Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmad dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini, makalah yang berjudul PENILAIAN AUTENTIK.
Tujuan dibuatnya tugas makalah ini untuk melengkapi tugas mata kuliah telaah kurikulum
SMA.
Makalah ini berisikan tentang pengertian, makna, manfaat, ciri, tuntutan kurikulum 2013,
belajar autentik, jenis-jenis, pengembangan nilai dan hakikat penilaian autentik.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khusunya para pendidik yang setiap
harinya berinteraksi dengan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Makalah ini tentunya masih terdapat kekurangan untuk itu pesan dan kesan dari pembaca
sangat diharapkan oleh kami, sebagai bahan perbaikan di kemudian hari.
Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.3
Tujuan Penulisan
1.4
Manfaat Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Penilaian
2.2
Definsi Dan Makna Penilaian Autentik (Asesmen Autentik)
2.3
Manfaat Penilaian Autentik
2.4
Ciri Penilaian Autentik
2.5
Asesmen Autentik Dan Tuntutan Kurikulum 2013
2.6
Asasmen Autentik Dan Belajar Autentik
2.7
Jenis-Jenis Asesmen Autentik
2.8
Pengembangan Penilaian Autentektik
2.9
Hakikat Penilaian Autentik
BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan penilaian hasil pembelajaran siswa sejalan dengan perkembangan
kurikulum yang dipergunakan. Hal itu disebabkan penilaian merupakan salah satu komponen
yang terkait langsung dengan kurikulum. Kurikulum itu sendiri adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraankegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu (PP No.19,
Th. 2005:3). Untuk mengukur kadar ketercapaian kurikulum di jenjang sekolah, khususnya
yang mencakup tujuan dan isi, penilaian terhadap capaian hasil pembelajaran harus
dilakukan.
Perubahan kurikulum menjadi KTSP turut mengubah paradigma kegiatan pembelajaran
dan proses penilaian, baik yang menyangkut tentang sistem, prinsip, pendekatan, maupun
teknik dan bentuk penilaian (Arifin, 2009:178). KTSP menuntut pelaksanaan penilaian yang
mengacu pada Standar Penilaian Pendidikan. Salah satu prinsip penilaian yang tercantum
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan adalah menyeluruh dan berkesinambungan. Menyeluruh berarti
penilaian oleh guru mencakup semua aspek kompetensi (aspek kognitif, aspek psikomotor
dan aspek afektif) dengan menggunakan berbagai teknik penilain yang sesuai.
Berkesinambungan artinya penilaian dilakukan untuk memantau perkembangan kemampuan
siswa.
Untuk dapat melihat perkembangan hasil belajar selama proses pembelajaran dilakukan
melalui asesmen formatif yaitu proses penilaian yang direncanakan sehingga menimbulkan
bukti status siswa yang digunakan oleh guru untuk menyesuaikan prosedur pembelajaran
yang sedang berlangsung serta untuk menyesuaikan taktik belajar siswa saat ini dan bertujuan
untuk memperoleh informasi mengenai kekuatan dan kelemahan proses pembelajaran yang
telah dilakukan dan menggunakan informasi tersebut untuk memperbaiki, mengubah atau
memodifikasi proses pembelajaran agar lebih efektif. Dengan kata lain dengan informasi
yang diperoleh, guru akan memperbaiki hal-hal yang perlu diperbaiki, sedangkan yang tidak
perlu diperbaiki perlu dipertahankan dan ditingkatkan.
Hamid (2008:36) menemukan fakta bahwa sistem penilaian yang digunakan dalam
pembelajaran Fisika di SMA masih didominasi dengan penilaian paper and pencil test,
sementara kinerja siswa maupun penilaian diri oleh siswa tidak pernah dilakukan oleh guru.
Pada hal, tujuan mata pelajaran Fisika yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI No.22 Tahun 2006 tentang Standar Isi adalah agar siswa memiliki kemampuan:
(1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan
alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2) Memupuk sikap ilmiah yaitu
jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (3)
Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji
hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan,
mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis; (4) Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai
peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif; (5)
Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan
pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berdasarkan tujuan mata pelajaran Fisika tersebut, jelas bahwa aspek psikomotor maupun
aspek afektif justru sangat penting untuk dinilai. Tanpa itu data yang dikumpulkan dalam
penilaian menjadi kurang lengkap dan tidak bermakna (Arifin, 2009:179). Hamid (2008:40)
juga menegaskan penilaian yang tidak menyeluruh mengakibatkan guru mengalami kesulitan
dalam pengambilan keputusan pada akhir semester khususnya dalam pengisian rapor siswa.
Hasil belajar psikomotor pada mata pelajaran Fisika tidak dapat diabaikan karena
berdasarkan hakikatnya Fisika merupakan bidang ilmu yang tidak hanya berupa kumpulan
fakta tetapi juga merupakan serangkaian proses ilmiah yang membutuhkan keaktifan
bertindak atau hands-on (Yuliati, 2008:5). Pengukuran aspek psikomotor dilakukan terhadap
hasil-hasil belajar yang berupa penampilan (Arikunto, 2010:182). Menurut Ryan (Haryati,
2008:26) salah satu cara menilai kompetensi aspek psikomotor adalah melalui pengamatan
langsung serta penilaian tingkah laku (kinerja) siswa selama kegiatan pembelajaran (praktek
berlangsung).
BAB II
PEMBAHASAN
whither infact certain changes are taking place in the learns as well as to
determine the a mount or degree of change in individual students.
Dari definisi di atas yang perlu diperhatikan, bahwa dalam melakukan penilaian Anda
harus yakin bahwa pendidikan dapat membawa perubahan pada diri anak didik karena ada
dua hal yang harus dilakukan yaitu : mengumpulkan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian
dijadikan dasar penetapan ada tidaknya perubahan, dan derajat perubahan yang terjadi. Buktibukti yang dikumpulkan dapat bersifat kuantitatif, membagi hasil pengukuran berbentuk
angka misalnya dari testing, pemberian tugas penampilan (performance), kertas kerja,
laporan tugas lapangan dan lain-lain.Bukti dapat pula bersifat kualitatif, tidak berbentuk
bilangan, melainkan hanya menunjukkan kualifikasi hasil belajar seperti baik sekali, sedang,
rajin, cermat dan lain-lain.
Bukti-bukti kuantitatif maupun kualitatif yang dikumpulkan, seharusnya memenuhi
persyaratan tertentu agar dijadikan dasar pengambilan keputusan adanya perubahan perilaku
dan derajat perubahannya secara adil dan objektif. Pengambilan keputusan selalu dipengaruhi
oleh Value Judgment, karena itu peran bukti-bukti penilaian tersebut tidak bisa diabaikan,
demi kepentingan semua
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka, deskripsi
verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.
Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik
dalam proses pembelajaran.
Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai.
2.
3.
melainkan pembelajar juga diminta untuk berunjuk kerja mempraktikkannya dalam sebuah
situasi konkret yang sengaja diciptakan.
4.
Mengetahui bagaimana menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain
pembelajaran.
4.
Menjadi kreatif tentang bagaimana proses belajar peserta didik dapat diperluas dengan
menimba pengalaman dari dunia di luar tembok sekolah.
Asesmen autentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak tahun
1990an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian tradisional untuk mengukur
prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah, menjodohkan, dan lain-lain telah gagal
mengetahui kinerja peserta didik yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal
memperoleh gambaran yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Asesmen hasil belajar yang tradisional bahkan cenderung mereduksi makna
kurikulum, karena tidak menyentuh esensi nyata dari proses dan hasil belajar peserta didik.
Ketika asesmen tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu
menggambarkan kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap,
keterampilan, dan kemampuan berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran
atau disiplin ilmu; ketika itu pula asesmen autentik memperoleh traksi yang cukup kuat.
Memang, pendekatan apa pun yang dipakai dalam penilaian tetap tidak luput dari kelemahan
dan kelebihan. Namun demikian, sudah saatnya guru profesional pada semua satuan
pendidikan memandu gerakan memadukan potensi peserta didik, sekolah, dan lingkungannya
melalui asesmen proses dan hasil belajar yang autentik.
Data asesmen autentik digunakan untuk berbagai tujuan seperti menentukan
kelayakan akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data
asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif.
Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar
peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian
berpendapat, dan sebagainya. Analisis kuantitatif dari data asesmen autentik menerapkan
rubrik skor atau daftar cek (checklist) untuk menilai tanggapan relatif peserta didik relatif
terhadap kriteria dalam kisaran terbatas dari empat atau lebih tingkat kemahiran (misalnya:
sangat mahir, mahir, sebagian mahir, dan tidak mahir). Rubrik penilaian dapat berupa analitik
atau holistik. Analisis holistik memberikan skor keseluruhan kinerja peserta didik, seperti
menilai kompetisi Olimpiade Sains Nasional.
Daftar cek (checklist). Digunakan untuk mengetahui muncul atau tidaknya unsur-unsur
tertentu dari indikator atau subindikator yang harus muncul dalam sebuah peristiwa atau
tindakan.
b)
c)
Skala penilaian (rating scale). Biasanya digunakan dengan menggunakan skala numerik
berikut predikatnya. Misalnya: 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang
sekali.
d) Memori atau ingatan (memory approach). Digunakan oleh guru dengan cara mengamati
peserta didik ketika melakukan sesuatu, dengan tanpa membuat catatan. Guru menggunakan
informasi dari memorinya untuk menentukan apakah peserta didik sudah berhasil atau belum.
Cara seperti tetap ada manfaatnya, namun tidak cukup dianjurkan.
Penilaian kinerja memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertama, langkahlangkah kinerja harus dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja yang nyata untuk
suatu atau beberapa jenis kompetensi tertentu. Kedua, ketepatan dan kelengkapan aspek
kinerja yang dinilai. Ketiga, kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan oleh peserta
didik untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran. Keempat, fokus utama dari kinerja
yang akan dinilai, khususnya indikator esensial yang akan diamati. Kelima, urutan dari
kemampuan atau keerampilan peserta didik yang akan diamati.
Pengamatan atas kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk
menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa
peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara, misalnya, guru dapat mengobservasinya
pada konteks yang, seperti berpidato, berdiskusi, bercerita, dan wawancara. Dari sini akan
diperoleh keutuhan mengenai keterampilan berbicara dimaksud. Untuk mengamati kinerja
peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen, seperti penilaian sikap, observasi
perilaku, pertanyaan langsung, atau pertanyaan pribadi.
Penilaian-diri (self assessment) termasuk dalam rumpun penilaian kinerja. Penilaian diri
merupakan suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri
berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam
mata pelajaran tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi
kognitif, afektif dan psikomotor.
Penilaian ranah sikap. Misalnya, peserta didik diminta mengungkapkan curahan perasaannya
terhadap suatu objek tertentu berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penilaian ranah keterampilan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai kecakapan atau
keterampilan yang telah dikuasainya oleh dirinya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah
disiapkan.
Penilaian ranah pengetahuan. Misalnya, peserta didik diminta untuk menilai penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berpikir sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu
berdasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Teknik penilaian-diri bermanfaat memiliki beberapa manfaat positif. Pertama,
menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik. Kedua, peserta didik menyadari kekuatan dan
kelemahan dirinya. Ketiga, mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik berperilaku
jujur. Keempat, menumbuhkan semangat untuk maju secara personal.
2. Penilaian Proyek
Keterampilan peserta didik dalam memilih topik, mencari dan mengumpulkan data,
mengolah dan menganalisis, memberi makna atas informasi yang diperoleh, dan menulis
laporan.
Penilaian proyek berfokus pada perencanaan, pengerjaan, dan produk proyek. Dalam
kaitan ini serial kegiatan yang harus dilakukan oleh guru meliputi penyusunan rancangan dan
instrumen penilaian, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan laporan. Penilaian
proyek dapat menggunakan instrumen daftar cek, skala penilaian, atau narasi. Laporan
penilaian dapat dituangkan dalam bentuk poster atau tertulis.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus.
Penilaian produk dari sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil
akhir secara holistik dan analitik. Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas
kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti makanan, pakaian, hasil karya seni
(gambar, lukisan, patung, dan lain-lain), barang-barang terbuat dari kayu, kertas, kulit,
keramik, karet, plastik, dan karya logam. Penilaian secara analitik merujuk pada semua
kriteria yang harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik
merujuk pada apresiasi atau kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
3.
Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian atas kumpulan artefak yang menunjukkan
kemajuan dan dihargai sebagai hasil kerja dari dunia nyata. Penilaian portofolio bisa
berangkat dari hasil kerja peserta didik secara perorangan atau diproduksi secara
berkelompok, memerlukan refleksi peserta didik, dan dievaluasi berdasarkan beberapa
dimensi.
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada
kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu
periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran
yang dianggap terbaik, hasil tes (bukan nilai), atau informasi lain yang releban dengan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang dituntut oleh topik atau mata pelajaran tertentu.Fokus
penilaian portofolio adalah kumpulan karya peserta didik secara individu atau kelompok pada
satu periode pembelajaran tertentu. Penilaian terutama dilakukan oleh guru, meski dapat juga
oleh peserta didik sendiri.
Peserta didik, baik sendiri maupun kelompok, mandiri atau di bawah bimbingan guru
menyusun portofolio pembelajaran.
d) Guru menghimpun dan menyimpan portofolio peserta didik pada tempat yang sesuai, disertai
catatan tanggal pengumpulannya.
e) Guru menilai portofolio peserta didik dengan kriteria tertentu.
f)
Jika memungkinkan, guru bersama peserta didik membahas bersama dokumen portofolio
yang dihasilkan.
g) Guru memberi umpan balik kepada peserta didik atas hasil penilaian portofolio.
4. Penilaian Tertulis
Meski konsepsi asesmen autentik muncul dari ketidakpuasan terhadap tes tertulis
yang lazim dilaksanakan pada era sebelumnya, penilaian tertulis atas hasil pembelajaran tetap
lazim dilakukan. Tes tertulis terdiri dari memilih atau mensuplai jawaban dan uraian.
Memilih jawaban dan mensuplai jawaban. Memilih jawaban terdiri dari pilihan ganda,
pilihan benar-salah, ya-tidak, menjodohkan, dan sebab-akibat. Mensuplai jawaban terdiri dari
isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
Tes tertulis berbentuk uraian atau esai menuntut peserta didik mampu mengingat,
memahami, mengorganisasikan, menerapkan, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan
sebagainya atas materi yang sudah dipelajari. Tes tertulis berbentuk uraian sebisa mungkin
bersifat komprehentif, sehingga mampu menggambarkan ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik.
Pada tes tertulis berbentuk esai, peserta didik berkesempatan memberikan jawabannya
sendiri yang berbeda dengan teman-temannya, namun tetap terbuka memperoleh nilai yang
sama. Misalnya, peserta didik tertentu melihat fenomena kemiskinan dari sisi pandang
kebiasaan malas bekerja, rendahnya keterampilan, atau kelangkaan sumberdaya alam.
Masing-masing sisi pandang ini akan melahirkan jawaban berbeda, namun tetap terbuka
memiliki kebenarann yang sama, asalkan analisisnya benar. Tes tersulis berbentuk esai
biasanya menuntut dua jenis pola jawaban, yaitu jawaban terbuka (extended-response) atau
jawaban terbatas (restricted-response). Hal ini sangat tergantung pada bobot soal yang
diberikan oleh guru. Tes semacam ini memberi kesempatan pada guru untuk dapat mengukur
hasil belajar peserta didik pada tingkatan yang lebih tinggi atau kompleks.
Standar dimaksudkan sebagai sebuah pernyataan tentang apa yang harus diketahui atau
dapat dilakukan pembelajar. Di samping standar ada goal (tujuan umum) dan objektif (tujuan
khusus), dan standar berada di antara keduanya. Standar dapat diobservasi (observable) dan
diukur (measurable) ketercapaiannya.Istilah umum yang dipakai di dunia pendidikan di
Indonesia untuk standar adalah kompetensi sebagaimana terlihat pada KBK dan KTSP. Di
kurikulum tersebut dikenal adanya istilah standar kompetensi lulusan dan kompetensi dasar.
Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan (PP No. 19 Tahun 2005: 2), sedang kompetensi dasar adalah
kompetensi atau standar minimal yang harus tercapai atau dikuasai oleh pembelajar.
Kompetensi, baik yang dirumuskan sebagai standar kompetensi maupun kompetensi
dasar, menjadi acuan dan tujuan yang ingin dicapai dalam keseluruhan proses pembelajaran.
Oleh karena itu, kompetensi apa yang akan dicapai itu haruslah yang pertama-tama
ditetapkan. Untuk kurikulum sekolah (KTSP), standar kompetensi dan kompetensi dasar,
yang dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan disebut Standar
Kompetensi Lulusan (SKL), telah secara jelas ditunjuk. Standar Kompetensi Lulusan inilah
yang kemudian dijadikan pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan. Karena standar kompetensi dan kompetensi dasar lazimnya masih abstrak,
kompetensi dasar kemudian dijabarkan menjadi sejumlah indikator yang lebih operasional
sehingga jelas kemampuan, keterampilan, atau kinerja apa yang menjadi sasaran pengukuran.
Standar Kompetensi Lulusan tentu saja harus mencerminkan harapan masyarakat tentang
apa yang mesti dicapai dan atau dikuasai oleh lulusan satuan pendidikan tertentu. Akibat
perkembangan ilmu dan teknologi di era informasi, dewasa ini perkembangan kehidupan
begitu cepat, perubahan demi perubahan begitu cepatnya, apa yang semula dianggap mapan
atau menzaman, dalam hitungan sedikit tahun atau bahkan bulan, telah menjadi ketinggalan
zaman. Dengan demikian, perubahan kini menjadi kata kunci untuk tetap bertahan. Maka,
keterbukaan terhadap perubahan juga suatu hal yang harus diterima dan disikapi dengan
benar. Konsekuensinya, salah satu kompetensi yang disiapkan untuk lulusan satuan
pendidikan juga harus menerima dan mengikuti arus perubahan itu, dan itu artinya rumusan
kompetensi harus realistik sesuai dengan tuntutan zaman.
Penentuan Tugas Otentik
Tugas otentik adalah tugas-tugas yang secara nyata dibebankan kepada pembelajar untuk
mengukur pencapaian kompetensi yang dibelajarkan, baik ketika kegiatan pembelajaran
masih berlangsung atau ketika sudah berakhir. Pengukuran hasil pencapaian kompetensi
pembelajar yang secara realistic dilakukan di kelas dapat bersifat model tradisional atau
otentik sekaligus tergantung kompetensi atau indicator yang akan diukur. Tugas otentik
(authentic task) sering disinonimkan dengan penilaian otentik (authentic assessment) walau
sebenarnya cakupan maknayang kedua lebih luas.Permasalahan yang segera muncul adalah
tugas-tugas apa atau model-model pengukuran apa yang dapat dikategorikan sebagai tugas
atau penilaian otentik.
Semua kegiatan pengukuran pendidikan harus mengacu pada standar (standar kompetensi,
kompetensi dasar) yang telah ditetapkan. Demikian pula halnya dengan pemberian tugastugas otentik. Pemilihan tugas-tugas tersebut pertama-tama haruslah merujuk pada
kompetensi mana yang akan diukur pencapaiannya. Kedua, dan inilah yang khas penilaian
autentik, pemilihan tugastugas itu harus mencerminkan keadaan atau kebutuhan yang
sesungguhnya di dunia nyata. Jadi, dalam sebuah penilaian otentik mesti terkandung dua hal
sekaligus: sesuai dengan standar (kompetensi) dan relevan (bermakna) dengan kehidupan
nyata. Dua hal tersebut haruslah menjadi acuan kita ketika membuat tugas-tugas otentik
untuk mengukur pencapaian kompetensi pembelajaran kepada peserta didik.
Dengan demikian, apa yang ditugaskan oleh guru kepada pembelajar dan yang dilakukan
oleh pembelajar telah mencerminkan kompetensi yang memang dibutuhkan dalam kehidupan
nyata. Hal itu berarti ada keterkaitan antara dunia pendidikan di satu sisi dengan tuntutan
kebutuhan kehidupan di dunia nyata di sisi lain. Misalnya, dalam pembelajaran bahasa,
bahasa target apa saja, pasti terdapat standar kompetensi lulusan yang berkaitan dengan
kemampuan menulis. Menulis dalam kaitan ini bukan sekedar menulis demi tulisan itu
sendiri, melainkan menulis untuk menghasilkan karya tulis yang memang dibutuhkan di
dunia nyata. Misalnya, menulis surat lamaran pekerjaan, surat penawaran produk, menulis
artikel untuk media masa, dan lain-lain. Untuk itu, pembuatan tugas-tugas otentik dalam
rangka penilaian otentik capaian hasil belajar peserta didik mesti terkait dengan kemampuan
menghasilkan karya tulis jenis-jenis tersebut.
Pembuatan Kriteria
Jika standar (kompetensi, kompetensi dasar) merupakan arah dan acuan kompetensi
pembelajaran yang dibelajarkan oleh pendidik dan sekaligus akan dicapai dalam oleh subjek
didik, proses pembelajaran haruslah secara sadar diarahkan ke capaian kompetensi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Demikian pula halnya dengan penilaian yang dimaksudkan untuk
mengukur kadar capaian kompetensi sebagai bukti hasil belajar. Untuk itu, diperlukan criteria
yang dapat menggambarkan capaian kompetensi yang dimaksud. Kriteria merupakan
pernyataan yang menggambarkan tingkat capaian dan bukti-bukti nyata capaian belajar
subjek belajar dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Kriteria lazimnya juga telah
praktis. Selain itu, kriteria haruslah dirumuskan atau dinyatakan (jadi: berupa pernyataan dan
bukan kalimat) singkat padat, komunikatif, dengan bahasa yang gramatikal, dan benarbenar
mencerminkan hal-hal esensial (dari standar/kompetensi) yang diukur. Dalam sebuah rubrik,
kriteria mungkin saja atau boleh juga dilabeli dengan kata-kata tertentu yang lebih
mencerminkan isi, misalnya dengan kata-kata: unsur yang dinilai.
Tingkat capaian kinerja, di pihak lain, umumnya ditunjukkan dalam angka-angka, dan
yang lazim adalah 1-4 atau 1-5, besar kecilnya angka sekaligus menunjukkan tinggi
rendahnya capaian. Tiap angka tersebut biasanya mempunyai deskripsi verbal yang diwakili,
misalnya skor 1: tidak ada kinerja, sedang skor 5: kinerja sangat meyakinkan dan bermakna.
Bunyi deskripsi verbal tersebut harus sesuai dengan kriteria yang akan diukur. Yang pasti
terdapat banyak variasi dalam pembuatan rubrik, juga untuk criteria dan angka tingkat
capaian kinerja. Penilaian tingkat capaian kinerja seorang pembelajar dilakukan dengan
menandai angka-angka yang sesuai. Rubrik lazimnya ditampilkan dalam tabel, kriteria
ditempatkan di sebelah dan tingkat capaian di sebelah kanan tiap kriteria yang diukur
capaiannya itu. Misalnya, untuk mengukur tampilan pidato seorang siswa, dibuatkan rubrik
sebagai berikut.
Kemampuan Berpidato
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Salah satu penilaian otentik yang kini popular dipergunakan di dunia pendidikan di Indonesia
adalah portofolio (portfolio). Bahkan, tampaknya di Indonesia penilaian model portofolio
lebih dahulu dikenal para guru dari pada penilaian otentik bersamaan dengan pelaksanaan
KBK/ KTSP. Tampaknya, tidak terlalu salah jika dikatakan bahwa salah satu trade mark
penilaian era KBK/KTSP adalah dengan model portofolio. Kini, penilaian portofolio semakin
ramai dibicarakan dan diakrabi para guru dan dosen yang mengajukan sertifikasi
profesionalisme pendidik lewat pembuatan portofolio. Sebelumnya, portofolio sudah lebih
banyak dikenal di dunia usaha dan perkantoran.
Penggunaan portofolio sebagai salah model penilaian hasil belajar bahasa dan sastra juga
cocok karena dengan cara ini mahasiswa/siswa dipaksa atau terpaksa harus membuat karya
tulis. Penilaian model portofolio juga menjamin memberikan data otentik tentang capaian
kemampuan berbahasa. Penilaian portofolio merupakan salah bentuk penilaian berbasis kelas
yang merupakan penilaian yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Penilaian berbasis
kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi dan hasil belajar peserta
didik yang dilakukan guru dengan menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan berkaitan
dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum (Supranata & Hatta,2004:5)
Jika
sebuah
konsep
belum
terpahami,
bagaimana
mungkin
kita
mau
sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di
Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hakikat penilaian pendidikan menurut konsep authentic assesment adalah proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.
Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan
bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan
guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segara bisa
mengambil tindakan yang tepat. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di
sepanjang proses pembelajaran, asesmen tidak hanya dilakukan di akhir periode (semester)
pembelajaran seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar (seperti EBTA/Ebtanas/UAN),
tetapi juga dilakukan bersama dan secara terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan
pembelajaran (Nurhadi, 2004: 168)
Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian (assesment) bukanlah untuk
mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar seharusnya ditekankan
pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan
ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran
(Nurhadi, 2004: 168).
Penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan
demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara
objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan pada hasil akhir (produk).
Lagi pula sangat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan sejalan dengan
berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang teori Bloom,
sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa kurikulum di
Indonesia sebelum ini, penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Cara penilaian juga bermacam-macam, dapat menggunakan model nontes dan tes
sekaligus, serta dapat dilakukan kapan saja bersamaan dengan kegiatan pembelajaran.
Namun, semuanya harus tetap terencana secara baik. Misalnya, dengan memberikan tes
(ulangan) harian, latihan-latihan di kelas, penugasan, wawancara, pengamatan, angket,
catatan lapangan/harian, atau portofolio. Penilaian yang dilakukan lewat berbagai cara atau
model, menyangkut berbagai ranah, serta meliputi proses dan produk inilah yang kemudian
disebut sebagai penilaian autentik. Autentik dapat berarti dan sekaligus menjamin
keobjektifan, sesuatu yang nyata, konkret, benar-benar hasil tampilan siswa, serta akurat dan
bermakna.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
2. Makna Penilaian autentik dalam pelaksanaan penilaian hendaknya tujuan penilaian diarahkan
pada hal berikut.
Keeping track, yaitu untuk menelusuri agar proses pembelajaran anak didik tetap sesuai
dengan rencana.
Checking-up, yaitu untuk mengecek adakah kelemahan-kelemahan yang dialami anak didik
dalam proses pembelajaran.
Finding-out, yaitu untuk mencari dan menemukan hal-hal yang menyebabkan terjadinya
kelemahan dan kesalahan dalam proses pembelajaran.
Summing-up, yaitu untuk menyimpulkan apakah anak didik telah mencapai.
3. Manfaat Penilain Autentik
Penggunaan penilaian autentik memungkinkan dilakukannya pengukuran secara langsung
terhadap kinerja pembelajar sebagai indikator capain kompetensi yang dibelajarkan.
Penilaian autentik memberikan kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksikan hasil
belajarnya.
Penilaian autentik memungkinkan terintegrasikannya kegiatan pengajaran, belajar, dan
penilaian menjadi satu paket kegiatan yang terpadu.
Penilaian autentik memberi kesempatan pembelajar untuk menampilkan hasil belajarnya,
unjuk kerjanya, dengan cara yang dianggap paling baik.Singkatnya, model ini
memungkinkan pembelajar memilih sendiri cara, bentuk, atau tampilan yang menurutnya
paling efektif.
Asesmen autentik dan tuntutan kurikulum 2013 yaitu asesmen autentik memiliki relevansi
kuat terhadap pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum
2013. Karena, asesmen semacam ini mampu menggambarkan peningkatan hasil belajar
peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar, mencoba, membangun jejaring,
dan lain-lain. Asesmen autentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual,
memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang
lebih autentik. Karenanya, asesmen autentik sangat relevan dengan pendekatan tematik
terpadu dalam pembejajaran, khususnya jenjang sekolah dasar atau untuk mata pelajaran
yang sesuai.
6.
Asesmen autentik dan belajar autentik yaitu Dalam pembelajaran autentik, peserta didik
diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan saintifik, memahahi aneka fenomena
atau gejala dan hubungannya satu sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang
dipelajari dengan dunia nyata yang luar sekolah. Di sini, guru dan peserta didik memiliki
tanggung jawab atas apa yang terjadi. Peserta didik pun tahu apa yang mereka ingin pelajari,
memiliki parameter waktu yang fleksibel, dan bertanggungjawab untuk tetap pada tugas.
Asesmen autentik pun mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan,
menganalisis, mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk
kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Penentuan Standar
Penentuan Tugas Otentik
Pembuatan Kriteria
Pembuatan Rubrik
Contoh Penilaian Otentik: Portofolio
9. Hakikat penilaian autentik yaitu Penilaian otentik mementingkan penilaian proses dan hasil
sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan siswa dalam rangkaian kegiatan pembelajaran
dapat dinilai secara objektif, apa adanya, dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil
akhir (produk) saja. Lagi pula amat banyak kinerja siswa yang ditampilkan selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya haruslah dilakukan selama dan
sejalan dengan berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran. Jika dilihat dari sudut pandang
teori Bloom sebuah model yang dijadikan acuan pengembangan penilaian dalam beberapa
kurikulum di Indonesia sebelum ini penilaian haruslah mencakup ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
http://tirzapangkali2014.blogspot.co.id/2014/04/makalah-penilaian-autentik.html