Vous êtes sur la page 1sur 6

Nama : Tri Kurniati

NIM : 0401181320065

Analisis Masalah
1. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin dan pekerjaan terhadap keluhan pada kasus?
Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Insidensi tertinggi asma
biasanya mengenai anak-anak (7-10%), yaitu umur 5 14 tahun. Sedangkan pada
orang dewasa, angka kejadian asma lebih kecil yaitu sekitar 3-5% (Asthma and
Allergy Foundation of America, 2010). Menurut studi yang dilakukan oleh Australian
Institute of Health and Welfare (2007), kejadian asma pada kelompok umur 18 34
tahun adalah 14% sedangkan >65 tahun menurun menjadi 8.8%. Di Jakarta, sebuah
studi pada RSUP Persahabatan menyimpulkan rerata angka kejadian asma adalah
umur 46 tahun (Pratama dkk, 2009). Menurut GINA (2009) dan NHLBI (2007), jenis
kelamin laki-laki merupakan sebuah faktor risiko terjadinya asma pada anak-anak.
Akan tetapi, pada masa pubertas, rasio prevalensi bergeser dan menjadi lebih sering
terjadi pada perempuan (NHLBI, 2007). Pada manusia dewasa tidak didapati
perbedaan angka kejadian asma di antara kedua jenis kelamin (Maryono, 2009).
Occupational asthma adalah asama yang terkait dengan pekerjaan, umumnya
diperantarai oleh IgE- related allergy contoh: animal handlers, worker exposed to
wood and vegetable dusts, metal salts, pharmaceutical agents and, and industrial
chemicals.
2. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme batuk berdahak pada kasus ?
Batuk berdahak terjadi karena timbulnya dahak tersebut akibat adanya allergen
(debu) yang mengiritasi saluran pernapasan sehingga menyebabkan mukosa bronkus
pada saluran pernapasan tersebut memproduksi mucus/dahak dalam jumlah banyak
(hipersekresi mucus) yang kemudian akan menimbulkan refleks batuk untuk
mengeluarkan mucus/dahak tersebut sebagai refleks pertahanan yang timbul akibat
iritasi peradangan trakeobronkial. Timbulnya dahak yang menyertai batuk disebabkan
oleh adanya sel epitel berlapis mukus bersilia yang membantu membersihkan saluran
pernafasan, karena silia bergetar ke arah faring dan menggerakkan mukus seperti
suatu lembaran yang mengalir terus-menerus. Jadi partikel asing kecil dan mukus
digerakkan dengan kecepatan satu sentimeter per menit sepanjang trakea ke faring.
Benda asing di dalam saluran hidung juga dimobilisasikan ke laring. Sehingga Setelah

partikel asing yang masuk terjerat dalam mukus, akan ada mekanisme lanjut berupa
refleks batuk berdahak seperti diatas.
Inflamasi -> hiperresponsive dari

jalan napas -> hipersekresi mukus ->

tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi secara berlebihan dan menimbulkan
batuk sebagai respon untuk mengeluarkan dahak tersebut.
3. Apa saja obat inhaler yang mencegah serangan ?
MDI (Metered Dose Inhaler)
Dalam bentuk inhalasi, salbutamol tersedia dalam bentuk tunggal (contoh:
Ventolin), atau dalam bentuk kombinasi dengan ipratriopium bromid (contoh:
Combivent).
4. Bagaimana hubungan cuaca dingin, terhirup debu, tercium bau yang menyengat atau
kelelahan dengan keluhan pada kasus ?
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sering menjadi penyebab utama
seseorang terkena penyakit asma. Lingkungan kotor yang berdebu, penuh dengan
polusi dan asap baik itu asap rokok maupun asap pembakaran sampah serta asap
kendaraan, semuanya sangat berpotensi menyebabkan seseorang terkena penyakit
asma. Jika Anda berada di dalam lingkungan yang seperti itu dalam waktu yang lama,
peluang untuk terkena asma juga semakin besar.
Selain itu masalah cuaca seperti perubahan tekanan udara, suhu udara, angin
dan kelembaban dihubungkan dengan percepatan iritan bahan kimia, minyak wangi,
asap rokok, polutan udara emosional : takut, cemas dan tegang aktifitas yang
berlebihan, misalnya berlari.

5. Bagaimana cara menghitung skor tes kontrol asma dan interpretasinya?

6. Pemeriksaan penunjang
1. Lung Function Test
Peak expiratory flow rate (PEFR) atau FEV1 berfungsi untuk mendiagnosis asma
dan tingakatannya.
2. Skin test
Berfungsi untuk mengetahui penyebab dari asma.
3. Chest X-ray

Berfungsi untuk komplikasi (pneumotoraks) atau untuk memeriksa pulmonaty


shadows denganallergic bronchipulmonary aspergilosis
4. Histamine bronchial provocation test
Untuk mengindikasikan adanya airway yang hiperresponsif, biasanya ditemukan
pada seluruhpenyakit asma, terutama pada pasien dengan gejala utama batuk.
Test ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang mempunyai fungsi paru yang
buruk (FEV1<1,5L)
5. Blood and sputum test
Pasien dengan asma mungkin memiliki peningakatan eosinofil di darah perifer
(>9,4x109/L).
7. Patogenesis
Pengertian sebelumnya asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang
timbul mendadak, akan membaik secara spontan atau dengan
pengobatan.
Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hipereaktivitas bronkus,
sehingga pengobatan utama asma adalah mengatasi bronkospasme. Konsep terkini
yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding
saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan
reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah
aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen
saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak
bergejala (PP IDAI, 2004). Banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma
dihubungkan dengan manifestasi riwayat atopi melalui mekanisme IgE-dependent.
Pada populasi diperkirakan faktor riwayat atopi memberikan kontribusi pada 40 %
penderita asma anak dan dewasa (PPIDAI, 2004). Reaksi imunologik yang timbul
akibat paparan dengan alergen awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya
terbentuk Ig E spesifik oleh sel plasma. Ig E melekat pada Fc reseptor pada membran
sel mast dan basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul
reaksi asma cepat ( immediate asthma reaction) (Warner, 2001). Terjadi degranulasi
sel mast, dilepaskan mediator-mediator : histamin, leukotrien C4(LTC4),
prostaglandin D2(PGD2), tromboksan A2, tryptase. Mediator-mediator tersebut
menimbulkan spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar, edema, peningkatan
permeabilitas kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang
timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini akan segera pulih kembali
(seranganasma hilang) dengan pengobatan (Warner, 2001). Setelah 6-8 jam maka
terjadi proses selanjutnya , disebut reaksi asma lambat (late asthma reaction). Akibat
pengaruh sitokin IL3, IL4, GM-CSF yang diproduksi oleh selmast dan sel limfosit T
yang teraktivasi, akan mengaktifkan sel-sel radang seperti eosinofil, basofil, monosit
dan limfosit. Sedikitnya ada dua jenis T-helper (Th), limfosit subtipe CD4+ telah
dikenal profilnya dalam produksi sitokin. Meskipun kedua jenis limfosit T mensekresi
IL3 dan granulocytemacrophage colony stimulating factor (GMCSF), Th-l
terutama memproduksi IL2, IF gamma dan TNF beta sedangkan Th-2 terutama

memproduksi sitokin yang terlibat dalam asma, yaitu IL4, IL5, IL9, IL13, dan
IL16 (Warner, 2001).
Sitokin yang dihasilkan oleh Th-2 bertanggungjawab terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. Masing-masing sel radang berkemampuan mengeluarkan
mediator inflamasi. Eosinofil memproduksi LTC4, Eosinophil Peroxidase (EPX),
Eosinophil Cathion Protein (ECP) dan Major Basic Protein (MBP). Mediatormediator tersebut merupakan mediator inflamasi yang menimbulkan kerusakan
jaringan. Sel basofil mensekresi histamin, LTC4, PGD2. Mediator tersebut dapat
menimbulkan bronkospasme (Warner, 2001). Sel makrofag mensekresi IL-8, platelet
activating factor (PAF), regulated upon activation novel T cell expression and
presumably secreted (RANTES). Semua mediator diatas merupakan mediator
inflamasi yang meningkatkan proses peradangan mempertahankan proses inflamasi
(Warner, 2001). Mediator inflamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus
berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan
membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik
maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menetap, penderita akan lebih peka
terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan
berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat (PPIDAI, 2004).

Gambar 1. Patogenesis Penyakit Asma ( Dikutip dari GINA 2002 )


8. Manifestasi klinis
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan
pada waktu serangan tampak penderita bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas


bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversible secara spontan ataupun dengan
pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain :
1.

Sesak.

2.

Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop.

3.

Batuk produktif, sering pada malam hari.

4.

Nafas atau dada seperti tertekan.

Vous aimerez peut-être aussi