Vous êtes sur la page 1sur 12

KEBIJAKAN MONETER ISLAM & PERAN LEMBAGA

KEUANGAN
Disusun Oleh
Akhmad Irsyad Asyary

155020500111012

Dwiki Hadian Setiawan

155020500111014

Roni Eka Prasetiawan

155020500111005

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016s

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena
dengan rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang
merupakan salah satu tugas akhir pada mata kuliah Ekonomi Internasional &
Perdagangan (Tijaroh) pada prodi Ekonomi Islam di Universitas Brawijaya.
Alhamdulillah dengan bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah ini, kami
dapat menyelesaikan karys tulis ini yang berjudul Kebijakan moneter dalam
islam dan Peran Lembaga Keuangan Penulis mengucapkan terima kasih sebagai
ungkapan rasa syukur, kepada:
1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Mohammad Bisri, MS. Selaku Rektor Universitas
Brawijaya Malang.

2.

Bapak Prof. Dr. Chandra Fajri Ananda, Ph.D. Selaku Dekan Fakultas
Ekonomi & Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

3.

Ibu Dwi Retno Widiyanti, SE, M.Sc. Selaku pengampu mata kuliah
Ekonomi Internasional & Perdagangan (Tijaroh)

yang telah

mengajarkan banyak hal kepada kami


4.

Ayahanda dan Ibunda terima kasih atas semua perhatian, kasih sayang,
motivasi, dan bimbingannya.

5.

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan karya


tulis ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu, segala kritikan dan saran kepada penulis
sebagai perbaikan makalah ini dengan senang hati penulis terima. Semoga buku
ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 2016

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijakan moneter merupakan instrument dari bank sentral yang sengaja
dirancang untuk mempengaruhi variable-variabel finansial seperti tingkat
penwaran uang dan suku bunga. Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara
kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal ataupun eksternal. Secara
prinsip tujuan kebijakan moneter islam tidak jauh berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang.

Sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata diharapkan dapat tercapai. Stabilitas


nilai uang tidak terlepas dari tujuan keterbukaan dan ketulusan dalam
berhubungan dengan manusia.
Munculnya uang sendiri sebagai alat tukar dan alat pembayaran membawa
konsekuensi logis terhadap pentingnya lembaga keuangan sebagai lembaga
intermediasi yang menjembatani berbagai pihak pelaku ekonomi dalam
kegiatannya masing-masing. Peran Lembaga keuangan sudah menjadi vital dalam
kegiatan ekonomi makro yang diharapkan dapat mencapai kemerataan dan
stabilitas bagi berbagai pihak pelaku ekonomi
Oleh sebab itu penulis mencoba membahas mengenai instrument kebijakan
moneter Islam dan Peran dari Lembaga Keuangan
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa masalah, adapun dalam
rumusan maslah dalam hal ini adalah :
1.

Bagaimana kebijakan moneter dalam perspektif Islam?

2.

Bagaimana instrument kebijakan moneter dalam perspektif Islam?

3.

Bagaimana Peran Lembaga Keuangan?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa tujuan pembahasan. Adapun
tujuannya yakni sebagai berikut..
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebijakan menurut perspektif Islam
2. Untuk mengetahui Instrumen yang ada dalam kebijakan moneter islam
3. Untuk mengetahui Peran Lembaga Keuangan.

1.4 Manfaat Penulisan


Diharapkan karya tulis ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi penulis ataupun akademis lain. Selain itu, diharapkan sebagai
sumbangan pemikiran atau referensi pembaca.

BAB II
Pembahasan
2.1 Kebijakan Moneter dalam Perspektif Islam
Umer Capra menyebutkan tujuan utama dan fungsi kebijakan moneter dalam
kerangka ekonomi yang Islami adalah untuk mencapai :
a. Kesejehtaraan ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh
dan laju pertumbuhan ekonomi yang optimal.
b. Keadilan sosial ekonomi dan distribusi kekayaan, serta pendapatan yang
merata.

c. Stabilitas nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukar sebagai suatu
unit yang dapat diandalkan, standar yang adil bagi pembayaran masa
depan, serta penyimpanan nilai yang stabil.
d. Mobilitas dana tabungan investasi untuk pembangunan ekonomi dalam
suatu cara yang adil sehingga pengembalian keuntungan dapat dijamin
bagi semua pihak yang bersangkutan.
e. Memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal
diharapkam dari sistem perbankan.
Penghapusan bunga dan penerapan LPS dalam sistem moneter dalam islam
akam membawa implikasi yang fundamental terhadap instrumen kebijakan yang
digunakan.
Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang digunakan untuk mengontrol
jumlah uang yang beredar oleh Bank Sentral. Tujuan kebijakan moneter adalah
memelihara kestabilan nilai uang secara internal maupun eksternal. Stabilitas nilai
uang mencerminkan stabilitas harga yang mempengaruhi realisasi tujuan
pembangunan suatu Negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan
distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum
dan stabilitas ekonomi.
Tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan kebijakan
moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas, sehingga pertumbuhan ekonomi
yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak
terlepas dari tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan
manusia.
2.2 Instrument Kebijakan Moneter Islam
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua
instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat
berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu
instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates,
discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan
didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis
Islam. Tetapi sejumlah instrumen kebijakan moneter konvensional menurut
sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan
kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral
suasion and change in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak
dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam
memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi
moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas

bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau
menurunkan uang beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk
mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam
ekonomi Islam, antara lain:

Kebijakan Dorongan Moral (Moral Suasion) : yang berisikan sebuah


pengumuman kepada seluruh bank umum untuk mengajak atau melarang
untuk memberikan pinjaman tabungan ataupun pinjaman tabungan.

Lending ratio : kebijakan untuk memberikan pinjaman, Lending Ratio


dalam hal ini yang artinya Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).

Profit Sharing : Ratio bagi untung yang harus ditentukan sebelum


memulai bisnis. Bank Sentral menggunakan kebijakan dalam kebijakan
moneter. Dimana ketika bank sentral menaikan jumlah uang yang beredar,
maka keuntungan untuk nasabah juga ikut meningkat

Islamic Sukuk : pemerintah mengeluarkan obligasi, dimana ketika inflasi


pemerintah akan mengeluarka sukuk lebih banya agar uang yang beredar
tereduksi. Jadi sukuk berguna untuk mengurangi atau menambah uang
yang beredar

Government Instrument Certificate : merupakan pengganti sertifikat


Bank Indonesia yang dikarenakan SBI memiliki bunga dan itu sangat
dilarang dalam Bank Syariah

Reserve Ratio : Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang
harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin
mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan Reserve Ratio
misalnya dari 5 persen menjadi 20 % yang dampaknya sisa uang yang ada
pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.

Refinance Ratio: Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga.


Ketika refinance ratio meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat,
dan ketika refinance ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena
mereka tidak di dorong untuk memberikan pinjaman.

Penjualan atau pembelian sertipikat bank sentral dalam kerangka komersial,


disebut sebagai Treasury Bills. Instrumen ini dikeluarkan oleh Menteri Keuangan
dan dijual oleh bank sentral kepada broker dalam jumlah besar, dalam jangka
pendek dan berbunga meskipun kecil. Treasury Bills ini tidak bisa di terima dalam
Islam, maka sebagai penggantinya diterbitkan pemerintah dengan sistem bebas
bunga, yang disebut GIC (Government Instrument Certificate).

Instrument yang di perlukan dalam kebijakan moneter Islam diharapkan tidak


hanya akan membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill
terhadap uang, tetapi juga memenuhi kebutuhan untuk membiyayai defisit
pemerintah yang benar-benar rill dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat
Islam lainnya. Terdapat sejumlah elemen untuk mengatur hal ini diantaranya
(chapra, 2000):
1. Target pertumbuhan dalam M dan MO
2. Saham public terhadap deposito unjuk (uang giral)
3. Cadangan wajib resmi
4. Pembatas kredit
5. Alokasi kredit (pembiyayaan ) yang berorientasi kepada nilai
6. Instrumen factory (anjak piutang) yang baru populer tahun 1980-an telah
dikenal dengan nama al-hiwalah, hanya bedanya al-hiwalah tidak
menggunakan instrumen bunga.
2.3 Peran Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan (financial institution) dapat didefinisikan sebagai suatu
badan usaha yang aset utamanya berbentuk aset keuangan (financial assets)
maupun tagihantagihan (claims) yang dapat berupa saham (stocks), obligasi
(bonds) dan pinjaman (loans), daripada berupa aktiva riil misalnya bangunan,
perlengkapan (equipment) dan bahan baku (Rose & Frasser, 1988 : 4).
Secara umum, Lembaga Keuangan sangat diperlukan dalam perekonomian
modern karena fungsinya sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang
kelebihan dana dan kelompok masyarakat yang memerlukan dana.
Lembaga keuangan sebagai badan yang melakukan kegiatan-kegiatan di
bidang keuangan mempunyai peranan sehagai berikut:
1. Pengalihan Aset (Asset Transfer)
Lembaga keuangan memiliki aset dalam bentuk janjijanji untuk
membayar atau dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan
jangka waktu yang diatur sesuai dengan kebutuhan peminjam. Dana pembiayaan
asset tersebut diperoleh dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga
keuangan sebenarnya hanyalah mengalihkan atau memindahkan kewaiban
peminjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu jatuh tempo sesuai
keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi suatu aset disebut
transmutasi kekayaan atau asset transimutation.

2. Likuiditas (liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan untuk memperoleh uang tunai pada
saat dibutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli sektor usaha dan rumah
tangga terutama dimaksudkan untuk tujuan likuiditas. Sekuritas sekunder seperti
tabungan, deposito, sertifikat deposito yang diterbitkan bank umum memberikan
tingkat keamanan dan likuiditas yang tinggi, di samping tambahan pendapatan.
3. Realokasi Pendapatan (income reallocation)
Dalam kenyataannya di masyarakat banyak individu memiliki penghasilan
yang memadai dan menyadari bahwa di masa datang mereka akan pensiun
sehingga pendapatannya jelas akan berkurang. Untuk menghadapi masa yang
akan datang tersebut mereka menyisihkan atau merealokasikan pendapatannya
untuk persiapan di masa yang akan datang. Untuk melakukan hal tersebut pada
prinsipnya mereka dapat saja membeli atau menyimpan barang misalnya : tanah,
rumah dan sebagainya, namun pemilikan sekuritas sekunder yang dikeluarkan
lembaga keuangan, misalnya program tahungan, deposito, program pensiun, polis
asuransi atau saham-saham adalah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
alteniatif pertama.
4. Transaksi (transaction)
Sekuritas sekunder yang diterbitkan oleh lembaga intermediasi keuangan
misalnya rekening giro, tabungan, deposito dan sebagainya, merupakan bagian
dari sistem pembayaran. Produk-produk tabungan tersebut dibeli oleh rumah
tangga dan unit usaha untuk mempermudah mereka melakukan penukaran barang
dan jasa. Dalam hal tertentu, unit ekonomi membeli sekuritas sekunder (misalnya
giro) untuk mempermudah penyelesaian transaksi keuangannya sehari-hari.
Dengan demikian lembaga keuangan berperan sebagai lembaga perantara
keuangan yang menyediakan jasajasa untuk mempermudah transaksi moneter.

BAB 3
Penutup
3.1 Kesimpulan
Hampir semua instrument kebijakan moneter dalam pelaksanaan kebijakan
moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi acuan itu semua
mengandung unsur bunga. Oleh sebab itu semua instrumen konvensional yang
mengandung unsur bunga tidak di gunakan dalam kebijakan moneter syariah.
Tetapi ada beberapa kebijakan moneter konvensional yang masih dapat digunakan
dalam kebijakan moneter syariah untuk mengontrol uang dan kredit, seperti
Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and
change in monetary base.
Dalam ekonomi islam, tidak mengenal system bunga sehingga Bank Sentral
memerlukan instrument kebijakan moneter yang bebas dari bunga untuk
mengontrol kebijakan moneter dalam ekonomi islam. Penghapusan system bunga
oleh bank sentral untuk kebijakan ekonomi islam tidak menghambat untuk
mengontrol jumlah uang yang beredar dalam ekonomi.
Secara umum, Lembaga Keuangan sangat diperlukan dalam perekonomian
modern karena fungsinya sebagai mediator antara kelompok masyarakat yang
kelebihan dana dan kelompok masyarakat yang memerlukan dana.
Lembaga keuangan berperan sebagai lembaga perantara keuangan yang
menyediakan jasajasa untuk mempermudah transaksi moneter.
3.2 Saran
Kasih saran wik kalo bisa

Daftar Pustaka
Chapra,Umar.1985.Toward Just Monetary System, Islamic Foudation.
Muhammad.2002.Kebijakan
Islam.Yogyakarta:Salemba Empat.

Fiskal

dan

Moneter

dalam

Ekonomi

Totok Budisantoso dan Nuritomo.2013.Bank dan Lembaga Keuangan


Lain.Yogyakarta:Salemba Empat

Vous aimerez peut-être aussi