Vous êtes sur la page 1sur 62

ASKEP ELIMINASI ALVI

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
2.1.1 DEFINISI GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko tinggi
mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk
mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah
rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan
kanul rekti.
2.1.2 MASALAH-MASALAH GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
A. Konstipasi,
Merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses
yang sulit, keras, dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi
karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
B. Impaction
Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa
dikeluarkan. Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
C. Diare
Merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus
dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol
dan menahan BAB.
D. Inkontinensia fecal,
yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya
banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan
BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
E. Flatulens
Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended, merasa penuh,
nyeri dan kram. Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas
metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
F. Hemoroid
yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada
defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi
dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi infla-masi dan pengerasan, maka
pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB
menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi
2.1.3 TANDA DAN GEJALA GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
a. Konstipasi
- Menurunnya frekuensi BAB
- Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
- Nyeri rektum
b. Impaction
- Tidak BAB

- anoreksia
- Kembung/kram
- nyeri rektum
c. Diare
- BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
- Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
- Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
- feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkontinensia Fekal
- Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
- BAB encer dan jumlahnya banyak
- Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
e. Flatulens
- Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
- Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
- Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
- pembengkakan vena pada dinding rectum
- perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
- merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
- nyeri
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses

2.1.4 ETIOLOGI
Gangguan Eliminasi Fekal
a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada
makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau
tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur
dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun

pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk
mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering
dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan
memperlambat perjalananchyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari
chime.
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare
kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare.
Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi
d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat menyebabkan
melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengeras
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat secara
langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan
tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang
digunakan untuk mengobati diare
f. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular
berkembang, biasanya antara umur 2 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman
yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony (berkurangnya
tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan
kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi.
Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami
konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkterani
2.1.5 PATOFISIOLOGI
Gangguan Eliminasi Fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses masuk
kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus
mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam
rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.

Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan
ke spinal cord (sakral 2 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal
sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus
eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan
tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan
tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan
rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi
keras dan terjadi konstipasi.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
2.2.1 Pengkajian
Untuk mengkaji pola eliminasi dan menentukan adanya kalainan, perawat melakukan pengkajian riwayat
keparawatan, pengkajian fisik abdomen, menginfeksi karakteristik feses, dan meninjau kembali hasil
pemeriksaan yang berhubungan.
RIWAYAT KEPERAWATAN
Riwayat keperawatan memfasilitasi peninjauan ulang pola dan kebiasaan defekasi klien. Gambaran yang
klien katakan sebagai normal atau tidak normal mungkin berbeda dari faktor dan kondisi yang
cenderung meningkatkan eliminasi normal. Dengan mengidentifikasi pola normal dan abnormal,
kebiasaan, dan persepsi klien tentang eliminasi fekal memungkinkan perawat menentukan masalah klien.
Banyak riwayat keperawatan dapat dikelompokkan berdasarkan faktor faktor yang mempengaruhi
eliminasi.
1. Penentuan pola eliminasi klien yang biasa. Termasuk frekuensi dan waktu defekasi dalam sehari.
Pengkajian terkini tentang pola defekasi klien yang akurat dapat ditingkatkan dengan meminta klien atau
tenaga kesehatan melingkapi lembar pencatatan eliminasi fekal atau defekasi (Doughty, 1992). Seperti
pada penyuluhan klien, perawat harus memastikan bahwa individu yang melengkapi lembaran
pencatatan memahami informasi yang harus ia tulis.
2. Identifikasi rutinitas yang dilakukan untuk meningkatkan eliminasi normal. Contoh rutinitas tersebut
adalah konsumsi cairan panas, penggunaan laksatif, pengkonsumsian makanan tertentu, atau
mengambil waktu untuk defekasi selama kurun waktu tertentu dalam satu hari.
3. Gambaran setiap perubahan terbaru dalam pola eliminasi. Informasi ini mungkin merupakan informasi
yang paling penting karena pola eliminasi bervariasi dan klien dapat dengan sangat mudah mendeteksi
adanya perubahan.
4. Deskripsi klien tentang karakteristik feses. Perawat menentukan warna khas feses, konsistensi feses
yang biasanya encer atau padat atau lunak atau keras.
5. Riwayat diet. Perawat menetapkan jenis makanan yang klien inginkan dalam sehari. Perawat
menghitung penyajian buah buahan, sayur sayuran, sereal, dan roti.
6. Gambaran asupan cairan setiap hari. Hal ini meliputi tipe dan jumlah cairan. Klien mungkin harus
memperkirakan jumlah cairan dengan menggunakan cara pengukuran yang biasa digunakan dirumah.
7. Riwayat olahraga. Perawat meminta klien menjelaskan tipe dan jumlah olahraga yang dilakukannya
setiap hari secara spesifik.
8. Pengkajian penggunaan alat bantuan buatan dirumah. Perawat mengkaji apakah klien menggunakan
enema, laksatif atau makanan khusus sebelum defekasi
9. Riwayat pembedahan atau penyakit yang mempengaruhi saluran GL. Informasi ini seringkali dapat
membantu menjelaskan gejala-gejala yang muncul.

10. Keberadaan dan status diversi usus. Apabila klien memilki ostomi, perawat mengkaji frekuensi
drainase feses, karakter feses, penampilan dan kondisi stoma (warna, pembengkakan, dan iritasi), tipe
peralatan yang digunakan, dan metode yang digunakan untuk mempertahankan fungsi ostomi.
11. Riwayat pengobatan. Perawat menanyakan apakah klien mengonsumsi obat-obatan (seperti laksatif,
antasid, suplemen zat besi dan analgesik) yang mungkin mengubah defekasi atau karakteristik feses
12. Status emosional. Emosi klien dapat mengubah frekuensi defekasi secara bermakna. Selama
pengkajian, observasi emosi klien, nada suara, dan sikap yang dapat menunjukkan perilaku penting yang
mengindikasikan adanya stres.
13. Riwayat sosial. Klien mungkin memiliki banyak aturan dalam kehidupannya. Tempat klien tinggal
dapat mempengaruhi kebiasaan klien dalam defekasi dan berkemih. Apabila klien tinggal didalam rumah
yang ditempati oleh beberapa orang, berapa banyak kamar mandi yang tersedia? Apakah klien memilki
kamar mandi sendiri atau apakah mereka perlu menggunakan kamar mandi bersama-sama yang
menyebabkan mereka harus menyesuaikan waktu dalam menggunakan kamar mandi untuk
mengakomodasi kebutuhan orang lain yang tinggal bersama mereka? Apakah klien tinggal sendiri,
apakah mereka mampu berjalan ke toilet dengan aman? Apakah klien tidak dapat defekasi secara
mandiri, perawat menentukan orang yang akan membantu klien dan menentukan caranya.
14. Mobilitas dan ketangkasan. Mobilitas dan ketangkasan klien perlu di evaluasi untuk menentukan perlu
tidaknya peralatan atau personel tambahan untuk membantu klien.
PENGKAJIAN FISIK
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang kemungkinan dipengaruhi oleh adanya
masalah eliminasi.
Pemeriksaan fisik yang terfokus pada evaluasi
PARAMETER STRATEGI PENGKAJIAN
Mobilitas Pada klien yang dapat berjalan. Observasi cara klien berjalan; tetapakan adanya kebutuhan
penggunaan peralatan bantuan atau seseorang untuk membantu klien.
Pada klien yang menggunakan kursi roda. Catat tingkat kebutuhan klien akan bantuan untuk berpindah
dari kursi ke commode atau ke kamar mandi
Ketangkasan Minta klien mendemonstrasikan pergerakan tangan yang akan dibutuhkan untuk
memasukan supositoria atau melakukan stimulasi secara manual ( mis, memegang sebuah pensil,
memutar jari telunjuk
Sensasi anorektal Pada klien yang mengalami rembesan feses tanpa merasa ingin defekasi. Masukan
kateter urine dengan balon berukuran 30 cc ke dalam rektum; gembungkan balon dengan perlahan dan
instruksikan klien dengan memberitahu Anda jika ia merasakan distensi rektum. Kegagalan klien untuk
berespon terhadap balon kateter berukuran 30 cc ini mengindikasikan adanya kerusakan fungsi
Fungsi sfingter anus Inspeksi anus saat beristirahat. Kemudian lakukan pemeriksaan secara manual
sambil meminta klien mengontraksi dan merelaksasikan sfingternya yang diikuti dengan valsalva
manuver. Ketidakmampuan untuk merasakan distensi rektum, mengontraksikan anus secara sadar atau
mengedan merupakan indikasi terjadinya kerusakan fungsi
Kontraktilitas otot abdomen Instruksikan klien untuk mengedan (atau meminta klien mendorong tangan
pemeriksa) sementara mempalpasi dinding abdomen dengan perlahan. Periksa keberadaan, volume dan
konsistesi feses di dalam rektum. Keberadaan feses dalam jumlah besar merupakan indikasi penurunan
sensasi dan atau gangguan pada proses pengosongan usus
Mulut. Pengkajian meliputi inspeksi gigi, lidah, gusi klien. Gigi yang buruk atau struktur gigi yang buruk
mempengeruhi kemampuan mengunyah.
Abdomen. Perawat menginspeksi keempat kuadran abdomen untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan,
dan warna kulit. Inspeksi juga mencakup memeriksa adanya masa, gelombang peristaltik, jaringan parut,
pola pembuluh darah vena, stoma dan lesi. Dalam kondisi normal, gelombang peristaltis tidak terlihat.

Namun, gelombangperistaltik yang terlihat dapat merupakan tanda adanya obstruksi usus.
Distensi abdomen terlihat sebagai suatu tonjolan abdomen ke arah luar yang menyeluruh. Gas di dalam
usus, tumor berukuran besar, atau cairan berada dalam rongga peritonium dapat menyebabkan distensi.
Distensi abdomen terasa kencang dan kulit tampak tegang, seakan direnggangkan.
Perawat mengauskultasi abdomen dengan menggunakan stetoskop untuk mengkaji bising usus disetiap
kuadran. Bising usus normal terjadi setiap 5-15 detik dan berlangsung selama sampai beberapa detik.
Sambil mengauskultasi, perawat memeperhatikan karakter dan frekuensi bising usus. Peningkatan nada
hentakan pada bising usus atau bunyi tinkling (bunyi gemerincing) dapat terdengar, jika terjadi distensi.
Tidak adanya bising usus atau bising usus yang hipoaktif (bising usus kkurang dari lima kali per menit)
terjadi pada obstruksi usus dan gangguan inflamasi.
Perawat mempalpasi abdomen untuk melihat adanya masa atau area nyeri tekan. Penting bagi klien
untuk rileks. Ketegangan otot-otot abdomen mengganggu hasil palpasi organ atau masa yang berada
dibawah abdomen tersebut.
Perkusi mendeteksi lesi, cairan, atau gas didalam abdomen. Pemahaman tentang lima bunyi perkusi juga
memungkinkan identifikasi struktur abdominal yang berada dibawah abdomen. Gas atau flatulen
menghasilkan bunyi timpani. Masa, tumor dan cairan menghasilkan bunyi tumpul dalam perkusi.
Rektum. Perawat menginspeksi daerah disekitar anus untuk melihat adanya lesi, perubahan warna,
inflamasi dan hemoroid. Kelainan harus dicatat dengan cermat. Untuk memeriksa rektum, perawat
melakukan palpasi dengan hati-hati. Setelah mengenakan sarung tangan sekali pakai, perawat
mengoleskan lubrikan ke jari telunjuk. Kemudian perawat meminta klien mengedan dan saat klien
melakukannya, perawat memasukan jari telunjuknya ke dalam sfingter anus yang sedang relaksasi
menuju umbilikus klien. Sfingter biasanya berkonstriksi mengelilingi jari perawat. Perawat harus
mempalpasi semua sisi dinding rektum klien dengan metode tertentu untuk mengetahui adanya nodul
atau tekstur yang tidak teratur. Mukosa rektum normalnya lunak dan halus. Mendorong jari telunjuk
dengan paksa ke dinding rektum atau memasukan jari telunjuk yang terlalu jauh dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.
KARAKTERISTIK FESES
Menginspeksi karakteristik feses memberikan informasi tentang sifat perubahan eliminasi. Setiap
karakteristik feses dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kunci dalam melakukan pengkajian adalah
apakah ada perubahan baru yang terjadi. Klien adalah orang yang paling tepat untuk ditanyai tentang hal
ini.
Karakteristik Feses
Karakteristik Normal Abnormal Penyebab Abnormal
Warna Bayi : kuning
Orang dewasa : coklat Putih atau warna tanah liat
Hitamatau warna ter(melena)

Merah
Pucat mengandung lemak Tidak ada kandung empedu
Pengonsumsian zat besi atau perdarahan saluran Gl bagian atas
Perdarahan saluran Gl bagian bawah, hemoroid
Malabsorpsi lemak
Bau Bau menyengat; dipengaruhi oleh tipe makanan Perubahan yang berbahaya Darah didalam feses
atau infeksi
Konsistensi Lunak; berbentuk Cair
Padat Diare, penurunan absorbsi
Konstipasi

Frekuensi Bervariasi; bayi 4-6 kali sehari (jika mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari (jika mengonsumsi
susu botol); orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu Bayi lebih dari 6 kali sehari atau kurang dari
satu kali setiap 1-2 hari; orang dewasa lebih dari 3 kali sehari atau kurang dari 1 kali seminggu
Hipomitilitas atau hipermitilitas
Jumlah 150 gr per hari (orang dewasa)
Bentuk Menyerupai diameter rektum Sempit; berbentuk pensil Obstruksi, peristaltik yang cepat
Unsur-unsur Makanantidak dicerna, bakteri mati, lemak, pigmen empedu,sel-sel yang melapisis mukosa
usus,air Darah, pus, materi asing, lendir, cacing Perdarahan internal, infeksi, materi-materi yang tertelan,
iritasi, inflamasi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaaan laboratorium dan diagnostik menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk mempelajari
masalah eliminasi. Analisis kandungan feses di laboratorium dapat mendeteksi kondisi patologis seperti
tumor, perdarahan dan infeksi.
Spesimen feses. Perawat bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan bahwa spesimen di
ambil dengan akurat, diberi label dengan benar pada wadah yang tepat, dan dikirim ke laboratorium tepat
waktu. Institusi menyediakan wadah khusus untuk tempat spesimen feses. Beberapa pemeriksaan
memerlukan penempatan spesimen didalam pengawet kimia.
Teknik aseptik medis harus diguanakan selama proses pengambilan spesimen feses. Karena sekitar 25%
bagian feses yang padat merupakan bakteri dari kolon, perawat harus mengenakan sarung tangan sekali
pakai saat berhubungan dengan spesimen.
Mencuci tangan sangat penting dilakukan setiap orang yang mungkin akan bersentuhan dengan
spesimen. Seringkali klien dapat mengambil spesimen jika diinstruksikan dengan benar. Perawat
menjelaskan bahwa feses tidak dapat dicampur dengan urine atau air. Untuk alasan ini, klien harus
berdefekasi ke dalam pispot yang bersih dan kering atau ke wadah khusus yang ditempatkan di bawah
tempat duduk toilet.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh laboratorium untuk samar darah (mikroskopik) didalam feses dan kultur
feses hanya membutuhkan sedikit sampel. Perawat mengumpulkan sekitar satu inci feses padat atau 1530 ml feses diare yang encer. Pemeriksaan untuk mengukur haluaran lemak feses membutuhkan 3-5 hari
pengumpulan feses. Semua materi feses harus disimpandi sepanjang waktu pemeriksaan.
Setelah mengambil spesimen, perawat memberi label dan menutup wadah penampungnya dengan rapat
dan
Skrining untuk Mendeteksi Kanker Kolon
Faktor Resiko
usia lebih dari 50
Riwayat keluarga polip kolon atau kanker kolon rektal
Riwayat penyakit radang usus (penyakit kolitis, penyakit chorn)
Tinggal di daerah perkotaan
Diet asupan tinggi lemak, renadah serat
Tanada Peringatan
Perubahan kebiasaan defekasi
Perdarahan rektum
Tes Skrining
Pemeriksaan rektum secara manual yang dilakukan setiap tahun, setelah klien berusia 40 tahun
Tes guaiak untuk darah samar yang dilakaukan setiap tahun, setelah klien berusia 50 tahun
Proktoskopi yang dilakukan setiap 3-5 tahun setelah klien berusia 50 tahun, dan setelah 2 tahun
melakukan pemeriksaan dengan hasil negatif.

Lengkapi dengan formulir laboratorium yang sesuai. Perawatkemudian mencatat spesimen yang diambil
ke dalam catatan medis klien. Penting untuk tidak menunda pengiriman spesimen ke laboratorium.
Beberapa tes, seperti pengukuran telur dan parasit, membutuhkan spesimen feses yang dihangatkan.
Apabila spesimen feses dibiarkan tetap pada suhu ruangan, perubahan bakteriologis yang mengubah
hasil pemeriksaan dapat terjadi.
Tes Guaiak. Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan dirumah atau disamping tempat tidur klien
ialah tes guaiakatau pemeriksaan darah samardi feses (fecal occul blood testing, FOBT), yang
menghitung jumlah darah mikroskopik di dalam tes feses. Dalam kedaan normal, sedikit darah
dikeluarkan dalam feses setiap hari akibat abrasi minor peremukaan nasofaring dan permukaan mulut.
Jumlah kehilangan darah lebih besar dari 50 ml yang berasal dari saluran GI bagian atas dapat disebut
melena (darah di dalam feses). Tes guaiak membantu memperlihatkan darah yang tidak terdeteksi secara
visual. Tes ini merupakan tes skrinig diagnostik yang sangat bermanfaat untuk kanker kolon. Ada
karakteristik tertentu yang dimiliki klien, khususnya faktor budaya, yang harus dipertimbangkan saat
perawat merencanakan program skrining untuk kanker kolon.
Klien yang mendapatkan antikeagulan atau mengalami gangguan perdarahan atau gangguan pada
saluran GI yang diketahui menyebabkan perdarahan (mis, tumor usus, inflamasi usus, atau userasi)
harus dites dengan menggunakan tes guaiak. Tes guaiak yang paling umum dilakukan adalah
pemeriksaan sediaan darah samar (hemoccult slide tes)
Pemriksaan diagnostik. Klien mungkin menjalani pemeriksaan diagnostik, baik sebagai pasien rawat jalan
maupun sebagai pasien rawat inap. Visualisasi struktur GI dapat dilakukan melalui pendekatan langsung
ataupun tidak langsung.
Visualisasi langsung. Instrumen yang dimasukkan ke dalam mulut (memperlihatkan saluran GI bagian
atas atau upper GI, UGI) atau rektum (memperlihatkan saluran GI dibagian bawah) memungkinkan
dokter menginspeksi integritas lendir, pembuluh darah., dan bagian organ tubuh. Endoskop fiberoptik
merupakan sebuah instrumen optik yang dilengkapi dengan lensa pengamat, selang fleksibel yang
panjang, dan sebuah sumber cahaya pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkan penampakan struktur
pada ujung selang dan pemasukan instrumen khusus untuk biopsi.
Proktoskopi dan sigmoidoskopi merupakan instrumen yang kaku, berbentuk selang yang dilengkapi
dengan sumber cahaya. Prostokopi terlihat seperti spekulum dengan sebuah lampu. Instrumen ini kurang
fleksibel dari pada skop fiberoptik dan lebih berpotensi menimbulkan gangguan kenyamanan.
Endoskopi atau gastrokopi UGI memungkinkan visualisasi esofagus, lambung dan duodenum. Dokter
menginspeksi tumor, perubahan vaskular, inflamasi mukosa, ulkus, hernia, dan obstruksi. Sebuah
gastrokop memampukan dokter mengambil spesimen jaringan (atau biopsi), mengangkat pertumbuhan
jaringan yang abnormal (polip), dan sumber-sumber darah samar dari perdarahan. Implikasi keperawatan
sebelum tes meliputi hal-hal berikut:
1. Klien mendatangani surat persetujuan tindakan.
2. Klien melakukan puasa setelah tengah malam.
Mengukur Darah Samar di Dalam Feses
Langkah Rasional
1. Kaji riwayat medis klien yang berupa perdarahan atau gangguan saluran GI
2. Klien tipe obat-obatan yang klien terima. Catat obat-obatan yang dapat menyebabkan perdarahan
mukosa saluran GI

3. Rujuk keprogram dokter untuk mendapatkan pengobatan atau modifikasi/pembatasan makanan

sebelum pelaksanaan tes. Restriksi tersebut termasuk restriksi sebelum pelaksanaan tes yang meliputi
menghindari konsumsi daging merah yang setengah masak, brokoli, lobak cina (turnip), lobak, dan
belewa yang tidak masak.
4. Persiapkan peralatan dan suplai yang dibutuhkan
a. Lap tisu
b. Suplai tes darah samar
1. Preparat darah samar dari bahan karton.
2. Aplikator terbuat dari kayu.
3. Lrutan developer darah samar.
c. Sarung tangan sekali pakai.
d. Baca dan ikuti petunjuk untuk kekhususan jenis preparat darah samar dari bahan karton.
5 Jelaskan tujuan tes dan bagaimana klien dapat membantu.

6 Pastikan bahwa restriksi dien atau restriksi obat diikuti.


7 Cuci tangan
8 Kenakan sarung tangan sekali pakai

9 Ambil spesimen feses yang tidak terkontaminasi

10 Gunakan ujung aplikator yang terbuat dari kayu untuk memindahkan sedikit bagian feses dari wadah
spesimen ke preparat darah samar dari bahan karton.
11 Lakukan tes preparat darah samar :
a. Buka penutup preparat dan oleskan samar feses yang tipis pada kertas di kotak yang pertama.
Skrining rutin dapat dilakukan oleh perawat

Antikoagulan meningkatkan resiko perdarahan pada saluran GI, bahkan akibat trauma minor pada
mukosa. Penggunaan steroid jangka panjang, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid dan asam asetilsalisilat dapat mengiritasi mukosa.
Makanan makanan ini dapat memberikan hasil positif semu. Suplemen zat besi dan vitamin harus
dihindari karena dapat memberikan hasil posotif semu (Eastwood, Avundu, 1988). Konsumsi daging
mentah dapat menyebabkan hasil positif
palsu.

Pemahaman klien tentang tujuan pemerikasaan mengakomodasi kerjasama dan meminimalkan rasa
cemas.
Memastikan keakuratan hasil pemeriksaan.

Mengurangi penyebaran inveksi


Mengurangi perpindahan mikroorganisme dari spesimen ke tangan.
Spesimen ditampung dalam wadah yang kering dan bersih serta ridak terkontaminasi dengan urine, air,
atau tisu toilet
Sedikit spesimen sudah cukup untuk mengukur kandungan dalam darah feses.

Kertas guaiak di dalam kotak sensitif terhadap kandungan darah dalam feses.
4. Klien melepaskan gigi palsu
5. Perawat menjelaskan bahwa klien mungkin akan merasakan sensasi penuh di tenggorokan dan
sensasi menelan selama tes.
6. Perawat menjelaskan bahwa klien akan tidak mampu berbicara ketika endoskop memasuki
esophagus.
7. perawat mengatur posisi klien pada posisi Sims kiri atau posisi lateral kiri.
8. Perawat memberikan obat penenang dan anti-kolinergik sesuai program .
Implikasi keperawatan selama tes meliputi hal-hal berikut :
1. Perawat menjelaskan langkah-langkah pemeriksaan kepada klien.
2. Perawat meletakkan specimen jaringan di dalam wadah yang diberi label dengan benar dan ditutupi
dengan rapat.
3. Perawat mempunyai persendian peralatan kedaruratan untuk mengantisipasi jika terjadi komplikasi
pernapasan.
Implikasi keperawatn setelah tes meliputi :
1. Karena tenggorok klien dianestesia, perawat mengintruksikan klien untuk tidak makan atau minum
sampai refleks menelan kembali pulih (2 sampai 4 jam). Untuk memeriksa adanya refleks menelan,
perawat menempatkan spatel lidah di bagian belakang klien.
2. Perawat menjelaskan bahwa suara yang serak dan luka pada tenggorokan adalah normal selama
beberapa hari, cairan yang dingin dan berkumur dengan menggunakan salin normal meredakan suara
yang serak.
3. Perawat mengobservasi adanya perdarahan, demam, nyeri abdomen, kesulitan untuk menelan dan
kesulitan bernapas.
Sigmoidoskopi memungkinkan visualisasi anus, rectum, dan kolon sigmoid. Proktoskopi memungkinkan

visualisasi anus dan rectum. Kedua tes memungkinkan dokter mengumpulkan specimen jaringan dan
membekukan sumber-sumber perdarahan. Implikasi keperawatan sebelum tes meliputi hal-hal berikut :
1. Klien mendatangi surat persetujuan tindakan.
2. Klien menerima enema pada malam sebelum tes dan pagi setelah tes dilakukan, laksatif merupakan
pilihan.
3. Klien mungkin diizinkan untuk mendapat sarapan ringan.
4. Perawat menjelaskan bahwa klien akan merasa tidak nyaman dan merasa ingin defekasi saat
instrument dimasukkan.
5. Selama melakukan tes, dokter menggunakan udara untuk mengembangkan usus gunaa visualisasi
yang lebih baik, perawat menjelaskan bahwa klien akan merasa kembung (gas pain).
6. Perawat memposisikan klien dengan menekuk lutut klien ke dada dan kepala ke bawah, posisi Sims ke
sebelah kiri juga dapat diterima. Apabila meja proktoskop dugunakan, perawat meminta klien berlutut
menumpukkan tubuhnya ke atas meja.
7. Perawat menyelimuti klien untuk menghindari terpaparnya bagian tubuh yang tidak perlu dan
meminimalkan rasa malu klien.
Implikasi keperawatn selama pelaksanaan tes meliputi hal-hal berikut :
1. Perawat tetap menyelimuti klien dan mengobservasi adanya distress pernapasan (terutama pada klien
yang menderita penyakit paru yang tidak dapat menoleransi posisi kepala yang menghadap ke bawah).
2. Perawat menyediakan swab kapas yang panjang untuk digunakan dokter dalam mengambil lendir.
3. Perawat meletakkan specimen jaringan ke dalam wadah yang telah diberi label dengan tepat dan
ditutup dengan rapat.
4. Perawat menentramkan klien.
Implikasi keperawatan setelah tes meliputi hal-hal berikut :
1. Perawat mengobservasi adanya perdarahan rectum, nyeri rectum atau abdomen, dan demam.
2. Perawat mengingatkan klien untuk mengobservasi adanya darah di dalam feses dan untuk melaporkan
adanya perdarahan.
Visualisasi tidak langsung. Apabila visualisasi tidak memungkinkan (seperti struktuk GI yang lebih dalam),
dokter mengandalkan pemerikasaan sinar-X tidak langsung. Klien menelan media kontras atau media
diberikan sebagai enema. Salah satu media yang paling umum digunakan adalah barium, suatu
substansi radiipaq berwarna putih menyerupai kapur, yang diminumkan ke klien seperti milkshake.
Barium digunakan dalam pemeriksaan Ugi dan barium enema. Media kontras biasanya dilengkapi
dengan penyedap rasa agar rasanya lebih baik.
Pemeriksaan GI bagian atas adalah pemeriksaan media kontras yang ditelan dengan menggunakan
sinar-X, yang memungkinkan dokter melihat esophagus bagian bawah, lambung, dan duodenum. Dokter
mencatat adanya ulsera, inflasimasi, tumor, dan posisi organ yang tidak benar secara anatomi. Juga
memantau kepatenan organ dan katup pilorik. Implikasi keperawatn sebelum tes adalah sebagai berikut:
1. Klien menandatanganisurat persetujuan tindakan.
2. Klien mulai puasa setelah tengah malam.
3. Perawat menjelaskan bahwa tes akan berlansung selama beberapa jam memerlukan perubahan posisi
yang sering, perawat menjelaskan bahwa ketidaknyamanan yang akan dirasakannya minimal, kecuali,
berbaring pada meja pemeriksaan yang keras.
4. Perawat menjelaskan bahwa barium memiliki rasa sepei kapur (beberapa persiapan mengandung
perasa buatan).
Implikasi keperawatan selama tes adalah sebagai berikut :
1. Tes dilakukan di bagian radiologi, teknisi menjelaskan langkah-langkah selama tes.
Implikasi keperawatan setelah tes adalah sebagai berikut :
1. Klien dapat mulai mengonsumsi makanan setelah pelaksanaan tes.
2. Klien harus mengeluarkan barium untuk mencegah terjadinya impaksi usus, perawat menginstruksikan
klien untuk meningkatkan asupan cairannya (sekurang-kurangnya 2L setelah pelaksanaan laksatif atau

enema. Feses berwarna terang sampai barium dikelurkan.


Pelaksaan tes yang berlanjut sampai ke usus kecil (kelanjutan pemeriksaanatas) memungkinkan dokter
memerik usus halus. Aliran barium yang melalui usus dapat menunjukkan adanya masalah motilitas.
Barium enema memungkinkan visualisasi tidak langsung kolon bagian bawah untuk menunjukkan lokasi
tumor, polip, dan divertikulum. Dokter juga dapat mendeteksi kelainan letak suatu organ. Implikasi
keperawatan sebelum pelaksanaan tes adalah sebagai berikut :
1. Kadangkala klien perlu menandatangani surat persetujuan tindakan.
2. Persiapan usus bervariasi, klien mungkin menerima semua posedur berikut pada sore hari sebelum
pelaksanaan tes :
a. Likuid jernih untuk makan siang dan makan malam.
b. Segelas air pada 8 sampai 10 jam sebelum pelaksanaan tes.
c. Katartik stimulun.
d. Enema dilakukan sampai usus bersih dari feses.
3. Pada hari pelaksanaan tes, klien menerima katartik tambahan yang diberikan malalui supositoria.
4. Perawat menjelaskan tujuan dilakukannya persiapan usus yang banyak.
5. Perawat menjelaskan bahwa prosedur yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelelahan.
6. Perawat memantau hasil pelaksanaan enema dan pemberian katartik untuk memastikan bahwa usus
telah kosong sebelum tes dilaksanakan.
7. Perawat menjelaskan bahwa klien mungkin akan merasa kram dan kekenyangan setelah barium
dimasukkan. Kadangkala, udara juga dapat dimasukkan.
8. Perawat menjelaskan bahwa klien akan di instruksikan untuk sering mengubah posisi (telentang,
telungkup dan miring).
Implikasi keperawatn selama pelaksanaan :
1. Klien mengeluarkan barium setelah paket foto sinar yang pertama (30 menit), foto diulangi untuk
memeriksa adanya retensi barium.
Implikasi keperawatn setelah tes adalah sebagi berikut :
1. Klien dapat kembali mengonsumsi makanan setelah pelaksanaan tes.
2. Perawat menginstruksikan klien untuk meningkatkan asupan cairan per oral untuk meningkatkan
pengeluaran barium dan untuk meningkatkan pengeluaran barium dan untuk menetralkan efek dehidrasi
akibat pemberian katartik.
3. Perawat mengintruksikan klien untuk memantau fesesnya guna melihat adanya barium yang
keluar,dokter mugkin akan memprogramkan katartik atau enema yang ringan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Pengkajian keperawatn tentang fungsi usus klien memeberikan informasi yang dapat mengindikasikan
adanya masalah eliminasi actual atau potensial atau masalah akibat perubahan eliminasi (lihat kotak
diagnose keperawatan pada hlm.1763). Masalah-masalah terkait, seperti perubahan citra tubuh atau
kerusakan kulit, membutuhkan intervensiyang tidak berhubungan dengan kerusakan fungsi usus. Namun
pada beberapa kasus, perawat harus memeberikan perhatian terhadap masalah eliminasi sebanyak
memberikan perhatian terhadap masalah yang terkait.
Kemampuan perawat untuk mengindentifikasi diagnose keperawatn yang benar tidak hanya bergantung
pada pengkajian yang menyeluruh tetapi juga pada pengenalan batasan karakteristik dan factor-faktor
yang dapat mengganggu eliminasi . perawat menentukan resiko klien dan kebijaksanaan lembaga untuk
memastikan dipertahankannya fungsi usus yang normal.
2.2.3 Perencanaan
Rencana keperawatn harus menetapkan tujuan dan criteria hasil dengan menggabungkan kebiasaan
atau rutinitas eliminasi klien sebanyak mungkin. Apabila kebiasaan klien menyebabkan masalah
eliminasi, perawat membantu klien untuk mempelajari pola eliminasi yang baru. Pola defekasi bervariasi

pada setiap individu. Karena alasan ini, perawat dan klien harus banyak bekerja sama untuk
merencanakan intervensi yang efektif.
Apabila klientidak mampu melakukan suatu funsi atau aktivitas, atau mengalamikelemahan akibat
penyakit, sangat penting melibatkan keluarga dalam rencana asuhan keperawatn. Seringkali anggota
kelurga memiliki kebiasaan eliminasi yang sama tidak efektifnya dengan klien. Dengan demikian,
penyuluhan kepada klien yang sangat penting., anggota tim kesehatan lainnya seperti ahli gizi dan ahli
terapi enterostoma (perawat ET) dapat menjadi sumber yang berharga. Apabila klien membutuhkan
intervensi bedah, alur kritis dapat dugunakan untuk mengoordinasi aktivitas tim perawatn kesehatan
multidisiplin.
Tujuan perawatan klien dengan masalah eliminasi meliputi hal-hal berikut :
1. Memahami eliminasi normal
2. Mengembangkan kebiasaan defekasi yang teratur.
3. Memahami dan memepertahankan asupan cairan dan makanan yang tepat.
4. Mengikuti program olahraga secara teratur.
5. Memperoleh rasa nyaman.
6. Memepertahankan integritas kulit.
2.2.4 Implementasi
Keberhasilan intervensi keperawatn bergantung pada upaya meningkatkan pemahaman klien dan
keluarganya tentang eliminasi fekal. Dirumah, dirumah sakit, atau di fasilitas perawatan jangka panjang,
klien yang mampu belajar dapat diajarkan tentang kebiasaan defekasi yang efektif.
Perawat harus mengajarkan klien dan keluarga tentang diet yang benar, asupan cairan yang adekuat,
dan factor-faktor yang menstimulasi ataau memperlambat peristalik, seperti stress emosional. Seringkali
pengajaran ini paling baik dilakukan selama waktu makan klien. Klien juga harus mempelajari pentingnya
melakukan defekasi secara teratur dan rutin serta melakukan olahraga secara teratur dan mengambil
tindakan yang benar ketika muncul masalah eliminasi.
MENINGKATKAN KEBIASAAN DEFEKASI SECAR TERATUR
Salah satu kebiasaan paling yang dapat perawat ajarkan tentang kebiasaan defekasi ialah menetapkan
waktu untuk melakukan defekasi. Untuk memiliki kebiasaan defekasi yang teratur, seorag klien harus
mengetahui kapan keinginan untuk defekasi muncul secara normal. Perawat menganjurkan klien u tuk
mulai menetapkan waktu defekkasi yang paling memungkinkan dalam sehari yang akan dijadikan
sebagai rutinitas, biasanya satu jam setelah makan. Apabila klien harus menjalani tirah baring atau
membutuhkan bantuan dalam berjalan, perawat harus menawarkan sebuah pispot atau membantu klien
mencapai kamar mandi.
Banyak klien melakukan ritual untuk melakukan defekasi. Di rumah sakit atau di fasilitas perawatn jangka
panjang, perawat harus memastikan bahwa rutinitas pengobatan tidak menggangu jadwal defekasi.
Perawat juga harus menjaga privasi klien. Apabila klien dipaksa untuk menggunakan pispot di ruangan
yang diinapi bersama dengan klien lain, perawat harus menarik gorden di sekeliling tempat tidur klien
sehingga ia dapat berelaksasi, karena ia tahu bahwa tidak akan terjadi gangguan. Lampu pemanggil
harus selalu ditempatkan di tempat yang dapat dijangkau klien. Pintu kamar mandi harus ditutup,
walaupun perawat dapat berdiri di dekat klien sebagai antisipasi kalau klien membutuhkan bantuan.
MENINGKATKAN DEFEKASI NORMAL
Untuk membantu klien berdefekasi secara normal dan tanpa rasa tidak nyaman, sejumlah intervensi
dapat menstimulasi refleks defekasi, memepengaruhi karakter feses, atau meningkatkan peristaltic.
Contoh Proses Diagnostik Keperawatn untuk Masalah Defekasi

AKTIVITAS PENGKAJIAN BATASAN KARAKTERISTIK DIAGNOSA KEPERAWATN


Tanyakan klien tentang jadwal rutin defekasinya termasuk kemudahan, frekuensi, dan waktu defekasi,
serta konsistensi fesesnya.
Minta klien melengkapi lembar catatan tentang defekasi.
Tanya klien tentang asupan dietnya yang meliputi serat, buah, dan sayur-sayuran.

Palpasi abdomen bagian bawah.

Kaji status asupan cairan klien setiap hari, termasuk tipe dan jumlahnya. Mengedan saat defekasi.
Frekuensi defekasi berubah dari satu kali sehari menjadi setiap tiga kali sehari.
Menggambarkan bahwa fesesnya kecil-kecil, seperti kelereng, dan keras.
Dari tinjauan ulang diet selama 24 jam diperoleh data bahwa klien mengonsumsi keju, daging sapi,
kentang goring, tidak mengonsumsi buah-buahan atau sayur-sayuran.
Nyeri tekan pada abdomen di kuadran kiri bawah.
Masa dapat terpalpasi di kuadran kiri bawah.
Klien minum dua cangkir kopi, satu cangkir soda/hari, jarang minum air atau jus. Konstipasi yang
berhubungan dengan asupan makanan berserat yang tidak adekuat dan asupan cairan yang terbatas,
Posisi jongkok. Perawat mungkin perlu membantu klien yang memiliki kesulitan untuk mengambil posisi
jongkok akibat kelemahan otot atau masalah mobilitas. Toilet umum biasanya terlalu rendah untuk klien
yang tidak mampu merendahkan tubuhnya untuk mengambil posisi jongkok akibat menderita penyakit
sendi atau penyakit yang menyebabkan kehilangan masa otot. Klien dapat membeli tempat duduk toilet
yang dapat di tinggikan untuk digunakan di rumah. Dengan tempat duduk seperti ini, klien tidak perlu
melakukan banyak upaya untuk berdiri atau duduk.
Mengatur posisi di atas pispot. Klien yang menjalani tirah baring harus menggunakan pispot untuk
defekasi. Wanita menggunakan pispot sebagai tempat untuk mengeluarkan urine dan feses, sementara
pria menggunakan pispot hanya untuk defekasi. Duduk di atas pispot dapat sangat tidak nyaman.
Perawat harus membantu klien mengambil posisi yang nyaman.
Tersedia 2 type pispot. Pispot regular, terbuat dari bahan logam atau plastic yang keras, dengan ujung
bagian atas halus dan melengkung serta tepi bagian bawahnya tajam dengan kedalaman sekitar 5cm.
suatu pispot fraktur, yang di rancang untuk klien yang terpasang gips di tungkai atau di badannya,
memiliki ujung bagian atas yang dangkal dengan kedalaman sekitar 1,3cm. bagiana ujung atas pispot
tersebut memuat bokong dan sacrum, dengan ujung bagian bawahnya tepat berada di bawah paha
bagian atas. Pispot harus cukup tinggi sehingga feses dapat memasuki pispot. Pispot logam harus di
hangatkan dengan air terlebih dahulu, kemudian di keringkan.
Saat mengatur posisi klien, penting mencegah agar otot tidak tegang sehingga tidak menimbulkan rasa
tidak nyaman. Klien tidak pernah boleh dibiarkan duduk di atas pispot dan membiarkan tempat tidur nya
tetap dalam posisi datar, kecuali jika restriksi aktifitas membuat tempat tidurnya harus dalam posisi datar.
Apabila tempat tidur datar, panggul akan berada dalam posisi hiperekstensi. Saat membantu klien di atas

pispot, mungkin tempat tidur memang harus datar. Setelah klien berada di atas pispot, perawat
meninggikan kepala tempat tidur dengan sudut 30o . meninggikan klien dengan 90o akan membuat sulit
pengaturan posisi. Dalam posisi duduk, klien harus mengangkat tubuhnya dengan menggunakan
kekuatan lengan nya sementara perawat meletakkan pispot. Kebanyakan klien terlalu lemah untuk dapat
melakukan hal tersebut. Klien yang baru menjalankan bedah abdomen, takut kalau jahitannya akan
menjadi terkoyak akibat renggangan yang mereka lakukan. Terlebih lagi, perawat membuat klien beresiko
mengalami cedera dengan berupaya mengangkat klien ke atas pispot
Metode terbaik adalah dengan meninggikan kepala tempat tidur klien. Perawat meninggikan kepala klien
sekitar 30o untuk mencegah hiperekstensi punggung, dan menopang bagian atas tubuh klien pada saat
ia menaikkan panggulnya, dengan menekuk kedua lututnya dan mengangkat panggulnya ke atas.
Perawat meletakkan telapak tangannya di bawah skrum klien, menyandarkan sikunya pada matras untuk
membantu mengangkat tubuh klien, sementara itu ia meletakkan pispot di bawah klien. Sarung tangan
harus selalu di kenakan oleh perawat pada saat ia memegang pispot.
Apabila klien tidak dapat melakukan mobilisasi atau jika tidak aman membiarkan klien melakukan upaya
seperti di atas. Klien dapat menggeser badan nya ke atas pispot dengan menggunekan langkah-langkah
berikut:
1. Rendahkan kepala tempat tidur yang datar dan bantu klien menggeser badannya ke salah satu sisi,
dengan punggung membelekangi anda.
2. Taburkan bedak secukupnya ke bagian punggung dan bokong untuk mencegah kulit menempel pada
pispot.
DIAGNOSA KEPERAWATAN : Konstipasi yang berhubungan dengan asupan diet berserat yang tidak
adekuat dan terbatasnya asupan cairan.
DEFINISI : Konstipasi adalah suatu keadaan, ketika individu mengalami perubahan dalam kebiasaan
normal defekasi yang dikarakteristikkan oleh penurunan frekuensi defekasi dan / atau keluarnya feses
yang keras dan kering (Kim, McFarland, McLane, 1995).
TUJUAN HASIL YANG DIHARAPKAN INTERVENSI RASIONAL
Klien memahami dan menelan makanan serta cairan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pengeluaran
feses yang lunak dan berbentuk dalam 20 Februari Klien mendeskripsikan sumber makanan yang tinggi
serat pada 18 Februari
Klien menjelaskan asupan cairan normal untuk meningkatkan defekasi pada 19 Februari
Klien menyiapkan menu untuk 24 jam, termasuk makanan yang tinggi serat dan cairan pada 20 Februari
Klien meminum 1400-2000 ml cairan per hari Instruksikan klien untuk lebih banyak mengonsumsi
makanan yang menstimulasi peristaltik (gandum, roti, apel, selada, seledri, aprikot) Makanan yang
mengandung tinggi serat meningkatkan peristaltik dan membantu menggerakkan isi usus di dalam
saluran Gl, dengan meningkatkan masa feses dan kandungan cairannya (brown, Everett, 1990)
Berikan cairan 6 sampai 8 gelas (lebih baik jus jeruk dan jus anggur) setiap hari Asupan cairan yang
adekuat membantu mempertahankan materi feses tetap lunak (Swartz, 1989)
Klien memiliki jadwal defekasi yang teratur pada 22 Februari Klien mengeluarkan feses yang berbentuk
dan lunak tanpa mengedan secara berlebihan Dorong klien mengambil waktu untuk defekasi 30 sampai
60 menit setelah sarapan.
Minta klien mengatakan komitmennya untuk berupaya melakukan defekasi dalam 5 menit setelah
merasakan keinginan untuk defekasi Reflek gastrokolik paling sensitif pada pagi hari dan setelah makan
(Goldfinger, 1991)
Kontrak tentang perilaku yang dilakukan antara klien dan perawat memperlihatkan keberhasilan
modifikasi perilaku (Gilpatrick, 1989)
3. Letakkan pispot dengan mantap tepat di bawah bokong, turunkan bedpan yang menempel dengan
bokong klien di atas matras dengan bagian yang bercelah mengarah ke kaki klien.
4. Dengan meletakkan satu tangan pada pispot, letakkan tangan yang lain di sekeliling pinggul distal

klien. Minta klien untuk menggeser tubuhnya ke atas pispot, daam keadaan datar di atas tempat tidur.
Jangan menggeser pispot di bawah klien.
5. Dengan posisi klien yang nyaman, tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat.
6. Letakkan sebuah handuk gulung atau bantal kecil di bawah kurva lumbal punggung klien untuk
menambah rasa nyaman.
7. Tinggikan posisi lutut yang ditekuk atau minta klien untuk menekukkan lutut untuk mengambil posisi
jongkok. Jangan tinggikan lekukan lutut, jika dikontraindikasikan.
Perawat harus mempertahankan privasi klien yang sedang menggunakan pispot. Lampu pemanggul dan
suplai kertas toilet harus diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Saat klien selesai, perawat dengan
segera berespons terhada ptanda panggilan dan mengangkat pispot tersebut. Klien mungkin
membutuhkan bantuan untuk membersihkan anus dan perineumnya. Untuk mengangkat pispot, perawat
meminta klien menggeser badannya ke samping atau meninggikan pinggulnya. Perawat memegang
pispot dengan kuat untuk mencegah agar pispot tidak jatuh. Perawat tidak boleh menarik atau
mendorong pispot dari bawah pinggul klien karena hal ini dapat menarik kulit klien dan menyebabkan
timbulnya cedera jaringan, seperti ulkus akibat tekanan. Setelah pispot diangkat, perawat yang masih
mengenakan sarung tangan, membersihkan daerah anus dan perineum.
Setelah mengkaji feses, perawat harus segera mengosongkan dan membuang isi pispot ke dalam toilet
atau ke wadah khusus di dalam ruang peralatan. Kran pancur yang tersedia pada kebanyakan toilet
memungkinkan perawat membersihkan pispot secara keseluruhan. Klien menggunakan bedpan yang
sama setiap kali ia buang air. Perawat harus mencatat karakteristik feses.
Perawat harus sering menawarkan pispot. Klien mungkin secara tidak sengaja mengotori sprei tempat
tidur jika ia dipaksa menunggu. Banyak klien mencoba untuk tidak menggunakan pispot karena hal itu
membuatnya malu dan merasa tidak nyaman. Mereka mungkin mencoba untuk ke kamar mandi
walaupun kondisi tidak memperbolehkan mereka berjalan. Perawat harus mengingatkan klien akan risiko
jatuh atau kecelakaan.
Katartif dan Laksatif. Seringkali klien tidak mampu defekasi dengan normal karena rasa nyeri, konstipasi,
atau impaksi. Katartik dan laksatif memberi efek jangka pendek mengosongkan usus. Agens ini juga
digunakan untuk mengeluarkan feses pada klien yang menjalani pemeriksaan saluran GI dan
pembedahan abdomen. Walaupun istilah katartik dan laksatif sering digunakan secara tertukar, katartik
memiliki efek yang lebih kuat pada usus. Tersedia lima tipe laksatif dan katartik.
Katartik dan laksatif tersedia dalam bentuk dosis oral, tablet, dan bubuk supositoria. Walaupun rute oral
paling sering digunakan, katartik yang tersedia sebagai supositoria adalah bentuk yang paling efektif
karena efek stimulasinya pada mukosa rektum. Supositoria katartik, seperti bisakodil (dulcolax) dapat
bereaksi dalam 30 menit. Lansia yang menggunakan dulcolax sering memperoleh keinginan kuat yang
tiba-tiba untuk defekasi.
Agens antidiare. Untuk klien yang menderita diare, seringnya pengeluaran feses yang encer merupakan
suatu masalah. Kebanyakan agens antidiare yang paling efektif adalah opiat, seperti kodein fosfat, opium
tintar (paregoric), dan difenoksilat (lomotil). Agens opiat antidiare menurunkan tonus otot usus sehingga
memperlambat keluaran feses. Opiat menghambat gelombang peristaltik yang menggerakkan feses ke
arah depan, tetapi opiat juga meningkatkan kontraksi segmen yang membuat isi usus tercampur.
Akibatnya, lebih banyak air diabsorbsi oleh dinding usus. Agens antidiare harus digunakan dengan hatihati karena penggunaan opiat dapat menyebabkan ketergantungan.
Enema. Enema adalah memasukkan suatu larutan ke dalam rektum dan kolon sigmoid. Alasan utama
enema ialah untuk meningkatkan defekasi dengan menstimulasi peristaltik. Volume cairan, yang
dimasukkan, memecah reflek defekasi. Enema juga diberikan sebagai alat transportasi obat-obatan yang
menimbulkan efek lokal pada mukosa rektum.
Tabel Tipe Umum Laksatif dan Katartik
AGENS / NAMA DAGANG KERJA INDIKASI RISIKO

Metilselulose (cologel, hydrolose)


Psilium (Metamucil, Naturacil) Mengandung tinggi serat untuk mengabsorbsi air dan meningkatkan
kepadatan masa usus
Agens meregangkan dinding usus untuk menstimulasi gerakan peristaltik Agens ini paling sedikit
mengiritasi, kebanyakan alamiah dan katartik yang paling aman.
Agens ini adalah pilihan obat untuk konstipasi kronik (misalnya : kehamilan, diet rendah sisa).
Agens juga dapat digunakan untuk menurunkan diare cair yang ringan. Agens dapat menyebabkan
obstruksi jika tidak dicampur dengan air atau jus sekurang-kurangnya 240 ml dan dengan cepat ditelan.
Terdapat peringatan dalam menggunakan laksatif yang membentuk masa, yang juga mengandung
stimulan.
Agens tidak boleh digunakan pada klien yang dikontra-indikasikan mengonsumsi cairan dalam jumlah
besar
EMOLIEN
Dokusat natrium (colace, disonate)
Dokusat kalsium (surfak)
Dokusat kalium (dialose)
Pelembut feses merupakan sabun yang menurunkan ketegangan permukaan feses, memungkinkan
pantrasi air dan lemak. Agens ini dapat meningkatkan sekresi air oleh usus.
Agens digunakan untuk terapi jangka pendek untuk mengurangi mengedan saat defekasi (misalnya :
hemoroid, pembedahan perianal, kehamilan, penyembuhan dari infrk miokardium)
Pengaruh agens untuk terapi konstipasi kronik sedikit
SALIN
Magnesium sitrat atau sitrat magnesium (Citroma)
Magnesium hidroksida (Milk of Magnesia)
Natrium Fosfat (Fleet Pnospho-Soda, Fleet Enema)
Agens ini mengandung sediaan garam yang tidak diabsorbsi oleh usus.
Efek osmotik meningkatkan tekanan di dalam usus yang bekerja sebagai perangsang gerakan peristaltik.
Agens ini juga dapat melicinkan feses
Agens hanya digunakan untuk pengosongan usus yang segera (misalnya : pemeriksaan endoskopik,
dicurigai terkena racun, konstipasi akut).
Agens tidak digunakan dalam terapi konstipasi jangka panjang.
Agens tidakdigunakan pada klien yang menderita disfungsi ginjal (dapat menyebabkan terbentuknya
magnesium yang bersifat racun).
Garam fosfat tidak digunakan pada klien yang sedang menjalani pembatasan asupan cairan

KATARTIK STIMULAN
Bisakodil (Dulcolax) minyak kastor (dari buah jarak) (neoloid, purge) kasantranol (dialose plus, pericolace) dantron (modane bulk) fenolftalein (doxidan, correctol, ex-lax)
Agens mengiritasi mukosa usus untuk meningkatkan motilitas usus.
Agens menurunkan absorpsi di dalam usus halus dan kolon.
Fenolftalein dan dantron dapat menyebabkan warna urine menjadi merah muda atau merah
Agens mungkin digunakan untuk mempersiapkan usus sebelum pelaksanaan prosedur diagnostik.
Agens dapat menyebabkan kram yang berat
Agens tidak digunakan untuk penggunaan jangka panjang

Penggunaan yang berlangsung lama dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Agens dihindri selama kehamilan dan menyusui
LUBRIKAN
Minyak Mineral (Harleys MO, Petrogalar Plain)
Agens menyelimuti kandungan feses memungkinkan keluarnya feses lebih mudah.
Agens menyelimuti kandungan feses memungkinkan keluarnya feses lebih mudah.
Agens mengurangi absorbsi air di dalam kolon.
Agens digunakan untuk mencegah mengedan pada saat defekasi (misalnya : hemoroid, pembedahan
perianal).
Agens menurunkan absorbsi vitamin yang dapat larut dalam lemak (A, D, E dan K)
Agens dapat menyebabkan terjadinya bahaya pneumonia jika agens teraspirasi ke dalam paru-paru.
Minyak mineral jika dikonsumsi bersamaan dengan emolien dapat meningkatkan risiko terjadinya emboli
lemak.
Enema paling sering digunakan untuk menghilangkan konstipasi untuk sementara. Indikasi lain antara
lain : membuang feses yang mengalami impaksi, mengosongkan usus sebelum menjalani pemeriksaan
diagnostik, pembedahan, atau melahirkan dan memulai program bowel training.
Tipe-tipe enema. Terdapat beberapa tipe enema. Enema pembersih meningkatkan evakuasi feses secara
lengkap dari kolon. Enema ini bekerja dengan cara menstimulasi peristaltik melalui pemasukan sejumlah
besar larutan atau melalui iritasi lokal mukosa kolon. Volume maksimum yang diajurkan adalah sebagai
berikut :
Bayi 150 sampai 250 ml
Todler 250 sampai 350 ml
Anak usia sekolah 300 sampai 500 ml
Remaja 500 sampai 750 ml
Dewasa 750 sampai 1000 ml
Enema pembersih meliputi air kran, salin normal, larutan sabun, dan salin hipertonik volume rendah.
Setiap larutan mempunyai efek osmotik yang berbeda (lihat Bab 45), yang mempengaruhi pergerakan
cairan diantara kolon dan ruang interstisial diluar dinding usus. Bayi dan anak-anak hanya boleh
diberikan salin normal karena mereka beresiko mengalami ketidakseimbangan cairan.
Air kran bersifat hipotonik dan mempunyai tekanan osmotik yang lebih rendah daripada cairan didalam
ruang interstisial. Setelah dimasukkan kedalam kolon, air kran keluar dari limen usus menuju ke runag
interstisial. Pergerakan air murni berlangsung lambat. Volume yang dimasukkan menstimulasi defekasi
sebelum air dalam jumlah besar meninggalkan usus. Enema air kran tidak boleh dilakukan ulang karena
dapat terjadi keracunan air atau beban sirkulasi berlebih, jika air diabsorpsi dalam jumlah besar.
Normal salin secara fisiologis merupakan larutan terbaik untuk digunakan karena larutan ini mempunyai
tekanan osmotik yang sama dengan cairan yang ada diruang interstisial yang mengelilingi usus. Volume
salin yang dimasukkan dapat menstimulasi peristaltik. Enema salin tidak menyebabkan bahaya yang
diakibatkan oleh absorpsi cairan yang berlebihan. Apabila persediaan salin tidak tersedia dirumah, klien
dapat diinstruksikan oleh dokter atau perawat untuk mencampur 500 ml air kran dengan 1 sendok teh
garam dapur.
Larutan hipertonik yang dimasukkan kedalam usus, memberikan tekanan osmotik yang menarik cairan
keluar dari ruang interstisial. Kolon terisi oleh cairan, dan akibatnya terjadi distensi yang menimbulkan
defekasi. Klien yang tidak mampu mentoleransi volume cairan dalam jumlah besar memperoleh manfaat
dari enema tipe ini karena enema tipe ini dirancang untuk cairan dalam volume kecil. Kontraindikasi
penggunaan tipe ini ialah klien yang mengalami dehidrasi dan bayi yang masih muda. Larutan hipertonik
120 sampai 180 ml biasanya efektif. Fleets enema yang disiapkan secara komersil adalah jenis enema
yang paling sering digunakan.
Busa sabun dapat ditambahkan kedalam salin normal atau air kran untuk menciptakan efek iritasi usus

guna menstimulasi peristaltik. Hanya sabun castile (sabun dari minyak zaitun dan natrium hidroksida)
murni yang aman. Sabun atau deterjen yang keras dapat menyebabkan isflamasi usus yang serius.
Rasio yang direkomendasikan tentang pencampuran sabun dengan larutan ialah 5 ml (1 sendok teh)
sabun castile ke dalam 1000 ml air hangat atau salin.
Seorang dokter dapat memprogramkan enema pembersih dengan konsentrasi rendah atau tinggi. Istilah
tinggi dan rendah merujuk ke ketinggian tempat enema, ketinggian ini mempengaruhi kekuatan tekanan
aliran enema yang diberikan. Eneme tinggi diberikan untuk membersihkan keseluruhan kolon. Cairan
diberikan pada tekanan yang tinggi dengan menaikkan wadah enema ke tempat yang tinggi. Selama
proses pemberian suatu enema yang biasa diberikan, tabung atau kantung enema dipegang 30 cm
diatas panggul klien. Pada pemberian enema tinggi, kantung atau tabung dinaikkan 30 sampai 45 cm
atau sedikit lebih tinggi diats pinggul. Klien diminta untuk membalikkan badannya dariposisi lateral kiri ke
posisi rekumben dorsal, kemudian ke posisi lateral kanan. Perubahan posisi memastikan bahwa cairan
mencapai usus besar. Pada enema rendah, perawat memegang kantung 7,5 cm atau lebih rendah diatas
pinggul klien. Enema rendah hanya membersihkan rektum dan kolon sigmoid.
Enema retensi-minyak melumasi rektum dan kolon. Feses mengapsorbsi minyak sehingga feses menjadi
lebih lunak dikeluarkan. Untuk meningkatkan kerja minyak, klien mempertahankan enema selama
beberapa jam, jika memungkinkan.
Enema carminative menghilangkan distensi gas. Enema ini meningkatkan kemampuan untuk
mengelaurkan flatus. Contoh enema carminative ialah larutan MGW yang mengandung 30 ml
magnesium, 60 ml gliserin, dan 90 ml air.
Enema aliran-balik, atau bilasan Harris, merupakan suatu irigasi kolon yang ringan, yang membantu
mengelaurkan flatus. Perawat mula-mula memasukkan sejumlah kecil (100 sampai 200 ml) larutan
enema ringan kedalam rektum dan kolon klien. Kemudian perawat merendahkan wadah enema untuk
memungkinkan larutan mengalir kembali melalui selang rektum dan menuju kedalam wadah. Upaya
mengulangi flatus dan meningkatkan gerakan peristaltik.
Enema medikasi (enema untuk tujuan medis) mengandung obat-obatan. Contoh enema medikasi ini ialah
matrium polistiren sulfonat (Kayexalate), digunakan untukmengobati klien yang memiliki kadar kalium
serum yang tinggi. Obat ini mengandung suatu resin yang menukar ion-ion natrium dengan ion-ion kalium
di dalam usus.
PEMBERIAN ENEMA PEMBERSIH
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji status klien; deteksi defekasi terakhir, pola normal defekasi, adanya hemoroid, mobilisasi, dan
kontrol sfinger eksterna.
Kaji jika terdapat kontra indikasi terhadap pemberian enema. Menentukan adanya faktor-faktor yang
mengIndikasikan kebutuhan untuk dilakukannya enema dan hal tersebut mempengaruhi metode pemberian
enema.
Enema biasanya tidak diberikan kepada klien yang mengalami peningkatan tekanan intrakranial atau
yang baru menjalani bedah rektum atau bedah prostat.
2. Meninjau kembali program dokter tentang tindakan enema. Menentukan jumlah enema yang akan
dilakukan dan tipe enema yang akan diberikan (mis., retensi minyak, carminative, medikasi).
Mengatur aktivitas perawat, dengan demikian meningkatkan efisiensi.
3. Mengumpulkan peralatan yang dibutuhkan, antara lain :
A. Enema yang terbungkus dalam kemasan :
(1) Botol sekali pakai yang terlebih dahulu dikemas dan memiliki ujung rektum.
Berisi larutan danmelunakkan ujung untuk dimasukkan.
(2) Sarung tangen sekali pakai.

(3) Jeli pelumas.


(4) Alas kedap air.
(5) Selimut mandi.
(6) Tisu toilet.
(7) Pispot atau commode
(8) Lap basah, handuk, dan baskom.
B. Pemberian kantung enema :
(1) Wadah larutan enema.
(2) Selang dan klem, jika belum terpasang pada wadah, seperti pada set sekali pakai. Bergantung pada
tipe enema yang akan diberikan.
(3) Selang rektum dengan ukuran yang sesuai. Orang dewasa : #22=#30 Fr Selang rektum harus cukup
kecil sehingga sesuai dengan diameteranus dan cukup besar
Anak ; #12= #18Fr untuk mencegah kebocoran larutan dari sekitar selang
(4) Tipe dan vlume larutan yang sesuai dengan program, dihangatkan sampai 40,50-430C untuk orang
dewasa dan 370C untuk anak. Anda harus mengetahui tipe dan berapa banyak cairan yang dapat klien
toleransi dengan aman. Air panas dapat membakar mukosa usus; air dingin dapat menimbulkan kram
abdomen dan larutan sulit dipertahankan
(5) Termometer untuk mandi Digunakan untuk mengukur suhu larutan.
(6) Jeli pelumas
(7) Alas kedap air Mengurangi friksi dan iritasi pada mukosa rektum
(8) Selimut mandi
(9) Tisu toilet
(10) Pispot, ditambah kursi toilet atau akses ke toilet
(11) Sarung tangan sekali pakai Melindungi tangan dan mengurangi penyebaran mikroorganisme.
(12) Lap basah, handuk, dan baskom Digunakan untuk membersihkan klien setelah prosedur, bergantung
pada tingkat mobilitas klien.
(13) Tiang intravena Digunakan untuk menggantung wadah larutan
4. Identifikasi klien dengan benar an jelaskan prosedur. Mengurangi ansietas dan meningkatkan kerja
sama
Pemberian enema pembersih
Langkah Rasional
5. Hubungan kantung enema dengan larutan yang sesuai dan selang rektum
6. Cuci tangan Mengurangi penyebaran infeksi
Mengurangi rasa malu klien
7. Berikan privasi dengan menutup gorden di sekeliling tempat tidur atau menutup pintu ruangan klien
Meningkatkan penggunaan mekanika tubuh yang baik dan meningkatkan keamanan klien
8. Tinggikan tempat tidur sampai mencapai ketinggian yang nyaman untuk perawat bekerja dan tinggikan
kerangka pengaman tempat tidur pada sisi yang berlawanan dengan tempat anda berdiri Kemungkinan
larutan enema mengalir kearah bawah akibat gaya gravitasi disepanjang lengkung alamiah kolon simoid
dan rektum sehingga meningkatkan retensi saluran. (klien yang mempunyai kontrol sfingter yang buruk
tidak dapat mempertahankan semua larutan enema )
10. Letakan alas kedap air dibawah pinggul dan bokong klien Mencegah klien supaya tidak kotor
11. Menutupi klien dengan slimut mandi, sehingga bagian tubuh yang terlihat hanya daerah rektum
Mempertahankan rasa hangat, mempertahankan pemaparan bagian tubuh dan memungkinkan klien
merasa lebih rileks dan nyaman
12. Letakan pispot atau comode dalam posisi yang dapat dijangkau dengan mudah. Apabila klien akan
mengeluarkan isi usus ke toilet, pastikan bahwa toilet lancar Memastikan akses untuk menjaga apabila
klien tidak mampu menahan larutan enema

13. Kenakan sarung tangan sekali pakai Mencegah penyebaran mikro organisme dari feses
14. Berikan enema
A. dengan menggunakan wadah sekali pakai yang sudah dikemas :
1. buka penutup plastik dari ujung rektum. Ujung ini sudah dilumasi, tetapi jeli dapat ditambahkan lagi
sesuai kebutuhan.
2. Dengan perlahan regangkan belahan bokong dan cari rektum. Instruksikan klien untuk rileks dengan
mengeluarkan napas secara perlahan melalui mulut
3. Masukan ujung botol dengan perlahan kedalam rektum. Masukan lagi ujung botol tsb sejauh 7,5-10cm
pada orang dewasa, 5-7,5 pada anak anak, 2,5- 3,5 pada bayi
4. Peras botol sampai semua larutan masuk kedalam rektum dan kolon
B. Menggunakan kantung larutan enema :
1. Tambahkan larutan hangat kedalam kantung enema. Periksa suhu larutan dengan menggunakan
termometer air mandi atau dengan menuangkan sedikit larutan kedalam pergelangan tangan
2. Tinggikan wadah, bebaskan klem, dan biarkan larutan mengalir cukup lama untuk mengisi selang.
3. Klem kembali selang
4. Lumasi 7,5- 10cm ujung selang rektum dengan jeli pelumas
5. Dengan lembut regangkan belahan bokong dan cari rektum. Instrksikan klien untuk rileks dengan
mengeluarkan napas secara perlahan melalui mulut
6. Masukan ujung selang rektum dengan perlahan mengarahkan selang kearah umbilikus.
7. Tahan supaya selang btetap direktum secara konstan sampai semua larutan dimasukan
8. Buka klem pengatur dan biarkan laruta masuk pelahan dengn wadah berada pada ketinggian pinggul
klien.
9. Naikan tinggi wadah enema secara perlahan sampai ketinggian yang tepat diatas pinggul. Waktu
masukan enema bervariasi sesuai dengan kemampuan klien untuk menerima kecepatan infusi yang
diberikan

10. Rendahkan wadah atau klem selang klien mengeluh


rasakan kram atau jika cairan keluar dari selang rektum
11. Klem selang setelah semua larutan dimasukan Lubrikasi memungkinkan insersi selang
rektum yang lancar tanpa menyebabkan iritasi atau trauma pada rektum
Menghembuskan napas akan meningkatkan relaksasi sfingter anus externa
Mencegah trauma pada mukosa rektum
Hanya diperlukan sejumlah kecil larutan hipertonik untuk menstimulasi defekasi
Air panas dapat membakar mukosa usus. Air dingin dapat menimbulkan kram abdomen dan larutan sulit
ditahan di dalam usus
Mengeluarkan udara dari selang
Mencegah kehilangn larutan lebih banyak
Memungkinkan memasukan selang rektum dengan lancar tanpa menimbulkan resiko iritasi atau trauma
pada mukosa
Menghembuskan napas akan meningkatkan relaksasi sfingter anus aksterna
Mencegah trauma pada mukosa rektum akibat gesekan selang pada dinding rektum yang tidak sengaja.
Pemasukan selang di luar batas yang seharusnya dapat menimbulkan perforasi usus
Kontraksi usus dapat menyebabkan selang rektum keluar
Infusi larutan yang cepat dapat menstimulasi keluarnya selang rektum
Memungkinka infusi larutan secara lambat dan kontinu. Menaikan wadah terlalu tinggi menyebabkan
infusi berjalan dengan cepat dan kemungkinan dapat menimbulokan distensi kolon yang nyeri. Tekanan
yang tinggi dapat menyebabkan ruotur usus pada bayi
Penghentian sementara infusi akan mencegah kram. Kram dapat mencegah klien mempertahankan
semua cairan sehingga mengubah keefektifan enema

Mencegah masuknya udara ke dalam rektum


15. tempatkan helaian tisu toilet di sekeliling selang didaerah anus dan tarik selang rektura secara
perlahan Memungkinkan kenyamanan kebersihan klien
16. jelaskan kepada klien bahwa perasaan distensi adalah normal. Minta klien untuk mempertahankan
larutan selama 5-10 menit Larutan mendistensi usus. Lamanya klien menahan bervariasi sesuai dengan
enema dan kemampuan klien.
17. buang wadah dan selang enema ditempat sampah yang tepat atau bersihkan keseluruhan wadah
dengan meggunakan sabun dan air hangat. Mengontrol penyebaran dan pertumbuhan mikroorganisme
18. lepas sarung tangan dengan membalik bagian dalam keluar dan buang ditempat sampah Mencegah
penyebaran mikroorganisme
19. bantu klien kekamr mandi atau bantu memposisikan klien keatas pispot atau kurri toilet. Posisi
jongkok yang normal meningkatkan defekasi
20. observasi karakter fesef dan larutan.inspeksi karakter feses dan cairan yang dikeluarkan Apabila
enema diprogramkan untuk deberikan sampai jernih sangatlah penting untuk memantau isi larutan yang
dikeluarkan. Menentukan apakah feses dikeluarkan atau ditahan
21. bantu klien sesuai kebutuhan untuk membersihkan area anus dengan menggunakan sabun dan air
hangat Kandungan feses dapat mengiritasi kulit. Higiene meningkatkan rasa nyaman
22. cuci tangan Mengurangi penyebaran infeksi
23. observasi klien ( terutama lansia) untuk melihat adnya tanda dan gejala ketifakseimbangn cairan dan
elektrolit dan atau frekuensi denyut nadi Klien dapat mengalami kehilangan cairan dan elektrolit akibat
pemberian enema
24. cata informasi yang berhubunagn, termasuk tipe dan volum enema yang diberikan dan warna, jumlah
serta konsistensi feses yang dikeluarkan Mengomunikasikan informasi yang berhubungan kepada semua
anggorta tim perawatan kesehata.n
Besar. Enema medikasi yang lain ialah larutan neomisin, suatu antibiotik yang digunakan untuk
mengurangi bakteri dikolo sebelum klien menjalani bedah usus Pemberian enema. Perawat memberikan
enema dalam suatu paket komersial, unit sekali pakai, atau dengan menggunakan peralatan yang dapat
dipakai ulang, yang dipersiapkan sebelum digunakan. Tekhnik steril tidak perlu dilakukan karena didalam
kolon normalnya mengandung bakteri. Namun demikian, perawat mengenakan sarung tangan untuk
mencegah penyebaran mikroorganisme feses.
Perawat harus menjelaskan prosedur pelaksaan, termasuk posisi klien saat prosedur dilakukan, tindakan
pencegahan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya rasa tidak nyaman dan lama waktu yang
dibutuhkan untuk mempertahankan larutan sebelum klien defekasi. Apabila klien akan diberikan enema
dirumah perawat harus menjelaskan prosedur pelaksanaan kepada salah seorang anggota keluarga.
Sering kali dokter memogramkan enenma sampai jernih. Hal ini berarti bahwa enema dilakukan
berulang sampai klien mengeluarkan cairan yang jernih dan tidak mengandung materi feses. Perawat
mungkin perlu memberikan klien enema sampai 3x, tetapi ia hruz memperingantlkan klien untuk tidak
me;akukan enema lebih dari 3x. Penggunaan enema yang berlebihan akan mengurangi cairan dan
elektrolit secara serius. Apabila enema tidak kembali sebagai larutan yang kjernih setelah 3x ( periksa
kebijakan lembaga) atau jika klien tampaknya tidak mampu mentoleransi enema keras yang diulang,
dokter harus diberi tau.
Memberikan enema kepada klien yang tidak mampu mengkontraksi sfingter eksterna dapat menimbulkan
kesulitan. Perawta memberi enema dengan memposisikan klien diatas pispot. Memberikan enema saat
klien duduk diatas toilet tidaklah aman karena tabung rektum yang melengkung dapat menggore dinding
rektum.
Pengeluaran feses secara manual. Pada klien yang mengalami inpaksi, masa feses terlalu besar untuk
dikeluarkan secara folinter. Apabila enema tidak berhasil, perawat harus memecah masa feses dengan
jari tangan dan mengeluarkan bagian demi bagian. Prosedur tsb dapat menjadi sangat tidak nyamn bagi

klie. Manipulasi yang berlebihan dapat menimbulkan iritasi pada mukosa, perdarahan dan stimulasi saraf
fagus yang mengakina=batkan perlambatan denyut jantung. Karena potensial komplikasi yang dapat
ditimbulkan akibat prosedur, perawat memerlukan program dokter untuk dapat mengeluarlkan inpaksi
feses.
Langkah langkah untuk mengeluarkan feses
1. Jelaskan prosedur. Ukur TTV dan bantu klien berbaring miring
2. Selimuti badan dan ekstremitas bawah, letakan alas yang kedap air dibawah bokong dan tempatkan
pispot disamping klien
3. Kenakan sarung tangan dan lumasi jari telunjuk dengan jely peluma
4. Perlahan masukan jari yang telanh mengenakan sarung tanga kedalam rektum dan masukan jari lebih
dalam disepanjang dinding rektum menuju umbilikis
5. Regangkan masa feses dengan mantap, dengan memijat pijat daerah disekitarnya.
6. Turunkan feces ke arah bawah menuju ujung rektum. Keluarkan feses sedikit demi sedikit dan buang
ke dalam pispot.
7. Kaji kembali denyut jantung klien dan lihat adanya tanda-tanda keletihan. Hentikan prosedur jika
denyut jantung menurun secara signifikan atau jika irama jantung klien berubah.
8. Lanjutkan pembuangan feses dari usus sampai bersih dan biarkan klien beristirahat diantara waktu
enema tersebut.
9. Begitu prosedur selesai, beri lap basah dan handuk untuk mencuci dan mengeringkan bokong dan
daerah anus. Bantu sesuai kebutuhan.
10. Lepaskan pispot dan buang feses. Lepaskan sarung tangan dengan membalik bagian dalam ke luar,
kemudian buang.
11. Bantu klien ke toilet atau bersihkan pispot jika keinginan untuk defekasi timbul.
12. Cuci tangan. Catat hasil pengeluaran impaksi dengan menguraikan karakteristik feses.
13. Prosedur dapat diikuti dengan pemberian enema atau katartik.
14. Kaji kembali tanda-tanda vital klien.
Bowel training (pelatihan defekasi). Klien yang mengalami inkontinensia usus tidak mampu
mempertahankan kontrol defekasi. Program bowel training dapat membantu beberapa klien
mendapatkan defekasi yang normal, terutama klien yang masih memiliki kontrol neuromuscular.
Program pelatihan melibatkan pengaturan kegiatan rutin sehari-hari. Klien memperoleh kontrol refleks
defekasi dengan berusaha melakukan defekasi pada waktu yang sama setiap hari dan menggunakan
tindakan yang dapat meningkatkan defekasi. Program ini membutuhkan waktu, kembaran, dan
konsistensi. Dokter menentukan kesiapan fisik klien dan kemampuannya untuk memperoleh manfaat dari
pelatihan ini. Program yang sukses dilakukan dengan langkah-langkah berikut:
1) Mengkaji pola eliminasi normal dan mencatat waktu saat klien menderita inkontinensia usus.
2) Memilih waktu sesuai pola klien untuk memulai tindakan pengontrolan defekasi.
3) Memberikan pelunak feses secara oral setiap hari atau suatu supositoria katartik sekurang-kurangnya
setengah jam sebelum waktu defekasi yang dipilih (kolon bagian bawah harus bebas dari fesses
sehingga supositoria menyentuh mukosa usus)
4) Menawarkan minuman panas (the panas) atau jus buah (jus prune)(atau cairan apapun yang secara
normal menstimulai peristaltik klien) sebelum waktu defekasi.
5) Membantu klien ke toilet pada waktu yang telah ditetapkan.
6) Menjaga privasi dan menetapkan batas waktu untuk defekasi (15 sampai 20 menit)
7) Menginstruksikan klien untuk menegakkan badan pada pinggul saat duduk di atas toilet, untuk
memberikan tekanan manual dengan menggunakan kedua tangan pada abdomen, dan untuk mengedan
tetapi jangan mengedan untuk menstimulasi pengosongan kolon.
8) Tidak mengritik atau membuat klien frustasi jika ia gagal melakukan defekasi.
9) Menyediakan makanan yang mengandung cairan dan serat yang adekuat secara teratur.
10) Mempertahankan latihan normal sesuai kemampuan fisik klien.

Perawatan ostomi
Klien yang memiliki diversi usus sementara atau permanen mengahadapi masalah perawatan kesehatan
yang unik. Pola defekasi mereka berbeda dari klien-klien yang memiliki kolon yang utuh. Individu yang
memiliki ostomi inkontinen harus mengenakan kantong atau alat untuk mengumpulkan feses yang
dikeluarkan dari stoma. Beberapa klien belajar untuk mengirigasi ostomi mereka sehingga didapatkan
rutinitas defekasi yang teratur. Klien yang menggunakan ostomi juga harus mengikuti praktik hidup sehat,
seperti mempertahankan kebiasaan diet yang benar dan melakukan pelatihan secara teratur untuk
mempertahankan pola eliminasi yang normal. Klien yang menggunakan ostomi memerlukan banyak
penyuluhan.
Kantong ostomi. Ostomi inkontinen membutuhkan sebuah kantong untuk mengumpulkan materi feses.
Sistem kantong yang efektif melindungi kulit, menampung materi feses, bebas dari bau yang tidak sedap,
dan memberikan rasa nyaman serta tidak menarik perhatian orang. Individu yang mengenakan kantong
harus merasa aman dalam berpartisipasi dalam setaip aktivitas.
Banyak sistem kantong yang tersedia. Untuk memastikan bahwa kantong terpasang dengan benar dan
memenuhi kebutuhan klien, perawat mempertimbangkan lokasi ostomi, tipe dan ukuran stoma, tipe dan
jumlah keluaran stoma, ukuran dan kontur abdomen, kondisi kulit disekitar stoma, aktivitas fisik klien,
keinginan pribadi klien, usia, dan ketrampilan klien, serta biaya peralatan. Seorang ahli terapi
enterostema (ET) adalah seorang perawat yang dilatih untuk merawat klien-klien ostomi. Staf perawat
berkolaborasi dengan ET supaya ia menjadi yakin bahwa sistem kantong yang digunakan adalah benar.
Contoh kasus yang perlu dirujuk ke seorang perawat ET ialah untuk merencanakan perawatan klien yang
memiliki haluaran ostomi yang tinggi sehingga membutuhkan modifikasi kantong.
Sebuah sistem kantong terdiri dari sebuah kantong dan barier kulit. Beberapa sistem kantong, seperti
squippconvatec, Hollister,coloplast, dan smith&nephew, memiliki permukaan yang dapat merekat untuk
dipasang pada kulit klien, sedangkan beberapa sistem kantong lain,
Seperti VIP, merupakan sistem kantong yang tidak memiliki perekat. Kantong tersedia dalam sistem satu
lapois atau dua lapis yang digunakan sekali pakai atau yang dapat digunakan. Beberapa kantong
memiliki lubang yang telah dipotong oleh pabrik pembuatnya, beberapa kantong memiliki lubang yang
telah dipotong oleh pabrik pembuatnya, beberapa lubang yang lain yang belum memiliki lunbang.perlu
dibuat lubang dengan ukuran yang disesuaikan dengan stoma klien.
Barier kulit meliputi wafer, pasta, bedak, dan film cair yang dioleskan di kulit sekitar stoma. Berapa barier
berupa wafer dtempelkan secara permanen p[ada kantong ostomi. Sistem ini disebut sistem satu kantong
lapis, kantong dapat dilepas dari barier kulit untuk dikosongkan. Hal ini memungkinkan barier kulit tetap
berada disekitar stoma klien selama beberapa hari sehingga meminimalkan risiko kerusakan kulit akibat
barier kulit terlalu sering dilepaskan dari kulit disekitar stoma. Apabila menggunakan sistem kantong dua
lapis, sangat penting untuk ingat bahwa barier kulit dan kantong harus memiliki ukuran yang sama dan
berasal dari pabrik yang sama. Kantong dari satu pabrik tidak akan benar benar pas dengan barier kulit
dari pabrik lain. Pastikan anda menggunakan kantong ostomi yang dibuat untuk mengumpulkan masa
feses ( kolostomi atau ileostomi ) dan bukan kantong untuk mengumpulkan urin.
Mengukur ukuran stoma dengan teliti saat menyeleksi dan memotong lubang pada barier kulit berbentuk
wafer adalah penting. Barier kulit yang baik melindungi kulit, mencegah iritasi akibat pelepasan kantong
yang berulang, dan nyaman untuk digunakan klien. Prosedur menguraikan langkah langkah untuk
menggunakan salah satu tipe sistem kantong.
Mengirigasi kolestomi. Untuk menetapakan pola defekasi yang teratur, klien yang memiliki kolestomi
sigmoid dan desenden sering kali mengirigasi ostomi mereka. Kualitas otot kolon memungkinkannya
diirigasi dengan aman dengan volum air atau salin dalam jumlah besar. Irigasi berfungsi seperti enema,
membuat usus berdistensi dan menstimulasi peristaltik. Cairan dimasukan kedalam kolon melalui stoma.
Dengan demikian eliminasi terjadi pada waktu yang dipilih klien. Irigasi juga membersihkan kolon dari gas
dan bau.hanya peralatan khusus yang dapat digunakan untuk mengirigasi sebuah ostomi. Jangan pernah

menggunakan sebuah set enema untuk mengirigasi ostomi. Irigasi yang lembut dengan menggunakan
peralatan yang benar dilakukan untuk mengurangi resiko perforasi usus.
Pembentukan sebuah klostomi melalui upaya bedah dapat mengubah citra tubuh individu secara
serius.memperoleh kembali kontrol eliminasi vekal melalui upaya irigasi membantu penyesuaian
emosional klien. Klien juga dapat memperoleh kebebasan tanpa perlu mengenakan kantong stoma
secara terus menerus, walaupun kebanyakan klien lebih memilih untuk mengenakan sebuah kantong
stoma yang berukuran lebih kecil diantara waktu irigasi sebagai antisipasi apabila terjadi kebocoran
feses.
Dokter merekomendasikan waktu dimulainya irigasi dan frekuensi pelaksanaannya.pada akhrnya, klien
mengatiur jadwalnya sendiri. Namun biasanya perawat perlu melakukan prosedur dengan cara yang
sama, hari yang sama, dan frekuansi yang sama ( mis. Setiap hari atau setiap 2 hari sekali, 3x 1 minggu).
Beberapa klien memiliki keterbatasan fisik atau mental yang membuat tindakan irigasi kolostomi tidak
bijaksana. Anak anak yang masih kecil dan bayi sebaiknya tidak menerima irigasi kolostomi. Bayi
berisiko mengalami perforasi. Anak anak yang kecil sering
Kontra indikasi dan kewaspadaan untuk tindakan irigasi
Kontraindikasi
Kolostomi asenden
Baru menjalani pembedahan jahitan belum pulih
Penyakit menetap didalam kolon ( divertikulosis, penyakit radang )
Bayi / anak anak
Fasilitas kebersihan tidak adekuat
Kelainan pada stoma ( prolaps, hernia )
Peringatan
Keterbatasan fisik ( artritis, paralisis )
Keterbatasan mental ( kebingungan, dimensia retardasi)
kali tidak dapat duduk dengan tenang selama prosedur berlangsung.
Klien mungkin menemukan kesulitan dalam melakukan irigasi. Prosedur tersebut memakan waktu (45-60
menit), dan klien mungkin tidak ingin mengganggu gaya hidup mereka. Pada kebanyakan orang, irigasi
tidak menyenangkan. Dukungan emosional perawat dapat membantu klien membuat pilihan. Tersedia
metode alternatif penatalaksanaan ostomi, seperti upaya mengontrol diet atau penggunaan laksatif.
Apabila seorang klien pada awalnya memutuskan untuk tidak melakukan irigasi, keputusan tersebut
dapat berubah kemudian. Prosedur memuat garis garis bersar langkah untuk melakukan irigasi ostomi.
MEMPERTAHANKAN ASUPAN CAIRAN DAN MAKANAN YANG SESUAI
Dalam memilih diet untuk meningkatkan eliminasi normal, perawat harus mempertimbangkan frekuensi
defekasi, karakteristik feses, dan tie makanan yang mengganggu atau meningkatkan defekasi.klien yang
sering memiliki masalah konstipasi atau impaksi perlu meningkatkan asupan makanan tinggi serat dan
mengonsumsi lebih banyak cairan. Namun, klien harus menyadari bahwa manfaat terapi diet dalam
menghilangkan masalah eliminasi baru dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama dan mungkin
tidak segera menghilangkan masalah, seperti konstipasi.
Apabila masalah eliminasi berupa diare, perawat dapat merekomendasikan makanan yang mengandung
rendah serat dan melarang konsumsi makanan yang umumnya menimbulkan gangguan lambung atau
kram abdomen. Diare yang disebabkan oleh penyakit dapat sangat melemahkan klien. Apabila klien tidak
dapat mentoleransi makanan atau cairan secara oral, tetapi intravena (dengan suplemen kalium)
dibutuhkan. Klien kembali ke diet normalnya secara perlahan, seringkali dimulai dengan cairan. Cairan
yang terlalu dingin atau terlalu panas menstimulasi paristeltik, menyebabkan kram abdomen dan
selanjutnya menyebabkan diare. Seiring dengan meningkatnya toleransi terhadap cairan, makanan padat
di programkan.

Terapi diet penting bagi klien dengan ostomi. Selama minggu-minggu pertama setelah pembedahan,
banyak dokter merekomendasikan diet rendah serat, terutama untuk klien ileostomi karena usus halus
membutuhkan waktu untuk beradaptasi terhadap diversi. Makanan rendah serat meliputi roti, mie, nasi,
keju, krem, telur(tidak digoreng), jus buah yang disaring, daging tidak berlemak, ikan, dan daging unggas.
Apabila ostomi sudah pulih, klien dapat mengkonsumsi hampir semua jenis makanan. Makanan tinggi
serat seperti buah dan sayuran segar membantu memastikan fases yang keluar lebih padat, yang
dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan upaya irigasi. Hambatan harus di hindari. Konstruksi
pembedahan stoma dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya hambatan. Klien iliostomi harus
makan perlahan dan mengunyah makanan sampai sempurna. Meminum 10 sampai 12 gelas air setiap
hari untuk mencegah terbentuknya hambatan. Makanan tinggi serat yang daoat menimbulkan masalah
meliputi daging berserabut, jamur, popcorn, buah-buahan seperti ceri, dan beberapa makanan laut,
seperti udang dan kepiting. Klien-klien ostomi dapat memperoleh manfaat dari menghindari makanan
yang menghasilkan pengeluaran gas dan bau, makanan tersebut meliputi brokoli, bunga kol, buncis
kering, dan toge dari berasil
MENINGKATKAN LATIHAN FISIK SECARA TERATUR
Program latihan harian membantu mencegah timbulnya masalah eliminasi. Berjalan, mengendarai
sepeda, atau berenang menstimulasi peristaltic. Klien-klien yang duduk dalam jangka waktu lama selama
bekerja adalah kelompok yang paling membutuhkan latihan secara teratur.
Perawat harus berupaya mengupayakan ambulasi secepat mungkin untuk klien yang sementara
mengalami amobilisasi. Apabila kondisi memungkinkan, perawat membantu klien pasca operasi untuk
berjalan ke sebuah kursi di sore hari setelah ia menjalani pembedahan. Klien berjalan lebuh jauh setiap
hari.
Beberapa klien mengalami kesulitan untuk mengeluarkan feses akibat lemahnya otot-otot dasar panggul
dan abdomen. Latihan membantu klien-klien yang terbaring di tempat tidur dalam menggunakan bad pan.
Klien dapat melakukan latihan berikut:
1. Berbaring terlentang ; kencangkan otot-otot abdomen seakan-akan mendorong otot tersebut ke dasar.
Tahan sampai hitungan ke tiga; kemudian rileks ulangi lima sampai sepuluh kali sesuai kemampuan klien.
2. Tekuk dan kontraksikan otot paha dengan mengangkat satu lutut dengan perlahan kearah dada. Ulangi
sekurang-kurangnya lima kali untuk setiap tungkai dan frekuensi sesuai kemampuan klien.
MENINGKATKAN RASA NYAMAN
Banyak klien mengalami rasa tidak nyaman akibat perubahan dalam eliminasi. Nyeri timbul saat jaringan
hemoroid secara langsung teriritasi. Fletulen juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, terutama jika
terjadi distensi.
Tujuan utama untuk klien dengan hemoroid ialah supaya mereka dapat mengeluarka feses yang
berbentuk lunak tanpa rasa nyeri. Asupan diet, cairan dan latihan fisik secara teratur yang dapat
meningkatkan kemungkinan feses menjadi lunak. Apabila klien mengalami konstipasi, pengeluaran feses
yang keras dapat mengakibatkan perdarahan dan iritasi. Kompres panas local pada hemoroid yang
membengkak membuat rasa nyeri hilang untuk sementara. Rendam duduk merupakan cara yang paling
efektif dalam memberikan rasa panas pada klien.
Untuk meredakan rasa tidak nyaman akibat flatulen, perawat harus melakukan tindakan untuk
mengurangi flatus atau meningkatkan pengeluaran flatus. Menelan udara dapat meningkatkan flatus.
Klien dapat mengurangi jumlah udara yang tertelan dengan tidak meminum minuman ringan yang
mengandung karbonat, tidak menggunakan sedotan untuk minum, dan tidak mengunyah permen karet
atau permen yang keras. Apabila flatulen semakin berat akibat penurunan peristaltic, sering di gunakan
selang nasogastrik untuk mengeluarkan flatus.
Apabila flatulen mengakibatkan kram abdomen, ambulasi meningkatkan pengeluaran flatus. Meminta
klien berjalan di sepanjang lorong dapat cukup untuk menstimulasi peristaltic dan mengeluarkan gas.
Apabila tindakan koservatif gagal, flatulen dapat diredakan dengan memasukkan selang rectum. Klien

mengambil posisi berbaring miring saat perawat memasukkan selang dengan cara yang sama seperti
anema. Karena cairan tidak dimasukkan ke dalam usus, perawat
Irigasi Kolostami
LANGKAH RASIONAL
1. Kaji frekuensi defekasi feses.

2. Kaji tentang waktu klien secara normal melakjukan irigasi otonomi. Pada ostomi yang baru, rundingkan
program irigasidengan dokter.
3. Kaji pemahaman klien tentang prosedur dan kemampuan untuk melakukan teknik irigasi kolostomi.
4. Kumpulkan peralatan yang diperlukan:
a. Wadah yang memiliki ukuran.
b. Selang dengan klem pengatur.
c. Corong (konus).

d. Lengan irigasi, dengan atau tanpa ikat pinggang.


e. Lubrikan yang larut ke dalam air.

f. Klem atau peralatan penutup.

g. Alat/barter kulit yang baru.


h. Sarung tangan sekali pakai (klien yang melakukan irigasinya sendiri mungkin memilih untuk tidak
memilih menggunakan sarung tangan).
i. Pispot, commude, atau toilet.
j. Lap basah, handuk, baskom cuci.
k. Tiang infus.
l. Cairan pembersih.
5. Siapkan kloien dengan menyiapkan prosedur.
6. Pilih waktu yang tepat untuk irigasi, sekitar satu jam setelah makan.
7. Bantu klien mengatur posisi. Apabila klien dapat berjalan, minta klien duduk diatas kursitoilet; apabila
klien berbaring di tempat tidur, minta klien berbaring miring.
8. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan.
9. Tutup pitu kamar mandi atau gorden kamar.
10. Lepaskan peralatan dan bersihkan kulit seperti yang normal dilakukan dalam mengganti kantung
enterostomi.
11. Pasang lengan irigasi. Gulung lengan irigasi sehingga bagian bawah lengan tersebut tepat
menyentuh air di toilet. (untuk klien yang harus berbaring di tempat tidur, klip bagian bawah lengan di
drainase).
12. Wadah yang memilki ukuran dengan larutan yang dibutuhkan (biasanya 500 sampai 1000 ml air

hangat atau saline). Gantungkan di tiang intavena sehingga bagian bawah wadah setinggi bahu klien.
13. Pasdang konus ke selang irigasi. Memungkinkan cukupnya cairan mengalir disepanjang selang.
14. Oleskan pelumas pada konus.
15. Masukkan konus melalui bagian atas lengan irigasi.
16. Masukkan konus dengan perlahan tetapi kuat kedalam stoma. Stoma pertama kali harus didilatasi
sebelum irigasi, dengan menggunakan jari tangan yang telah enggunakan srung tangan dan dilumasi,
untuk menentukan arah lumen usus.
17. Mulai alirkan larutan dan sesuaikan kembali posisi konus sesuai kebutuhan.

18. Atur aliran aliaran larutan dengan meninggikan atau merendahkan wadah arigasi. Untuk membantu
melakukan hal tersebut, bagian bawah kantung irigator harus digantung 45 cm diatas stoma.
19. Berikan 500 sampai 1000 ml larutan dengan perlahan lebih dari 15 menit, berhenti sejanak jika klien
mengalami kram, tetapi jangan melepaskan konus sampai jumlah larutan diatas diberikan.
20. Ketika larutan masuk, klem selang dan klem selang dan lepaskan konus, pastikan lengan terpasang
pas mengelilingi stoma, tututp bagian atas lengan irigasi.harus terjadi aliran cairan yang sedikit
memancar, kemudian kemudian kembali lagi dalam betuk semburan.
21. Klem bagian atas lengan irigasi.
22. Apabila sebagian larutan telah keluar kembali (15 sampai 20 menit), bilas lengan irigasi dengan air,
lipat bagian ujung keatas, ikat ke bagian atas, dan minta klien berjalan (kecuali jlika klien harus menjalani
tirah baring.)
23. Apbila semua feses telah keluar, bersihkan lengan irigasi dengan air dan cairan cairan pembersih
khusus kemudian lepaskan. Kemudian bersihkan lengan irigasi dengan sabun dan air, bilas, dan biarkanj
sampai kering. Jangan memvbuang lengan irigasi karena dapat digunakan kembali.
24. Pasang kantong yang baru sesuai dengan prosedur pelaksanaan.
25. Buang peralatan yang tidak lagi dibutuhkan. Lepas sarung tangan dengan dengan menggulungnya
secara terbalik dan buang ditempat sampah.
26. Cuci tangan.
27. Inspeksi volume bdan karakter materi feses serta cairan yang kembali setelah irigasi.

28. Perhatikan respons klien selama larutan irigasi dimasukkan. Tanyakan apakah klien merasakan
adanya kram atau nyeri pada abdomen.
29. Palpasi dan auskultasi abdomen setelah larutan irigasi kembali.
30. Bantu klien untuk mendapatkan posisin yang nyaman.
31. Catat informasi yang berhubungan, termasuk karakter feses dan toleransi terhadap prosedur. Kaji
kemampuan klien untuk melakukan irigasi ostomi secara mandiri.
32. Apabila irigasi klien telah dilakukan sampai avaluasi yang teratur, kaji apakah terdapat drainase feses
atau distensi selama prosedur irigasi.
33. Catat semua materi penyuluhan, yang akan diajarkan diajarkan kepada klien dan/atau keluarga serta
meteri-materi lain yang klien butuhkan, di dalam catatan klien. Konstipasi yang tidak mereda, ditandai
oleh feses yang mengeras, mengindikasikan kebutuhanuntuk dilakukan irigasi kolon.
Mempertahankan pengosongan usus secara rutin.

Menentukan partisipasi klien.

Mengorganisasi aktivitas, dengan demikian meningkatkan efisiensi.


Memungkinkan kontrol pemasukan cairan kedalam kolon.
Karena stoma tidak memiliki sfingter, tidak ada cara bagi klien untuk menahan larutan secara lengkap.
Oleh karena itu larutan diberikan melalui konus untuk mencegah kehilangan larutan secara prematur.
Mengarahkan aliran cairan irigasi dari stoma kedalam toilet.
Mempermudah meamasukkan konus ke dalam stoma. Lubrikan yang larut dalam air tidak akan merusak
perlengkapan plastik.
Dapat digunakan untuk menutup baik bagian atas atau bagian babwah lengan irigasi, memungkinkan
ambulasi setelah larutan kembali dan sambil menunggu hasil akhirnya.
Akan membutuhkan kantung yang baru saat irigasi selesai.

Menjelaskan bahwa stoma tidak nyeri akn meredakan rasa takut klien. Memastiokan kerja sama.
Mengoordinasikan irigasi selama waktu normalrefleks duodenokolik.
Memungkinkan lengan irigasi diarahkan masuk kedalam toilet untuk drainase materi feses dan bahan
irigasi.

Mengurangi penyebaran infeksi.


Menjaga privasi.
Memungkinkan akses ke stoma.

Mengarahkan aliran feses kedalam toilet. Menggulung lengan irigasi ke atas akan mencegahnya berhenti
mengalir saat kloset dibilas. Juga menjaga ujung lengan tetap bersih.

Volume 500 sampai 1000 ml cukup untuk mendistensi kolon dan memicu keefektifan pengosongan usus.
Air dingin menyebabkan sinkop dan air panas dapat merusak stoma atau usus. Tinggi kantung
menimbulkan perbedaan tekanan cairan yang memasuki kolon.
Memmbilas udara keluar dari selang. Udara dikeluarkan dari selang karena udara menyebabkan
sumbatan cdan menghambat aliran larutan.
Mencegah trauma pada stoma.
Memastikan feses tertahan didalam lengan irirgasi.
Stoma sudah mengalami cedera. Memasukkan selang kearah usus memfasilitasi pemasukan larutan.

Untuk memperuleh distensi yang cukup,larutan tidak boleh bocor di sekitar konus. Klien atau Anda
mungkin perlu mengarahkan kembali konus dan dengan perlahan meningkatkan kekakuan pada stoma
sampai lartan mengalir dengan mudah dan kebocoran disekitar area konus berhenti.
Pemberian larutan yang terlalu cepat menimbulkan kram sehingga klien tidak mampu menahan volume
larutan irigasi yang cukup untuk hasil yang adekuat.
Biasanya 500 sampai 1000 ml larutan dilakukan untuk mengosongkan kolon. Berhenti sejenak untuk
mencegah terjadinya kebocoran prematurlarutan karena konus menggantikan sfingter.
Dengan mengklem selang, cairan yang keluar tidak akan kembali ke irigator. Lengan harus ditempatkan
dengan benar untuk menghindari semburan larutan ke bagian atas lengan. Apabila kolon cukup distensi,
mengontraksikan otot usus akan menyebabkan larutan kembali dalam bentuk semburan yang intermiten.
Mencagah kebocoran dibagian atas.
Memungkinkan ambulas. Mencegah kebocoran. Seluruh prosedur memakan waktu sekitar satu jam dan
klien mungkin lelah akibat terlalu lama duduk.

Mencegah lengan supaya tidak mengalami kerusakan sehingga dapat digunakan kembali, mengontrol
bau.

Mencegah kebococan dan masalah-masalah pada kulit.


Mengurangi penyebaran mikroorgaisme.

Mencegah kontaminasi silang.


Menentukan apakah bahan irigasi tertahan (ketidakseimbangan cairan yang serius dapat terjadi jika
larutan tertahan). Karakter dan jumlah feses menunjukkan kesuksesan upaya pembersihan usus.
Mengevaluasi toleransi klien terhadap irigasi.

Mengevaluasi kemungkinan komplikasi terjadinya perforasi usus.


Memastikan kenyamanan klien.
Mengomunikasikan informasi yang berhubungan kepada anggota tim perawatan kesehatan. Evaluasi
penguasaan keterampilan klien merupakan bagian yang penting dalam mengajarkan teknik mengirigasi
ostoral secara mandiri.
Seiring perjalan waktu, feses hanya akan dialiminasi pada waktu irigasi dan tidak diantara waktu irigasi.
Mendokumentasikan perawatan dan menyediakan data untuk menetapkan perubahan kondisi klien di
waktu yang akan datang.

Dapat memasukkan selanng lebih dalam untuk mencapai daerah tempat flatus terakumulasi (15 cm pada
orang dewasa, 5 sampai 10 cm pada anak).
Setelah memasukkan selang, perawat mengistruksikan klien untuk berbaringdiatas tempat tempat tidu
dengan tenang. Untuk mencegah tabung supaya tidak terlepas, perawat menempelkannya pada salah
satu bagian bokong. Sebuah balutan kasa atau pelapiskedapair yang ditempatkan di sekeliling ujung
selang rektun yang terbuka akan menampung materi feses yang encer.
Penggunaan selang rektum secara kontinu dapat menyebabkan iritasi dan pada akhirnya menyebabkan
ekskoriasi pada anus dan mukosa rektum. Selang rektum tidak boleh dibiarkan berada enmenetap,
perawat perlu mamberi tahu dokter.
MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS KULIT
Klien yang mengalami dire atau inkontinensia fases beresiko mengalami kerusakan kulit jika kandungan
fases tertinggal di kulit. Masalah yang sama dialami klien yang memiliki ostomi yang mengeluarkan fases
cair. Fases cairan biasanya bersifat asam dan mengandung enzim-enzim pencernaan. Iritasi akibat
mengelap dengan menggunakan tisu toilet secara berulang-ulang memperburuk kerusakan kulit.
Memandikan kulit yang kotr akan membantu,tetapi dapat menyebakan kerusakan lebih lanjut, kecuali jika
kulit dikeringkansecara keseluruhan.
Apabila merawat klien yang mengalami kelemahan, yakni klien yang mengalami inkontinensia dan tidak
mampu memita bantuan, perawat harus sering memeriksadefekasi klien. Daerah anus dapat dilindungi
dengan menggunakan jeli petrolatum, oksida zink, atau minyak lain yang menjaga kelembaban kulit,
mencegah kulit kering dan pecah-pecah. Infeksi jamur pada kulit dapat timbul dengan mudah. Beberapa
agens antijamur berbentuk bubuk efektif untuk melawan jamur. Bedak bayi atau tepung jagung tidak
boleh digunakan karena materi tersebut tidak mengandung materi medis dan seringkali melekat pada
kulit serta sulit dibersihkan.
MENINGKATKAN KONSEP DIRI
Apabila klien mengalami masalah eliminasi, konsep dirinya dapat terencana. Inkontinensia yang
sering,fases yang berbau busuk, dan peralatan astomi hanyamerupkanbeberaa factor yang dapat
menyebabkan klien merasa bahwa ada suatu perubahan pada citra tubuhnya. Akbatnya klien mungkin
menghindari sosialisasi dengan orang lain atau tidak berkeinginan untuk melaksanakan tanggung jawab
dalam merawat dirinya. Perawat dapat memainkan peranan penting dalam mengembalikan konsep diri
klien melalui intervensi berikut :
1. Berikan kesempatan pada klien untuk mendiskusikan masalah atau rasa takutnya tentang masalah
eliminasi.
2. Berikan klien dan keluarganya informasi sehingga mereka dapat memahami dan menangani masalah
eliminasi.
3. Berikan umpan balik positif jika klien berupaya melakukan perawatan dirinya secara mandiri.
4. Bantu klien menangani kondisi tetapi jangan mengharapkan klien untuk menyukainya.
5. Jaga privasi klien selama prosedur berlangsung.
6. Perlihatkan sikap menerima dan memahami klien. Ingat bahwaklien akan mengamati ekspresi wajah
perawat selama melakukan perawatan ostomi dan mengganti kantung serta mengamati petunjuk
nonverbal lainnya yang mengindikasikan penerimaan perawat terhadap ostomi.
Seringkali kali klien yang memiliki masalah eliminasi melalui suatu proses yang sama dengan proses
berduka. Dukungan perawat sangat penting untuk membantu klien kembali ke gaya hidup normalnya
yang semula.
PENYULUHAN KLIEN untuk Perawatan Stoma (Ostomi Inkontinen)
OBJEKTIF
Klien akan mendemonstrasikan prosedur perawatan stoma dengan benar.
STRATEGI PENYULUHAN

Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan alcohol dalam membersihkan daerah sekitar stoma
alcohol mendilatasi kapiler dan dapat menyebabkan perdarahan pada batas-batas stoma.
Mendemonstrasikan cara membersihkan daerah sekaliling stoma dengan air dan sabun yang lembut
atau dengan set peralatan komersial,seperti peri wash. Keringkan kulit dengan tepukan dan buka dengan
menggosok kulit.
Instruksikan klien untuk tidak menggunakan krim dingin pada kulit karena hal itu akan mencegah
kantung atau barier kulit menempel pada kulit.
Jelaskan pada klien bahwa perioksida merupakan suatu bahan yang bersifat mengiritasi dan sebaiknya
tidak digunakan.
Instruksikan klien jika terjadi infeksi jamur,infeksi biasanya dapat ditanggani dengan membersihkan
keseluruhan kulit, kemudian menepuk-nepuk daerah tersebut sampai kering lalusemprotkan kenalog atau
Mycostatin kedaerah tersebut.
Tunjukkan klien cara menginspeksi stoma setiap hari dan cara mengobservasi stoma yang
lembab,mengkilat,dan berwrna merah muda gelap sampai merah.
Ajarkan klien untuk mengobservasi adanya perdarahan, edema atau rabasatau warna yang abnormal
dan kemudian melaporkannya kepada [erawat atau dokter.
Acarkan klien cara menyeleksi dan memasang kantung ostomi serta barier kulit yanfg berukuran tepat.
Ajarkan klien cara menggosongkan kantung.
Ajarkan klien teknik-teknik untuk mengurangi bau.
EVALUASI
Klien akan menyebutkan prosedur perawatan kulit dengan benar.
Klien akan melakukan prosedur perawatan kulit yang terpasang stoma dengan benar.
2.2.5 EVALUASI
Keefektifan keperawatan bergantung pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang
diharapkan dari perawatan. Secara optimal klien akan mampu mengeluarkan fases yang lunak secara
teratur tanpa merasa nyeri. Klien juga akan memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan
pola eliminasi normal dan untuk mendemonstrasikan keberhasialn yang berkelanjutan, yang diukur
berdasarkan interval waktu tertentu dalam suatu periode yang panjang. Klien akan mampu melakukan
defekasi secara normal dengan memanipulasi komponen-komponen alamiah dalam kehidupan seharihari seperti diet,asupan cairan,dan olahraga. Ketergantungan klien pada tindakan bantuan untuk
membantu defekasi seperti enema dan penggunaan laksatif, menjadi minimal. Klien akan merasa
nyaman dengan protocol ostomi dan mengidentifikasikan protocol tersebut sebagai sesuatu yang dapat
dipraktikkan secara pasti.
Contoh Evaluasi Intervensi Untuk Konstipasi
TUJUAN TINDAKAN EVALUATIF HASIL YANG DIHARAPKAN
Klien akan memahami dan mengonsumsi cairan serta makanan yang dibutuhkan untuk meningkatkan
pengeluaran fases yang lunak.

Klien akan mendapatkan jadwal defekasi yang teratur. Mengefaluasi rencana diet yang disusun oleh klien
atau anggota keluarga.

Menggukur asupancairan klien.

Mengopservasi karakter feses.


Mencatat frekuensi defekasi.
Meminta klien untuk mendeskripsikan factor-faktor yang mempengaruhi eliminasi.
Meminta klien untuk mendiskusikan faktor-faktor dalam riwayat kesehatannya yang dapatmenyebabkan
masalah eliminasi. Klien menguraikan sumber-sumber makanan yang tinggi serat.Klien menyiapkan
menu untuk 24 jam, termasuk makanan tinggi serat dan cairan.
Klien menjelaskan asupan cairan normal untuk meningkatkan defekasi.
Asupan cairan klien minimal 1400-2000 ml setiap hari.
Klien mendapat jadwal defekasi yang teratur, mengeluarkan fese berbentuk lunak tanpa usaha
mengedan yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
http://bayurezpectoor.blogspot.com/p/askep-eliminasi-alvi-bab-ii-pembahasan.html

KEBUTUHAN ELIMINASI ALVI


perawatindonesia1945 / 28 Agustus 2014

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Eliminasi produk pencernaan yang teratur merupakan aspek yang penting untuk
fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan sistem tubuh lainnya, karena fungsi usus bergantung pada
keseimbangan beberapa faktor pola dan kebiasaan eliminasi berfariasi diantara
individu namun telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering dalam jumlah

besar dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya


insiden kangker kolesterol (Robinson dan Weigley,1989.
Untuk menangani masalah eliminasi perawat harus memahami eliminasi normal dan
faktor-faktor yang meningkatkan atau menghambat eliminasi. Asuhan kaperawatan
yang mendukung akan menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan
yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa
ketidak nyamanan.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi kebutuhan eliminasi alvi ?
2. Apa saja sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi ?
3. Bagaimana proses defekasi ?
4. Apa faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi ?
5. Bagaimana perubahan pola eliminasi alvi ?
6. Apa saja masalah- masalah pada kebutuhan eliminasi alvi ?
7. Bagaimana proses keperawatan pada masalah- masalah
kebutuhan eliminasi alvi ?
8. Bagaimana tindakan keperawatan tiap DP, evaluasi
keperawatan tiap DP ?

BAB II
PEMBAHASAN

Definisi kebutuhan eliminasi alvi

Eliminasi alvi (buang air besar) merupakan proses pengosongan usus. Terdapat dua
pusat yang menguasai refleks untuk buang air besar yang terletak di medulla dan
sumsum tulang belakang. (A.Aziz, 2008 : 71)
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau
alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine
(kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
Eliminasi alvi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. (Tarwoto dan Wartonah
(2004) , 48).

Sistem tubuh yang berperan dalam eliminasi alvi


Sistem tubuh yang memiliki peran dalam proses eliminasi alvi (buang air besar)
adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus
halus terdiri atas duodenum, jejunum, dan ileum dengan panjang kurang lebih 6 meter
dan diameter 2,5 cm, serta berfungsi sebagai tempat absorpsi elektrolit Na, Cl, K, Mg,
HCO3, dan kalsium. Usus besar dimulai dari rectum, kolon, hingga anus yang
memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter atau 50- 60 inci dengan diameter 6 cm. Usus
besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai
dari katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).
Batas antara usus besar dan ujung usus halus adalah katup ileocaecal. Katup ini
biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mecegah
produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk buangan yang memasuki usus
besar adalah berupa cairan. Setiap hari saluran anus menyerap sekitar 800- 1000 ml
cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan berwujud
setengah padat. Jika penyerapan tidak baik, produk buangan cepat melalui usus besar,
maka akan terlalu banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dank eras.

Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke
dalam rectum. Panjang rectum adalah 12 cm (5 inci), 2,5 cm (inci) merupakan saluran
anus. Dalam rectum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Setiga lapisan tersebut
merupakan rectum yang menahan feses untuk sementara. Setiap lipatan mempunyai
arteri dan vena.
Gerakan peristaltic yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4
kali dalam waktu 24 jam. Peristaltic sering terjadi sesudah makan. Biasanya,1/ 2- 1/3
dari produk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam
feses, dan sisanya sesudah 24- 48 jam berikutnya.
Makanan yang diterima oleh usus dari lambung dalam bentuk setengah padat, atau
dikenal dengan nama chime, baik berupa air, nutrient, maupun elektrolit kemudian
akan diabsorpsi. Usus akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara
umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorpsi, proteksi, sekresi, dan eliminasi.
Proses perjalanan makanan dari mulut hingga rectum membutuhkan waktu selama 12
jam. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa
gerakan, diantaranya haustral suffing atau dikenal dengan gerakan mencampur zat
makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air; kontriksi haustral atau gerakan
mendorong zat makanan/ air pada daerah kolon; dengan gerakan peristaltic, yaitu
gerakan maju ke anus.
Otot lingkar (sfingter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan
feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan
rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis. Bagian dari sistem saraf otonom ini
memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sfingter
luar anus merupakan otot bergaris yang berada di bawah penguasaan parasimpatis.
Baik di waktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada fungsi normal
pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan yang
masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.

Proses defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan buang air besar.
Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medulla

dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus
bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi
dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh
sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi.
Berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot- otot dinding perut,
diafragma, dan otot- otot dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak direncanakan dan zat
makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang
normal terdiri atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas
sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.
Secara umum, terdapat duam macam refleks dalam membantu proses defekasi, yaitu
refleks defekasi intrinsik yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam
bentuk rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus
mesenterikus merangsangkan gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus,
di mana proses defekasi terjadi saat sfingter interna berelaksasi; refleks defekasi
parasimpatis yang dimulai dari adanya feses dalam rectum yang merangsang saraf
rectum, kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu
rectum dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter
interna berelaksasi.

Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi


1. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi
yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol sec;ara penuh dalam
buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol
secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami
penurunan.

2. Diet

Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat meme:ngaruhi proses
defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat memengaruhinya.

3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh
karena proses absorpsi air yang kurang sehingga dapat memengaruhi kesulitan proses
defekasi.

4. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot
abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu keelancaran proses defekasi,
sehingga proses gerakan kelancaran proses defekasi.

5. Pengobatan
Pengabatan juga dapat me:mengaruhinya proses defeekasi seperti pengunaan obatobatan laksatif atau antasida yang terlalu sering.

6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defe:kasi. I-lal ini dapat terlihat
pada seseorang yang memiliki gaya hidup se hat/kebiasaan melakukan buang air besar
ditempat yang bersih atau toilet, maka ketika seseorang terse:but buang air besar

ditempat yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia akan mengalami kesulitan
dalam proses defekasi.

7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit penyakit
tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau
penyakit infeksi lainya.

8. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti
nyeri pada kasus hemoroid, dan episiotomi.

9. Kerusakan Sensoris dan Motoris


Kerusakan pada sistem sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi
karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam berdefekasi.
Hal tersebut dapat diakibatkan karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan
saraf lainnya.

Perubahan pola eliminasi alvi

Masalah- masalah pada kebutuhan eliminasi alvi

1. Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi


mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan caiminasi yang jarang atau keras,
atau keluarnya tinja terlalu kering dan keras.

Tanda Klinis:

Adanya feses yang keras.


Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
Menurunnya bising usus.
Adanya keluhan pada rektum.
Nyeri saat mengejan dan defekasi.
Adanya perasaan masih ada sisa feses

Kemungkinan Penyebab:

Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera


serebrospinalis, CVA (cerebro uaskular accident) dan lain-lain.
Pola defekasi yang tidak teratur.
Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.
Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
Proses menua (usia lanjut).

2. Konstipasi Kolonik
Konstipasi Kolonik merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko
mengalami perlambatan pasase residu makanan yang mengakibatkan feses kering
dank eras.

Tanda dan klinis:

Adanya penurunan frekuensi eliminasi


Feses kering dank eras
Mengejan saat defekasi
Nyeri defekasi
Adanya distensi pada abdomen
Adanya tekanan pada rectum
Nyeri abdomen
Kemungkinan penyebab
Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera
serebrospinalis, CVA, dan lain- lain
Pola defekasi yang tidak teratur

Efek samping penggunaan obat antasida, anaestesi, laksantif,


dan lain- lain.
Menurunnya peristaltic

3. Konstipasi dirasakan
Konstipasi dirasakan merupakan keadaan individu dalam menentukan sendiri
penggunaan laksantif, enema, atau supositoria untuk memastikan defekasi setiap
harinya.
Tanda klinis:
Adanya penggunaan laksansia setiap hari sebagai enema atau
supositoria secara berlebihan
Adanya dugaan pengeluaran feses pada waktu yang sama
setiap hari.

Kemungkinan penyebab:
Persepsi salah akibat depresi
Keyakinan budaya.

4. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami
pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada
rasa mual dan muntah.

Tanda Klinis:

Adanya pengeluaran feses cair.


Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
Nyeri/kram abdomen.
Bising usus meningkat.
Kemungkinan Penyebab:
Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
Efek tindakan pembedahan usus.
Efek penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik,
dan lain-lain.
Stres psikologis.

5. Inkontinensia Usus
Inkontiinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan
dari proses de:fekasi normal mengalami proses pengeluaran fesca tak disadari. Hlal ini
juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot
untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat kerusakan
sfingter.

Tanda Klinis:
Pengeluaran feeses yang tidak dikehendaki.
Kemungkinan Penyebab:

Gangguan sfingter rektal akibat cedera anus, pembedahan,


dan lainlain.
Distensi rektum berlebih.
Kurangmya kontrol sfingter akibat cedera medula spinalis, CVA,
dan lain-lain.
Kerusakan kognitif.

6. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas
secara berlebihan dalam lambung atau usus.

7. Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai
akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi,
perenggangan saat defekasi, dan lain-lain.

8. Fecal Impaction
Fecal impacaion merupakan masa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. 1enyebab konstipasi asupan
kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

Asuhan keperawatan pada masalah kebutuhan eliminasi


alvi

1. Pengkajian Keperawatan

1. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi. Secara normal,


frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/ hari,
sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/ hari dengan jumlah
rata- rata pembuangan per hari adalah 150 g.

2. Keadaan feses, meliputi:


No

Keadaan

Normal
Bayi: kuning

Abnormal
Putih, hitam/tar,
atau merah

Kurangnya
kadar empedu,
perdarahan
saluran cerna
bagian atas,
atau
perdarahan
saluran cerna
bagian bawah.

Warna

Bau

Penyebab

Malabsorpsi
lemak

Dewasa: coklat

Pucat berlemak

Khas feses dan


dipengaruhi oleh
makanan

Amis dan
Darah dan
perubahan bau infeksi

Diare dan
absorpsi kurang

Konsistensi

Lunak dan berbentuk Cair

Bentuk

Sesuai diameter
rektum

Kecil,
bentuknya
seperti pensil

Obstruksi dan
peristaltic yang
cepat

konstituen

Makanan yang tidak


dicerna, bakteri yang
mati, lemak, pigmen
empedu, mukosa
usus, air

Darah, pus,
benda asing,
mukus atau
cacing

Internal
bleeding,
infeksi, tertelan
benda, iritasi,
atau inflamasi

3. Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi

Faktor yang memengaruhi eliminasi alvi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi,
diet (makanan yang memengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan
yang dihindari, dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis
minuman/ hari), aktivitas (kegiatan sehari- hari), kegiatan yang spesifik, penggunaan
obat, kegiatan yang spesifik, stress, pembedahan/ penyakit menetap, dan lain
sebagainya.

4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi,
simetris atau tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut,
dantenderness. Kemudian, pemeriksaan rectum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya
tanda inflamasi, seperti perubahan warna, lesi, fistula, hemorrhoid, dan massa.

2. Diagnosis Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan:

Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas akibat cedera


medulla spinalis, dan CVA.
Penurunan respons berdefekasi
Nyeri akibat hemoroid
Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif,
anaestesi)
Menurunnya peristaltik akibat stress

2. Konstipasi kolonik berhubungan dengan:


Defek persarafan, kelemahan otot dasar panggul, imobilitas
akibat cedera medulla spinalis, dan CVA
Penurunan laju metabolism akibat hipotiroidime atau
hiperparatiroidisme
Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif,
anaestesi)
Menurunnya peristaltik akibat stress

3. Konstipasi dirasakan berhubungan dengan:


Penurunan salah akibat penyimpangan susunan saraf pusat,
depresi, kelainan obsesif kompulsif
Kurangnya informasi akibat keyakinan budaya

4. Diare berhubungan dengan:

Malabsorpsi atau inflamasi akibat penyakit infeksi atau


gastritis, ulkus , dan lain- lain
Peningkatan peristaltik akibat peningkatan metabolism
Proses infeksi
Efek samping tindakan pengobatan (antasida, laksantif,
anaestesi)
Stress psikologis

5. Inkontinensia usus berhubungan dengan:


Gangguan sfingter rektal akibat cedera rektum atau tindakan
pembedahan
Kurangnya control pada sfingter akibat cedera medulla
spinalis, CVA, dan lain- lain
Distensi rektum akibat konstipasi kronis
Kerusakan kognitif
Ketidakmampuan mengenal atau merespons proses defekasi
akibat depresi atau kerusakan kognitif

6. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan pengeluaran


cairan yang berlebihan (diare)

3. Perencanaan Keperawatan

Tujuan:

1. Memahami arti eliminasi secara normal


2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup
3. Membantu latihan secara teratur
4. Mempertahankan kebiasaan defekasi secara teratur
5. Mempertahankan defekasi secara normal
6. Mencegah gangguan integritas kulit
Rencana tindakan:
1. Kaji perubahan faktor yang memengaruhi masalah eliminasi
alvi
2. Kurangi faktor yang memengaruhi terjadinya masalah seperti:
1. Konstipasi secara umum
Membiasakan pasien untuk buang air besar secara teratur,
misalnya pergi ke kamar mandi satu jam setelah makan pagi
dan tinggal di sana sampai ada keinginan untuk buang air.
Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum.
Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak
mengandung serat.
Melakukan latihan fisik, misalnya melatih otot perut.
Mengatur posisi yang baik untuk buang air besar, sebaiknya
posisi duduk dengan lutut melentur agar otot punggung dan
perut dapat membantu prosesnya.
Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang besar
Berikan obat laksantif, misalnya DulcolaxTM atau jenis obat
supositoria.

Lakukan enema (huknah).

1. Konstipasi akibat nyeri


Tingkatkan asupan cairan.
Diet tinggi serat.
Tingkatkan latihan setiap hari.
Berikan pelumas di sekitar anus untuk mengurangi nyeri.
Kompres dingin sekitar anus untuk mengurangi rasa gatal.
Rendam duduk atau mandi di bak dengan air hangat (43-36
derajat celcius, selama 15 menit) jika nyeri hebat.
Berikan pelunak feses.
Cegah duduk lama apabila hemoroid, dengan cara berdiri tiap
1 jam kurang lebih 5-10 menit untuk menurunkan tekanan.

1. Konstipasi kolonik akibat perubahan gaya hidup


Berikan stimulus untuk defekasi, seperti minum kopi atau jus.
Bantu pasien untuk menggunakan pispot bila memungkinkan.
Gunakan kamar mandi daripada pispot bila memungkinkan.
Ajarkan latihan fisik dengan memberikan ambulasi, latihan
rentang gerak, dan lain- lain.
Tingkatkan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.
1. Inkontinensia Usus

Pada waktu tertentu, setiap 2 atau 3 jam, letakkan pot di


bawah pasien.
Berikan latihan buang air besar dan anjurkan pasien untuk
selalu berusaha latihan.
Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya pakaian dalam
yang tahan lembab, supaya pasien dan sprei tidak begitu kotor.
Pakal laken yang dapat dibuang dan menyenangkan untuk
dipakai.
Untuk mengurangi rasa malu pasien, perlu didukung semangat
pengertian perawatan khusus

3. Jelaskan mengenai eliminasi yang normal kepada pasien.


4. Pertahankan asupan makanan dan minuman.
5. Bantu defekasi secara manual.
6. Bantu latihan buang air besar, dengan cara:
1. Kaji pola eliminasi normal dan catat waktu ketika
Inkontinensia terjadi.
2. Pilih waktu defekasi untuk mengukur kontrolnya.
3. Berikan obat pelunak feses (oral) setiap hari atau katartik
supositoria setengah jam sebelum waktu defekasi
ditentukan.
4. Anjurkan pasien untuk minum air hangat atau jus buah
(minuman yang merangsang peristaltik) sebelum waktu
defekasi.
5. Bantu pasien ke toilet (program ini kurang efektif jika
pasien menggunakan pispot).

6. Jaga privasi pasien dan batasi waktu defekasi (15-20


menit).
7. Instruksikan pasien untuk duduk di toilet, gunakan tangan
untuk menekan perut terus ke bawah dan jangan
mengedan untuk merangsang pengeluaran feses.
8. Jangan dimarahi ketika pasien tidak mampu defekasi.
9. Anjurkan makan secara teratur dengan asupan air dan
serat yang adekuat.
10.
Pertahankan latihan secara teratur jika fisik pasien
mampu.

4. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan


Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan cara yang dilakukan untuk
mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan, yaitu pemeriksaan lengkap dan
pemeriksaan kultur (pembiakan).
1. Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses
yang terdiri atas pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lender,
darah, dan lain- lain.
2. Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses
melalui biakan dengan cara toucher (lihat prosedur
pengambilan feses melalui tangan).
Alat:
Tempat penampung atau botol penampung beserta penutup.

Etiket khusus.
Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil feses.
Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Anjurkan pasien untuk buang air besar lalu ambil feses melalui
lidi kapas yang telah dikeluarkan, setelah selesai anjurkan
pasien untuk membersihkan daerah sekitar anusnya.
4. Masukkan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah
disediakan.
5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan
pemeriksaan.
6. Cuci tangan.
Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot
Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien yang tidak mampu membuang air besar
secara sendiri di kamar kecil dengan cara membantu menggunakan pispot
(penampung) untuk buang air besar di tempat tidur dan bertujuan memenuhi
kebutuhan eliminasi alvi.
Alat dan bahan:
1. Alas/ perlak.
2.
3. Air bersih.
4.
5. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum.

6. Sarung tangan.
Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea
dengan posisi bagian lubang pispot tepat di bawah rektum.
7. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan kepada pasien
apakah sudah nyaman atau belum, kalau belum atur sesuai
dengan kebutuhan.
8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang
disediakan.
9. Setelah selesai, siran dengan air hingga bersih dan keringkan
dengan tisu.
10.

Catat tanggal dan jam defekasi serta karakteristiknya.

11.

Cuci tangan.

Memberikan Huknah Rendah


Memberikan huknah rendah merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan menggunakan kanula
rekti melalui anus, bertujuan mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat
mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak dari pascaoperasi dan
merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam buang air
besar.
Alat dan bahan:

1.
2. Irigator lengkap dengan kanula rekti.
3. Cairan hangat kurang lebih 700 ml- 1000 ml dengan suhu 40,543 derajat celcius pada orang dewasa.
4.
5.
6.
7.
8. Sarung tangan.
9.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, letakkan sampiran apabila di bangsal umum
atau tutup pintu apabila di ruang sendiri.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5- 43
derajat celcius) dan hubungkan kanula rekti, kemudian cek
aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok
serta berikan jeli pada ujung kanula.
7. Gunakan sarung tangan dan masukkan kanula kira- kira 15 cm
ke dalam rektum ke arah kolom desenden sampil pasien
disuruh bernapas panjang dan pegang irrigator setinggi 50 cm
dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan sampai
pasien menunjukkan keinginan untuk buang air besar.

8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air


besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Jika pasien
tidak mampu mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar rektum
hingga bersih.
9. Cuci tangan.
10.
Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsostensi,dan
respons pasien.
Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan kepeawatan dengan cara memasukan
cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan kanula usus, bertujuan
mengosongkan usus pada pasien prabedah atau untuk prosedur diagnostik.
Alat dan bahan:
1.
2. Irrigator lengkap dengan kanula usus.
3. Cairan hangat (seperti huknah rendah).
4.
5.
6.
7.
8. Sarung tangan.
9.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Atur ruangan, gunakan sampiran apabila pasien berada di


ruang bangsal umum atau tutup pintu.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kanan.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Irrigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan dan
hubungkan kanula usus, kemudian cek aliran dengan
membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok lalu berikan jeli
pada ujung kanula.
7. Masukkan kanula ke dalam rektum ke arah kolon asenden
kurang lebih 15- 20 cm sambil pasien disuruh napas panjang
dan pegang irrigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka
klem sehingga air mengalir pada rektum sampai pasien
menunjukkan keinginan untuk buang air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air
besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Jika pasien
tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air sampai bersih dan
keringkan dengan tisu.
9. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi, dan
respons pasien.
10.

Cuci tangan.

Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukkan
cairan gliserin ke dalam poros usus menggunakan spuit gliserin, bertujuan
merangsang peristaltic usus, sehingga pasien dapat buang air besar (khususnya pada
orang yang mengalami sembelit) dan juga digunakan untuk persiapan operasi.
Alat dan bahan:

1. Spuit gliserin
2. Gliserin dalam tempatnya
3.
4.
5.
6. Sarung tangan.
7.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur ruangan, apabila pasien sendiri maka tutup pintu, dan
gunakan sampiran bila di ruang bangsal umum.
4. Atur posisi pasien (miringkan ke kiri), dan berikan pengalas di
bawah glutea, serta buka pakaian bawah pasien.
5. Gunakan sarung tangan, kemudian spuit diisi gliserin kurang
kebih 10- 20 cc dan cek kehangatan cairan gliserin.
6. Masukkan gliserin perlahan- lahan ke dalam anus dengan cara
tangan kiri mendorong perenggangan daerah rektum, tangan
kanan memasukkan spuit ke dalam anus sampai pangkal
kanula dengan ujung spuit diarahkan ke depan dan anjurkan
pasien napas dalam.
7. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok.
Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi
dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke toilet,
bersihkan dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
8. Pasang pispot atau anjurkan ke toilet.

9. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar,


warna, konsistensi, dan respons pasien.
10.

Cuci tangan.

Mengeluarkan Feses dengan Jari


Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan jari ke dalam rectum pasien, digunakan untuk mengambil atau
menghancurkan massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini adalah
apabila massa feses terlalu keras dan dalam pemberian enema tidak berhasil,
konstipasi, serta terjadi pengerasan feses yang tidak mampu dikeluarkan pada lansia.
Alat dan bahan:
1. Sarung tangan.
2. Minyak pelumas/ jeli.
3. Alat penampung atau pispot.
4.
5. Sarung tangan.
Prosedur kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jeli) pada
jari telunjuk.
4. Atau posisi miring dengan lutut fleksi.
5. Masukkan jari ke dalam rectum dan dorong perlahan- lahan
sepanjang dinding rectum ke arah umbilikus (ke arah masa
feses yang impaksi).

6. Secara perlahan- lahan lunakkan massa dengan masase


daerah feses yang impaksi (arahkan jari pada inti yang keras).
7. Gunakkan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke
toilet.
8. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang
keluar, warna, kepadatan, serta respons pasien.
9. Cuci tangan.
(Hidayat, AAA & Uliyah, M, 2005)
5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi alvi dapat dinilai dengan adanya
kemampuan dalam:
1. Memahami cara eliminasi yang normal.
2. Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang
dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam
merencanakan pola makan, seperti makan dengan tinggi atau
rendah serat (tergantung dari tendensi diare/ konstipasi serta
mampu minum 2000- 3000 ml).
3. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau
aktivitas lain (jalan, berdiri, dan lain- lain).
4. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan
dengan kemampuan pasien dalam mengontrol defekasi tanpa
bantuan obat/ enema, berpartisipasi da;am program latihan
secara teratur, defekasi tanpa harus mengedan.
5. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan
kenyamanan dalam kemampuan defekasi, tidak
terjadi bleeding, tidak terjadi inflamasi, dan lain- lain.

6. Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan


keringnya area perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi,
keringnya kulit sekitar stoma, dan lain- lain.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2012.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Aplikasi konsep dan proses
keperawatan. Jakarta: EGC
Tarwanto. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika
https://nursepreneursindonesia.wordpress.com/2014/08/28/kebutuhan-eliminasialvi/

Vous aimerez peut-être aussi