH dipandang
sebagai sebuah bentuk introduksi teknologi yang dapat membantu aktivitas sosial
ekonomi warga desa.
Menurut Kuntoadji (2007) selaku dewan pengurus di Yayasan IBEKA,
pembangunan PLTMH Cinta Mekar menggunakan cara community partnership
berupa kegiatan sosial kemasyarakatan, yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu
kegiatan sosial tahap pertama atau biasa disebut dengan kegiatan persiapan
masyarakat dan pembentukan kapasitas dan keadilan dalam kepemilikan. Tahap
pertama, meliputi dua kegiatan yaitu pencatatan data awal dan pembentukan
organisasi. Adapun pada tahap kedua meliputi empat kegiatan utama yaitu:
pelatihan dan magang, peningkatan pendapatan, pembentukan wirausaha serta
pendidikan anak dan peningkatan peran remaja.
Kegiatan pencatatan data awal dilakukan melalui diskusi pada tingkat lokal,
yang ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan serta alternatif pemecahan
masalah tersebut. Dalam diskusi, teridentifikasi beberapa permasalahan yang
meliputi: tingginya kebutuhan listrik di kalangan warga miskin dan tingkat
pengangguran, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, status ekonomi dan
infrastruktur desa, dan kurangnya rasa kekeluargaan (kesatuan atau gotong
royong) dalam memecahkan permasalahan warga.

2.2

Kerangka Pemikiran
Secara umum, Studi Gender dalam Program PLTMH Bagi Rumahtangga

Miskin (Kasus PLTMH Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten

Subang, Jawa Barat) ini mengacu kepada beragam konsep, pendekatan, dan teoriteori dalam bidang-bidang gender dan pembangunan, pendekatan pemberdayaan
masyarakat, evaluasi program dan sistem, serta beragam aspek berkenaan
Program PLTMH sebagaimana dirancang oleh Yayasan IBEKA dan PT HIBS.
Sebagaimana diketahui Program PLTMH Desa Cinta Mekar terdiri dari
tiga tahap yakni: perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan hasil program.
Tahap perencanaan terdiri dari kegiatan pencatatan data awal, penetapan tujuan
program,

penetapan

rencana

kerja,

penentuan

prioritas

dan

aktivitas,

pengalokasian sumberdaya, diskusi untuk sosialisasi program dan pertemuan


dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Tahap pelaksanaan program terdiri
dari kegiatan-kegiatan: pembangunan sarana fisik, gotong royong, dan
pengelolaan organisasi. Adapun pada tahap pemanfaatan hasil program mencakup
aktivitas penggunaan atau alokasi dana hasil penjualan listrik bagi masyarakat
desa, khususnya untuk: pemasangan sambungan listrik baru bagi rumahtangga
miskin, kegiatan produktif, pendidikan, kesehatan, modal usaha, pembangunan
infrastruktur desa, biaya operasional koperasi Mekarsari (selaku pengelola), biaya
operasional PLTMH, dan biaya operasional desa.
Bentuk stimulan dalam program PLTMH Desa Cinta Mekar berupa
bantuan dana operasional untuk pembangunan PLTMH. Dana ini berasal dari
hibah dari (UNESCAP), pinjaman dari PT HIBS serta dari Yayasan IBEKA.
Dengan pertimbangan bahwa penyelenggaraan PLTMH Desa Cinta Mekar
seharusnya responsif gender (mampu mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender), dan mengacu pada pedoman TAG tersebut di atas, variabel-variabel tidak
bebas atau variabel terpengaruh (dependent variables) pada studi gender dalam

PLTMH Desa Cinta Mekar ini meliputi empat variabel utama, yaitu: Tingkat
Akses, Tingkat Kontrol, Tingkat Partisipasi dan Tingkat Manfaat yang diperoleh
anggota Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan (selanjutnya ditulis
sebagai RMKL dan RMKP) dari Program PMLTH. Lebih lanjut, karena studi ini
menelaah tiga tahapan dalam siklus program (perencanaan, pelaksanaan dan
keluaran atau manfaat), maka dua variabel pertama dirinci kembali ke dalam
beberapa variabel, sehingga dalam studi ini variabel tidak bebasnya meliputi
delapan variabel yang meliputi: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap
Perencanaan Program PLTMH (Y1), Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap
Pelaksanaan Program PLTMH (Y2), Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap
Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y3), Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP
terhadap Perencanaan Program PLTMH (Y4), Tingkat Kontrol RMKL dan
RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y5), Tingkat Kontrol RMKL dan
RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH (Y6), Tingkat Partisipasi
RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH (Y7), dan Tingkat
Manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH
(Y8).
Variabel-variabel terpengaruh tersebut di atas, diduga dipengaruhi oleh
beberapa variabel pengaruh atau variabel bebas (independent variables) dari
beberapa faktor yang mencakup: karakteristik sumberdaya pribadi dan
rumahtangga, stimulan Program PLMTH, pendampingan dari fasilitator, dan
lingkungan. Pada karakteristik sumberdaya pribadi, dua variabel yang diduga
berpengaruh yaitu: Tingkat Pendidikan Formal (X1) dan Status Bekerja (X2);
sementara pada karakteristik sumberdaya rumahtangga meliputi: Tingkat

Kekayaan (X3), Status Rumahtangga (X4), dan Tingkat Kontrol dalam


Rumahtangga (X5). Pada faktor pendampingan fasilitator, variabel yang diduga
berpengaruh adalah Frekuensi Kunjungan Fasilitator (X6), sementara pada faktor
stimulan program terdiri dari variabel-variabel: Jumlah Dana Program PLMTH
(X7) dan Tingkat Kesesuaian Program dengan Kebutuhan Rumahtangga Miskin
(X8). Adapun pada faktor lingkungan yang diduga berpengaruh adalah Tingkat
Dukungan dari Aparat Pemerintah Desa (X9).
Selanjutnya, dengan menggunakan pendekatan Kerangka Pemberdayaan
Longwe, berdasar semua pencapaian pada semua variabel tidak bebas yang
ditemukan dalam penelitian (studi ini) akan dianalisis Tingkat Kesetaraan (levels
of equality) dan Tingkat Pengakuan atas isu-isu perempuan (level of recognition
of womens issues) yang diwujudkan melalui Program PLTMH Desa Cinta
Mekar. Hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel tidak bebas
dalam penelitian ini selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

Gender dalam Program PLTMH Cinta Mekar


Karakteristik Sumberdaya
Pribadi
X1: Tingkat Pendidikan Formal
X2: Status Bekerja

Karakteristik
Sumberdaya
Rumahtangga
X3: Tingkat Kekayaan
X4: Status Rumahtangga
X5: Tingkat Kontrol dalam
Rumahtangga

Y1: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap


Perencanaan Program PLTMH
Y2: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap
Pelaksanaan Program PLTMH
Y3: Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap
Pemanfaatan Hasil Program PLTMH
Y4: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap
Perencanaan Program PLTMH
Y5: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap
Pelaksanaan Program PLTMH
Y6: Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap
Pemanfaatan Hasil Program PLTMH
Y7:Tingkat Partisipasi RMKL dalam Pelaksanaan
Program PLTMH
Y8: Tingkat Manfaat RMKL dan RMKP terhadap
Hasil Program PLTMH

Faktor Lingkungan
X9: Tingkat Dukungan dari Pemerintah

Pendampingan Fasilitator
X7: Frekuensi Kunjungan
Fasilitator

Stimulan Program PLTMH


X8: Jumlah Dana Program
X9: Tingkat Kesesuaian
Progran terhadap
Kebutuhan RMKL &
RMKP

Kerangka Pemberdayaan Perempuan


Level Kesetaraan
Level Isu Perempuan

Gambar 3. Hubungan antar variabel dalam studi gender program PLTMH

Keterangan:
: Analisis kuantitatif
: Analisis kualitatif

2.3

Hipotesis Penelitian
Hipotesis Kerja:
1) Semakin rendah variabel-variabel pada karakteristik sumberdaya individu
dan sumberdaya RMKL dan RMKP, semakin tinggi akses dan kontrol
mereka terhadap Program PLTMH.
2) Semakin tinggi frekuensi kunjungan fasilitator semakin tinggi akses,
kontrol, partisipasi dan manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP
terhadap Program PLTMH.
3) Semakin tinggi jumlah dana Program PLMTH dan tingkat kesesuaian,
program dengan kebutuhan rumahtangga miskin semakin tinggi akses,
kontrol, partisipasi dan manfaat RMKL dan RMKP terhadap Program
PLTMH.
4) Semakin tinggi akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap Program
PLTMH, semakin tinggi tingkat partisipasi mereka dalam pelaksanaan
Program PLTMH.
5) Semakin tinggi tingkat partisipasi RMKL dan RMKP dalam pelaksanaan
Program PLTMH semakin tinggi manfaat yang mereka peroleh mereka
dari Program PLMTH.

2.4

Definisi Operasional
Di bawah ini dikemukakan definisi operasional dari semua variabel tidak
bebas dan bebas pada penelitian ini.
1) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH
(Y1) adalah jumlah total skor yang diperoleh RMKL dan RMKP dalam

mengikuti tahap persiapan, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika


skornya antara satu sampai dengan dua, (b) sedang, jika skornya antara
tiga sampai dengan empat, dan (c) tinggi, jika skornya lima.
2) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH
(Y2) adalah jumlah total skor yang diperoleh RMKL dan RMKP dalam
mengikuti tahap pelaksanaan program sesuai dengan rencana kerjanya,
yang dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya nol, (b)
sedang, jika skornya satu, dan (c) tinggi, jika skornya lebih dari satu.
3) Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program
PLTMH (Y3) adalah jumlah total skor yang diperoleh RMKL dan RMKP
dalam menggunakan/menikmati hasil program PLTMH, yang dibedakan
ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya satu, (b) sedang, jika skornya
antara dua hingga tiga, dan (c) tinggi, jika skornya empat.
4) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program
PLTMH (Y4) adalah peranserta RMKL dan RMKP dalam pengambilan
keputusan terhadap sumberdaya program pada tahap perencanaan Program
PLTMH; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika hanya suami
atau istri sendiri yang berperanserta, (b) sedang, jika suami dan istri
berperanserta, tetapi salah seorang (suami atau isteri) dominan, dan (c)
tinggi, jika suami dan istri berperan serta, tanpa adanya dominasi salah
seorang diantara mereka.
5) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program
PLTMH (Y5) adalah peranserta ARMKL/ARMKP dalam pengambilan
keputusan pada setiap kegiatan tahap pelaksanaan Program PLMTH,

dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika hanya suami sendiri atau
istri sendiri yang berperanserta, (b) sedang, jika suami dan istri keduanya
berperan serta, namun salah seorang diantara mereka dominan, dan (c)
tinggi, jika suami dan istri berperanserta, tanpa adanya dominasi salah
seorang diantara mereka.
6) Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program
PLTMH (Y6) adalah peranserta ARMKL/ARMKP dalam pengambilan
keputusan pada setiap kegiatan dalam pemanfaatan hasil Program
PLTMH; dibedakan ke dalam tiga kategori: (a) rendah, jika hanya suami
atau istri yang berperanserta, (b) sedang, jika suami dan istri berperanserta,
namun salah seorang diantara mereka dominan, dan (c) tinggi, jika suami
dan istri berperanserta, tanpa adanya dominasi salah seorang diantara
mereka.
7) Tingkat Partisipasi RMKL dan RMKP dalam Pelaksanaan Program
PLTMH (Y7) adalah peranserta RMKL dan RMKP dalam semua kegiatan
dalam

pelaksanaan

Program

PLTMH,

(berupa

peranserta

dalam

pembangunan fisik, menjadi pengurus dalam kelembagaan, dan gotong


royong) dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika skornya nol, (b)
sedang, jika skornya satu, dan (c) tinggi jika skornya lebih dari satu.
8) Tingkat Manfaat RMKL dan RMKP terhadap Hasil Program PLTMH
(Y8) adalah pola pemanfaatan hasil program PLTMH oleh anggota RMKL
dan RMKP, dibedakan ke dalam kategori: (a) rendah, jika yang
memperoleh manfaat hanya salah seorang dari anggota RMKL dan
RMKP, (b) sedang, jika yang menikmati program PLTMH dua orang

anggota RMKL dan RMKP, dan (c) tinggi, jika yang menikmati program
seluruh atau semua anggota RMKL dan RMKP.
9) Tingkat Pendidikan Formal (X1) adalah lamanya (tahun) pendidikan yang
dinikmati anggota RMKL dan RMKP di bangku sekolah; dibedakan ke
dalam tiga kategori: (a) rendah, jika tidak lulus SD atau tamat SD), (b)
sedang, jika tamat SMP dan SMA), dan (c) tinggi, jika tamat
akademi/perguruan tinggi.
10) Status Bekerja (X2) adalah kondisi bekerja yang dialami individu dalam
hubungannya dengan ada tidaknya dukungan tenaga kerja lainnya,
dibedakan ke dalam: (a) rendah, jika berstatus sebagai pekerja keluarga
atau bekerja tanpa upah, (b) sedang, jika bekerja selaku buruh tidak tetap
atau berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain/pekerja keluarga, dan (c)
tinggi, jika bekerja sebagai karyawan PNS/swasta (dengan gaji tetap)
dan/atau berusaha sendiri dengan bantuan pekerja upahan.
11) Tingkat

Kekayaan

(X3)

adalah

kumulatif

dari

faktor-faktor:

pendapatan/penghasilan dan pemilikan barang-barang berharga RMKL


dan RMKP yang mencakup kepemilikan perhiasan, barang elektronik, dan
kendaraan bermotor yang dinilai setara rupiah sesuai nilai pada saat
penelitian berlangsung; dibedakan kedalam tiga kategori: (a) rendah, jika
jumlah kekayaan dibawah Rp.6.722.216,0 (enam juta tujuh ratus dua
puluh dua ribu dua ratus enam belas rupiah), (b) sedang, jika jumlah
kekayaan antara Rp.6.722.216,0 sampai dengan Rp.15.532.583,0 (enam
juta tujuh ratus dua puluh dua ribu dua ratus enam belas rupiah sampai
dengan lima belas juta lima ratus tiga puluh dua ribu lima ratus delapan

puluh tiga rupiah), dan (c) tinggi, jika jumlah kekayaan diatas
Rp.37.787.383,0 (tiga puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tujuh ribu
tiga ratus delapan puluh tiga rupiah).
12) Status Rumahtangga (X4) adalah kondisi rumahtangga miskin berdasarkan
kriteria rumahtangga miskin menurut kriteria lokal yang mencakup ciriciri tidak mempunyai lahan, tidak bermodal, tidak mempunyai pekerjaan
tetap, dan tidak berpendidikan tinggi. Dibedakan ke dalam tiga kategori:
(a) Kategori Miskin I: memiliki semua karakteristik kriteria lokal, (b)
Kategori Miskin II: memiliki kombinasi tiga kriteria rumahtangga miskin
lokal, (c) Kategori Miskin III: memiliki dua karakteristik kriteria
rumahtangga miskin lokal, dan (d) Kategori Miskin IV, jika hanya
memiliki salah satu karakteristik dari kriteria rumahtangga miskin secara
lokal.
Status rumahtangga miskin menurut kriteria BPS 2000/2005 dibedakan ke
dalam: (a) miskin, jika memenuhi lima atau lebih dari variabel kemiskinan
yang berskor satu dan (b) tidak miskin, jika lebih dari lima variabel
kemiskinan yang berskor satu.
13) Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga (X5) adalah dominasi anggota
RMKL dan RMKP dalam menentukan kegiatan/penggunaan sumberdaya
dalam rumahtangga, dibedakan ke dalam tiga kategori, yakni: (a) rendah,
jika hanya suami sendiri atau istri sendiri, (b) sedang, jika suami dan istri
tapi suami dominan atau suami dan istri tapi istri dominan, dan (c) tinggi,
jika suami dan istri setara.

14) Frekuensi Kunjungan Fasilitator (X6) adalah jumlah kedatangan fasilitator


selama pelaksanaan PLTMH kepada RMKL dan RMKP sejak program
diintroduksikan sampai berjalannya program hingga penelitian dilakukan,
dibedakan ke dalam tiga kriteria: (a) rendah jika tidak ada kunjungan,(b)
sedang, jika sekali kunjungan tiap minggu, dan (c) tinggi, jika lebih dari
sekali kunjungan.
15) Jumlah Dana Program (X7) adalah total rupiah bantuan materi dari
Program PLTMH yang diperoleh RMKL dan RMKP. Dalam hal ini,
bantuan dana program dialokasikan untuk pembangunan PLTMH. Jumlah
dana program keseluruhan sebesar US$ 225.000 (dua ratus dua puluh lima
ribu dolar Amerika) atau setara dengan Rp.633.750.000,00; (enam ratus
tiga puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
16) Tingkat Kesesuaian Program dengan Kebutuhan RMKL dan RMKP (X8)
adalah kecocokan antara pelaksanaan program dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.Dibedakan menjadi (a) sesuai, jika program
PLTMH dinilai sesuai dengan harapan dan mengatasi kebutuhan RMKL
dan RMKP, (b) tidak sesuai, jika program PLTMH dinilai tidak memenuhi
harapan dan tidak mengatasi kebutuhan RMKL dan RMKP
17) Tingkat Dukungan Aparat Pemerintah Desa (X9) adalah peranserta aparat
Desa Cinta Mekar dalam perencanaan dan pelaksanaan Program PLTMH,
baik peranserta dalam sosialisasi dan pengawasan kegiatan-kegiatan pada
semua tahapan pelaksanaan Program PLTMH; dibedakan ke dalam (a)
rendah, jika aparat desa tidak pernah hadir dalam rapat atau musyawarah
program, (b) sedang, jika aparat desa hanya sekali menghadiri rapat atau

musyawarah program, dan (c) tinggi, jika aparat desa lebih dari sekali
menghadiri rapat atau musyawarah program.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi hasil (sumatif) dengan

menggunakan teknik pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Dalam


pendekatan kuantitatif digunakan metode survei dengan pengambilan sampel
secara purposif, yakni hanya meliputi rumahtangga miskin penerima Program
PLTMH. Metode survei digunakan untuk memperoleh data yang mencakup akses,
kontrol, dan partisipasi RMKL dan RMKP terhadap program PLTMH, serta
manfaat yang mereka peroleh dari program PLTMH. Pengumpulan data pada
kedua metode tersebut dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang
diadaptasi dari kuesioner Penelitian Riset Unggulan Terpadu atau RUT VIII dari
Mugniesyah dkk. (2001). Adapun pengumpulan data kualitatif menggunakan
teknik wawancara mendalam (in-depth interview) dan observasi. Kuesioner
terstruktur dan pedoman wawancara mendalam selengkapnya disajikan pada
Lampiran 1 dan Lampiran 2.
Survei dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan dapat menjelaskan
ada tidaknya hubungan antar faktor atau variabel penelitian, sementara wawancara
mendalam dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang mampu menjelaskan
peranan kelembagaan (pemerintah desa, koperasi, Yayasan IBEKA serta PT
HIBS) dalam pelaksanaan pembangunan PLTMH.
Data dalam penelitian ini mencakup data primer dan sekunder. Data
primer dalam penelitian ini meliputi: (a) semua variabel bebas dan tidak bebas

yang tercantum pada Gambar 3, dan (b) beragam informasi berkenaan


penyelenggaraan program PLTMH yang diperoleh dari informan dan hasil
observasi. Adapun data sekunder berupa data yang diperoleh melalui kegiatan
studi dokumentasi, khususnya berupa Potensi Desa Cinta Mekar serta laporan dan
dokumentasi dari: internet, Yayasan IBEKA, Koperasi Cinta Mekar dan PT HIBS

3.2

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serangpanjang,

Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ini dipilih secara
sengaja (purposive). Dengan pertimbangan bahwa di lokasi ini terdapat program
pembangunan PLTMH yang dilaksanakan pada periode 2004-2008 dan
dinyatakan Yayasan IBEKA sebagai proyek percontohan (pilot project)
pembangunan PLTMH. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada
bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 3.

3.3

Pemilihan Subjek Penelitian


Populasi sampling pada penelitian ini adalah seluruh rumahtangga warga

Desa Cinta Mekar. Adapun populasi sasaran pada penelitian ini adalah seluruh
rumahtangga miskin penerima program PLTMH.yang berdomisili di Kampung
Tangkil yang berada di wilayah Dusun II, Desa Cinta Mekar. Total populasi
sampel terdiri atas 100 rumahtangga, khususnya yang berdomisili di RT 05
sampai dengan RT 08. Responden pada rumahtangga miskin pada RMKL adalah
suami dan isteri, sementara pada RMKP hanya isterinya saja, karena mereka

terdiri atas janda mati dan cerai. Responden pada koperasi Mekarsari terdiri atas
sekretaris koperasi, adapun untuk mengetahui operasional PLTMH respondennya
terdiri dari operator, andir dan penjaga taman. Adapun informan terdiri atas
pengurus koperasi lainnya (tiga orang), fasilitator (seorang), serta aparat
pemerintahan desa (dua orang).
3.4

Metode Analisis Data


Data primer yang telah terkumpul diedit, untuk kemudian di-entry ke

dalam komputer dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003. Dengan


program yang sama, selanjutnya data diedit, diolah ke dalam bentuk tabel-tabel
frekuensi dan silang, khususnya untuk mengetahui kecenderungan diterima
tidaknya hipotesis penelitian ini. Selanjutnya, hasil pengolahan data tersebut
dianalisis dengan mengacu kepada pendekatan dan teori yang dikemukakan di
atas. Adapun proses analisis data kualitatif mencakup klasifikasi data dari catatan
lapangan dan analisis data, yang ditujukan untuk memperjelas atas ada tidaknya
hubungan antar variabel sebagaimana tertuang dalam hipotesis penelitian dan
Gambar 3.

BAB IV
PROFIL DESA CINTA MEKAR

4.1

Lokasi dan Kondisi Geografis


Desa Cinta Mekar merupakan desa hasil pemekaran Desa Leles

Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang. Sejak tanggal 15 Mei 2008, secara


administratif desa ini termasuk wilayah Kecamatan Serangpanjang, sebelumnya
termasuk wilayah Kecamatan Segalaherang. Secara geografis, desa ini berbatasan
dengan Desa Curugagung Kecamatan Kalijati di sebelah Utara dan dengan Desa
Dayeuhkolot Kecamatan Lembang di sebelah Selatan. Di sebelah Timur desa ini
berbatasan dengan Desa Leles Kecamatan Jalancagak, sementara di sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Telagasari Kecamatan Wanayasa. Peta Desa Cinta Mekar
dapat dilihat pada Lampiran 4.
Desa Cinta Mekar terdiri dari empat dusun, delapan Rukun Warga (RW)
dan 16 Rukun Tetangga (RT) yang tersebar di lima wilayah kampung, yaitu:
Cimute, Tangkil, Malingping, Nyalindung dan Karapyak. Antara satu kampung
dengan yang lainnya dipisahkan oleh areal pertanian sawah atau oleh jalan
perkampungan yang sudah diaspal. Secara umum topografi Desa Cinta Mekar
berupa dataran tinggi atau pegunungan. Suhu rata-rata harian di Desa Cinta Mekar
sekitar 25 C, dengan ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut.
Desa Cinta Mekar berjarak sejauh lima kilometer dari ibukota Kecamatan
Serangpanjang, 28 km dari ibukota Kabupaten Subang dan 45 km dari ibukota
Propinsi Jawa Barat. Dari ibukota kabupaten, desa ini dapat dicapai selama satu
jam perjalanan jika menggunakan kendaraan bermotor (roda dua dan roda empat),

baik dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun umum. Kendaraan umum


yang tersedia berupa angkutan umum dengan trayek Jalancagak-Wanayasa yang
setiap harinya beroperasi sejak pukul 05.00 sampai dengan pukul 18.00 WIB.

4.2

Tataguna Lahan di Desa Cinta Mekar


Luas wilayah desa Cinta Mekar sekitar 171,12 hektar, dengan peruntukkan

lahan seperti yang tercantum pada Tabel 1.


Tabel 1. Jumlah dan Persentase Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Lahan,
Desa Cinta Mekar, Tahun 2007
Jenis Penggunaan Lahan
Persawahan

Luas (Ha)

Persentase (%)

117,00

68,37

34,55
Lahan kering
10,00
Pemukiman
3,00
Kuburan
3,00
Pekarangan
2,00
Prasarana umum lainnya
1,50
Taman
0,07
Perkantoran
171,12
Total
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

20,19
5,84
1,75
1,75
1,16
0,87
0,04
100,00

Seperti terlihat pada Tabel 1, lebih dari dua pertiga wilayah Desa Cinta
Mekar merupakan areal persawahan. Setengah wilayah persawahan di desa ini
tergolong sawah beririgasi teknis yang memanfaatkan air dari Sungai Ciasem.
Rata-rata luas lahan pertanian yang diusahakan oleh warga Desa Cinta Mekar
sekitar kurang dari satu hektar per rumahtangga. Sebagian besar warga petani di
Desa Cinta Mekar membudidayakan padi sawah. Selain itu, mereka juga
berbudidaya talas, padi ladang (tumpangsari) dan ubijalar. Terdapat beberapa
komoditi buah-buahan yang dibudidayakan oleh warga desa ini, diantaranya
pisang, rambutan, pepaya, kokosan (sejenis duku) dan nangka.

Peruntukan lahan terluas kedua di Desa Cinta Mekar yaitu sebagai lahan
kering. Warga Desa Cinta Mekar tidak membudidayakan komoditas perkebunan
besar seperti teh, kelapa, kelapa sawit, cengkeh karet dan sebagainya, melainkan
berupa tanaman buah-buahan yang dibudayakan di areal kebun dekat rumah.
Wilayah pemukiman menempati peruntukkan lahan terluas ketiga di desa Cinta
Mekar. Namun demikian, pemukiman penduduk terkonsentrasi pada wilayahwilayah tertentu yang dipisahkan oleh areal persawahan serta jalan desa. Pada
rumahtangga yang memiliki lahan pekarangan, ada mereka yang beternak ayam
kampung, domba dan kerbau, meskipun jumlahnya sedikir. Namun demikian, di
desa ini juga dijumpai lahan yang menjadi sarana budidaya ayam ras secara
komersil untuk memproduksi telurnya. Mengingat desa ini tergolong desa lahan
kering, di desa ini tidak dijumpai adanya warga yang berusaha di sektor
perikanan. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1, peruntukkan lahan yang
mempunyai persentase yang tidak terlalu besar digunakan untuk kuburan,
pekarangan, perkantoran dan lain-lain.

4.3

Kondisi Umum Penduduk Desa Cinta Mekar


Sampai dengan bulan Januari 2007, jumlah penduduk Desa Cinta Mekar

tercatat sebanyak 2.313 jiwa. Dengan total Kepala Keluarga (KK) sebanyak 688
KK, kepadatan penduduk di desa ini sebesar 13,52 jiwa per hektar. Seperti terlihat
pada Tabel 2, jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk perempuan (0,82 persen).

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Desa Cinta
Mekar, Tahun 2007
Jumlah (jiwa)

Persentase (%)

Laki-laki

Jenis Kelamin

1166

50,41

Perempuan

1147

49,59

Total
2313
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

100,00

Tabel 3 menyajikan data penduduk Desa Cinta Mekar menurut kelompok


umur. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk desa ini berada
pada kelompok umur muda dan produktif (15 tahun sampai dengan 54 tahun),
yakni sebesar 59,46 persen.
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007
Kelompok
Umur (tahun)
04

Laki-laki
Jumlah
%
(jiwa)
73

6,26

Perempuan
Jumlah
%
(jiwa)
79

Total
Jumlah
(jiwa)

6,89

152

6,57

59
99
8,49
95
8,28
10 14
99
8,49
82
7,15
15 19
83
7,12
91
7,93
20 24
86
7,38
86
7,50
25 29
91
7,80
82
7,15
30 34
93
7,98
83
7,24
35 39
65
5,57
71
6,19
40 45
84
7,20
94
8,20
46 49
84
7,20
98
8,54
50 54
98
8,40
86
7,50
55 59
78
6,69
80
6,97
60 64
41
3,52
35
3,05
65 69
38
3,26
35
3,05
70
54
4,63
50
4,36
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

194
181
174
172
173
176
136
178
182
184
158
76
73
104

8,39
7,83
7,52
7,44
7,48
7,61
5,88
7,70
7,87
7,96
6,83
3,29
3,16
4,50

Secara keseluruhan, persentase tertinggi penduduk desa, baik laki-laki


maupun perempuan berada pada kelompok umur produktif, yakni kelompok umur

antara 15-19 tahun hingga 50-54 tahun (59,46 persen) Adapun mereka yang
tergolong di bawah lima tahun hingga 14 tahun sebesar 22,79 persen Kemudian
bila dibandingkan dengan kelompok umur muda, yaitu antara 0-4 tahun hingga
10-14 tahun. Yang menarik, untuk kelompok umur tua (manula, 60 tahun ke atas)
sebagaimana terlihat pada Tabel 3, menunjukkan persentase yang lebih rendah
dari RMKL sebesar sekitar satu persen
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa hampir semua rumahtangga di Desa
Cinta Mekar adalah rumahtangga yang dikepalai oleh laki-laki, dan sisanya adalah
rumahtangga yang dikepalai oleh perempuan.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Kepala Keluarga (KK) Menurut Jenis Kelamin
Kepala Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007
Jenis Kelamin KK
Laki-laki
Perempuan

Jumlah (KK)

Persentase (%)

662

96,22

26

3,78

Total
688
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

100,00

Pada Tabel 5 disajikan data rumahtangga di Desa Cinta Mekar menurut


tingkat kesejahteraan keluarga/rumahtangga menggunakan kriteria Badan
Kesejahteraan Keluarga Berencana (BKKBN).
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Kesejahteraan
Keluarganya, Desa Cinta Mekar, Tahun 2007
Tingkat Kesejahteraan

Jumlah (Rumahtangga)

Persentase (%)

Keluarga Pra-sejahtera (Pra - KS)

217

31,54

Keluarga Sejahtera I (KS I)

452

65,70

Keluarga Sejahtera II (KS II)


8
Keluarga Sejahtera III (KS III)
10
Keluarga Sejahtera III Plus (KS III-Plus)
1
Total
688
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

1,16
1,45
0,15
100,00

Pada Tabel 5 diketahui bahwa mayoritas rumahtangga Desa Cinta Mekar


tergolong Keluarga Sejahtera I (KS I), yang jumlahnya lebih tinggi sekitar 34
persen dibanding mereka yang tergolong Keluarga Pra-Sejahtera (Pra-KS).
Dengan demikian, hampir seluruh rumahtangga di desa ini tergolong keluarga
miskin (97,24 persen), karena menurut kriteria BKKBN, yang tergolong keluarga
miskin adalah mereka yang termasuk Pra-KS dan KS I.
Tabel 6 di bawah ini menyajikan data penduduk Desa Cinta Mekar
menurut tingkat pendidikan.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan, Desa
Cinta Mekar, Tahun 2007
Tingkat
Pendidikan

Laki-laki
Jumlah
%
(jiwa)

Perempuan
Jumlah
%
(jiwa)

Total
Jumlah
(jiwa)

SD

280

44,23

260

43,33

540

43,79

SMP

215

33,97

216

36,00

431

34,95

240
12
10
1233

19,46
0,97
0,83
100,00

SMA
120
18,96
120
20,00
Diploma
11
1,73
1
0,17
Strata 1
7
1,11
3
0,50
Total
633
100,00
600
100,00
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan semakin


menurun persentase penduduk yang menikmati pendididikan tersebut. Namun
demikian, diketahui bahwa mayoritas penduduk di desa ini tamat SD, yang
jumlahnya lebih tinggi sebesar 8.8 persen dibanding mereka yang lulus SMP.
Program Wajib Belajar Wajib Belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah
tampaknya berhubungan dengan relatif tingginya persentase penduduk yang
berpendidikan SD dan SLTP. Relatif lebih rendahnya persentase penduduk desa
yang menikmati pendidikan menengah, tampaknya disebabkan oleh relatif

jauhnya lokasi gedung SLTP dan SMA, yakni berjarak sekitar 10 kilometer dari
Desa Cinta Mekar. Selain itu, juga karena masih relatif banyaknya rumahtangga
miskin di desa ini. Untuk diketahui, biaya transportasi ke sekolah (pulang-pergi)
kalau menggunakan mobil umum sebesar Rp.4.000,0 (empat ribu rupiah),
sebelum harga BBM naik sebesar Rp.3.000,0 (tiga ribu rupiah) setiap harinya,
sementara jika memanfaatkan jasa tukang ojek sebesar Rp.6.000,0 (enam ribu
rupiah) yang sebelumnya hanya Rp.4.000,0 (empat ribu rupiah).
Data penduduk Desa Cinta Mekar menurut jenis mata pencaharian mereka
disajikan pada Tabel 7 di bawah ini.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan, Desa Cinta
Mekar, Tahun 2007
Mata Pencaharian

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

702

30,35

Pedagang

25

1,08

Pegawai Negeri

11

0,48

0,17

Petani

TNI/POLRI

Pensiunan TNI/POLRI
8
Buruh/karyawan pabrik
30
Pengrajin/Industri Kecil
55
Tukang Bangunan
30
Supir Angkutan (Mobil)
30
Buruh Tani
687
Pengangguran
731
Total
2.313
Sumber: Laporan Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007

0,35
1,30
2,38
1,30
1,30
29,70
31,60
100,00

Seperti terlihat pada Tabel 7 persentase tertinggi penduduk Desa Cinta


Mekar ditempati oleh pengangguran. Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa mata
pencaharian penduduk di sektor formal (pegawai negeri, TNI/POLISI, dan
pensiunan TNI/POLRI) jumlahnya kurang dari satu persen. Jenis pekerjaan

pengangguran memiliki persentase sedikit lebih besar 1,3 persen dibandingkan


dengan petani.
Para buruh (baik tani dan non-tani) bisa bekerja seminggu penuh atau bisa
juga meliburkan diri selama satu bulan penuh dikarenakan sedang tidak ada
proyek. Dengan demikian sulit menentukan hari atau waktu kerja dalam satu
bulan. Mayoritas pemuda yang berusia produktif di desa tidak mempunyai mata
pencaharian yang jelas, terkadang hanya menghabiskan waktu bermain bersama
teman-temannya. Akan tetapi ada juga beberapa pemuda yang meninggalkan desa
untuk mencari pekerjaan, walaupun hanya sedikit jumlahnya.
Mata pencaharian petani yang merupakan dominan kedua, yang meliputi
penduduk desa yang berusia sekitar 40 tahun ke atas. Ada juga yang bermata
pencaharian sebagai sopir angkutan serta sopir pribadi. Profesi sebagai tukang
bangunan juga ditemukan di Desa Cinta Mekar dengan presentase yang kecil.
Sebagian kecil penduduk Desa Cinta Mekar lainnya bermata pencaharian sebagai
tukang bangunan dan swasta. Mata pencaharian sebagai tukang ojek menjadi
pilihan lain bagi penduduk Desa Cinta Mekar karena mudahnya proses dalam
memiliki motor dengan cara kredit dan angsuran yang tidak begitu besar.
Didukung oleh tidak adanya angkutan umum hingga ke pelosok desa, ojek
menjadi sarana utama transportasi desa.
Menurut Pendataan Profil Desa Cinta Mekar Tahun 2007, seluruh
penduduk desa memeluk agama Islam. Prasarana peribadatan yang dimiliki oleh
desa berupa lima buah masjid, serta 10 langgar/surau/mushola yang letaknya
menyebar di setiap dusun. Pada hari Jumat dan hari Minggu sering diadakan
pengajian serta majelis taklim ibu-ibu.

BAB V
PROFIL KELEMBAGAAN PROGRAM PLTMH DESA CINTA MEKAR

5.1

Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA)


Yayasan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) merupakan

lembaga non-pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) (nongovernment organization) yang bergerak di bidang ekonomi dan permasalahan
energi di pedesaan. Aktivitas utamanya adalah menerapkan elektrifikasi pedesaan
dengan menggunakan energi terbaharui, membangun infrastruktur untuk tujuan
pengembangan desa, riset atas sumber energi yang dapat diperbaharui,
pengembangan dan pelatihan program PLTMH serta menciptakan kegiatan
ekonomi di pedesaan. Salah satu instrumen untuk mencapai tujuan tersebut adalah
penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) / ( Micro Hydro
Power Plant or MHP) (Profil Yayasan IBEKA, 2004).
Secara hukum, Yayasan IBEKA didirikan pada 18 Maret 1993 dengan
akta notaris No.120, oleh Wiratni Ahmadi, SH. Kantor Yayasan IBEKA terletak
di Kampung Panaruban RT 023/05 Desa Cicadas Kecamatan Sagalaherang
Kabupaten Subang Jawa Barat dan Jl. Sulaiman No. 7A1,RT 02/03, Kelurahan
Sukabumi Utara, Jakarta Barat. Struktur organisasi IBEKA dapat dilihat pada
Gambar 4. Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh IBEKA antara lain berupa
program membersihkan persediaan air mulai pada tahun 1999, dan proyek energi
alternatif lainnya. Sejak itu, lebih dari 40 sumber daya pembangkit listrik
(PLTMH) menyebar di berbagai provinsi, antara lain Aceh, Sumatera Barat,
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat.

PLTMH di masing-masing provinsi tersebut berkapasitas di bawah 250 Watt kilo.


Masing-masing sumber daya pembangkit diatur dan dirawat oleh Koperasi Unit
Desa (KUD).
Gambar 4. Struktur Organisasi IBEKA

Executive Director
Tri Mumpuni Iskandar

Managing
Director
S t N
h

Environmental
Division
Adi Laksono

Finance Division
Yety Sovi Rahayu

Project and
Planning Division
Dede Cahyadi

Social Division
Guruh Aryo

Programme Oficer
Yety Sovi Rahayu

Environmenta
l Division
Sumpena

Finance
Division
Isti
Kristianto

Engineering and
Construction
Haris Y D
Bayu Megantara K
Cristianus Legowan

Social
Division
Aman

Programme
Division
Aan
Suparmin
Soleh

Sumber: Publikasi IBEKA, 2004

Pengalaman IBEKA di bidang pelatihan meliputi pelaksanaan pelatihan


mikro hidro untuk mahasiswa dan koperasi sebanyak 23 kali, lima kali untuk staf

Kementerian Energi dari 11 provinsi di Indonesia, dua kali untuk peserta dari
India, Pakistan, Sri Lanka dan Nepal dan dua kali untuk LSM Indonesia, serta staf
pemerintah lokal dari lima provinsi. Peran IBEKA dan keterlibatannya dalam
proyek PLMTH berstatus sebagai pengembang, pelatih (trainer) pada pelatihan
PLTMH, panitia pelaksana pada seminar PLTMH dan perencana pengembangan
komunitas. Dalam merealisir Program PLMTH, yayasan ini mengalokasikan dana
sekitar 10.000 sampai dengan 655.000 dolar Amerika Dana yang dialokasikan
Yayasan IBEKA tersebut diperoleh dari beragam sumber, antara lain dari:
Pemerintah Jepang, Japan International Cooperation Agency (JICA), dan Tokyo
Electric Power Company. Pendapatan Yayasan IBEKA selama tiga tahun terakhir
berjumlah rata-rata 150.000 US$ (seratus lima puluh ribu dolar Amerika) per
tahun. Kegiatan yang dilakukan oleh IBEKA tidak hanya pada bidang teknis atau
mekanikal saja, melainkan juga di bidang sosial, seperti peningkatan usaha
produktif masyarakat melalui pembuatan gula aren.

5.2

PT Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT HIBS)


Secara legal Perseroan Terbatas Hidropiranti Inti Bhakti Swadaya (PT

HIBS) terbentuk pada tanggal 29 November 2005, sesuai Akta Notaris Galuh
Candrarini, SH dengan nomor C-31366 HT 01 01 TH 2006. Badan usaha ini
berkedudukan di Kampung Panaruban Desa Cicadas Kecamatan Sagalaherang,
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Tujuan pembentukan PT HIBS adalah berusaha
dalam bidang jasa, perdagangan, percetakan dan transportasi.
Kegiatan usaha yang dilakukan badan usaha ini secara umum antara lain
meliputi:

13) Menjalankan

usaha-usaha

dalam

bidang

perdagangan,

termasuk

perdagangan ekspor dan impor antar pulau dan lokal, serta antar negara.
14) Menjalankan usaha-usaha dalam bidang kontraktor umum untuk segala
macam dan segala jenis komoditi, terutama bangunan, gedung, jembatanjembatan, jalan-jalan, bandara, dermaga, instalasi air dan listrik,
telekomunikasi, konstruksi besi dan baja, dan irigasi serta pekerjaanpekerjaan sipil lainnya dan bertindak sebagai pengembang.
Kegiatan PT HIBS pada awalnya ialah membina bengkel-bengkel kecil
untuk dapat mengeksploitasi kemampuan dan keahlian mereka. Kemudian
berkembang ke kegiatan pengembangan teknologi mesin untuk produksi seperti
penghasil gula dan pembuat singkong goreng. Hasilnya dijual ke luar negeri
sesuai dengan standar barang yang diminta pemesan. Kegiatannya lebih kearah
pengemasan dan pengawasan mutu. PT HIBS juga pernah mengekspor turbin ke
luar negeri.
Kepengurusan PT HIBS terdiri dari:
Direktur

: Iskandar B Kuntoadji

Komisaris I

: Tri Mumpuni

Komisaris II : Sapto Nugroho


Komisaris III : Yeti Sovia Rahayu
Direksi bertanggungjawab penuh dalam melaksanakan tugasnya untuk
kepentingan perseroan dalam mencapai maksud dan tujuan perseroan Direktur
berhak dan berwenang bertindak untuk dan atas nama direksi serta mewakili
perseroan. Adapun komisaris melakukan pengawasan dan kebijaksanaan direksi
dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada direksi.

5.3

Koperasi Mekarsari
Pada bulan Mei 2003, Yayasan IBEKA mengadakan sosialisasi rencana

pembangunan PLTMH kepada masyarakat Cinta Mekar. Sosialisasi terkait


dengan pemberian hibah oleh UNESCAP yang akan digunakan untuk
pembangunan PLTMH di desa ini. Pada tanggal 7 Juni 2003, pihak UNESCAP,
Yayasan IBEKA, dan PT HIBS meninjau lokasi Rencana Pembangunan PLTMH
di ini sekaligus melakukan pertemuan dengan masyarakat untuk membahas
tentang prosedur dan rencana pemanfaatan hasil keuntungan dari PLTMH yang
akan dibangun. Selanjutnya, hasil musyawarah masyarakat Desa Cinta Mekar
pada tanggal 2 Agustus 2003, menyepakati pembentukan lembaga koperasi
dengan nama Koperasi Mekarsari dengan jumlah anggota pendiri sebanyak 50
orang. Pada saat musyawarah itu juga dilakukan rapat yang hasilnya berupa: (1)
Pembentukan Pengurus dan Badan Pengawas, (2) Penentuan Simpanan Pokok
sebesar Rp. 10.000,00 dan Simpanan Wajib sebesar Rp.1.000,00 per bulan, dan
(3) Penetapan Rencana Program Kerja Koperasi. Musyawarah tersebut
selanjutnya diikuti oleh kegiatan verifikasi dan peninjauan ke lokasi PLTMH yang
dilakukan Dinas Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Kabupaten Subang
pada tanggal 29 Maret 2004. Pada saat yang sama juga dilakukan
penandatanganan Anggaran Dasar Koperasi.
Terdapat sejumlah kegiatan yang telah dilaksanakan oleh Koperasi Mekarsari
(Tabel 8).

Tabel 8.Program Kegiatan Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar, Tahun 2003
Prioritas

Program

Persentase

Listriki bagi Orang Kurang Mampu (OKM)

II

Pendidikan

8,00

III

Modal Usaha

8,00

IV
Kesehatan
V
Infrastruktur
VI
Operasional Koperasi
VII
Operasional Desa
Sumber: Publikasi Profil Koperasi Mekarsari Tahun 2003

62,50

4,00
5,00
10,00
2,50

Masing-masing rincian program ada rincian pengalokasian dananya. Pada


program pendidikan terbagi lagi menjadi pelatihan dan beasiswa untuk SD dan
SMP. Program kesehatan terdiri atas kartu sehat, posyandu dan pengobatan
kronis. Infrastuktur berupa pembangunan saluran air bersih di Leuwikopo,
Solokan Sado, Solokan Baru, Solokan Citatah dan Leuwi Halang; bangunan
posyandu, bangunan TK Al Quran serta jalan kampung.
Pada tanggal 30 Maret 2004, Koperasi Mekarsari resmi terdaftar di Dinas
Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah Kabupaten Subang dengan Akta
Pendirian Koperasi 539/BH/KDK.10.11/III/2004. Hingga saat ini Koperasi
Mekarsari telah berganti kepengurusan sebanyak dua kali, yakni periode tahun
2003 2006 dan periode 2006 2009. Koperasi Mekarsari memiliki gedung atau
bangunan koperasi yang letaknya tidak jauh dari rumah pembangkit mikrohidro.
Kepengurusan Koperasi Mekarsari untuk periode tahun 2006 2009 dapat dilihat
pada Gambar 5.

Gambar 5. Susunan Pengurus Koperasi Mekarsari Periode 2006 - 2009


Pembina
Kepala Desa

Ketua
Endang S

Badan Pengawas
(BP)

Sekretaris
Asep Kusnanto

Bidang
Pendidikan
Ade Saodi

Bendahara
Entin Sutini

Bidang
Kesehatan
Bidan
Desa

Bidang Modal
Usaha/SP
Yuyun
Yunengsih

Bidang Infrastruktur
Para Kepala
Dusun

Sumber: Publikasi Profil Koperasi Mekarsari Tahun 2003

Bidang
Urusan
Listrik
A. Wawan

BAB VI
PROFIL RUMAHTANGGA PADA KOMUNITAS KAMPUNG TANGKIL
DI DESA CINTA MEKAR
Bab ini mendeskripsikan profil rumahtangga miskin hasil survei yang
dilakukan di Kampung Tangkil yang berada di Dusun II, khususnya di empat RT,
dari RT 05 sampai dengan RT 08. Profil rumahtangga miskin ini mencakup
karakteristik sumberdaya individu dan rumahtangga. Karakteristik individu
meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan status
bekerja, sementara karakteristik rumahtangganya meliputi tingkat kekayaan,
status kategori rumahtangga, dan pola pengambilan keputusan. Sebagaimana
dikemukakan sebelumnya, jumlah rumahtangga yang dicacah meliputi 100
rumahtangga, dengan jumlah anggota rumahtangga sebanyak 354 orang.

6.1
6.1.1

Karakteristik Individu
Jenis Kelamin
Dari 100 rumahtangga penerima program PLTMH, terdapat 89

Rumahtangga yang Dikepalai oleh Laki-laki (RMKL) dan 11 Rumahtangga yang


Dikepalai Perempuan (RMKP). Duapertiga dari jumlah RMKP terdiri atas janda
yang ditinggal meninggal suaminya, sedang sisanya janda cerai ditinggal suami.
Sebagaimana terlihat pada Tabel 9, berdasar jenis kelaminnya, dari
sejumlah 354 orang ART, persentase ART Perempuan (ARTP) sedikit lebih tinggi
daripada ART Laki-laki (ARTL), yakni sebesar 2,82 persen. Hal ini berbeda
dengan kondisi umum penduduk di Desa Cinta Mekar, dimana persentase
penduduk laki-laki lebih tinggi sekitar 0,82 persen dibanding penduduk
perempuan (Tabel 2).

Tabel 9. Jumlah dan Persentase Anggota Rumahtangga Miskin Menurut Jenis


Kelamin, Kampung Tangkil, Tahun 2008
RMKL

RMKP

Total

Jenis Kelamin

Laki-laki

165

50,30

17

65,38

182

51,41

Perempuan
Total

163
328

49,70
100,00

9
26

34,62
100,00

172
354

48,59
100,00

Dari 100 rumahtangga miskin contoh atau dari total rumahtangga miskin
contoh, terdapat 354 anggota rumahtangga. Dengan perkataan lain, rata-rata
anggota per rumahtangga sebesar 3.54 atau lebih kecil dari empat. Diduga
sebagian besar rumahtangga di Dusun Tangkil telah mengikuti Program Keluarga
Berencana (KB). Dapat dilihat pada Tabel 9 bahwa mayoritas RMKL dan RMKP
mempunyai anggota rumahtangga laki-laki lebih banyak jika dibandingkan
dengan anggota rumahtangga perempuan.

6.1.2 Umur
Tabel 10 menyajikan data kondisi rumahtangga miskin menurut kelompok
umur.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga,
Kampung Tangkil, Tahun 2008
RMKL
Lakilaki

RMKP
Lakilaki

Total
Lakilaki

Perempuan

Kelompok
Umur
(Tahun)

14

47

28,48

54

32,73

57,14

17,65

29,65

31,31

15 - 64

98

59,39

97

58,79

42,86

52,94

58,72

58,42

65

20

12,12

14

8,48

0,00

29,41

11,63

10,45

165 100,00

165

100,00 7

100,00

17 100,00

100,00

100,00

Total

Perempuan

Perempuan

Sebagaimana terlihat pada Tabel 10, mayoritas rumahtangga miskin di


Kampung Tangkil, baik pada RMKL maupun RMKP tergolong kelompok umur
produktif. Khusus di kalangan RMKL, sebaran ARTL dan ARTP menunjukkan
kecenderungan yang sama, yakni persentase tertinggi dijumpai pada kelompok
umur produktif dan yang terendah pada kelompok umur di atas 55 tahun. Adapun
di kalangan RMKP diketahui bahwa kecenderungan tersebut hanya dijumpai pada
ARTP. Sebaliknya pada RMKL, ARTL pada kelompok umur lebih muda
menunjukkan persentase tertinggi (57 persen) dan tidak dijumpai adanya mereka
yang ada pada umur 55 tahun.
Sebagai tambahan, data pada Tabel 10 dapat digunakan untuk menghitung
analisis ketergantungan individu (dependency ratio) * , dengan cara membagi
jumlah penduduk berusia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas dibagi dengan jumlah
penduduk usia 15-64 tahun (Rusli, 1996). Berdasarkan analisis tersebut diketahui
bahwa tingkat ketergantungan anggota rumahtangga miskin di Kampung Tangkil
tergolong rendah (kurang dari satu), artinya jumlah penduduk usia kerja lebih
banyak daripada jumlah penduduk yang bukan usia kerja, yaitu penduduk usia
muda dan tua (lansia) dengan tingkat ketergantungan sebesar 0,71.

6.1.3

Tingkat Pendidikan
Seperti kondisi masyarakat pedesaan pada umumnya yang kurang akses

pada pendidikan, warga Desa Cinta Mekar mayoritas diantaranya hanya lulusan
Sekolah Dasar (SD). Kecenderungan yang sama juga dijumpai pada kedua
* Rumus untuk menghitung depedency ratio = Jumlah penduduk umur 0 14 tahun
dan 65 tahun ke atas
Jumlah penduduk umur 15 64 tahun

kategori rumahtangga miskin di Kampung Tangkil, sebagaimana terlihat pada


Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Tingkat
Pendidikan serta Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga,
Kampung Tangkil, Tahun 2008
RMKL

Tingkat Pendidikan

RMKP
Laki-laki

Perempuan

Total
LakiPeremlaki
puan

Laki-laki

Perempuan

n
10

%
n
6,06 0

%
0,00

n
6

%
35,29

%
0,58

%
8,79

Tidak Sekolah

%
0,61

Belum Sekolah

19

11,52

19

11,52 1

14,29

5,88

11,63

10,99

Bersekolah di SD

17

10,30

26

15,76 3

42,86

5,88

11,63

14,84

Bersekolah di SMP

5,45

11

6,67 0

0,00

5,88

5,23

6,59

Bersekolah di SMA

0,00

1,21 0

0,00

0,00

0,00

1,10

Tamat SD

76

46,06

70

42,42 1

14,29

29,42

44,77

41,21

Tamat SMP

28

16,97

18

10,91 1

14,29

17,65

16,86

11,54

Tamat SMA
Tamat Akademi/
Universitas

14

8,48

4,85 0

0,00

0,00

8,14

4,40

0,61

0,61 1

14,29

0,00

1,16

0,55

165 100,00 7 100,00 17 100,00

100,00

100,00

165 100,00

Total

Secara umum, mayoritas ARTL dan ARTP pada kedua kategori


rumahtangga miskin, berpendidikan lulusan/tamat SD, kecuali pada ART pada
RMKL mayoritas masih bersekolah di SD. Kondisi ini dimungkinkan, mengingat
sebagian besar rumahtangga di Desa Cinta Mekar tergolong miskin (Pra KS dan
KS-1); tidak terkecuali mereka yang berdomisili di Kampung Tangkil. Selain itu,
masih dijumpai adanya sebagian warga yang masih beranggapan bahwa
pendidikan bukanlah hal yang penting dan belum tentu dapat menjamin masa
depan; bahkan ada pula yang enggan menyekolahkan anaknya, karena anggapan
bahwa lebih baik mengalokasikan uang yang dimiliki untuk modal usaha daripada
untuk sekolah.

6.1.4

Jenis Pekerjaan
Pada Tabel 12 disajikan data mengenai kondisi rumahtangga berdasarkan

jenis pekerjaannya.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Jenis Pekerjaan,
Jenis Kelamin Kepala dan Anggota Rumahtangga, Kampung Tangkil,
Tahun 2008
RMKL

RMKP

Total
Laki- Peremlaki
puan

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

55

33,33

41

3,03

28,57

10

29,41

33,13

28,02

0,61

0,00

0,00

0,00

0,58

2,75

Petani Pemilik
Petani Penggarap

11
12

6,67
7,27

6
0

3,64
0,00

0
0

0,00
0,00

0
0

0,00
0,00

6,40
6,98

3,30
0,00

Buruh Tani

39

23,64

19

11,52

0,00

5,88

22,67

10,99

Pedagang

4,85

4,24

0,00

5,88

4,65

4,40

Warung

0,00

1,82

0,00

11,76

0,00

2,75

28

16,96

0,00

71,43

0,00

19,18

0,00

Tukang Ojek

5,45

0,00

0,00

0,00

5,23

0,00

Supir
Ibu rumahtangga

2
0

1,21
0,00

0
89

0,00
53,94

0
0

0,00
0,00

0
3

0,00
17,65

1,16
0,00

0,00
50,54

165 100,00 165 100,00 7 100,00 17 100,00 100,00

100,00

Jenis Pekerjaan
Tidak Bekerja
PNS/ABRI

Kuli Bangunan

Total

Tabel 12 menunjukkan bahwa persentase tertinggi ARTL pada RMKL


ditempati tidak bekerja atau pengangguran. Ditambah lagi dengan banyaknya
anggota rumahtangga yang berusia sekolah sehingga dapat digolongkan pada
kriteria tidak bekerja. Pada RMKP, ARTL mayoritas sebagai kuli bangunan,
untuk ARTP mayoritas tidak bekerja, karena dominan anggota rumahtangga usia
sekolah, sedangkan mayoritas ARTP bekerja sebagai ibu rumahtangga, yang
menarik pada RMKP jenis pekerjaan mayoritas ARTP ialah tidak bekerja, hal ini
dikarenakan banyaknya anggota rumahtangga berusia lansia dan balita

Persentase terbesar kedua pada ARTL dalam RMKL ialah buruh tani,. Hal
ini berkaitan dengan kepemilikan lahan atau sawah untuk diolah. Pada Kampung
Tangkil hanya beberapa orang yang mempunyai lahan atau sawah pertanian, itu
pun letaknya agak jauh dari kampung. Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh
anggota rumahtangga yang ingin bekerja menjadi buruh tani, dengan rata-rata
upah harian Rp.25.000,0 (dua puluh lima ribu rupiah) tanpa makan. Pekerjaan
sebagian buruh tani ini berumur 30 tahun ke atas. Penduduk yang berusia muda
kurang meminati pekerjaan ini, mereka lebih suka menghabiskan waktu untuk
berkumpul dan main bersama teman-teman sebayanya.

6.1.5

Status Bekerja
Berdasarkan Tabel 13, RMKL dan RMKP, baik ARTL dan ARTP,

persentase tertinggi ditempati oleh status pekerjaan lainnya. Data selengkapnya


dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Status Pekerjaan
serta Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun
2008
Status Bekerja
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
43
36
10
89

RMKL
%
48,31
40,45
11,24
100,00

RMKP
n
%
8
72,73
3
27,27
0
0,00
11
100,00

Total
n
51
39
10
100

%
51,00
39,00
10,00
100,00

Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 13, baik pada RMKL dan RMKP
termasuk kategori status pekerjaan rendah (pekerja keluarga tanpa upah). Pada
RMKP mayoritas ARTL berstatus buruh atau karyawan, sedangkan ARTP
mayoritas berstatus sebagai pekerja keluarga. Status karyawan/buruh adalah
mereka yang bekerja sebagai buruh tani, PNS, dan kuli bangunan. Mereka yang

bekerja serabutan dan tidak tetap waktunya kategorikan sebagai buruh tani/non
tani atau keduanya; dan status bekerjanya sebagai karyawan atau buruh.

6.2
6.2.1

Karakteristik Rumahtangga
Tingkat Kekayaan
Tingkat kekayaan pada rumahtangga miskin dihitung berdasarkan nilai

rupiah dari kepemilikan barang-barang berharga RMKL dan RMKP. Kepemilikan


barang-barang berharga mencakup kepemilikan perhiasan, barang elektronik, dan
kendaraan bermotor. Data tingkat kekayaan rumahtangga miskin dapat dilihat
pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Rumahtangga Miskin Menurut Tingkat
Kekayaan dan Jenis Kelamin Kepala Rumahtangga, Kampung
Tangkil, Tahun 2008
Tingkat Kekayaan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
51
26
11
89

RMKL
%
57,95
29,54
12,51
100,00

n
11
0
0
11

RMKP
%
100,00
0,00
0,00
100,00

Total
n
62
26
11
100

%
62,00
26,00
11,00
100,00

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa tingkat kekayaan mayoritas RMKL dan
RMKP termasuk kategori rendah. Seluruh RMKP termasuk golongan rendah.
Kondisi rumah pada rumahtangga miskin penerima Program PLTMH sebagian
besar berkeramik dan bertembok.
Meskipun sebagian besar tingkat kekayaan mereka tergolong rendah,
diketahui bahwa dari 100 KK rumahtangga miskin di Dusun Tangkil, sebagian
besar rumah mereka berstatus milik sendiri, berupa bangunan rumah tunggal,
berdinding tembok, berlantai keramik dan beratap dari genting. Yang menarik,
hampir semua rumahtangga miskin ini ternyata memiliki barang-barang elektronik

seperti televisi, Video Compact Disc (VCD) , kursi tamu dan lemari pajangan3. 3 .
Dengan demikian, meskipun secara umum tergolong miskin, namun tampaknya
gaya hidup mereka menyamai mereka yang tidak tergolong miskin. Selain sebagai
media hiburan bagi semua anggota rumahtangga, tampaknya kepemilikan barangbarang elektronik dan rumah berlantai keramik tersebut juga dimungkinkan
karena adanya persaingan gengsi antar rumahtangga miskin.
Adanya kenyataan dimana sebagian besar jenis pekerjaan anggota
rumahtangga miskin bekerja sebagai buruh tani dan non-tani (serabutan) hanya 38
persen yang memiliki lahan dengan luas rata-rata 84,84 bata atau sekitar 350 m2 4.
4

Lahan tersebut sebagian besar milik sendiri dan diperoleh melalui warisan dan

membeli. Sebanyak 13 persen rumahtangga miskin yang memiliki ternak berupa


kambing, domba, bebek dan ayam55 . Ada persaingan gengsi antar rumahtangga
miskin dalam hal kepemilikan barang elektronik dan kondisi tempat tinggal,
seperti lantai keramik, kursi tamu dan lemari pajangan.

6.2.2

Status Kategori Rumahtangga


Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kategori rumahtangga

miskin dalam studi ini menggunakan indikator yang ditetapkan BPS (Lampiran 3)
dan ukuran lokal (Yayasan IBEKA). Tabel 15 menyajikan data status
rumahtangga menggunakan indikator BPS pada kedua kategori rumahtangga,
3

Harga perhiasan rata-rata yang dimiliki anggota rumahtangga miskin sebesar Rp. 250.000,0.
Harga rata-rata untuk barang elektronik, televisi: Rp.500.000,0 VCD: Rp. 300.000,0 kursi tamu:
Rp.175.000,0 lemari pajangan: Rp.100.000,0. Untuk harga kendaraan bermotor berkisar antara
Rp.7.000.000,0 hingga Rp.10.500.000,0.
4
Untuk masyarakat Desa Cinta Mekar, 1 bata setara dengan 14 m2 dengan harga perbata rata-rata
Rp.500.000,0 sementara itu, harga tanah permeter persegi rata-rata Rp.50.000,0 harga bangunan
rumah rata-rata antara Rp.1.000.000,0 hingga Rp.3.000.000,0.
5
Harga hewan ternak (rata-rata) berukuran sedang, kambing: Rp 500.000,0/ekor;
domba:Rp 500.000,0/ekor; bebek: Rp.20.000,0/ekor; ayam: Rp.15.000,0/ekor;.

RMKL dan RMKP. Seperti terlihat pada Tabel 15, mayoritas kedua kategori
rumahtangga tergolong rumahtangga miskin menurut kriteria BPS. Meskipun
jumlah RMKP yang tergolong bukan miskin lebih rendah dibanding RMKL,
namun persentase RMKP yang tergolong bukan miskin menurut kriteria BPS
tersebut lebih tinggi dibanding RMKL (sekitar 30 persen).
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut Kategori
Kepala Rumahtangga, Kampung Tangkil, Tahun 2008
RMKL

RKMP

Total

Status Kategori Rumahtangga

Miskin

84

94,38

63,64

91,00

Tidak Miskin

5,62

36,36

9,00

Total

89

100,00

11

100,00

100,00

Sesuai dengan kriteria rumahtangga miskin hasil diskusi kelompok terarah


(diskorah) antara pihak penyelenggara Program PLTMH dengan masyarakat desa,
didapat empat kriteria miskin, yakni (a) Kategori Miskin I: tidak mempunyai
lahan, tidak bermodal, tidak mempunyai pekerjaan tetap, dan tidak berpendidikan
tinggi, (b) Kategori Miskin II: memenuhi 3 kriteria di atas (bisa berupa
kombinasi), (c) Kategori Miskin III: memenuhi 2 kriteria di atas (bisa berupa
kombinasi) dan (d) Kategori Miskin IV: memenuhi salah satu kriteria dari empat
kriteria di atas. Tabel 16 menyajikan data status rumahtangga di Kampung
Tangkil menurut kriteria lokal.
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Status Rumahtangga Miskin Menurut Ukuran
Lokal, Kampung Tangkil, Tahun 2008
RMKL

RMKP

Total

Kategori Rumahtangga Miskin

Miskin I

53

59,55

10

90,91

63

63,00

Miskin II

35

39,33

9,09

36

36,00

Miskin IV

1,12

0,00

1,00

Total

89

100,00

11

100,00

100

100,00

Berdasar data pada Tabel 15 dan Tabel 16, diketahui bahwa meskipun
mayoritas rumahtangga di Kampung Tangkil tergolong miskin, ternyata dengan
menggunakan ukuran lokal status rumahtangga miskin juga bersifat lebih
terdiferensiasi. Hal ini dimungkinkan karena dimensi yang diukur melalui ukuran
lokal lebih bersifat kualitatif, sementara pada indikator BPS cenderung kuantitatif.
Namun demikian, setidaknya indikator lokal pun tidak terlalu menyimpang dari
indikator BPS. Ini berarti penetapan partisipan program PLMTH telah memenuhi
kriteria baik indikator lokal maupun BPS.

6.2.3

Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga


Tingkat Kontrol dalam Rumahtangga adalah dominasi anggota RMKL dan

RMKP dalam menentukan kegiatan/penggunaan sumberdaya dalam rumahtangga.


Seperti terlihat pada Tabel 16, dari 100 rumahtangga, lebih dari dua pertiganya
merupakan keluarga inti (terdiri dari suami (ayah), istri (ibu) dan anak). Dari
survei, diketahui bahwa jika anak belum menikah maka keputusan dalam
rumahtangga didapat dari kesepakatan atau hasil musyawarah antara suami dan
istri (ayah dan ibu).
Tingkat kontrol rumahtangga pada RMKL dan RMKL berbeda,
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin dalam
Penentuan Sumberdaya Program, Kampung Tangkil, Tahun 2008
RMKL

RMKP

Total

Tingkat Kontrol Pengambilan Keputusan

Rendah

11

12,36

11

100

22

22

Sedang

43

48,31

43

43

Tinggi

35

39,33

35

35

Total

89

100

11

100

100

100

Adanya keragaman relasi gender pada RMKL menjadikan pola


pengambilan keputusannya juga beragam. Namun demikian, persentase tertinggi
rumahtangga miskin memiliki Tingkat Kontrol Rumahtangga yang tergolong
kategori sedang; sementara persentase tertinggi berikutnya tergolong kategori
tinggi. Jika dilihat menurut

kategori kepala rumahtangganya, tingkat kontrol

sedang dan tinggi tersebut hanya dijumpai pada RMKL. Hal ini dimungkinkan
karena

pada RMKL

pengambilan keputusan dalam penentuan sumberdaya

program cenderung melibatkan kedua pihak, suami dan isteri; karena masyarakat
di Kampung Tangkil, Desa Cinta Mekar adalah masyarakat Sunda yang sistim
kekerabatannya tergolong bilateral. Adapun pada RMKP, tingkat kontrol
tergolong rendah karena semua kepala rumahtangga berstatus janda, dan tidak
memiliki anggota rumahtangga laki-laki yang tergolong dewasa yang dapat
dimintai kepala rumahtangga dalam proses pengambilan keputusan.

6.3

Kesimpulan
Pada 100 rumahtangga penerima program PLTMH yang disurvei,

mayoritas tergolong RMKL (89 persen), dimana jumlah ARTP lebih tinggi
sebesar 77 persen dibanding ARTL. Berdasar kelompok umurnya, sebagian besar
ART tergolong kelompok umur produktif dengan rasio ketergantungan individu
kurang dari satu. Mayoritas rumahtangga sampel tergolong miskin, baik itu
menurut indikator BPS maupun lokal, meskipun menurut kriteria lokal ada sedikit
diferensiasi. Fakta dimana sebagian besar rumahtangga tergolong miskin baik itu
menurut indikator lokal maupun BPS bersamaan dengan ketiadaan gedung
sekolah lanjutan (SLTP dan SMA) di desa Cinta Mekar, menyebabkan ART pada

kedua kategori rumahtangga (RMKL dan RMKP) memiliki akses yang rendah
terhadap pendidikan karena mayoritas berpendidikan tamat SD. Namun demikian,
terdapat kecenderungan dimana persentase ARTP dan ARTL pada RMKL lebih
akses terhadap pendidikan lanjutan dan tinggi daripada mereka yang tergolong
RMKP.
Sebagian besar ARTL dan ARTP pada RMKL bekerja sebagai buruh
serabutan atau buruh tidak tetap dan pengangguran, sedang pada RMKP tergolong
tidak bekerja karena berstatus sebagai ibu rumahtangga dengan ARTP yang belum
sekolah. Menurut status pekerjaannya, ART pada kedua kategori rumahtangga
miskin lebih banyak berstatus pekerja keluarga, karena terdiri dari ibu
rumahtangga, anak-anak, pengangguran, pelajar dan lanjut usia. Adanya
kecenderungan persaingan dalam hal gengsi antar rumahtangga, tingkat
kekayaan rumahtangga sampel di desa ini hampir homogen, khususnya dalam hal
kepemilikan barang-barang berharga. Yang menarik adalah bahwa karena
penduduk desa terdiri dari etnik Sunda yang bersistim kekerabatan bilateral,
terdapat kecenderungan bahwa pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga
tergolong lebih setara karena melibatkan suami dan isteri baik setara maupun
salah seorang diantaranya dominan. Sebaliknya, pada RMKP perempuan baik itu
sebagai isteri maupun anak, dominan dalam pengambilan keputusan dalam
rumahtangga mereka.

BAB VII
PENYELENGGARAAN PROGRAM PLTMH DESA CINTA MEKAR

Pada bab ini akan diuraikan proses pembangunan PLTMH yang terdiri
dari beberapa tahapan. Dimulai dengan latar belakang adanya program PLTMH,
aspek-aspek

yang

menyertai

konsep

pembangunan

PLTMH,

kemudian

dilanjutkan dengan tahapan program seperti tahap perencanaan, pelaksanaan serta


pemanfaatan program.

7.1

Latar Belakang Program PLTMH


Dihadapkan pada fakta dimana sekitar 100 juta penduduk Indonesia,

khususnya di perdesaan, belum menerima aliran listrik, sementara di pihak lain


terdapat potensi sumber daya alam yang cukup besar untuk menghasilkan
pembangkit tenaga air skala mikro, Yayasan IBEKA dan PT HIBS bekerjasama
dengan UNESCAP dalam membangun pembangkit listrik skala kecil untuk
masyarakat miskin perdesaan melalui konsep kemitraan swasta untuk masyarakat
miskin yang dikenal dengan konsep Pro Poor Public Private Partnership/5P.
Konsep tersebut sebelumnya (tahun 1998) telah lama dipikirkan oleh
Iskandar Kuntoadji (PT HIBS) yang diistilahkan dengan konsep profit sharing
risk taking. Gagasan dibalik konsep ini adalah bahwa dalam pelaksanaan
program/proyek pembangunan, masyarakat mendapatkan bagian dari investasi
pendanaan atau hasil program. Selama ini pemerintah kurang memperhatikan hal
tersebut, bahkan cenderung menyingkirkan masyarakat lokal dari sumberdaya
lokal sebagai aset program. Menurut Kuntoadji, seharusnya investor sebagai

pemilik modal bersimbiosis mutualis dengan masyarakat sebagai pemilik


sumberdaya

(resources),

sehingga

hasil

pembangunan

seharusnya

menguntungkan kedua belah pihak. Selanjutnya, pada tahun 2002 konsep tersebut
berubah nama menjadi public private partnership. Konsep tersebut diusulkan Tri
Mumpuni (Yayasan IBEKA) ke forum internasional dalam bentuk program
PLTMH dan mendapat perhatian dari UNESCAP Usulan Tri Mumpuni
meyakinkan UNESCAP, sehingga lembaga PBB tersebut bersedia menghibahkan
dana sebesar U$ 75.000 untuk aplikasi PLTMH yang dikembangkan melalui
konsep kemitraan swasta untuk masyarakat miskin. Berdasar prinsip 5P tersebut
terciptalah

suatu

model

pengelolaan

bersama

PLTMH

yang

saling

menguntungkan melalui pendekatan kesejahteraan sosial masyarakat. Konsep ini


pertama kali dicanangkan melalui pertemuan dunia World Summit on Sustainable
Development di Johannesburg tahun 2002.
Sesuai kesepakatan dengan pihak UNESCAP, dalam pelaksanaan program
tersebut diharapkan bahwa pada bulan September 2003 telah ada sektor swasta
sebagai bagian dari pelaksana PLTMH. Dengan tenggat waktu yang pendek,
akhirnya PT HIBS dipaksa menjadi pihak sektor swasta tersebut. Direktur PT
HIBS adalah Iskandar Kuntoadji yang notabene adalah suami dari Tri Mumpuni.
Sementara Yayasan IBEKA menjadi lembaga swadaya masyarakat yang bertindak
sebagai fasilitator utama dalam mengembangkan kemitraan berbasis kerakyatan
tersebut atau penghubung antara masyarakat dengan pihak yang berkepentingan
(stakeholders).

7.2
Perencanaaan Program
7.2.1 Persiapan Masyarakat
Setelah matang pada tahap konseptual, program PLTMH dipandang telah
siap untuk diterapkan di lapangan. Kegiatan ini diawali dengan forum pertemuan
antara pihak Yayasan IBEKA dan PT HIBS dengan masyarakat desa Cinta Mekar,
yang dimaksudkan sebagai tahap sosialisasi awal untuk menginformasikan adanya
program PLTMH yang akan dibangun di desa tersebut.
Dalam pertemuan tersebut Yayasan IBEKA mengundang tokoh-tokoh
masyarakat sebagai perwakilan dari setiap dusun yang ada di Desa Cinta Mekar.
Menurut informan, karena mayoritas mereka berstatus pemimpin formal (kepala
desa, kepala dusun, tokoh karang taruna), tokoh agama, serta guru, karenanya
mayoritas undangan berjenis kelamin laki-laki. Namun demikian, terdapat seorang
perempuan (Ibu Mrd) yang mewakili suaminya yang berhalangan hadir dalam
pertemuan tersebut; karena masih bekerja di sawah.
Dalam pertemuan tersebut pihak Yayasan IBEKA dan PT HIBS
mengemukakan bahwa pembangunan PLTMH akan memanfaatkan air Sungai
Ciasem dengan cara membendungnya, sehingga mampu menghasilkan tenaga
listrik. Oleh karena mayoritas besar warga desa berbudidaya padi di sawah
beririgasi teknis yang juga bersumber dari Sungai Ciasem, awalnya warga Desa
Cinta Mekar tidak setuju dengan adanya program PLTMH, karena mereka
khawatir PLTMH akan mengganggu sistem pengairan bagi sawah mereka dan
berdampak pada gagal panen. Namun demikian, setelah adanya penjelasan dari
pihak IBEKA dan PT HIBS serta bantuan dari aparat desa untuk menyakinkan
warga, maka warga pun mau berbagi air untuk pembangunan PLTMH.

Setelah tahap sosialisasi awal, kemudian warga desa dipertemukan dengan


para pemangku kepentingan seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN),
UNESCAP, dan PT HIBS untuk membicarakan kesepakatan teknis pembangunan
PLTMH, antara lain berkenaan penetapan lokasi, jalan yang akan dilalui,
interkoneksi serta bangunan fisik. Seiring dengan berjalannya tahap sosialisasi
program, IBEKA melakukan pendataan awal rumahtangga di Cinta Mekar yang
mencakup 420 rumahtangga. Metode yang digunakan berupa survei dengan
menggunakan kuesioner rumahtangga. Pewawancaranya ialah masyarakat
setempat yang mengerti mengenai kuesioner tersebut dan ingin berpartisipasi.
Untuk biaya pewawancara diberi uang insentif sebesar Rp.3.000,0 (tiga ribu
rupiah) per kuesioner. Dari data awal tersebut diketahui bahwa karakteristik
rumahtangga berdasarkan pendapatan serta pengeluaran per bulan. Dari indikator
tersebut ditetapkan rumahtangga yang kurang mampu, yang kemudian diundang
untuk berdiskusi kelompok terarah (diskorah) atau yang lebih dikenal warga
dengan istilah penggalian gagasan. Tujuan dari diskorah ini adalah menentukan
tingkat kesejahteraan, permasalahan yang dihadapi mereka serta upaya
penanggulangannya. Selain itu, dalam diskusi ini disosialisasikan kembali
program PLTMH.
Pada pelaksanaan diskorah tidak hanya dihadiri oleh laki-laki (suami) saja
melainkan istri juga hadir. Istri menghadiri diskorah dikarenakan suami
berhalangan hadir, sehingga istri mewakili. Ada beberapa istri yang membawa
anak mereka, karena usia yang masih balita. Dari diskorah ini didapat enam
permasalahan yakni: (1) kebutuhan listrik bagi warga miskin, (2) tingkat
pengangguran yang tinggi, (3) kualitas sumberdaya manusia yang rendah, (4)

status ekonomi yang rendah, (5) rendahnya infrastruktur desa, dan (6) rasa
kekeluargaan yang kurang (kesatuan) dalam memecahkan permasalahan umum.
Dalam diskorah tersebut tergali informasi tentang harapan-harapan rumahtangga
miskin untuk dapat mengatasi permasalahan lokal melalui program PLTMH.
Setelah adanya sosialisasi program, diupayakan penguatan kelembagaan
sosial dan ekonomi yang menjadi bagian dari penanggulangan permasalahan lokal
tersebut. Untuk itu diadakan musyawarah desa guna membentuk lembaga
ekonomi pengelola keuangan hasil penjualan listrik, yang hasilnya berupa
kesepakatan untuk mendirikan Koperasi Mekarsari dengan segala atribut lembaga
yang ditentukan oleh musyawarah desa yang didampingi oleh Yayasan IBEKA.
Selain itu, disepakati bahwa penguatan lembaga koperasi juga dilakukan oleh
lembaga pemerintahan desa dalam bentuk upaya sosialisasi yang ditujukan untuk
memperlancar pembangunan PLTMH.

7.2.2

Pembentukan Kapasitas dan Kepemilikan


Tahap pembentukan kapasitas dan kepemilikan dibagi menjadi empat

kegiatan utama seperti yang dijelaskan sebelumnya, yakni: (1) pelatihan dan
magang, (2) peningkatan pendapatan, (3) inisiatif wirausaha, serta (4) pendidikan
anak dan remaja. Bantuan dalam bentuk beasiswa pendidikan yang diprogramkan
oleh koperasi. ini bersifat jangka panjang. Tahap pembentukan ini merupakan
kegiatan

pembangunan

keberlanjutan.

Kegiatan

desa

yang

pelatihan

mengarah
dilakukan

pada

pemberdayaan

sebagai

upaya

dan
untuk

menyebarluaskan pengetahuan mengenai PLTMH kepada pihak luar yang ingin


mengetahui lebih lanjut mengenai PLTMH. Magang biasanya diperuntukkan bagi

operator maupun pihak luar yang ingin mengetahui mengenai mekanikal dan
elektrikal pembangkit. Kegiatan pembentukan wirausaha dan peningkatan
pendapatan dapat dikategorikan sebagai bagian dari aspek modal usaha pada tahap
pemanfaatan program. Dengan adanya modal usaha maka diharapkan dapat
menumbuhkan

keinginan

warga

untuk

berwirausaha

sehingga

dapat

meningkatkan pendapatan. Pendidikan anak dan remaja didalamnya termasuk


memberikan bantuan dana beasiswa per tiga bulan kepada anggota rumahtangga
usia SD dan SLTP yang membutuhkan.

7.3
Pelaksanaan Program
7.3.1 Pembangunan Fisik/Sipil PLTMH dan Koperasi
Bangunan fisik PLTMH berupa bendungan, saluran pembawa/air, bak
penenang, bak pengendap, serta rumah pembangkit. Penyediaan material
difasilitasi oleh PT HIBS selaku kontraktor bangunan serta alat-alat mekanik dan
elektrik. Pihak IBEKA mengatur jadwal kerja serta sumberdaya manusia yang
akan dipergunakan. Dalam pembangunan fisik sarana PLTMH, dikerjakan oleh
tenaga ahli dari luar desa. Masyarakat desa hanya berperan sebagai tenaga kasar
dan lapangan saja. Dengan adanya tenaga ahli dari luar, maka jumlah warga desa
yang

ikut

berpartisipasi

hanya

sedikit.

Hal

tersebut

dilakukan

untuk

mengefisienkan waktu, tenaga dan biaya. Jumlah keseluruhan tenaga yang


digunakan sebanyak 40 orang, yang terdiri dari 20 orang tenaga dari luar desa
(dari Desa Curugagung, Kecamatan Kalijati) dan sisanya dari warga desa
setempat.

Kebanyakan warga yang berpartisipasi adalah mereka yang mempunyai


lahan yang dilewati saluran pembawa/air. Tanah yang digunakan untuk
membangun rumah pembangkit merupakan tanah warga yang dibeli dengan
menggunakan uang hasil hibah. Upah untuk pekerja rata-rata per hari sebesar
Rp.25.000,0;(dua puluh lima ribu rupiah), tanpa makan yang dibayarkan kepada
pekerja setiap minggu. Untuk jam kerja dimulai pada pukul 07.00 WIB dan
diakhiri pukul 16.00 WIB, istirahat pada pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB.
Untuk kebutuhan konsumsi, ada pekerja yang membawa bekal, ada pula yang
makan di rumahnya sendiri karena dekatnya jarak rumah mereka dengan lokasi
pekerjaan. Dari empat dusun yang ada di desa, pekerja yang paling banyak
berpartisipasi berasal dari Dusun I dan Dusun II, sementara dari Dusun III hanya
beberapa orang, bahkan dari dusun IV tidak ada yang ikut, karena letaknya yang
jauh dari lokasi pekerjaan. Dikarenakan pekerjaan fisik yang berat dan anggapan
bahwa perempuan tidak layak untuk melakukannya, tidak ada seorangpun
perempuan yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. Bangunan fisik PLTMH dapat
diselesaikan dalam waktu hampir satu tahun, dan kemudian diresmikan oleh
Menteri Sumberdaya dan Energi, Purnomo Yusgiantoro pada 17 April 2004.
Bangunan koperasi berupa rumah sebagai kantor koperasi beserta meja
dan kursi. Rumah yang digunakan berupa rumah hasil membeli dari salah seorang
warga yang menjual rumahnya. Khusus untuk bangunan kantor koperasi,
diperoleh dengan cara membeli sebuah rumah yang dijual pemiliknya. Rumah ini
kemudian menjadi kantor Koperasi Mekarsari yang diresmikan oleh Drs Eep
Hidayat, Bupati Subang pada tanggal 17 April 2004.

7.3.2

Operasional Pembangkit Listrik


Tenaga kerja yang digunakan dalam PLTMH terdiri atas dua orang

operator, dua orang andir serta satu orang penjaga taman. Tugas operator adalah
mengontrol berjalannya semua peralatan mekanik (antara lain turbin, runner, dan
bearing) dan elektrik (antara lain generator dan panel kontrol). Ada persyaratan
khusus untuk menjadi operator yakni mempunyai pengetahuan dasar mengenai
listrik, minimal STM atau SMA (IPA), dan mempunyai pengalaman sebelumnya
di bidang elektrik. Selama berjalan kurang lebih empat tahun, hanya sekali terjadi
penggantian operator. Andir bertugas menjaga saluran pembawa/air dari sampah
serta mengatur debit air dari bendungan.
Dalam pembagian kerja setiap satu operator berpasangan dengan satu
andir. Pekerjaan operator dimulai pukul 06.00 WIB dan diakhiri pukul 06.00 WIB
keesokan harinya, untuk digantikan operator lainnya. Waktu istirahat pada saat
pukul 12.00 WIB. Diperlukan stamina yang tinggi untuk menjadi operator dan
andir. Penjaga taman bertugas menata dan merawat taman yang berada di sekitar
rumah pembangkit. Dalam kondisi tertentu, seluruh pekerja PLTMH, baik
operator, andir dan penjaga taman biasa bekerja bersama untuk merawat dan
menjaga kebersihan saluran pembawa, bak, serta rumah pembangkit. Penjaga
taman ini bekerja setiap hari mulai pukul 07.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.
Dengan demikian, operator dan andir jumlah hari kerja dalam satu bulan adalah
15 hari kerja. Untuk penjaga taman sebanyak 30 hari kerja dalam sebulan. Kepada
tenaga teknis diberikan gaji tetap bulanan. Gaji operator sebesar Rp.900.000,0
(sembilan ratus ribu rupiah) per bulan, andir sebesar Rp.550.000,0 (lima ratus

lima puluh ribu rupiah) per bulan, penjaga taman sebesar Rp.400.000,0 (empat
ratus ribu rupiah) perbulan.
Setiap harinya rata-rata dihasilkan listrik sebesar 100 kW. Pihak PLN
Purwakarta membelinya dengan harga Rp. 432,0 (empat ratus tiga puluh dua
rupiah) perkW. Tugas operator adalah mencatat kWh yang dihasilkan per harinya
serta memantau kinerja mesin. Selain itu juga melakukan perawatan instalasi yang
dilakukan secara berkala, yakni pada setiap hari Jumat. Jika ada pelatihan,
operator bertugas menerangkan kepada peserta pelatihan keseluruhan bagian dari
PLTMH, baik tentang mesin, bangunan rumah, serta saluran pembawa. Dalam
pelatihan dilakukan pendampingan oleh PT HIBS, khususnya jika ada kendala
atau kesulitan dalam hal aspek-aspek mekanik dan elektrik, seperti penyediaan
alat-alat yang telah rusak.
Kesemua tenaga kerja dalam pembangkit berjenis kelamin laki-laki. Tidak
ada perempuan satu pun. Hal ini dikarenakan adanya anggapan masyarakat lokal
yang menganggap bahwa perempuan tidak cocok dengan pekerjaan yang berbau
teknologi dan kelistrikan. Pandangan bahwa tugas perempuan hanya mengurus
rumah, suami dan anak, bersamaan anggapan bahwa untuk tugas-tugas
operator,andir dan taman membutuhkan orang dengan stamina yang kuat,
menyebabkan adanya bias gender dalam operasionalisasi PLTMH.

7.3.3

Operasional Koperasi Mekarsari


Partisipasi masyarakat dalam program ini dilakukan melalui Koperasi

Mekarsari sebagai wakil masyarakat Desa Cinta Mekar. Koperasi merupakan


pengelola sekaligus mitra swasta dalam pengoperasian PLTMH. Keberadaan

kantor koperasi dimaksudkan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap


pelaksanaan program PLTMH. Hari kerja pengurus (seperti yang terlihat pada
Gambar 5) setiap hari Rabu dan Sabtu, dengan jam kerja dimulai pukul 09.00
WIB dan berakhir pukul 12.30 WIB. Yang menarik, mayoritas warga desa yang
mempunyai keperluan enggan datang ke kantor koperasi melainkan mendatangi
rumah pengurus koperasi. Hal ini disebabkan pada hari kerja koperasi ada saja
keperluan dari para anggota sehingga mereka berhalangan hadir ke koperasi.
Secara struktural pengurus harian koperasi terdiri dari ketua, sekretaris,
bendahara dan bidang usaha. Pengangkatan pengurus koperasi dilakukan melalui
musyawarah antara masyarakat dengan pemerintah desa. Hingga saat ini telah
berganti dua kali kepengurusan koperasi. Pada periode tahun 2006 2009, ketua
dan sekretaris berjenis kelamin laki-laki, sedangkan bendahara dan bidang usaha
berjenis kelamin perempuan. Dengan demikian, tidak ada bias gender dalam
lembaga koperasi ini. Pada pelaksanaan kesehariannya terkadang hanya sekretaris,
bendahara dan bidang usaha saja yang hadir ke kantor, ketua hadir jika kondisi
tertentu, misalnya rapat-rapat penting atau musyawarah mengenai pelaksanaan
program.
Pada periode Agustus 2003 hingga 2005, koperasi mengalami stagnasi
karena tidak memiliki biaya operasional (pembangkit belum menghasilkan listrik
untuk dijual, karena ada kerusakan mesin). Selain itu, karena koperasi harus
mengurus administrasi dengan PLN Purwakarta sebagai pihak pembeli listrik
hasil PLTMH. Baru pada Desember 2005 pembangkit listrik bisa beroperasi dan
koperasi bisa melayani kebutuhan listrik masyarakat setempat.

Ketua bertugas mengorganisir pengurus, sekretaris bertugas mewakili


ketua dan mengurus administrasi koperasi, sementara bendahara bertugas
menyelenggarakan pembukuan, mencatat angsuran dan pinjaman serta segala
sesuatu yang berhubungan dengan keuangan. Adapun bidang usaha bertugas
mengurusi pelaksanaan berjalannya program koperasi secara umum.
Penentuan AD ART pun ditentukan dalam rapat anggota dengan
pendampingan dari Yayasan IBEKA. Sampai saat ini baru dua kali Rapat Anggota
Tahunan (RAT). Syarat sebagai anggota Koperasi Mekarsari ialah tercatat sebagai
waga desa Cinta Mekar serta membayar iuran pokok dan wajib. Terdapat pro dan
kontra berkenaan iuran pokok dan wajib anggota koperasi ini, yakni adanya
anggapan bahwa seluruh masyarakat desa secara otomatis masuk menjadi anggota
koperasi tanpa harus membayar iuran pokok dan wajib, karena sudah mendapat
bantuan dari UNESCAP sebesar U$75.000 (tujuh puluh lima ribu dolar Amerika).
Akhirnya, pengurus mengantisipasinya dengan memotong uang pinjaman anggota
baru sebagai iuran wajib dan pokok koperasi.
Rapat anggota tahunan dilaksanakan pada tahun 2006 dan 2007 yang
dihadiri oleh kurang lebih dua pertiga dari anggota koperasi. RAT dilaksanakan di
Sekolah Dasar pada hari Minggu, masyarakat ada yang malas untuk datang karena
berbagai alaasan. Rapat dengan PT HIBS dan IBEKA berjalan setahun sekali.
Rapat istimewa sering diadakan untuk membahas masalah-masalah khusus seperti
pengangkatan pengurus baru. Rapat rutin anggota tidak ada. Saat ini terdapat 242
orang anggota koperasi yang terdaftar. Untuk gaji pengurus dibayarkan per tiga
bulan sebesar Rp.150.000,0.

Data hasil penjualan listrik sejak periode 2004 sampai dengan 2008
selengkapnya disajikan pada Lampiran 7. Pembayaran tunai hasil penjualan listrik
dilakukan setiap dua sampai lima bulan sekali. Rata-rata hasil penjualan listrik
tergantung dari jumlah kW yang dihasilkan oleh PLTMH. Rata-rata per bulan
sekitar Rp.12.000.000,0 (dua belas juta rupiah) dengan demikian rata-rata per
tahun sekitar Rp. 144.000.000,0 (seratus empat puluh empat juta rupiah).
Dana yang diperoleh dari hasil penjualan listrik dialokasikan untuk
beberapa kegiatan. Untuk lebih jelasnya, data pengalokasiaan dana hasil peualan
listrik Desa Cinta Mekar dapat dilihat pada Tabel. 18.
Tabel.18 Persentase Pengalokasian Dana Hasil Penjualan Listrik Tahun 2004 dan
Tahun 2007, Koperasi Mekarsari, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Program Koperasi
Pemasangan
sambungan
listrik
Pendidikan
Kesehatan
Modal usaha
Infrastuktur
Biaya Operasional Desa
Biaya Operasional Koperasi
Total (persen)

Tahun 2004 (dalam


persen)

Tahun 2007 (dalam


persen)

62,50
8,00
4,00
8,00
5,00
3,00
10,00
100,00

0,00
9,50
5,00
60,00
6,00
3,50
16,00
100,00

Perawatan bangunan koperasi dilakukan secara bersama-sama oleh


pengurus koperasi, biasanya setiap bulan sekali. Pemeliharaan gedung beserta
isinya merupakan tugas dan tanggung jawab pengurus bersama. Ada
pengalokasian dana khusus untuk perawatan dan pemeliharaan bangunan
koperasi. Koperasi Mekarsari merupakan lembaga sosial bukan lembaga ekonomi,
karena kegiatannya mayoritas bergerak di bidang sosial, kegiatan ekonomi hanya
sedikit.

7.4
Pemanfaatan Program
7.4.1 Pemasangan Listrik bagi Orang Kurang Mampu
Dari pendataan awal diketahui ada 127 kepala keluarga kurang mampu
yang rumahnya belum terpasangi listrik. Kemudian perwakilan dari rumahtangga
kurang mampu tersebut diundang untuk menghadiri musyawarah desa guna
mendapat bantuan pemasangan listrik. Undangan dibuat oleh Yayasan IBEKA
dan para tokoh masyarakat setempat. Yang hadir dalam rapat mayoritas para
suami, kalaupun ada perempuan, maka hanya mewakili suami yang berhalangan
hadir karena kesibukan mereka. Dalam musyawarah tersebut dipertimbangkan
kemampuan rumahtangga untuk membayar tagihan bulanan selanjutnya dan
tingkat

kategori

rumahtangga

miskin.

Kategori

rumahtangga

miskin

mempengaruhi tingkat bantuan yang didapat, semakin tinggi kategori atau status
rumahtangga maka bantuan yang diterima akan lebih sedikit.. Adapun tingkat
bantuan pemasangan listrik bagi rumahtangga miskin dibedakan ke dalam empat
kategori, yakni:
1. Mendapat hibah 100 %, jika termasuk Rumahtangga MiskinI
2. Membayar 25 %, jika termasuk Rumahtangga Miskin II
3. Membayar 50%, jika termasuk Rumahtangga Miskin III dan
4. Membayar 75%, jika termasuk Rumahtangga Miskin IV.
Proses pemasangan listrik dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap awal
dipasang untuk sebanyak 127 rumahtangga dan tahap kedua sebanyak 29
rumahtangga. Daya yang terpasang pada setiap rumahtangga sebesar 450 W. Pada
pemasangan tahap pertama, tarif pemasangan dari PLN sebesar Rp.500.000,0
(lima ratus ribu rupiah), sedang untuk pemasangan tahap kedua sebesar

Rp.750.000,0 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) , atau lebih mahal karena
rentang waktu dengan tahap pertama jauh, sehingga tarif telah naik. Selain itu,
juga dikarenakan terbatasnya dana untuk pemasangan atau operasional listrik.
Untuk menutup kekurangan biaya (pada pemasangan tahap pertama) pada bulan
April 2004 koperasi meminjam dana ke Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebesar 60
juta rupiah, yang harus dilunasi pada Desember 2007. Pada akhir tahun 2007 telah
terpasang listrik pada 156 rumahtangga, yang berarti

melebihi target awal

pemasangan semua (122 KK rumahtangga). Pembayaran tagihan listrik bulanan


rata-rata yang dibayar per rumahtangga sebesar antara Rp.25.000,0 (dua puluh
lima ribu rupiah) hingga Rp.30.000,0 (tiga puluh ribu rupiah).
Pemanfaatan

listrik

digunakan

untuk

keperluan

seluruh

anggota

rumahtangga, baik anggota rumahtangga laki-laki dan perempuan, khususnya


untuk penerangan, belajar, maupun membantu pekerjaan rumahtangga. Dengan
adanya pemasangan listrik di desa, salah seorang kepala rumahtangga bekerja ke
luar kota untuk mencari nafkah, tanpa harus mengkhawatirkan istri dan anakanaknya, karena sudah ada listrik. Listrik pun membantu kegiatan anggota
rumahtangga lainnya seperti yang diakui oleh salah seorang responden.
Ya seneng Neng, dulu mah gelap sebelum ada listrik, sekarang jadi terang,
enak (Uce, 28tahun)
Anak-anak bisa belajar, bisa nonton tv, masak bisa pake rice cooker,
kitanya gak cape (Ela, 38tahun)

Terjadi perubahan kepemilikan barang elektronik seperti televisi dan rice cooker,
tetapi jumlahnya hanya sedikit. Ada tujuh RMKL dari 89 RMKL yang
mempunyai televisi sejak mendapat bantuan pemasangan listrik. Kepemilikan rice
cooker hanya ditemui pada tiga rumahtangga responden (RMKL). Bantuan

pemasangan lstrik dimanfaatkan oleh seluruh anggota rumahtangga baik laki-laki


dan perempuan.

7.4.2

Kesehatan
Bentuk program kesehatan berupa pemberian makanan tambahan, bantuan

biaya persalinan, hepatitis, serta kasus akut atau penyakit lainnya. Pelayanan
kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu bisa lapor ke RT kemudian
pengurus koperasi dan ke bidan. Biaya pengobatan masyarakat yang dilakukan di
bidan desa bagi masyarakat yang kurang mampu mendapat ganti dari koperasi,
jika telah terdaftar sebagai anggota koperasi. Seperti biaya persalinan bagi warga
desa, akan mendapat bantuan sebesar Rp.100.000;(seratus ribu rupiah) setiap kali
melahirkan untuk kasus akut atau penyakit yang lain akan mendapat bantuan
Rp.50.000;(lima puluh ribu rupiah) perkunjungan Pemberian makanan tambahan
ditujukan untuk balita sebesar Rp.50.000;(lima puluh ribu rupiah) perbulan.
Jumlah balita pada dusun II sejumlah 25 orang. Pemberian makanan tambahan
berupa bubur kacang hijau atau pisang goreng. Tidak ada keterbatasan penerima
makanan tambahan baik laki-laki atau perempuan, anggota atau bukan anggota
koperasi.
Alhamdulillah, dibantu koperasi pas ngalahirkeun, ongkosna te sadayana
mung sapalihna, ngabantulah Neng (Zub, 44tahun)

Pemanfaatan program kesehatan ditujukan kepada anggota rumahtangga yang


membutuhkan saja. Khusus untuk biaya persalinan hanya ditujukan untuk istri,
sehingga pemanfaat program hanya istri saja. Pemanfaatan bentuk program
kesehatan yang lainnya sebatas yang membutuhkan, baik balita, dewasa, laki-laki
dan perempuan.

7.4.3

Pendidikan
Program pendidikan berupa pemberian beasiswa untuk tingkat Sekolah

Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Besarnya bantuan program
beasiswa yaitu untuk SD sebesar Rp.30.000,0 (tiga puluh ribu rupiah) dan
Rp.60.000,0 (enam puluh ribu rupiah) untuk beasiswa SMP. Beasiswa ini
dibayarkan tiap tiga bulan sekali, sehingga setahun hanya ada empat kali
pemberian beasiswa. Pemberian beasiswa ini bergilir, sehingga tidak ada anggota
rumahtangga (usia SD dan SMP) yang mendapat beasiswa dua kali. Beasiswa
yang didapat biasanya digunakan untuk membeli peralatan dan perlengkapan
sekolah.
Uangnya itu untuk membeli peralatan sekolah, seperti buku tulis, tas, atau
sepatu, supaya anak tidak menangis (Ups, 50tahun)

Pemanfaat program ini adalah anggota rumahtangga usia SD dan SMP baik lakilaki dan perempuan. Diakui dari beberapa responden bahwa beasiswa pendidikan
sangat membantu memperlancar kegiatan belajar anak-anak mereka.

7.4.4

Modal Usaha
Bantuan modal usaha berupa simpan pinjam untuk modal berusaha. Syarat

bagi anggota rumahtangga yang ingin meminjam adalah harus menjadi anggota
koperasi. Saat ini ada 90 anggota yang ikut simpan pinjam. Mayoritas berjenis
kelamin laki-laki (suami). Besarnya pinjaman pun beragam antara Rp.50.000,0
(lima puluh ribu rupiah) hingga Rp.1.000.000,0 (satu juta rupiah).
Dulu teh kurang modal, warung rek bangkrut. untung aya simpan pinjam,
jadi dilanjutkeun deui, meser deui daganganna ka pasar atawa ka mobil nu
nguriling (Ai, 30tahun)

Sistem pengembaliannya bisa perminggu atau perbulan. Bunga pengembalian


pinjaman sebesar 2 persen. Ada kendala dalam pengembalian pinjaman, beberapa
warga enggan untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu. Ada saja alasan untuk
menghindar. Jika sudah dua bulan tidak, menyicil maka akan didatangi ke
rumahnya. Namun demikian, dapat dikatakan koperasi ini berjalan dengan baik.
Adanya simpan pinjam pun memberi keuntungan bagi penjual lotek sehingga
dapat menambah modal untuk berjualan.
Abdi mah nuhunkeun aya simpan pinjam, nu nginjeumkeun artos pikeun
modal dagang (Mak Inh, 50tahun)

Pemanfaat program ini berupa anggota rumahtangga yang menjadi anggota


koperasi, baik laki-laki maupun perempuan. Tidak ada perbedaan dalam hal akses
untuk meminjam. Jumlah pinjaman tergantung kemampuan pengembalian uang
pinjaman. Sikap dan perilaku dalam masyarakat menjadi pertimbangan bendahara
untuk memberikan pinjaman.

7.4.5

Pembangunan Infrastuktur Desa


Pembangunan infrastruktur desa sampai saat ini belum terealisasikan.

Rencana awal, dana yang dialokasikan akan digunakan untuk air bersih di dusun
empat. Untuk merealisasikannya diperlukan waktu yang tidak sedikit serta biaya
yang sangat besar. Akhirnya dana untuk pembangunan infrastruktur desa
disimpan dalam bentuk tabungan yang jumlahnya sekitar Rp.6.000.000,0 (enam
juta rupiah).

7.4.6

Biaya Operasional Desa dan Biaya Operasional Koperasi


Untuk biaya operasional desa diberikan kepada aparat desa yang

sepenuhnya digunakan untuk keperluan operasional desa. Pembayaran dilakukan


pertiga bulan sekali. Dana program dipergunakan untuk biaya administrasi kantor
antara lain pembelian ATK, serta keperluan kantor lainnya.
Biaya operasional koperasi digunakan untuk administrasi koperasi,
penyediaan ATK, dan keperluan-keperluan kegiatan koperasi. Dana ini
dipergunakan juga untuk membayar pengurus harian serta membayar Badan
Pengawas yaitu sebesar Rp.150.000,0 (seratus lima puluh ribu rupiah) yang
dibayarkan per tiga bulan.

7.5
Kerangka Pemberdayaan
7.5.1 Level Kesetaraan
Mengacu kepada konsep Moser mengenai pemenuhan kebutuhan yang
dicapai melalui pembangunan, di bawah ini dijelaskan apa yang mampu
diwujudkan oleh program PLTMH Desa Cinta Mekar.
Kebutuhan praktis gender mencakup kebutuhan perempuan yang
diidentifikasi dari peranan perempuan secara sosial dalam masyarakat. Melalui
program PLTMH kebutuhan praktis yang dapat dipenuhi berupa listrik, bantuan
kesehatan, simpan pinjam dan beasiswa. Keempat jenis bantuan ini segera dapat
meringankan beban kehidupan dalam rumahtangga secara langsung tanpa
menyinggung masalah ketimpangan antara laki-laki dan perempuan akibat
pembagian kerja dalam masyarakat. Kebutuhan strategis yang terpenuhi dengan
adanya program PLTMH ialah kedudukan perempuan dalam kelembagaan
masyarakat. Dalam Koperasi Mekarsari ada dua perempuan yang memiliki posisi

yang sangat penting yakni bendahara dan pengelola program hasil dana penjualan
listrik (bidang usaha). Tanpa mereka operasional koperasi akan berjalan sangat
lamban. Hal ini berhubungan pula dengan kemampuan kerja yang berhubungan
dengan koperasi, misalnya kompetensi pengurus dalam bidang administrasi dan
pembukuan yang dinilai oleh perwakilan Yayasan IBEKA serta musyawarah
masyarakat Desa Cinta Mekar.
Tingkatan proses pembangunan PLTMH diawali dengan tahap: (1)
sosialisasi program, (2) peningkatan akses terhadap sumberdaya program, (3)
peningkatan kontrol terhadap sumberdaya program, (4) partisipasi warga berupa
peranserta aktif warga dalam pelaksanaan, dan (5) peningkatan kesejahteraan
melalui program-program yang dikelola oleh koperasi.
Dengan mengacu pada Kerangka Pemberdayaan Longwe, khususnya
Level Kesetaraan, tampaknya Program PLTMH tidak menempuh jenjang
kesetaraan sebagaimana dikemukakan Longwe. Hal ini disebabkan oleh
berbedanya tahapan proses pembangunan yang dilakukan oleh PLTMH dengan
yang dimaksud oleh Longwe. Seperti diketahui, program PLTMH dilaksanakan
tidak dimulai dengan pemberian kesejahteraan akan tetapi dimulai dengan tahap
sosialisasi

program

yang

sebagaimana

dijelaskan

sebelumnya

lebih

mengutamakan pada identifikasi rumahtangga miskin yang akan dijadikan target


program. Setelah itu memang program PLTMH ini dilakukan untuk meningkatkan
akses rumahtangga miskin terhadap sumberdaya, khususnya listrik kesehatan,
modal usaha, infrastruktur, dan biaya pendidikan. Namun demikian, proses
pengalokasiannya

tidak

menggunakan

perspektif

gender,

oleh

karena

menggunakan unit analisis rumahtangga. Meskipun, untuk hal-hal yang

menyangkut akses sumberdaya tersebut, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya


mengenai 11 rumahtangga RMKP, dan ada sejumlah 19 perempuan penerima
beasiswa. Level pemberdayaan tahap ketiga sebagaimana dimaksudkan oleh
Longwe juga tidak dilakukan oleh program PLTMH, oleh karena sejak semula
proyek ini netral gender dan berbasis rumahtangga.
Yang menarik, meskipun pada Longwe partisipasi aktif itu dianggap
sebagai level kesetaraan tahap keempat, namun dalam program ini partisipasi aktif
masyarakat laki-laki dan perempuan itu sudah ada, baik sejak tahap sosialisasi
maupun dalam pelaksanaannya, sebagaimana tercermin dari adanya perempuan
yang turut dalam tahap sosialisasi, kelembagaan koperasi dan sebagai target
sasaran. Diakui bahwa perempuan yang berpartisipasi aktif jumlahnya sangat
terbatas. Dalam hal level pemberdayaan berkenaan kontrol, dalam program
PLTMH Desa Cinta Mekar pengambilan keputusan telah ada sejak tahap
sosialisasi hingga pelaksanaan. Pengambilan keputusan ada jika rumahtangga
telah akses terhadap tahapan program. Dengan perkataan lain, level kesetaraan
belum terwujud sebagaimana dimaksud oleh Longwe.

7.5.2

Level Pengakuan Atas Isu Perempuan


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, menurut Longwe terdapat tiga

kategori yakni negatif, netral dan positif. Dengan mengacu pada proses
perencanaan dan pelaksanaan program PLTMH Desa Cinta Mekar, tampaknya
program ini tergolong level negatif, dalam artian bahwa program PLTMH dalam
perencanaannya tidak secara eksplisit mengakui adanya isu-isu perempuan.
Namun demikian dalam pelaksanannya, program ini sebagaimana telah dijelaskan

di atas, menangkau 11 RMKP dan sebanyak 19 anggota rumahtangga perempuan


penerima beasiswa pendidikan dan 35 anggota rumahtangga perempuan penerima
modal usaha. Dulunya perempuan hanya bekerja sebagai ibu rumahtangga,
dengan adanya program simpan pinjam hasil PLTMH, perempuan bisa berusaha
produktif seperti misalnya, berjualan gorengan, berdagang, dan membuka warung.

7.6

Kesimpulan
Pembangunan PLTMH dilandasi oleh prinsip 5P. Pihak yang terlibat yakni

Yayasan IBEKA, UNESCAP, PT HIBS, dan PLN Purwakarta. Pelaksanaan


program PLTMH terbagi atas dua aspek, yakni aspek teknis dan aspek sosial.
Program ini bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat Desa Cinta Mekar.
Tahapan pembangunan PLTMH terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan dan
pemanfaatan program, yang melibatkan anggota rumahtangga laki-laki dan
perempuan.
Tahap perencanaan berupa sosialisasi program kepada masyarakat desa
untuk mendapat dukungan serta bantuan memperlancar tercapainya tujuan
program. Peran laki-laki cenderung lebih besar daripada perempuan, hal tersebut
terlihat dari undangan rapat serta kehadiran dalam musyawarah. Pada tahap
pelaksanaan program, tenaga kerja laki-laki pada pembangunan fisik/sipil lebih
diperlukan daripada tenaga kerja perempuan karena berhubungan dengan
kemampuan fisik. Pada tahap pemanfaatan hasil, ada yang dimanfaatkan seluruh
anggota keluarga adapula yang hanya dinikmati anggota keluarga yang
membutuhkan.

Kebutuhan praktis yang terpenuhi melalui program PLTMH berupa


kebutuhan listrik, bantuan kesehatan, simpan pinjam dan beasiswa, sedangkan
kebutuhan strategisnya ialah kedudukan perempuan dalam kelembagaan
masyarakat. Pengurus koperasi ada yang berjenis kelamin perempuan dan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengelolaan koperasi. Mengacu
pada Kerangka Pemberdayaan Longwe, program PLTMH tidak menempuh
jenjang kesetaraan. Program PLTMH yang dilaksanakan tidak dimulai dengan
pemberian kesejahteraan akan tetapi dimulai dengan tahap sosialisasi program.
Setelah itu meningkatkan akses rumahtangga miskin terhadap sumberdaya,
khususnya listrik kesehatan, modal usaha, infrastruktur, dan biaya pendidikan.
Level pemberdayaan tahap ketiga sebagaimana dimaksudkan oleh Longwe juga
tidak dilakukan oleh program PLTMH, oleh karena sejak semula proyek ini netral
gender dan berbasis rumahtangga. Partisipasi aktif masyarakat laki-laki dan
perempuan sudah ada, baik sejak tahap sosialisasi maupun dalam pelaksanaannya.
Level pemberdayaan berkenaan kontrol, dalam program PLTMH Desa Cinta
Mekar pengambilan keputusan telah ada sejak tahap sosialisasi hingga
pelaksanaan. Program PLTMH Desa Cinta Mekar tergolong level negatif, dilihat
dari level pengakuan atas isu perempuan.

BAB VIII
STIMULAN, PENGELOLAAN, FAKTOR LINGKUNGAN
SERTA PERMASALAHAN PADA PROGRAM PLTMH
Ada beberapa aspek yang diduga mempengaruhi program PLTMH dalam
hal akses, kontrol, partisipasi dan manfaat program PLTMH. Antara lain adalah
stimulan program, pengelolaan, dan faktor lingkungan dalam program PLTMH
Stimulan program berupa rangsangan program agar program dapat berjalan lancar
dan mencapai tujuan. Pengelolaan program termasuk bagian dari pelaksanaan
program PLTMH. Faktor lingkungan berupa pengaruh dari luar sistem.

8.1
8.1.1

Stimulan Program PLTMH


Tingkat Bantuan Dana Program Pembangunan PLTMH
Seperti yang dijelaskan di awal, program pembangunan PLTMH

merupakan realisasi dari konsep 5P. Program PLTMH pun termasuk bentuk
program kemitraan yang melibatkan berbagai pihak. Sumber dana program
berasal dari UNESCAP, Yayasan IBEKA dan PT HIBS, yang besarnya masingmasing US$ 75.000,0 (tujuh puluh lima ribu dolar Amerika). Dana yang berasal
dari UNESCAP merupakan dana hibah yang disumbangkan untuk Koperasi
Mekarsari. Dana dari IBEKA dialokasikan untuk bangunan fasilitas pelatihan dan
penyebaran pembangkit mikrohidro. PT HIBS merupakan pemilik 50 persen
saham badan usaha patungan.
Indikator dari keberhasilan program ini antara lain memberdayakan
masyarakat di bidang ekonomi (rumahtangga) dengan memanfaatkan bantuan
program PLTMH. Caranya melalui program bantuan modal usaha yang berbentuk
pinjaman modal. Dana pinjaman berasal dari simpanan anggota koperasi serta

alokasi dari penghasilan penjualan listrik ke PLN. Adanya program PLTMH ini
merupakan inisiatif dari pihak Yayasan IBEKA yang kemudian mencari mitra
kerjasama. Untuk mendukung berjalannya program, maka diperlukan dukungan
dari pihak yang bermodal, seperti lembaga donor atau fundation.
Bantuan program yang diterima masyarakat berupa bantuan dana
pendirian atau pembangunan PLTMH hingga selesai pengerjaannya. Masyarakat
Cinta Mekar hanya tinggal menikmati hasil dari program PLTMH. Hibah dari
UNESCAP yang sering disebut sebagai peranserta yang mewakili warga Cinta
Mekar dalam pembangunan PLTMH. Dapat dikatakan bahwa tingkat bantuan
dana program merata bagi seluruh warga Desa Cinta Mekar, karena pada dasarnya
hasil program PLTMH dinikmati bersama khususnya bagi rumahtangga miskin.

8.1.2

Tingkat Kesesuaian Program terhadap Kebutuhan Rumahtangga


Miskin
Pada awal tahap perencanaan telah dilaksanakan diskorah atau penggalian

gagasan oleh warga Desa Cinta Mekar. Dari hasil penggalian gagasan tersebut,
disimpulkan ada beberapa permasalahan lokal yang dianggap krusial atau penting.
Penyusunan prioritas permasalahan pun dilakukan bersama-sama, sehingga upaya
penanggulangannya dapat diprediksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
koperasi merupakan upaya untuk mengatasi permasalahan yang ada. Misalnya
beasiswa diupayakan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Secara
umum tingkat kesesuaian program telah tercapai, dikarenakan rumahtangga
miskin sendiri yang menilai dalam forum diskorah.

8.2
Pengelolaan Program PLTMH dan Faktor Lingkungan
8.2.1 Frekuensi Kunjungan Pendampingan oleh Fasilitator
Fasilitator merupakan pihak luar yang aktif membantu terlaksananya
program. Fasilitator yang bertugas di Cinta Mekar berjumlah satu orang.
Fasilitator yang bekerja sekarang tergolong baru, sehingga kurang mengetahui
tahap

perencanaan

mendampingi

dan

koperasi

pelaksanaan
dan

program.

operasional

Fasilitator

PLTMH.

ini

bertugas

Fasilitator

tersebut

bertanggungjawab kepada pihak Yayasan IBEKA, karena merupakan karyawan


IBEKA.
Setiap minggu minimal satu kali fasilitator ini mengunjungi rumah
pembangkit (PLTMH). Biasanya setiap hari Senin dan Jumat ketika ada
perawatan berkala. Fasilitator bertugas mengecek kelengkapan administrasi untuk
penjualan listrik ke PLN. Seperti misalnya catatan kW harian. Fasilitator pun
bertugas sebagai perantara jika ada saran atau masukan dari masyarakat setempat
mengenai operasional koperasi serta PLTMH. Fasilitator sering mengikuti rapat
koperasi serta kegiatan yang diadakan oleh koperasi dan Yayasan IBEKA.
Fasilitator kurang dekat dengan penerima program, dan hanya bertugas untuk
mengantar kunjungan dari pihak luar yang ingin mengetahui mengenai program
PLTMH.

8.2.2 Dukungan dari Pemerintah Desa


Pada awalnya pembangunan PLTMH Desa Cintamekar mendapat
tentangan dari warga desa karena takut kehilangan air sebagai irigasi yang
mengaliri sawah mereka. Pemerintah desa berusaha menyakinkan warga agar

berpikir kedepan sehingga warga desa akan maju. Sosialisasi pun dilakukan
dengan cara mengumpulkan masing-masing kepala dusun atau mendatangi tiaptiap kampung. Pemerintah desa mendukung pembangunan PLTMH karena
berpikir jangka panjang demi kemajuan Desa Cinta Mekar.
Keterlibatan aparat desa terlihat dari hadir atau tidaknya dalam
musyawarah atau rapat yang berhubungan dengan PLTMH. Kehadiran pihak
aparat desa tentu tidak keseluruhan staf, melainkan hanya wakilnya saja. Pada
kenyataannya setiap rapat pasti selalu dihadiri pihak aparatur pemerintahan desa,
walaupun hanya seorang saja yang merangkap sebagai Badan Pengawas koperasi
(Bapak Asp). Dapat dikatakan tingkat dukungan aparat tinggi, hal ini dibuktikan
dengan kehadiran dalam rapat atau musyawarah PLTMH.
Pelibatan pemerintahan desa tidak hanya pada tahap perencanaan,
melainkan hingga tahap pelaksanaan dan pemanfaatan hasil. Dalam pemilihan
operator BPD juga turut dilibatkan. Tahap pemanfaatan program pemerintah desa
memberikan data rumahtangga yang kurang mampu sehingga dapat menerima
dana bantuan program. Pada tahun 2008 telah berganti kepemerintahan desa.
Dengan bergantinya kepala desa membuat pemerintahan desa yang sekarang
kurang memahami betul proses pembangunan PLTMH mulai dari awal program
berjalan.

8.3

Permasalahan Program PLTMH


Program berjalan kurang lebih selama empat tahun. Diakui dari pengurus

koperasi dan PLTMH hingga saat ini belum dijumpai permasalahan yang besar
dalam pelaksanaan program PLTMH. Dari segi kepengurusan PLTMH pernah ada

pergantian operator sekali, hal ini dilakukan karena kelalaian operator dalam
bertugas. Hal ini sempat membuat kondisi memanas, penyelesaian yang dilakukan
berupa musyawarah internal yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, pihak
koperasi dan IBEKA. Hal ini berhubungan dengan seleksi operator beserta
pengurus PLTMH yang lainnya. Dalam kepengurusan koperasi, tidak ada kendala
besar. Kepengurusan koperasi telah berganti satu kali. Untuk urusan teknis
PLTMH, seperti jika ada kerusakan mesin, maka operator sendiri yang harus bisa
memperbaikinya, jika tidak bisa maka alat yang rusak tersebut dibawa ke bengkel
di luar kota untuk diperbaiki. Dalam hal ini PT HIBS juga ikut serta membantu.
Pernah juga muncul isu yang mempertanyakan kejelasan status bangunan atau
fasilitas PLTMH seperti gedung koperasi. Ada anggapan bahwa sebetulnya hibah
dari UNESCAP bisa saja dibagikan secara tunai kepada tiap-tiap kepala keluarga.
Rumahtangga yang kurang mampu sangat terbantu dengan adanya
program PLTMH ini. Diakui oleh mereka beban hidup sedikit berkurang, bahkan
terbantu dengan adanya dana simpan pinjam yang dapat merangsang anggota
rumahtangga untuk berusaha produktif. Namun demikian, ada beberapa
rumahtangga yang telat membayar pinjaman sehingga menghambat aliran dana
pinjaman walaupun setiap tiga bulan ada dana tetap. Terbatasnya jumlah bantuan
dana untuk beasiswa yang diberikan tiap tiga bulan sekali tidak menimbulkan
polemik dalam masyarakat. Walaupun dirasakan kurang, akan tetapi cukup
membantu beban orang tua yang menyekolahkan anaknya.

8.4

Kesimpulan
Tingkat bantuan dana program dan tingkat kesesuaian program terhadap

kebutuhan rumahtangga miskin merupakan bagian dari stimulan program PLTMH


yang mempengaruhi tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat program
PLTMH. Disimpulkan bahwa tingkat bantuan dana program seragam, dimana
jumlah bantuan dana yang diperoleh berupa bangunan fisik/sipil lengkap dengan
peralatan untuk PLTMH. Tingkat kesesuaian program tergolong tinggi karena
rumahtangga miskin sendiri yang menentukan sesuai tidaknya program dengan
kebutuhan atau permasalahan yang dihadapinya dalam forum penggalian gagasan.
Fasilitator rutin memeriksa PLTMH dan sering berdiskusi dengan penguruspengurusnya (operator, andir dan penjaga taman), dengan demikian frekuensi
kunjungan pendampingan fasilitator pada program PLTMH tergolong tinggi.
Tingkat dukungan aparat desa tergolong tinggi, hal tersebut dibuktikan dengan
kehadiran perwakilan aparat pemerintahan desa dalam rapat atau musyawarah
mengenai PLTMH.
Permasalahan program hingga saat ini terkendali, akan tetapi pernah ada
masalah pergantian operator karena kelalain kerja, kurangnya pengintegrasian
gender pada tujuan program, walaupun pada pelaksanaannya melibatkan laki-laki
dan perempuan, akan tetapi masih terkonsentrasi pada taha-tahap tertentu
program. Munculnya isu atau gosip yang mempertanyakan status kepemilikan
bangunan sipil PLTMH dan koperasi akibat dana yang digunakan berupa dana
hibah dari UNESCAP.

BAB IX
ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM PLTMH

Mengacu pada teknik analisis gender, indikator-indikator keberhasilan


Program PLTMH, dapat dilihat melalui akses dan kontrol rumahtangga miskin
terhadap Program PLTMH, serta partisipasi dan manfaat yang diperoleh
rumahtangga miskin (baik laki-laki maupun perempuan) dari penyelenggaraan
Program PLTMH. Khususnya dalam perencanaan dan pelaksanaan progra,
penjelasan berkenaan dengan empat aspek analisis gender dalam Program
PLTMH di Desa Cinta Mekar tersebut didasarkan pada hasil pengolahan data
survei pada 60 rumahtangga miskin yang mendapat bantuan program Koperasi
Mekarsari.

9.1

Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program


PLTMH
Tahapan awal program pembangunan berupa perencanaan program. Akses

RMKL dan RMKP terhadap perencanaan program dapat dilihat dari tingkat akses
rumahtangga pada masing-masing komponen kegiatan, yakni tahap persiapan,
penetapan tujuan program, penetapan rencana kerja, penentuan prioritas dan
aktivitas, pengalokasian sumberdaya, diskusi sosialisasi program dan pertemuan
dengan stakeholders. Tabel 19 menyajikan data mengenai tingkat akses RMKL
dan RMKP terhadap tahap perencanaan program PLTMH.

Tabel 19.

Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap


Tahap Perencanaan Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun
2008

Tingkat Akses Perencanaan


Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
38
4
7
49

RMKL
%
77,55
8,16
14,29
100,00

n
11
0
0
11

RMKP
%
100,00
0,00
0,00
100,00

Total
n
49
4
7
60

%
81,67
6,67
11,66
100,00

Dari Tabel 19 diketahui bahwa tingkat akses mayoritas RMKL dan RMKP
terhadap tahap perencanaan program tergolong rendah. Namun demikian, pada
RMKL ditemukan adanya mereka yang tingkat akses terhadap Tahap Perencanaan
Program PLTMH tergolong tinggi. Dikatakan tinggi karena ARTL dan ARMP
dalam RMKL mempunyai peluang yang lebih besar untuk dapat akses ke dalam
tahap perencanaan program, hal ini dikarenakan status sosial yang ada dalam
masyarakat lebih banyak ditemukan pada RMKL.

9.2

Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan


terhadap Perencanaan Program PLTMH
Tingkat kontrol RMKL dan RMKP terhadap perencanaan program

ditentukan dari peranserta RMKL dan RMKP dalam pengambilan keputusan pada
sumberdaya pada tahap perencanaan Program PLTMH. Termasuk didalamnya
siapa yang harus hadir musyawarah atau rapat dan mengeluarkan pendapat atau
tanggapan dalam diskusi. Untuk data yang selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
20.
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap
Tahap Perencanaan Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Kontrol Perencanaan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
2
36
11
49

RMKL
%
4,08
73,47
22,45
100,00

n
11
0
0
11

RMKP
%
100,00
0,00
0,00
100,00

Total
n
13
36
11
60

%
21,67
60,00
18,33
100,00

Terlihat dari Tabel 20, pada RKML mayoritas pengambilan keputusan


dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan. Pada
dasarnya untuk tingkat kontrol dan sedang termasuk pada tingkat bersama, yakni
adanya keikutsertaan laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan.
Pada RMKP seluruhnya tergolong rendah, karena pengambilan keputusan
sepenuhnya dilakukan oleh istri (perempuan). Hal tersebut dimungkinkan, karena
pada RMKP, mayoritas ARTnya terdiri dari anak balita dan remaja yang dianggap
belum dewasa dan belum bisa mengambil keputusan sendiri tanpa campurtangan
orang tua (ibu).

9.3

Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan


terhadap Pelaksanaan Program PLTMH
Tahap pelaksanaan antara lain berupa kegiatan operasional PLTMH dan

operasional koperasi. Operasional PLTMH dimaksudkan berupa kegiatan harian


PLTMH dalam upaya menghasilkan listrik yang akan dijual. Dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh pengurus PLTMH yang terdiri dari operator, andir
dan penjaga taman, koperasi sebagai pengelola keuangan hasi penjualan listrik.
Bentuk kegiatan pada tahap pelaksanaan berupa peluang atau kesempatan untuk
menjadi operator, andir, penjaga taman, pengurus koperasi dan kegiatan gotong
royong.
Kegiatan-kegiatan pada tahap pelaksanaan lebih terbatas dibandingkan
kegiatan-kegiatan pada tahap perencanaan. Diketahui, tidak ada pengurus PLTMH
maupun koperasi merangkap jabatan kepengurusan ..

Tabel 21.

Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap


Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar, Tahun
2008

Tingkat Akses Pelaksanaan


Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
16
31
2
49

RMKL
%
32,65
63,27
4,08
100,00

n
11
0
0
11

RMKP
%
100,00
0,00
0,00
100,00

n
27
31
2
60

Total
%
45,00
51,67
3,33
100,00

Pada Tabel 21 secara umum dapat diketahui bahwa dari total rumahtangga
contoh, mayoritas diantara mereka memiliki tingkat akses terhadap tahap
pelaksanaan Program PLTMH yang tergolong sedang. Namun demikian, jika
dilihat menurut kategori jenis kelamin kepala rumahtangganya diketahui bahwa
mereka yang memiliki tingkat akses terhadap tahap pelaksanaan Program PLTMH
yang tergolong sedang tersebut hanya dijumpai pada RMKL dengan persentase
sebanyak 63,27 persen atau sekitar 31 persen lebih tinggi dari RMKL yang
memiliki akses terhadap pelaksanaan program yang tergolong kategori rendah.
Hal ini dimungkinkan karena keterlibatan ART dalam RMKL lebih banyak jika
dibandingkan dengan keterlibatan ART dalam RMKP mengingat komposisi
anggota rumahtangga pada RMKL lebih banyak jika dibandingkan dengan
RMKP.
Lebih lanjut, adanya RMKL dengan tingkat akses terhadap tahap
pelaksanaan Program PLTMH yang tergolong tinggi dimungkinkan karena
adanya dua orang RMKL yang bertugas menjadi pengurus operasional PLTMH.
Berbeda halnya dengan RMKP yang seluruhnya tergolong rendah. Hal ini terjadi
karena jenis kegiatan dalam tahap pelaksanaan lebih banyak menggunakan, tenaga
laki-laki daripada perempuan.

9.4

Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program


PLTMH
Sama halnya dengan tingkat kontrol ARTL dan ARTP terhadap

perencanaan program, tingkat kontrol RML dan RMP terhadap Pelaksanaan


Program PLTMH ditentukan oleh pengambilan keputusan dalam rumahtangga
terhadap kegiatan pada tahap pelaksanaan. Sehubungan dengan total skor akses
yang relatif kecil, pada tingkat kontrol pun ikut terpengaruh dengan tingkat akses.
Tabel 22. Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap
Tahap Pelaksanaan Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Kontrol Pelaksanaan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
48
1
0
49

RMKL
%
97,96
2,04
0,00
100,00

n
11
0
0
11

RMKP
%
100,00
0,00
0,00
100,00

n
59
1
0
60

Total
%
98,33
1,67
0,00
100,00

Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa baik pada RKML dan RKMP,
mayoritas kontrol pelaksanaan program tergolong rendah. Hal ini dikarenakan
anggota rumahtangga yang terlibat dalam tahap pelaksanaan (mayoritas suami
saja) memutuskan sendiri mengenai aktivitas yang akan diikuti pada tahap
pelaksanaan, seperti ikut menjadi buruh dalam pembangunan PLTMH. Namun
demikian gaji yang diperoleh dari buruh tersebut dipergunakan untuk membiayai
seluruh anggota keluarga.

9.5

Tingkat Partisipasi Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan


terhadap Pelaksanaan Program PLTMH
Tingkat partisipasi diukur dari peranserta aktif anggota rumahtangga, baik

laki-laki maupun perempuan dalam kegiatan pelaksanaan program. Partipasi


RMKL dan RMKP dilihat dari kepengurusan PLTMH serta Koperasi Mekarsari,

dan turut ikut gotong royong dalam kegiatan PLTMH. Partisipasi warga desa
Cinta Mekar juga ditunjukkan dengan menjadi anggota Koperasi Mekarsari. Hal
tersebut tidak menjadi ukuran dalam tahap ini, karena secara langsung anggota
rumahtangga miskin yang menerima bantuan program merupakan anggota
koperasi Mekarsari. Pada awalnya ada persyaratan bahwa jika ingin mendapat
bantuan program, harus menjadi anggota koperasi terlebih dahulu. Hal ini menjadi
polemik warga, sehingga disiasati dengan cara memberikan bantuan program
tanpa syarat, akan tetapi ada potongan untuk membayar iuran wajib dan pokok
sebagai anggota koperasi.
Tabel 23 menyajikan data mengenai tingkat partisipasi RMKL dan RMKP
terhadap tahap pelaksanaan program PLTMH.
Tabel 23. Jumlah dan Persentase Tingkat Partisipasi RMKL dan RMKP terhadap
Tahap Pelaksanaan Program PLTMH Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Partisipasi
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
20
27
2
49

RMKL
%
40,82
55,10
4,08
100,00

RMKP
n
%
10
90,91
1
9,09
0
0,00
11
100,00

n
30
28
2
60

Total
%
50,00
46,67
3,33
100,00

Dari Tabel 23 dapat disimpulkan bahwa partisipasi RMKL terhadap


pelaksanaan program PLTMH mayoritas tergolong sedang, sedangkan pada
RMKP tergolong rendah. Pada RMKL ditemukan adanya 4,08 persen yang
tergolong tinggi karena ikut serta dalam kepengurusan operasional PLTMH.
Partisipasi pada RMKL dan RMKP berbeda karena pada tahap pelaksanaan
program, khususnya gotong royong, lebih banyak pekerjaan fisik daripada
nonfisik, sehingga anggota RMKL lebih berperanserta dibanding dengan anggota

RMKP yang dominan terdiri dari anggota rumahtangga berjenis kelamin


perempuan dan balita.

9.6

Tingkat Akses Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan


terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH
Tingkat akses pada pemanfaatan program berupa peluang anggota RMKL

dan RMKL untuk mendapat bantuan program. Bantuan program yang


dilaksanakan meliputi bantuan pemasangan listrik, bantuan kesehatan, bantuan
beasiswa pendidikan serta bantuan simpan pinjam.
Tabel 24. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap
Tahap Pemanfaatan Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Akses Pemanfaatan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
13
34
2
49

RMKL
%
26,53
69,39
4,08
100,00

n
5
6
0
11

RMKP
%
45,45
54,55
0,00
100,00

Total
n
18
40
2
60

%
30,00
66,67
3,33
100,00

Dari Tabel 24 dapat diketahui bahwa baik RMKL dan RMKP mayoritas
tergolong sedang dalam akses pemanfaatan program. Hal ini dikarenakan setiap
rumahtangga miskin terdiri dari anggota rumahtangga yang heterogen, sehingga
akan mempengaruhi akses terhadap program yang dinilai sesuai untuk pemenuhan
kebutuhannya.

9.7

Tingkat Kontrol Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan


terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH
Tingkat kontrol ARTL dan ARTP terhadap pemanfaatan program

ditentukan dari peranserta ARML/ARMP dalam pengambilan keputusan pada

setiap kegiatan dalam tahap memanfatkan hasil Program PLTMH. Pemanfaatan


program terdiri dari bantuan pemasangan listrik, beasiswa, kesehatan serta simpan
pinjam.
Tabel 25. Jumlah dan Persentase Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap
Tahap Pemanfatatan Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun
2008
Tingkat Kontrol Pemanfaatan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

RMKL
n
%
4
8,16
29
59,18
16
32,65
49
100,00

n
11
0
0
11

RMKP
%
100,00
0,00
0,00
100,00

n
15
29
16
60

Total
%
25,00
48,33
26,67
100,00

Tabel 25 memperlihatkan data mengenai pola pengambilan keputusan


dalam pemanfaatan program. Dapat diketahui bahwa kontrol RMKL dalam tahap
pemanfaatan program mayoritas tergolong sedang. Berbeda halnya dengan RMKP
yang seluruhnya tergolong rendah. Hal ini terjadi karena pada RMKL terdiri dari
suami dan istri, sedang pada RMKP mayoritas terdiri dari istri saja dengan anakanak yang berusia balita dan remaja, sehingga peranserta laki-laki dalam RMKL
cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan RMKP yang pengambilan
keputusan masih ditentukan oleh istri (ibu) seorang.

9.8

Tingkat Manfaat Rumahtangga Miskin Laki-laki dan Perempuan


terhadap Hasil Program PLTMH
Tingkat manfaat ARTL dan ARTP terhadap hasil program PLTMH

ditentukan dari pola pemanfaatan hasil program PLTMH oleh ARTL dan ARTP.
Penerima manfaat program dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Jumlah RMKL dan RMKP Penerima Program PLTMH, Desa Cinta
Mekar, Tahun 2008
Bantuan Program
Listrik
Beasiswa
Simpan pinjam
Kesehatan

RMKL
25
26
32
11

RMKP
5
4
3
3

Total
30
30
35
14

Pada Tabel 26 dapat dilihat jumlah RMKL dan RMKP penerima program
PLTMH. Bantuan terbanyak diperoleh dari bantuan simpan pinjam dengan jumlah
total penerima RMKL dan RMKP sebesar 36 rumahtangga. Masing-masing
rumahtangga bisa mendapatkan lebih dari satu bantuan program PLTMH. Tabel
27 menyajikan data mengenai tingkat manfaat RMKL dan RMKP terhadap hasil
Program PLTMH.
Tabel 27. Jumlah dan Persentase Tingkat Manfaat RMKL dan RMKP terhadap
Hasil Program PLTMH, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Manfaat
Rendah
Sedang
Tinggi
Total

n
4
5
40
49

RMKL
%
8,16
10,20
81,63
100,00

RMKP
n
%
0
0,00
5
45,45
6
54,55
11
100,00

n
4
10
46
60

Total
%
6,67
16,67
76,66
100,00

Dari Tabel 27 dapat diketahui bahwa tingkat pemanfaatan program baik


pada RMKL maupun RMKP mayoritas tergolong tinggi. Namun demikian,
RMKP yang tingkat manfaat dari hasil program PLTMH-nya tergolong tinggi
menunjukkan persentase yang lebih rendah dibanding RMKL (sebanyak sekitar
27 persen). Sebaliknya, pada RMKP, mereka yang memiliki tingkat manfaat yang
tergolong sedang lebih tinggi 35 persen dibandingkan dengan RMKL. Hal ini
dimungkinkan karena pada umumnya bantuan yang diperoleh oleh RMKL dan

RMKP dimanfaatkan untuk kebutuhan seluruh keluarga kecuali untuk bantuan


beasiswa dan kesehatan.

9.9

Kesimpulan
Meskipun tingkat akses mayoritas RMKL dan RMKP terhadap tahap

perencanaan program tergolong rendah, namun persentase RMKL yang akses


pada tahap perencanaan lebih besar. Sebaliknya, tidak adanya RMKP yang akses
dimungkinkan karena tidak satu pun diantara mereka berstatus sebagai tokoh
desa. Pada RKML mayoritas pengambilan keputusan tergolong sedang,
sementara. pada RMKP seluruhnya tergolong rendah, karena pengambilan
keputusan sepenuhnya dilakukan oleh istri (perempuan). Mayoritas akses RMKL
dalam tahap pelaksanaan tergolong sedang. Berbeda halnya dengan RMKP yang
seluruhnya tergolong rendah. Hal ini terjadi karena jenis kegiatan dalam tahap
pelaksanaan lebih banyak menggunakan tenaga laki-laki daripada perempuan.
Baik pada RKML dan RKMP, mayoritas kontrol pelaksanaan program
tergolong rendah. Tingkat partisipasi pada RMKL terhadap pelaksanaan program
mayoritas tergolong rendah. Pada kategori RMKL dan RMKP mayoritas
tergolong sedang dalam akses pemanfaatan program. Kontrol RMKL dalam tahap
pemanfaatan program mayoritas tergolong sedang. Berbeda halnya dengan RMKP
yang seluruhnya tergolong rendah. Tingkat pemanfaatan program baik pada kedua
kategori rumahtangga contoh mayoritas tergolong tinggi. Sebaliknya, pada RMKP
yang tergolong sedang lebih tinggi 35 persen dibandingkan dengan RMKL pada
kategori yang sama.

Secara umum, disimpulkan bahwa tingkat akses tergolong rendah, tingkat


kontrol sedang dan tingkat partisipasi bervariasi antara RMKL dan RMKP, namun
demikian pada tingkat manfaat tinggi, hal ini menunjukkan adanya kesenjangan
antar tahapan program. Keterlibatan masyarakat hanya pada beberapa tahap
tertentu saja.

BAB X
RELASI GENDER DALAM PROGRAM PLTMH

Relasi gender dalam program PLTMH mencakup semua variabel yaitu


Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH,
Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH,
Tingkat Akses RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program PLTMH,
Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Perencanaan Program PLTMH ,
Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program PLTMH,
Tingkat Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Pemanfaatan Hasil Program
PLTMH, Tingkat Partisipasi RMKL dan RMKP terhadap Pelaksanaan Program
PLTMH , dan Tingkat Manfaat yang diperoleh RMKL dan RMKP terhadap Hasil
Program PLTMH, serta variabel-varabel yang mempengaruhinya dari setiap
faktor yang diduga berhubungan dengan relasi gender dalam proram PLTMH
tersebut yakni Karakteristik Sumberdaya Individu dan Sumberdaya RMKL dan
RMKP, Frekuensi Kunjungan Fasilitator, Jumlah Dana Program PLMTH dan
Tingkat Kesesuaian Program dengan Kebutuhan Rumahtangga Miskin

10.1

Hubungan Antara Karakteristik Individu dan Rumahtangga (ARML


dan ARMP) dengan Tingkat Akses dan Kontrol terhadap Program
PLTMH
Sub-bab ini akan menyajikan data dan informasi berkenaan dengan

hubungan antara peubah tingkat pendidikan dan status bekerja dari individuindividu ART pada kedua kategori rumahtangga contoh dengan enam variabel
yang menunjukkan Tingkat Akses dan Tingkat Kontrol mereka terhadap

perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan Program PLTMH. Selengkapnya data


tersebut disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL serta RMKP terhadap Program
PLTMH Menurut Tingkat Pendidikan, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Pendidikan
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

RMKL
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Akses terhadap Perencanaan Program
8,16
44,89
24,49
90,90
0,00
12,24
8,16
9,10
0,00
2,04
0,00
0,00
Kontrol terhadap Perencanaan Program
2,04
57,14
18,37
90,90
2,04
14,29
4,08
9,10
0,00
2,04
0,00
0,00
Akses terhadap Pelaksanaan Program
26,53
46,94
4,08
90,90
4,08
16,33
0,00
9,10
2,04
0,00
0,00
0,00
Kontrol terhadap Pelaksanaan Program
77,56
0,00
0,00
90,90
20,40
0,00
0,00
9,10
0,00
2,04
0,00
0,00
Akses terhadap Pemanfaatan Program
18,36
55,10
4,08
36,36
6,12
14,28
0,00
9,10
2,04
0,00
0,00
0,00
Kontrol terhadap Pemanfaatan Program
8,16
44,89
24,48
90,90
0,00
12,24
12,24
9,10
0,00
2,04
0,00
0,00

RMKP
Sedang

Tinggi

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

54,54
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

Pada Tabel 28, dapat terlihat ada beberapa rumahtangga pada RMKL yang
memiliki tingkat pendidikan rendah justru memiliki tingkat akses dan kontrol
terhadap program PLTMH cenderung tinggi. Namun demikian, secara umum
tingkat pendidikan tidak berhubungan dengan tingkat akses dan kontrol, karena
tingkat pendidikan RMKL dan RMKP secara umum homogen sehingga tidak
dapat dilakukan analisis hubungan.
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin rumahtangga, tingkat akses dan
kontrol pada RMKL lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat akses dan kontrol

pada RMKP. Dapat dikatakan tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP
terhadap program PLTMH lebih dipengaruhi oleh jenis kelamin kepala
rumahtangga penerima program PLTMH, dimana rumahtangga yang dikepalai
laki-laki lebih akses dan kontrol terhadap program PLTMH jika dibandingkan
dengan rumahtangga yang dikepalai perempuan.
Tabel 29. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL serta RMKP terhadap Program
PLTMH Menurut Status Bekerja, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Status Bekerja
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

RMKL
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Akses terhadap Perencanaan Program
6,12
0,00
0,00
54,54
69,38
8,16
12,24
45,46
2,04
0,00
2,04
0,00
Kontrol terhadap Perencanaan Program
0,00
4,08
2,04
54,54
4,08
65,31
20,41
45,46
0,00
4,08
0,00
0,00
Akses terhadap Pelaksanaan Program
0,00
6,12
0,00
54,54
30,61
57,14
2,04
45,46
2,04
0,00
2,04
0,00
Kontrol terhadap Pelaksanaan Program
6,12
0,00
0,00
0,00
89,79
0,00
0,00
0,00
2,04
2,04
0,00
0,00
Akses terhadap Pemanfaatan Program
0,00
6,12
0,00
36,36
24,49
63,27
2,04
9,10
2,04
0,00
2,04
0,00
Kontrol terhadap Pemanfaatan Program
2,04
2,04
2,04
54,54
6,12
55,10
28,57
45,46
0,00
2,04
2,04
0,00

RMKP
Sedang

Tinggi

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

18,20
36,36
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

Pada Tabel 29 dapat dilihat hubungan tingkat akses dan kontrol RMKL
dan RMKL berdasarkan status pekerjaan. Berdasarkan status pekerjaan, diketahui
bahwa sebagian besar dari RMKL dan RMKP penerima program PLTMH
memiliki status pekerjaan tergolong sedang. Diantaranya bekerja sebagai buruh
tani dan pekerja tak tetap atau buruh serabutan. Secara umum disimpulkan bahwa
tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP terhadap program PLTMH tidak

dipengaruhi oleh status pekerjaan pada RMKL dan RMKP. Tidak ada hubungan
antara status dengan akses dan kontrol program PLTMH.
Informasi yang berkenaan dengan hubungan antara peubah tingkat
kekayaan dan status rumahtangga dari rumahtangga miskin pada kedua kategori
rumahtangga contoh dengan enam variabel yang menunjukkan Tingkat Akses dan
Tingkat Kontrol mereka terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan
Program PLTMH.Selengkapnya data tersebut disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Program
PLTMH Menurut Tingkat Kekayaan, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat
Kekayaan

RMKL
Rendah

Sedang

RMKP
Tinggi

Rendah

Sedang

Tinggi

Akses terhadap Perencanaan Program


Rendah

38,78

6,12

10,20

100,00

0,00

0,00

Sedang

28,56

2,04

2,04

0,00

0,00

0,00

Tinggi

10,20

0,00

2,04

0,00

0,00

0,00

Kontrol terhadap Perencanaan Program


Rendah

2,04

42,86

10,20

100,00

0,00

0,00

Sedang

0,00

22,45

10,20

0,00

0,00

0,00

Tinggi

2,04

8,16

2,04

0,00

0,00

0,00

Akses terhadap Pelaksanaan Program


Rendah

24,49

30,61

0,00

100,00

0,00

0,00

Sedang

6,12

24,49

2,04

0,00

0,00

0,00

Tinggi

2,04

8,16

2,04

0,00

0,00

0,00

Kontrol terhadap Pelaksanaan Program


Rendah

55,10

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

Sedang

32,65

0,00

0,00

0,00

0,00

0,00

Tinggi

10,20

2,04

0,00

0,00

0,00

0,00

Akses terhadap Pemanfaatan Program


Rendah

12,24

40,80

2,04

45,54

64,46

0,00

Sedang

10,20

22,45

0,00

0,00

0,00

0,00

Tinggi

4,08

6,12

2,04

0,00

0,00

0,00

Kontrol terhadap Pemanfaatan Program


Rendah

2,04

32,65

20,41

100,00

0,00

0,00

Sedang

6,12

22,45

4,08

0,00

0,00

0,00

Tinggi

0,00

4,08

8,16

0,00

0,00

0,00

Dari Tabel 30 dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang nyata
antara tingkat kekayaan dengan tingkat akses dan kontrol terhadap program
PLTMH. Hal tersebut dikarenakan tingkat kepemilikan kekayaan hampir seragam
pada seluruh rumahtangga miskin penerima program PLTMH.
Status rumahtangga yang digunakan untuk menentukan hubungan atau
pengaruh menggunakan status rumahtangga berdasarkan hasil diskorah. Terlihat
pada Tabel 31 bahwa tingkat akses dan kontrol RKML dan RKMP terhadap
PLTMH tidak dipengaruhi oleh status rumahtangga tersebut. Hal ini dikarenakan
baik RMKL dan RMKP secara umum tergolong miskin, walaupun berbeda
tingkatan.
Tabel 31. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Program
PLTMH Menurut Status Rumahtangga, Desa Cinta Mekar, Tahun
2008
Status
Rumahtangga
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

RMKL
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Akses terhadap Perencanaan Program
51,02
6,12
6,12
90,90
24,49
2,04
8,16
9,10
2,04
0,00
0,00
0,00
Kontrol terhadap Perencanaan Program
2,04
48,98
12,24
90,90
2,04
22,45
10,20
9,10
0,00
2,04
0,00
0,00
Akses terhadap Pelaksanaan Program
20,41
42,86
0,00
90,90
10,20
20,41
4,08
9,10
2,04
0,00
0,00
0,00
Kontrol terhadap Pelaksanaan Program
63,27
0,00
0,00
0,00
34,69
0,00
0,00
0,00
0,00
2,04
0,00
0,00
Akses terhadap Pemanfaatan Program
14,29
46,94
2,04
45,45
10,20
22,45
2,04
0,00
2,04
0,00
0,00
0,00
Kontrol terhadap Pemanfaatan Program
4,08
38,78
20,41
90,90
4,08
18,37
12,24
9,10
0,00
2,04
0,00
0,00

RMKP
Sedang

Tinggi

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

45,45
9,10
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

Dengan demikian dari tabulasi silang yang menunjukkan bahwa baik


karakteristik individu dan karakteristik rumahtangga tidak berpengaruh terhadap
tingkat akses dan kontrol terhadap program PLTMH.

10.2

Hubungan Antara Tingkat Akses dan Kontrol Sumberdaya Individu


dan Rumahtangga ARML dan ARMP dengan Tingkat Partisipasi
dalam Pelaksanaan Program PLTMH
Tingkat partisipasi berupa peranserta aktif anggota RMKL dan RMKP

pada pelaksanaan program PLTMH. Tingkat partisipasi pada RMKL cenderung


lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi RMKP. Hal ini karena
jumlah anggota RMKL lebih banyak berjenis kelamin laki-laki bila dibandingkan
dengan anggota rumahtangga yang berjenis kelamin perempuan. Pada tahap
pelaksanaan program kegiatannya lebih ke arah pekerjaan fisik, sehingga anggota
rumahtangga berjenis kelamin laki-laki lebih akses bila dibandingkan dengan
perempuan.
Dari Tabel 32 diketahui bahwa tingkat partisipasi pada RMKL tergolong
sedang, sedangkan pada RMKP tergolong rendah. Disimpulkan pula bahwa
tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP tidak berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi pada pelaksanaan program. Hal ini disebabkan anggota rumahtangga
yang berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan lebih banyak anggota rumahtangga
di luar penerima program.

Tabel 32. Tingkat Akses dan Kontrol RMKL dan RMKP terhadap Program
PLTMH Menurut Tingkat Partisipasi, Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Partisipasi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi

10.3

RMKL
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Akses terhadap Perencanaan Program
32,65
0,00
8,16
90,90
44,89
8,16
2,04
9,10
0,00
0,00
2,00
0,00
Kontrol terhadap Perencanaan Program
4,08
30,61
6,12
90,90
0,00
38,78
16,33
9,10
0,00
4,08
0,00
0,00
Akses terhadap Pelaksanaan Program
22,45
18,37
0,00
90,91
10,20
44,89
0,00
9,10
0,00
0,00
4,08
0,00
Kontrol terhadap Pelaksanaan Program
38,78
2,04
0,00
90,90
55,10
0,00
0,00
9,10
4,08
0,00
0,00
0,00
Akses terhadap Pemanfaatan Program
2,04
36,73
2,04
45,45
24,49
30,16
0,00
0,00
0,00
2,04
2,04
0,00
Kontrol terhadap Pemanfaatan Program
4,08
24,49
12,24
90,90
4,08
32,65
18,37
9,10
0,00
2,04
2,04
0,00

RMKP
Sedang

Tinggi

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

45,46
9,10
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

0,00
0,00
0,00

Hubungan Antara Tingkat Partisipasi ARML dan ARMP dalam


Pelaksanaan Program PLTMH dengan Tingkat Manfaat dari
Program PLTMH
Tingkat pemanfaatan program ditentukan dari pola pemanfaatan program

hasil PLTMH bagi anggota rumahtangga miskin. Program hasil PLTMH yang
sedang berjalan yaitu pemasangan listrik, bantuan beasiswa, bantuan kesehatan
dan simpan pinjam. Untuk tingkat partisipasi ditentukan dari keterlibatan anggota
rumahtangga pada tahap pelaksanaan program.

Tabel 33. Tingkat Manfaat Program PLTMH bagi RMKL dan RMKP Menurut
Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Program PLTMH, Desa
Cinta Mekar, Tahun 2008
Tingkat Partisipasi
Tingkat Manfaat
Rendah
Sedang
Tinggi

Rendah
2,04
4,08
34,69

RMKL
Sedang
6,12
6,12
42,86

Tinggi
0,00
0,00
4,08

Rendah
0,00
36,360
54,54

RMKP
Sedang
0,00
9,10
0,00

Tinggi
0,00
0,00
0,00

Pada Tabel 33 terlihat bahwa tidak ada hubungan antara tingkat partisipasi
dengan tingkat manfaat program. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa anggota
rumahtangga yang berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan program berjumlah
sangat sedikit (hanya 10 orang anggota rumahtangga laki-laki) sedangkan
pemanfaat program hampir seluruh anggota rumahtangga miskin di Kampung
Tangkil.

10.4

Hubungan Antara Tingkat Pendampingan Fasilitator dengan Tingkat


Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat yang diperoleh ARML dan
ARMP terhadap Program PLTMH
Fasilitator yang sedang bekerja sekarang merupakan fasilitator baru,

sehingga tidak mengerti tahap perencanaan. Frekuensi kunjungan dilakukan


minimal seminggu sekali untuk mengecek opersional PLTMH, seperti
pengecekan laporan harian hasil kW serta kinerja pengurus PLTMH. Fasilitator
juga menghadiri rapat-rapat yang dilakukan oleh koperasi.
Dapat dikatakan bahwa frekuensi kunjungan fasilitator tergolong tinggi,
karena fasilitator karena dilakukan rutin. Namun demikian, seperti hasil
wawancara dengan Bapak Ups, Bapak Whd, dan Bapak Ujg, mereka menyatakan
bahwa pendampingan fasilitator tidak berhubungan dengan akses, kontrol,
partisipasi dan manfaat yang diperoleh dari program PLTMH, karena fasilitator

hanya berperan sebagai pendamping pada kegiatan operasional pembangkit saja


tidak menyangkut kepada penerima program bantuan. Dengan demikian
pengelolaan program PLTMH tidak berhubungan dengan tingkat akses, kontrol,
partisipasi dan manfaat program PLTMH.

10.5

Hubungan Antara Stimulan Program PLTMH dengan Tingkat Akses,


Kontrol, Partisipasi dan Manfaat ARML dan ARMP terhadap dan
dari Program PLTMH
Stimulan program PLTMH terdiri atas tingkat bantuan dana program serta

tingkat kesesuaian program terhadap kebutuhan rumahtangga miskin. Tingkat


bantuan dana secara langsung telah dialokasikan seluruhnya dalam proses
pembangunan PLTMH, sehingga dana bantuan tidak secara individu dibagikan
langsung kepada rumahtangga miskin. Kesepakatan ini terbentuk setelah adanya
musyawarah dengan Yayasan IBEKA dengan masyarakat Desa Cinta Mekar.
Karakteristik stimulan program PLTMH yang kedua yaitu tingkat
kesesuaian program terhadap kebutuhan rumatangga miskin. Diketahui bahwa
tingkat kesesuaian program terhadap kebutuhan rumahtangga miskin tergolong
tinggi, karena program dibentuk berdasarkan keinginan masyarakat sendiri hasil
penggalian gagasan. Seperti yang didapat dari wawancara peneliti dengan
respoden Ibu Yun bahwa masyarakat Kampung Tangki, khususnya rumahtangga
miskin yang mendapat bantuan program merasa terbantu. Dengan demikian,
terdapat hubungan antara tingkat kesesuaian program dengan tingkat akses,
kontrol, partisipasi dan manfaat terhadap dan dari program PLTMH.

10.6

Kesimpulan
Pelaksanaan program PLTMH yang dilandasi nilai kesetaraan gender

dilihat dari tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat terhadap dan dari
program PLTMH. Karakteristik individu dan karakteristik rumahtangga tidak
berpengaruh terhadap tingkat akses dan kontrol terhadap program PLTMH.
Tingkat akses dan kontrol RMKL dan RMKP tidak berpengaruh terhadap tingkat
partisipasi pada pelaksanaan program. Hal ini karena anggota rumahtangga yang
berpartisipasi dalam tahap pelaksanaan program berjumlah sangat sedikit. Tidak
ada hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat manfaat program.
Pengelolaan program PLTMH tidak berhubungan dengan tingkat akses, kontrol,
partisipasi dan manfaat program PLTMH. Terdapat hubungan antara tingkat
kesesuaian program dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dan
dari program PLTMH.

BAB XI
PENUTUP

11.1

Kesimpulan
Hampir semua rumahtangga penerima program PLTMH adalah mereka

yang tergolong rumahtangga miskin sesuai dengan kriteria baik yang ditetapkan
oleh Yayasan IBEKA maupun BPS. Rumahtangga penerima program sudah
mencakup rumahtangga miskin yang dikepalai laki-laki maupun perempuan.
Yayasan IBEKA bergerak di bidang elektrifikasi pedesaan serta
pemberdayaan ekonomi pedesaan. Yayasan IBEKA merupakan lembaga pionir
dalam pembangunan PLTMH. Sampai saat ini, lebih dari 40 sumber daya
pembangkit listrik (PLTMH) menyebar di berbagai provinsi, antara lain Aceh,
Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Selatan, dan
Jawa Barat. PLTMH di masing-masing provinsi tersebut berkapasitas di bawah
250 Watt kilo.
Kelembagaan

Koperasi

Mekarsari

merupakan

kelembagaan

yang

terbentuk untuk memperkuat operasional PLTMH Desa Cinta Mekar. Sejak awal
pembentukannya (tahun 2003), kepengurusan koperasi telah berganti dua kali.
Kepengurusan koperasi melibatkan perempuan sebagai pengurus harian.
Dalam pelaksanaan pembangunan fisik PLTMH, khususnya yang
berhubungan dengan teknologi elektrik dan mekanik, sepenuhnya menjadi
tanggung jawab

PT HIBS, sementara bertindak Yayasan IBEKA berperan

sebagai fasilitator utama. Adapun Koperasi Mekarsari bertindak sebagai

representasi atau perwakilan masyarakat Desa Cinta Mekar dan PT HIBS sebagai
private sector yang mendukung pembangunan PLTMH Cinta Mekar.
Tingkat akses RMKL baik terhadap tahap perencanaan, maupun
pelaksanaan program mayoritas lebih tinggi dari RMKP, sedangkan pada tahap
pemanfaatan program tergolong sedang. Pada RKML mayoritas pengambilan
keputusan dilakukan bersama antara suami dan istri yang salah satunya dominan.
Untuk kontrol perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan program, secara
umum RMKL dan RMKP mayoritas tergolong sedang, dalam artian ada
keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam menentukan pengambilan keputusan.
Namun demikian, dijumpai pada tahap pemanfaatan dalam RMKL yang lebih
dominan adalah laki-laki karena status laki-laki dalam RMKL sebagian besar
sebagai kepala keluarga, sehingga lebih berhak untuk mengambil keputusan. Pada
RMKP seluruhnya tergolong rendah, karena pengambilan keputusan sepenuhnya
dilakukan oleh istri (perempuan). Untuk tingkat partisipasi program PLTMH,
RMKL mayoritas lebih tinggi/ lebih berpartisipasi, karena menyangkut jenis
pekerjaan yang dilaksanakan ada tahap ini berupa pekerjaan fisik. Pada tingkat
manfaat program, ditemukan bahwa RMKL lebih tinggi 27 persen jika
dibandingkan dengan RMKP, hal ini karena pengaruh jumlah anggota keluarga
yang turut memanfaatkan hasil program.
Mengacu pada pelaksanaan program, tingkat manfaat pada sebagian
kebutuhan rumahtangga miskin yang terpenuhi. Pada kebutuhan praktis, anggota
rumahtangga miskin terbantu dengan adanya pemasangan listrik, sehingga mereka
dapat mengerjakan tugas rumah dengan cepat, misalnya dengan menggunakan
rice cooker. Bantuan beasiswa pun dapat membantu orang tua yang kurang

mampu dalam memenuhi kebutuhan peralatan sekolah anaknya. Untuk kebutuhan


strategis terlihat dari adanya perempuan yang akses dan kontrol terhadap
kelembagaan pendukung PLTMH
Mengacu pada Longwe serta INPRES No.9 Tahun 2000, Yayasan IBEKA
lebih menekankan pada introduksi teknologi tanpa mempertimbangkan relasi
gender pada visi dan misinya. Tanpa mengecilkan kontribusi Yayasan IBEKA,
dalam penelitian ini terlihat bahwa Program PLTMH tampaknya telah memasuki
area pemberdayaan pada tingkat akses terhadap sumberdaya program, tingkat
kontrol serta partisipasi. Dalam konteks pemberdayaan level isu-isu perempuan,
pembangunan PLTMH termasuk pada level negatif, dalam arti Program PLTMH
dalam perencanaannya tidak secara eksplisit mengakui adanya isu-isu perempuan.
Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa meskipun Program PLTMH
pada awalnya tidak menyatakan secara eksplisit sebagai responsif terhadap isu-isu
perempuan, dalam pelaksanaannya dimungkinkan menjadi lebih merespon kepada
isu perempuan.

11.2

Saran
Program PLTMH telah berjalan selama kurang lebih empat tahun,

beberapa kendala dalam pelaksanaannya antara lain, adanya pergantian operator


PLTMH karena kelalaian dalam bertugas, adanya isu yang mempertanyakan
kepemilikan status bangunan sipil PLTMH, mengacu pada tinjauan teoritis dari
Longwe, program ini termasuk pada level negatif, dalam arti tidak secara eksplisit
menyertakan isu perempuan dalam pelaksanaannya (walaupun kenyataan dalam
tahap pelaksanaan berbeda).

Beberapa hal yang dapat menjadi masukan atau saran dalam pelaksanaan

program PLTMH ini menyangkut pemanfaatan program yakni kecermatan pihak


Yayasan IBEKA dan Koperasi Mekarsari dalam menentukan operator, perlunya
pendekatan ke masyarakat dalam rangka pembentukan rasa memiliki bersama
(masalah

status

bangunan

sipil),

serta

Yayasan

IBEKA

lebih

bisa

mengintegrasikan relasi gender pada visi dan misinya dalam program-program


yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Pertanian 2004. Pedoman Umum
Pengarusutamaan Gender Dalam Penyusunan Rencana Aksi Pembangunan
Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Biro Perencanaan Departemen Dalam Negeri 1998. Perencanaan Pembangunan
Berwawasan Jender (P2BJ). Prepared by Project Gender Responsive
Development Planning.
Biro Pusat Statistik 2005. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan Tahun
2005. Katalog BPS; 2320. Jakarta.
Cornwall, Andrea 2003. Whose Voices? Reflections on Gender and Participatory
Development. World Development Vol. 31 No.8, pp.1325-1342.
http://www.elsevier.com/locate/worlddev. Diakses Sugiah Mugniesyah
Christine King (n.d.) Gender and rural community development III: tools and
frameworks for gender analysis. Dalam www.regional.org.au Diterjemahkan
oleh Siti Sugiah Mugniesyah
Directorate General for Internacional Co-operation. Netherlands Ministry of
Foreign Affaire February, 1994. Gender Assesment Study. A Guide for Policy
Staff. Special Programme Women and Development.
Fakih, Mansour 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Belajar.
Yogyakarta.
Hartini, Titi 2005. Input Teknologi Tepat Guna dan Perempuan Usaha Kecil,
Memarginalkan / Membebaskan? dalam www.PenulisLepas.com. Diakses
tanggal 27 Februari 2008.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2000 Tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional 2007. Diambil dari
http://www.menegpp.go.id/. Diakses tanggal 15 November 2007.
Koperasi Mekarsari 2003. Publikasi Profil Koperasi Mekarsari. Desa Cinta
Mekar, Kecamatan Serangpanjang, Kabupaten Subang.
Kuntoadji, Iskandar 2007. PLTMH Berbasis Masyarakat dalam Pikiran Rakyat,
Senin 21 Mei 2007. Bandung.
Lubis, Djuara P dan Sarwiti S. Agung 2004. Bahan Kuliah Perencanaan dan
Evaluasi Partisipatif. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.

Mies Grijns, Ines Smyth, Anita van Velzen, Sugiah Machfud, Pudjiwati Sajogyo
1991. Different Women Different Work. Gender and Industrialisation in
Indonesia. Averbury Ashgate Publishing Group. Gower House, Croft
Road, Aldershot Hampshire GU 17 3HR, England.
Mugniesyah, Siti Sugiah M. 2004. Gender, Lingkungan dan Pembangunan
Berkelanjutan dalam Adiwibowo, dkk. Ekologi Manusia. Fakultas Ekologi
Manusia. Institut Pertanian Bogor.
____________ 2006. Diktat Mata Kuliah Ilmu Penyuluhan. Institut Pertanian
Bogor. Tidak dipublikasikan.
____________ 2005. Teks Kuliah Komunikasi Gender. Program Studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Nasdian, Fredian Tonny 2003. Diktat Mata Kuliah Pengembangan Masyarakat
(Community Development). Bagian Ilmu-ilmu Sosial Komunikasi Dan
Ekologi Manusia Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 2009. Republik
Indonesia.
Prasojo, dkk 2003. Modul Mata Kuliah Gender dan Pembangunan. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Tidak dipublikasikan.
Said, Rusli 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta.
Singarimbun, Masri & Effendi, Sofian (Editor) 1990. Metode Penelitian Survai.
LP3ES. Jakarta.
United Nations Development Programme January, 2001. Gender in Development
Programme Learning and Information Pack. Gender Analysis.
Uphoff, Norman 1986. Local Institutional Development: An Analytical
Sourcebook with cases. Kumarian Press.
Yayasan IBEKA 2004. Publikasi Program PLTMH. Kabupaten Subang.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian 6

Sebelumnya Desa Cinta Mekar termasuk Kecamatan Segalagerang, sejak 15 Mei 2008 termasuk
Kecataman Serangpanjang.

Lampiran 2. Rencana Kegiatan Penelitian


Kegiatan
I. Proposal Dan Kolokium
Penyusunan Draft dan Revisi
Konsultasi Proposal
Kolokium dan Perbaikan
II. Penelitian Lapang
Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
III. Penulisan Laporan
Penyusunan Draft dan Revisi
Konsultasi Laporan
IV. Ujian Sripsi
Ujian
Perbaikan Laporan

Maret
I II III IV

April
II III

IV

I II

Mei
III

IV

I II

Juni
III

IV

Juli
II III IV

Agustus
II III

Lampiran 3. Kriteria Rumahtangga Miskin BPS


Dibawah ini adalah daftar variabel terpilih menurut kelompok, klasifikasi dengan penentuan skor 1
yang mengacu pada sifat-sifat kemiskinan dan skor 0 mengacu pada sifat-sifat yang mencirikan
ketidakmiskinan. Skor maksimum delapan untuk yang paling miskin dan skor minimum yaitu nol
untuk yang paling tidak miskin. Skor batas kemiskinan adalah lima.
I. Ciri tempat tinggal
1) Luas lantai per kapita: 8m2 (skor 1) dan > 8 m2 (skor 0)
2) Jenis lantai: Tanah (skor 1) dan bukan tanah (skor 0)
3) Air minum/ketersediaan air bersih: air hujan.sumur tidak terlindung (skor 1) dan
ledeng/PAM/sumur terlindung (skor 0)
4) Jamban/WC: tidak ada (skor 1) dan bersama/sendiri (skor 0)
II Kepemilikan Aset
1) Kepemilikan aset: tidak punya aset (skor 1) dan punya aset (skor 0)
Kepemilikan aset meliputi: aset produktif (sawah, kebun, ternak, ojek, angkutan), dan aset non
produktif (TV, radio, perhiasan, mebel, sepeda, kendaraan bermotor bukan untuk usaha)
III. Aspek Pangan (makanan)
1) Konsumsi lauk pauk (daging, ikan, telur, ayam) tidak ada/ada, tapi tidak bervariasi (skor 1)
dan ada, bervariasi (skor 0)
IV. Aspek sandang
1) Aspek sandang: dalam satu tahun membeli pakaian minimal satu stel pakaian: ya (skor 0) dan
tidak (skor 1)
V. Kegiatan sosial
1) Kegiatan sosial: pernah hadir dalam acara arisan, rapat RT, rapat sekolah/BP3, undangan
perkawinan dalam tiga bulan terakhir: ya (skor 0) dan tidak (skor 1)

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT )


(Kasus Evaluasi Pelaksanaan Program PLTMH di Desa Cinta Mekar, Sagala Herang, Subang)

KUESIONER PROFIL RUMAHTANGGA

Rahasia

I. Keterangan Tempat Tinggal Responden


Propinsi/Kabupaten
: Jawa Barat/Subang
Kecamatan/Desa
: Segala herang/Cinta Mekar
Dusun
: I / II / III / IV
Kampung / RT /RW
:
Nama Responden
:
Nomor Responden
:
Nama Kepala Keluarga (KK) :
Jumlah Anggota Rumahtangga : Pria
Wanita

II. Kunjungan Pewawancara


Tanggal Wawancara :
Nama Pewawancara :
Nama Pemeriksa
:
I. PROFIL RUMAHTANGGA RESPONDEN
1. Karakteristik Anggota Rumahtangga
Jenis
Kelamin
1)

Nama

Hub.
dgn
KK
2)

Status
Perkawinan
3)

Umur
(thn)

Tgkt
Pend
4)

A. SERUMAH TANGGUNGAN KK
1...........................
2..........................
3.........................

4............................
5.........................

6......................
7......................
1) Isikan: 1. Laki-laki
2) Isikan: 1. KK
2.Isteri/Suami
6. Ayah/Ibunya Suami

2. Perempuan
3. Anak
4. Menantu
7. Lainnya, sebutkan..

5.Ayah/Ibunya Isteri

) Kuesioner ini diambil dari Kuesioner Riset Unggulan Terpadu (RUT). Mugniesyah dkk.,
2001. Pusat Studi Wanita, Lembaga Penelitian, IPB

Jenis
Pek
5)

Status
Pek
6)

Jenis
Nama
Kelamin 1)
B. TIDAK SERUMAH TANGGUNGAN KK

Hub.
dgn
KK
2)

Status
Perkawinan
3)

Umur
(thn)

Tgkt
Pend
4)

Jenis
Pek
5)

Status
Pek
6)

1...................

2...............................
C. TIDAK SERUMAH MANDIRI
1..........................

2............................
3) Isikan: 1. Kawin
2. Belum Kawin 3. Janda/Duda Cerai
4. Janda/Duda Mati
4) Isikan: 1. Tak Sekolah
2. Belum Sekolah 3. Bersekolah di SD kelas 4. Bersekolah di SLTP kelas....
5. Bersekolah di SMU/K kelas...
6. Tamat SD
7. Tamat SLTP
8. Tamat SMU
9. Akademi/Universitas tak tamat
10. Tamat Akademi/Univ. 11. Sedangmesantren tingkat.....di..........(...tahun)
12. Tamat pesantren tingkat.......di .......
13. Lainnya, sebutkan...........................
5)Isikan: 0.Tidak bekerja, karena...................
1. PNS/ABRI
2. Pensiunan PNS/ABRI
3. Petani Pemilik 4. Petani Penggarap
5.Buruh Tani
6. Pedagang
7. Industri RMT 8. Dagang. 9. Warung.. 10. Buruh Angkut..
11. Kombinasi, sebutkan
12. Lainnya, sebutkan
6) Isikan: 1. Berusaha Sendiri
2. Berusaha+TK.Keluarga 3. Berusaha+TK Upahan
4. Karyawan/Buruh
5. Pekerja Keluarga
6.Lainnya, sebutkan

II. PENGUASAAN LAHAN


Nama Blok

Lokasi

Tahun
Dimiliki

Luas
(Are)

Pemilik
1)

Cara 2)

Harga
Taksiran

1. Sawah
2. Kebun
Desa
3. Pekarangan
4. Kolam
1) Isikan: 1. Milik Sendiri
2) Isikan: 1. Jual Beli

2. Gaduhan, dari..
2. Warisan

3. Lainnya, sebutkan.
3. Milik Orang Lain

4. Lainnya, sebutkan..

III. KEPEMILIKAN TERNAK


Ternak
1.Kerbau
2. Kambing
3. Domba
4. Ayam
5.Bebek/Angsa

DJ

1) Isikan: 1. Milik Sendiri

Jumlah
DB
Anak

Sumber
1)

Tahun
Pemeliharaan

2. Gaduhan dari penduduk desa

Saat Beli

3. Gaduhan IDT

Harga
Sekarang

4. Lainnya, sebutkan.......

IV. PEMILIKAN BENDA BERHARGA


Pemilikan Benda
1. Motor
2. Sepeda
3. TV Berwarna
4. Handphone (HP)
4. Radio / Kaset
5. Mobil
6. Lemari Pajangan
7. Kursi Tamu
8. Lemari Pakaian
9. Perhiasan

Jumlah

Tahun Memiliki

Harga Pembelian

Harga Taksiran
sekarang

V. KETERANGAN UMUM RUMAHTANGGA


1. Pemilikan rumah:
1. Milik Sendiri
2. Sewa
3. Lainnya, sebutkan.................
2. Jenis atap rumah:
1. Asbes/beton
2. Genting
3. Kayu
4. Ijuk
5. Daun-daunan
6. Lainnya,sebutkan...............
3. Jenis dinding rumah:
1. Tembok
2. Bambu
3. Kayu
4. Lainnya, sebutkan..
4. Jenis lantai rumah terluas:
1. Keramik/teraso
2. Ubin/semen 3. Kayu/papan 4. Bambu/tanah
5. Lainnya, sebutkan................
5. Penerangan:
1. Listrik
2. Petromak
3. Lampu tempel 4. Lainnya, sebutkan...............
6. Jenis bangunan fisik:
1. Bangunan tunggal
2. Bangunan gandeng 2/kopel
3. Bangunan gandeng banyak
4. Bangunan bertingkat 5. Bangunan tak bertingkat
7. Jumlah ruangan dalam rumah ini (isikan angka menurut keadaan)
8. Jumlah rumahtangga di dalam bangunan ini (isikan angka keadaannya)
9. Luas lantai bangunan :......................m2
10. Rata-rata luas hunian per kapita:.............
11. Bahan bakar untuk masak:
1. Listrik
2. Gas
3. Minyak tanah
4. Kayu bakar 5. Lainnya, sebutkan......
12. Sumber air minum:
1. Ledeng
2. Air pompa 3. Sumur
4. Mata air
5. Sungai
6. Air hujan
13. Sumber air untuk mandi/cuci:
1. Ledeng
2. Air pompa 3. Sumur
4. Mata air
5. Sungai
6. Air hujan
14. Tempat mandi:
1. Kamar mandi sendiri 2. Kamar mandi bersama 3. Kamar mandi utama
4. Lainnya, sebutkan..
15. Tempat buang air besar:
1.Tengki septik
2. Kolam/Sawah 3. Sungai/danau 4. Lubang tanah
5. Pantai/tanah terbuka
6. Lainnya, sebutkan.........................

STUDI GENDER DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT


(Kasus Evaluasi Pelaksanaan Program PLTMH di Desa Cinta Mekar, Serangpanjang, Subang)
B

KUESIONER AKSES, KONTROL, MANFAAT DAN PARTISIPASI


RUMAHTANGGA MISKIN TERHADAP PROGRAM PLTMH

Pertanyaan:
Akses (A): Apakah dalam keluarga ini/anggota keluarga (Suami/Istri/Anak Lakilaki (AL)/Anak Perempuan (AP)) yang memperoleh/mempunyai
kesempatan dalam mengikuti............... (Isikan: 1. Ya; 2. Tidak)
Kontrol (K): Siapakah anggota keluarga (Suami/Istri/Anak Laki-laki (AL)/Anak
Perempuan (AP)) turut mengambil keputusan untuk menentukan atas
komponen/kegiatan......(Isikan: 1.Ya; 2. IBEKA; 3. Kepala Desa; 4.
PLN; 5..PT. HIBS; 6.Lainnya, sebutkan...........)

Kegiatan

PERENCANAAN PROGRAM
Suami
Istri
A K A K

AL
A K

A. Persiapan Masyarakat
A.1 Pencatatan data awal:
-Identifikasi Rumahtangga Miskin
A.2 Pembentukan Organisasi:
Koperasi Mekarsari
- Pertemuan 1
- Pertemuan 2
- Pertemuan 3
- Pertemuan 4
B. Penetapan Tujuan Program
C. Penetapan Rencana Kerja
D. Penentuan Prioritas dan Aktivitas
E. Pengalokasian Sumberdaya
F. Diskusi untuk Sosialisasi Program
- Pertemuan 1
- Pertemuan 2
- Pertemuan 3
- Pertemuan 4
- Pertemuan 5
G. Pertemuan dengan Stakeholders (PLN, DGEEU, IBEKA, HIBS)
- Pertemuan 1
- Pertemuan 2
- Pertemuan 3

Partisipasi (P) : Apakah dalam keluarga ini/anggota keluarga (Suami/Istri/Anak

Laki-laki (AL)/Anak Perempuan (AP)) yang turut berperan serta dalam


kegiatan..(Isikan: 1. Ya; 2. Tidak)

AP
A K

Keterangan

Pelaksanaan Program
Suami
Istri
A K P A K P

Kegiatan
A. Pembangunan fisik/sipil PLTMH
B.Operasional PLTMH
Operator PLTMH
Andir
Penjaga Taman
C. Kegiatan Gotong Royong

AL
K P

AD
K P

Keterangan

Kolom keterangan pada isikan jumlah jam atau hari kerja (dalam jama/hari) serta upah yang
didapat (dalam rupiah)

Manfaat (M): Siapakah dalam keluarga ini/anggota keluarga (Suami/Istri/Anak


Laki-laki (AL)/Anak Perempuan (AP)) yang turut menikmati/menggunakan hasil
dari(Isikan: 1. Suami saja; 2. Istri saja; 3. Anak Laki-laki; 4. Anak
Perempuan; 5. Keluarga (seluruh anggota); 6. Lainnya,
sebutkan..................
PEMANFAATAN PROGRAM
Suami
Istri
A
K M A K M

Kegiatan
1. Pemasangan sambungan listrik untuk
rumahtangga yang kurang mampu
2. Kegiatan Produktif
Kredit usaha
Kewirausahaan
3. Pendidikan
a. Beasiswa
- Sekolah Dasar, Rp............./bulan
- Sekolah Menengah Pertama, Rp............./bulan
b. Pelatihan........
Pelatihan 1
Pelatihan 2
Pelatihan 3
4. Kesehatan
a. Biaya ganti persalinan, Rp................
b. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
c. Vaksinasi Hepatitis B
d. Kasus akut
5. Modal (dalam bentuk simpan pinjam dari
koperasi)

Kolom keterangan isikan jumlah uang (Rupiah) yang diterima dari program

AL
A K M

AD
A K M

Keterangan

Kegiatan
A. Pengelolaan Organisasi
A.1 PLTMH
Operator/Kepala Turbin
Andir
Penjaga taman
A.2 Koperasi
Pengurus Harian

PELAKSANAAN PROGRAM
Suami
Istri
A K P A K P

KUESIONER PENGURUS LEMBAGA/ORGANISASI

AL
K P

AD
K P

Keterangan

Anggota Koperasi
Mengadiri rapat koperasi............kali
B. Perawatan Bangunan/Komponen
B.1 PLTMH
Generator
Turbin
Pipa Saluran
Bendungan/dam
Rumah pembangkit
B.2 Koperasi
Gedung Koperasi
* Kolom keterangan isikan jam kerja,hari kerja (dalam jam/hari) serta upah pekerja (dalam rupiah)

PEMANFAATAN PROGRAM
Suami
Istri
AL
A K M A K M A K M

AD
Kegiatan
A K M
1. Biaya Operasional Koperasi
a. Biaya administrasi
b. Gaji pengurus
c. Simpanan untuk anggota
2. Biaya Operasional PLTMH
a. Gaji operator
b. Gaji teknisi
Kolom keterangan isikan besarnya biaya iuran dan biaya yang diterima (dalam
rupiah)

Keterangan

Lampiran 5: Dokumentasi Program PLTMH

1.a*

b.

c.

d.

2.a

b.

Keterangan Foto :
1. Tahap perencanaan program
a. Sosialisasi kepada tokoh masyarakat
b. Rapat di kantor desa
c. Focus Group Discussion (FGD) 1
d. Penggalian gagasan (FGD) 2

2. Bagian Pelaksanaan Program


a. Pembangunan fisik
b. Bangunan PLTMH (dari depan)

* Foto 1a hingga 2a merupakan dokumentasi dari pihak IBEKA, selebihnya dokumentasi penulis.

c.

d.

3.a

b.

c.
Keterangan Foto:
2. Bagian Pelaksanaan Program:
c. Bangunan PLTMH (dari belakang)
d. Gedung/bangunan koperasi
3. Bagian Pemanfaatan Hasil:
a. Pemberian Makanan Tambahan (bubur kacang hijau)

b. Simpan Pinjam
c. Penerima Pemasangan Listrik pada Orang Kurang Mampu (OKM)

Lampiran 6 : Usaha Produktif


Usaha Warung (Teh Ai, 30thn)
Warung Teh Ai terletak tidak jauh dari koperasi, barang yang dijual berupa
kopi, mie instan, roti, rokok serta makanan kecil lainnya. Teh Ai ke pasar
membeli dagangan setiap dua kali seminggu, pada hari Senin dan Kamis,
akan tetapi terkadang membeli di mobil yang keliling ke desa. Modal
dagang (pinjam dari koperasi Rp.500.000;) Siklus usaha produktif dapat
diketahui dengan melihat hasil pembelian barang dagangan terakhir. Berikut
nama barang yang dibeli terakhir:
Tabel 1. Barang dagangan yang dibeli terakhir Teh Ai, Desa Cinta Mekar,
Tahun 2008
Nama Item
Jumlah (buah)
Harga Beli (Rp) Harga Jual (Rp)
Kopi
ABC
10
7500
10000
Opelet
10
6000
7000
Liong
10
8000
10000
Mie
Indomie
10
10000
15000
Sakura
10
8000
10000
Sedap
10
12000
14000
Rokok
Djinggo
3
9300
10500
Djarum
3
16200
18000
Sampurna
2
10800
12000
Chiki
10
9000
1000
Roti
10
4000
5000
100800
112500
Jumlah
Sumber : Dikumpulkan oleh penulis berdasarkan survei tahun 2008

Tidak selalu barang dagangan habis langsung pada satu minggu,


akan tetapi setidaknya ada uang yang berputar (siklus berjalan). Ada
beberapa tetangga yang berhutang, mulanya hanya Rp.500; akan tetapi terus
bertumpuk, sehingga akan menjadi banyak. Tak jarang ada yang purapura lupa jika berhutang. Setiap kali Teh Ai ke pasar, keuntungan bersih
yang diperolehnya perminggu sebesar Rp.25.100; dengan demikian
keuntungan perbulan sebesar Rp.100.400; (rata-rata). Jika membeli di mobil
keliling, maka tidak mengeluarkan untuk ongkos ojek.Ongkos ojek sebesar
Rp.10.000; untuk pulang dan pergi. Sebelum ada kenaikan BBM hanya
Rp.6.000; untuk pulang dan pergi. Setiap kali ke pasar atau berbelanja Ibu
membawa uang sebesar Rp.100.000; hingga Rp.200.000; dan selalu habis.

Keuntungan perbulan yang didapat sebesar Rp.150.000; ditambah dengan


jika keuntungan membeli dari mobil keliling.
Usaha Dagang Pisang dan Kelapa (Mang Snb, 55thn)
Mang Snb telah berjualan pisang dan selama kurang lebih 3 tahun. Mang
Snb membeli pisang dan kelapa dari warga desa kemudian menjualnya lagi
ke pasar setiap hari Senin dan Kamis. Jenis pisang yang dijual berupa pisang
nangka dan ambon. Seminggu dua kali berdagang. Modal awal Mang Snb
Rp.150.000; hasil pinjaman dari koperasi. Rincian pembelian pisang dan
kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nama dan Harga Barang Dagangan Mang Snb, Desa Cinta Mekar,
Tahun 2008
Nama Item
Harga Beli (Rp) Harga Jual (Rp) Ongkos (Rp)
Pisang 1 kg
500
700
7000
Kelapa 1 gedeng (2 buah)
1000
3000
Sumber : Dikumpulkan oleh penulis berdasarkan survei tahun 2008

Untuk kelapa Mang Snb memanjat sendiri pohon kelapa yang akan
dibelinya. Setiap kali hari pasar, Mang Snb biasanya membawa 70 kg
pisang.
Dengan demikian perhitungan untuk penjualan pisang sebagai berikut:
Pembelian
: 70kg x Rp.500; = Rp.35.000;
Penjualan
: 70kg x Rp.700; = Rp.49.000;
Ongkos angkot
:
Rp. 7.000;
Untung
:
Rp. 7.000;
Keuntungan perbulan sebesar Rp. 56.000;
Untuk kelapa terkadang hanya membawa 5 gedeng (10 buah), sehingga
keuntungannya:
Pembelian
: 5 x Rp.1.000; = Rp.5.000;
Penjualan
: 5 x Rp.3.000; = Rp.15.000;
Ongkos
:
Rp.7.000;
Untung
:
Rp.3.000;
Kentungan perbulan sekitar Rp. 24.000;
Tidak ada perubahan harga pisang dan kelapa ketika BBM naik, hanya
ongkos angkot yang naik. Sebelum BBM naik ongkosnya Rp.6.000; untuk
pulang dan pergi, setelah BBM naik menjadi Rp.7.000;.
Pedagang Gorengan (Bu Han, 30thn)
Jenis gorengan yang dijual berupa bala-bala, combro, peuyeum goreng dan
pisang goreng. Bu Han membeli bahan-bahan seminggu dua kali (pada hari
pasar). Rincian bahan-bahan serta harga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bahan dan harga pembuatan gorengan (sekali goreng) Bu Han,


Desa Cinta Mekar, Tahun 2008
Nama Bahan
Jumlah
Harga Beli (Rp)
Terigu
4 kg
28000
Pisang
5kg
5000
Wortel
0,5 kg
2500
Kol
1,5 kg
5000
Tape
2,5 kg
5000
Singkong
5 kg
2500
Oncom + bumbu
2000
Minyak
2 kg
24000
Total
74000
Sumber : Dikumpulkan oleh penulis berdasarkan survei tahun 2008

Dari bahan di atas dihasilkan:


Bala-bala
: 200 buah
Pisang goreng : 100 buah
Tape
: 50 buah
Combro
: 70 buah
Setiap buah dijual dengan harga Rp.250; untuk penjual keliling dihargai
Rp.200; sisanya Rp.50; untuk penjual tersebut. Bu Han berjualan setiap hari.
Sehari dua kali goreng. Setelah BBM naik harga ongkos angkot pun naik
yang semula berharga Rp. 6.000; menjadi Rp.8.000;. Dengan demikian
keuntungan persekali goreng sebesar:
Harga beli
: Rp. 74.000;
Harga jual
:
Rp.
105.000;
Keuntungan persekali goreng sebesar Rp. 31.000;
Seminggu penuh bekerja tanpa ada hari libur. Keuntungan perminggu :
Rp.217.000; - Rp. 18.000; = Rp.199.000; jika dihitung keuntungan
perbulan : Rp. 796.000;.
Pedagang Lotek (Mak Inh, 50thn)
Mak Inh telah berjualan lotek lebih dari tiga tahun. Selain berkeliling, Mak
Inh pun berjualan di rumahnya. Bahan-bahan yang dipergunakan terlihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Bahan dalam pembuatan lotek (sekali keliling) Mak Inh, Desa
Cinta Mekar, Tahun 2008
Nama Bahan
Jumlah
Harga
Kacang
0,5 kg
8000
Gula Jawa
0,5 kg
4000
Cabe & garam
1000
Lalap
5000
Total
18000
Sumber : Dikumpulkan oleh penulis berdasarkan survei tahun 2008

Bahan Tambahan :
Lepet : Rp.5.000;

Krupuk : Rp. 12.500;


Mak Inh berjualan setiap hari, dari bahan-bahan di atas dapat dibuat
sebanyak 15 piring lotek dengan harga loteknya sebesar Rp. 3.000;.
Keuntungan Mak Inh perhari sebesar : Rp. 45.000; - Rp. 18.000; = Rp.
27.000;. Keuntungan perminggu sebesar Rp.171.000;. Sama halnya dengan
pedagang kelapa dan pisang, kenaikan BBM hanya berdampak pada
naiknya ongkos angkot ke pasar.
Dokumentasi usaha produktif

Foto : Usaha Warung Teh Ai

Foto: Usaha Dagang Pisang Mang Snb

Foto: Usaha Gorengan Bu Han

Foto : Usaha Lotek Mak Inh

Vous aimerez peut-être aussi