Vous êtes sur la page 1sur 28

Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis Unsur
Intrinsk dan Ekstrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir Semester mata kuliah
apresiasi drama, semester genap tahun ajaran 2015 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Jember.
Atas terselesaikannya penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Ahmad Taufik , M.pd., selaku dosen pembimbing mata kuliah
apresiasi drama.
Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat menjadi acuan penelitian karya sastra lebih lanjut. Demikian prakata dari
penulis, disampaikan terima kasih.
Saya berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat bagi yang
membacanya, khususnya bagi mahasiswa jurusan Bahasa Indonesia dan digunakan
sebagai bahan pembelajaran di masa yang akan datang.

Jember, 6 Juni 2015


Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................................


i
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................
ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
.......................................................................................................................
1
2 Rumusan Masalah
.......................................................................................................................
3

1
Tujuan Penulisan
.......................................................................................................................

2
Manfaat Manfaat
.......................................................................................................................
2

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Drama Sebagai Karya Sastra
..............................................................................................................................
3
2.2 Unsur Intrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail
..............................................................................................................................
4
2.2.1 Alur

.........................................................................................................................
6
2.2.2 Tokoh dan Penokohan
.........................................................................................................................
10
2.2.3 Dialog
.........................................................................................................................
12
2.2.4 Latar (Setting)
.........................................................................................................................
13
2.2.5 Tema
.........................................................................................................................
15
2.2.6 Amanat
.........................................................................................................................
16
2.2.7 Judul
.........................................................................................................................
17
2.3 Unsur Ekstrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Usmar Ismail
..............................................................................................................................
18
2.3.1 Nilai Sosial-Budaya
..............................................................................................................................
18
2.3.2 Nilai Moral
..............................................................................................................................
18
2.3.3 Nilai Agama
..............................................................................................................................
19

2.3.4 Nilai Ekonomi


..............................................................................................................................
19
2.3.5 Biografi Pengarang
..............................................................................................................................
19

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
..............................................................................................................................
20
3.2 Saran
..............................................................................................................................
21
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
22
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mempelajari karya sastra tidak akan pernah habis, karena semua yang ada di
dunia ini ada sangkut pautnya dengan sastra. Misalkan, pengalaman hidup di dunia
ini dapat dijadikan sebuah karya sastra. Sastra berbeda jauh dengan ilmu hitung, jika
di ilmu hitung, satu ditambah satu sama dengan dua, tetapi di karya sastra satu
ditambah satu tidak selalu sama dengan dua, bisa saja sama dengan tiga, empat dan
sebagainya. Ini karena ilmu sastra tidak hanya terpaku dengan hal-hal yang bersifat
pasti. Setiap orang yang menikmati hasil karya sastra, memiliki pendapat yang
berbeda dengan orang lain yang sama-sama menikmati karya sastra. Karena, dalam
menikmati karya sastra, setiap orang dibebaskan dalam berapresiasi.
Pengertian sastra itu sendiri adalah karya tulis yang memiliki keaslian dan
keindahan dalam isinya. Kata sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta
yang berarti teks yang berisi tentang instruksi atau pedoman. Pengertian sastra
menurut Kamus Besar Indonesia adalah karya tulis yang jika dibanding dengan
tulisan lain, memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan,
keindahan dalam isi dan ungkapanya, sedangkan karya sastra adalah hasil dari sastra
itu sendiri. Sastra dibagi menjadi tiga jenis, yaitu puisi, prosa dan drama.
Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, sebab
naskah ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Dengan demikian tujuan drama
bukanlah untuk dibaca seperti orang membaca novel atau puisi. Pokok drama ialah
cerita yang membawakan tema tertentu, diungkapkan oleh dialog dan perbuatan para
pelakunya. Dialog dalam drama dapat berbentuk bahasa prosa maupun puisi. Dalam
sebuah karya sastra pastinya tidak lepas dengan unsur yang membangun cerita yaitu
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Melalui makalah ini, penulis akan memaparkan unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik naskah drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana hakikat drama sebagai sebuah karya sastra?
1.2.2. Bagaimana unsur intrinsik naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail?
1.2.3. Bagaimana unsur ekstrinsik naskah drama Ayahku Pulang karya
Usmar Ismail?
1.3 Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui hakikat drama sebagai sebuah karya sastra.
1.3.2. Untuk mengetahui unsur intrinsik naskah drama Ayahku Pulang
karya Usmar Ismail.
1.3.3. Untuk mengetahui unsur ekstrinsik naskah drama Ayahku Pulang
karya Usmar Ismail.
1.4 Manfaat Pembahasan
1.4.1. Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan diharapkan pembahasan makalah ini dapat
digunakan sebagai bekal menyusun tugas akhir kuliah.
1.4.2. Bagi pemakalah atau calon guru diharapkan pembahasan ini memberikan
pengetahuan kepada guru dan calon guru bahasa Indonesia tentang
pembelajaran drama.
1.4.3. Bagi pembina matakuliah diharapkan dapat memberikan masukan dan
evaluasi terkait dengan mata kuliah apresiasi drama.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Drama sebagai Sebuah Karya Sastra


Drama secara harfiah berasal dari bahasa Yunani "Dromai" yang berarti
berbuat atau bertindak. Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita
melalui dialog para tokoh-tokohnya.
Menurut Wood dan Attfield, 1996 (dalam Sariana, 2010:60) Drama adalah
proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniru gerak pembicaraan
perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan,
penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam
suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita
cerita tertentu. Sedangkan Benhart (dalam Taringan, 1984: 7) menyatakan bahwa
drama adalah suatu karangan dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog atau
pantomi, suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama
sebagai suatu cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di panggung dramatik. Jadi,
dapat disimpulkan drama yaitu sebuah karya sastra berbentuk tontonan yang
mengandung cerita yang dipertontonkan di depan orang banyak yang berupa dialog.
Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog biasanya memainkan peran yang
amat penting karena menjadi pengarah lakon drama. Sebagai karya sastra drama
dapat dibedakan menurut dua penggolongan mendasar yaitu drama sebagai sastra
lisan dan drama sebagai karya tulis. Sebagai sastra lisan drama adalah teater, sedang
drama sebagai karya tulis adalah peranan naskah terhadap komunikasi drama itu
sendiri.
Drama memiliki unsur penunjang, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang terdapat dalam drama itu sendiri, meliputi judul,
tema, alur, latar atau setting, tokoh dan penokohan dan amanat. Sedangkan unsur
ekstrinsik drama ialah unsur luar yang memengaruhi karya sastra.
2.2. Unsur Intrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail
Unsur-unsur intrinsik drama adalah sebagai berikut.
7

Alur
Untuk menyempurnakan sebuah karya sastra terutama drama dalam
hal ini, dibutuhkan alur cerita yang berkesinambungan untuk mengiring
pembaca ataupun penonton terhadap drama tersebut. Adanya alur cerita
yang akan memudahkan pembaca ataupun penonton memahami alur cerita
yang di bawakan. Alur cerita dalam suatu drama dapat di klasifikasikan
dalam tiga jenis, yaitu; alur maju, alur mundur, dan alur campuran (majumundur). Dalam bukunya Drama: Teori dan Pengajarannya, Waluyo
mengemukakan bahwa alur cerita adalah:
Alur cerita merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal sampai
akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan.
Konflik berkembang karena kontradiksi para pelaku. Konflik itu semakin
meningkat untuk kemudian mencapai titik kulminasi setelah klimaks lakon
akan menuju penyelesaian (2002: 8).
Menurut Aristoteles yang dikutip dalam buku Waluyo, terutama dalam
drama tragedy ada empat jalinan konflik dalam alur cerita, yaitu; protasis
(jalinan

awal),

Epitasio,

Catarsis,

dan

Catastrophe.

Aristoteles

menambahkan dalam the Poetics,


The purpose of a tragedy is to arouse the emotion of pity and fear
and thus to produce in the audience a chatarsis of these emotions. Fear and
pity may be arouse by spectacle or by the structure and incidents of the play.
(C. Hugh Holman, 1980: 446).
Gustaf Freytag memberikan unsur-unsur plot ini lebih lengkap, yang
meliputi hal-hal berikut ini.
2.2.1.1 Eksposisi atau Pelukisan Awal
Eksposisi atau Pelukisan Awal, adalah tahap ketika karakter-karakter,
tokoh-tokoh dan informasi/situasi awal diceritakan untuk memahami cerita
tersebut. Dalam tahap ini pembaca diperkenalkan dengan tokoh-tokoh
drama dengan watak masing-masing (Waluyo, 2002: 8).

Seorang Ibu yang duduk menampakkan wajah sedihnya ketika


mendengar suara bedug takbir. Ibu ini sedih karena ia teringat kejadian masa
lalu yang dialami bersama dengan suami dan anaknya. Tepat saat malam
hari raya suaminya pergi meninggalkan anak dan dirinya begitu saja, tanpa
alasan dan sepatah kata sehingga membuat hidup wanita ini kesepian dan
bekerja keras. Saat Ibu ini merenung, tiba-tiba anak laki-laki sulungnya
bernama Gunarto datang dengan mengejutkan lamunannya. Gunarto
mengejutkan lamunan wanita bernama Tina ini dengan bertanya tentang
alasan dirinya yang masih memikirkan ayah (Raden Saleh). Gunarto
melarang ibunya untuk tidak memikirkan ayahnya lagi yang telah
meninggalkan keluarga begitu saja sehingga membuat dirinya, adik, dan
ibunya bekerja keras sampai saat ini. Akan tetapi, ibu Gunarto tetap saja
masih memikirkan ayahnya.
Dibuktikan dengan adanya kutipan naskah sebagai berikut.
GUNARTO (Memandang Ibu Lalu Bicara Dengan Suara Sesal)
Ibu masih berfikir lagi...
I B U (Bicara Tanpa Melihat Gunarto)
Malam Hari Raya Narto. Dengarlah suara bedug itu bersahut-sahutan.
(Gunarto Lalu Bergerak Mendekati Pintu)
Pada malam hari raya seperti inilah Ayahmu pergi dengan tidak
meninggalkan sepatah katapun.
GUNARTO (Agak Kesal)
Ayah......
IBU
Keesokan harinya Hari Raya, selesai sholat ku ampuni dosanya...
GUNARTO
Kenapa masih Ibu ingat lagi masa yang lampau itu? Mengingat orang
yang sudah tidak ingat lagi kepada kita?
I B U (Memandang Gunarto)
Aku merasa bahwa ia masih ingat kepada kita. (Usmar Ismail,
halaman 3)
Adegan dilanjutkan dengan Gunarto yang mencari adiknya bernama
Mintarsih sehingga terjadi obrolan antara ibu dan Gunarto mengenai

nasib adiknya yang telah bekerja keras sebagai tukang jahit untuk
menghidupi keluarganya. Banting tulang yang dilakukan Mintarsih
membuat Gunarto kasihan kepada adiknya, sampai-sampai adiknya tidak
mau menikah terlebih dulu. Saat adegan itu pula, Gunarto dan ibunya
membahas mengenai sosok laki-laki yang ingin menikahi adiknya. Ibunya
menginginkan sosok laki-laki yang menikahi adik Gunarto, sosoknya
tidak seperti suaminya. Ibu juga mendeskripsikan sikap sosok ayah
Gunarto dan mendesak Gunarto untuk menikah tetapi Gunarto
menolaknya karenakan dia ingin mengurus keluarganya dengan baik
terlebih dahulu. Gunarto juga mengatakan bahwa keadaan yang
dialaminya saat ini, disebabkan ayahnya yang telah meninggalkan
keluarga. Gunarto pun kesal terhadap kelakuan ayahnya.
Dapat dibuktikan pada :
GUNARTO (Bergerak Ke Meja Makan)
Mintarsih kemana, Bu?
IBU
Mintarsih keluar tadi mengantarkan jahitan, Narto.
GUNARTO (Heran)
Mintarsih masih juga mengambil upah jahitan, Bu? Bukankah
seharusnya ia tidak usah lagi membanting tulang sekarang?
IBU
Biarlah Narto. Karena kalau ia sudah kawin nanti, kepandaiannya itu
tidak sia-sia nanti. (Usmar Ismail, halaman 4)
Data tersebut membuktikan bahwa naskah drama ini menggunakan
alur maju karena pengenalan tokohnya yang sangat runtut.
2.2.1.2 Rising Action atau Komplikasi atau Pertikaian Awal
Komplikasi atau pertikaian awal adalah perkembangan konflik antar
tokoh yang mencoba untuk memahami jawaban mengenai masalah yang
dihadapinya. Konflik dan ketegangan mulai berkembang melalui setiap
peristiwa yang di alami tokoh (Robert and Jacobs, 2007: 1269).

10

Konflik pertama yang muncul dalam naskah drama tersebut saat


kedatangan sosok adik laki-laki Gunarto yang bernama Maimun. Maimun
pulang dari kerjanya dengan membawa kabar yang menganehkan. Dia
datang dengan menceritakan jika dirinya bertemu dengan seorang lelaki tua
yang mirip dengan ayahnya bahkan teman kerjanya pun (Pak Tirto) juga
bertemu dan mengenal sosok lelaki tua yang ditemuinya di Swalayan. Saat
itu keadaan rumah mulai agak aneh, ibu dan Gunarto agak tidak nyaman
dengan cerita yang disampaikan adiknya tersebut. Bahkan, ibu dan Gunarto
tidak percaya dengan cerita Maimun. Cerita Maimun juga sempat membuat
mereka kesal dengan mengucapkan hal-hal yang tidak mengenakkan.
Dibuktikan dengan adanya kutipan dialog sebagai berikut.
MAIMUN (Menghampiri Gunarto Lalu Duduk Disebelahnya)
Bang, ada kabar aneh, nih! Tadi pagi aku berjumpa dengan seorang tua
yang serupa benar dengan Ayah?
GUNARTO (Tampak Tak Terlalu Mendengarkan)
Oh, begitu?
MAIMUN
Waktu Pak Tirto berbelanja disentral, tiba-tiba ia berhadapan dengan
seorang tua kira-kira berumur enam puluh tahun. Ia kaget juga?!
Karena orang tua itu seperti yang pernah dikenalnya? Katanya orang
tua itu serupa benar dengan Raden Saleh. Tapi kemudian orang itu
menyingkirkan diri lalu menghilang dikerumunan orang banyak!
GUNARTO
Ah, tidak mungkin dia ada disini....
I B U (Setelah Diam Sebentar)
Aku kira juga dia sudah meninggal dunia atau keluar negeri. Sudah
dua puluh tahun semenjak dia pergi pada malam hari raya seperti ini.
(Usmar Ismail, halaman 6-7)
Suasana semakin menganehkan lagi ketika adik perempuan Gunarto
bernama Maimun pulang dengan mengatakan hal aneh

pula. Dia

mengatakan melihat laki-laki tua seperti pengemis di tepi jalan dekat


jembatan yang selalu memandang rumahnya. Hal ini, membuat suasana di
dalam rumah semakin aneh dan penasaran. Maimun semakin penasaran

11

dengan sosok laki-laki tua tersebut, dia melihat lewat jendela rumahnya
tetapi lelaki tua yang dilihat adiknya tidak ada.
Dapat dibuktikan pada dialog:
MINTARSIH
Ada orang tua diujung jalan ini. Dari jembatan sana melihat-lihat
kearah rumah kita. Nampaknya seperti seorang pengemis.
(Semua DiaM)
Yah... kenapa semua jadi diam?
GUNARTO TERTUNDUK MEMBISU
MAIMUN (Dengan Cepat)
Orang tua?? bagaimana rupanya?
MINTARSIH
Hari agak gelap. Jadi tidak begitu jelas kelihatannya... tapi orangnya....
MAIMUN (Bangkit Dari Duduknya Lalu Melihat Ke Jendela)
Coba ku lihat! (Usmar Ismail, halaman 9)
2.2.1.3 Klimaks atau titik puncak cerita
Konflik yang meningkat itu akan terus meningkat sampai mencapai
klimaks atau titik puncak kegawatan dalam cerita (Waluyo, 2002: 10).
Konflik tersebut memuncak hingga mengalami suatu tekanan terhadap
masalah yang dihadapi.
Pada naskah drama Ayahku pulang konflik terjadi saat Gunarto
menolak kedatangan sang ayahanda. Sebagai seorang anak, Gunarto
menolak mentah-mentah untuk menerima dan memaafkan kembali sang
ayah yang telah meninggalkannya dalam kesulitan hidup selama puluhan
tahun. Hal ini tersirat dalam kutipan dialog Gunarto sebagai berikut:
Adapun dibuktikan dengan adanya kutipan sebagai berikut.
GUNARTO
Kami tidak mempunyai seorang Ayah kataku. Kalau kami mempunyai
Ayah, lalu apa perlunya kami membanting tulang selama ini? Jadi budak
orang! Waktu aku berumur delapan tahun, aku dan Ibu hampir saja
terjun kedalam laut, untung Ibu cepat sadar. Dan jika kami mempunyai
Ayah, lalu apa perlunya aku menjadi anak suruhan waktu aku berumur
sepuluh tahun? Kami tidak mempunyai seorang Ayah. Kami besar dalam
keadaan sengsara. (Usmar Ismail, halaman 13)
12

2.2.1.4 Falling Action atau Resolusi


Dalam tahap ini konflik mereda atau menurun. Tokoh-tokoh yang
memanaskan situasi atau meruncingkan konflik telah mati atau menemukan
jalan keluar (Waluyo, 2002: 11).
Pada naskah Ayahku Pulang konflik sedikit mereda ketika ayah mulai
mengatakan bahwa dirinya akan pergi. Akan tetapi, kepergian Raden Saleh
ditahan oleh Maimun, Ibu, dan Mintarsih. Mereka kasihan kepada ayahnya
dan meminta Raden Saleh tetap tinggal di rumahnya. Ibu dan Mintarsih
menangis tak henti-hentinya. Maimun berusaha membuka hati abangya, dia
bertanya kepada kakaknya, agar memaafkan kesalahan ayahnya selama ini.
Mintarsih pun menangis sambil mengatakan bahwa kakaknya begitu tega
telah menyuruh ayah pergi dalam keadaan hujan deras. Gunarto pun tetap
keras hati dan marah, dia merasa disalahkan dan menyuruh Maimun untuk
memilih antara ayah atau dirinya. Maimun pun mengatakan jika kakaknya
sudah menyakiti hati ibunya, karena sudah berkata tidak-tidak. Maimun
akhirnya mengambil keputusan dengan menjemput dan mencari ayahnya yang
baru keluar dari rumah, agar masalahnya segera selesai.
Dapat dibuktikan pada dialog:
GUNARTO (memandang adiknya)
Janganlah kalian lihat aku sebagai terdakwa. Mengapa kalian
menyalahkan aku saja? Aku sudah hilangkan semua rasa itu! Sekarang
kalian harus pilih, dia atau aku!!
MAIMUN (tiba-tiba bangkit marahnya)
Tidak! Aku akan panggil kembali Ayahku pulang! Aku tidak perduli
apa yang Abang mau lakukan? Kalau perlu bunuh saja aku kalau
Abang mau! Aku akan panggil Ayahku! Ayahku pulang! Ayahku mesti
pulang! (Usmar Ismail, halaman 16)

13

2.2.1.5 Catastrophe atau Denoument atau Keputusan


Meskipun pada dasarnya drama absurd dapat di kategorikan sebagai
drama modern, unsur klasik dari drama tradisional masih digunakan Albee
dalam drama absurdnya kali ini. Drama tradisional membutuhkan penjelasan
akhir, seperti halnya adengan tancep kayon dalam wayang kulit. Dalam
tahapan ini, ada ulasan penguat terhadap seluruh kisah lakon itu dengan
adanya penyelesaian atas masalah yang di hadapi tokoh utama (Waluyo, 2002:
11-12).
Akhir cerita naskah drama ini ketika Maimun pulang ke rumah dengan
membawa baju dan kopyah sang ayah yang ditemukan di tepi jembatan.
Gunarto terkejut, dia menduga bahwa ayahnya melompat jembatan. Dia pun
memegang kopyah dan pakaian ayahnya sambil menyesal. Gunarto menduga,
ayahnya tidak tahan menerima hinaan darinya. Gunartopun menangis dan
berteriak memanggil-manggil ayahnya.
Dapat dibuktikan pada.
GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan
kopiah ayahnya. Tampak menyesal)
Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati
orang, dan dia yang angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga.... Ayahku.
Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri. Ayahku pulang, Ayahku
pulang...... (Usmar Ismail, halaman 17)
2

Tokoh dan Penokohan


Tokoh atau pelaku cerita atau yang biasa kita kenal dengan lakon
adalah pusat dari segala hal intrinsik yang ada dalam drama. Dengan cerita
yang bagus dan di sampaikan dengan karakter tokoh yang kuat akan
menambahkan nilai lebih terhadap cerita tersebut.
Penokohan atau perwatakan, yaitu orang yang berperan dalam drama.
Perwatakan penokohan dapat dibedakan menjadi berikut ini (Rohmadi,
a

2008:147).
Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita.
Dalam naskah drama Ayahku Pulang tokoh protagonisnya yaitu Ibu.

14

b
c

Antagonis, yaitu tokoh yang menentang cerita.


Dalam naskah drama Ayahku Pulang tokoh antagonisnya yaitu Gunarto.
Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun
antagonis.
Dalam naskah drama Ayahku Pulang tokoh tritagonisnya yaitu Maimun.
Dalam naskah drama ini terdapat 5 tokoh, yaitu Ayah, Ibu, Gunarto,

Maimun dan Mintarsih.


Perwatakan pada naskah drama ini yaitu.
1. Ibu memiliki watak yang sosok yang tegar, sabar, dan pemaaf.
Penggambaran watak ibu ini berdasarkan sikapnya dalam mengasuh
ketiga putra-putrinya sendirian ketika ia ditinggalkan oleh suaminya.
Meskipun

begitu,

ia

telah

memaafkan

suaminya.

Berikut

penggambaran karekter berdasarkan dialog dalam naskah drama:


IBU
Keesokan harinya Hari Raya, selesai shollat ku ampuni
dosanya... (Usmar Ismail, halaman 3)
2. Ayah memiliki watak yang tak begitu suka belajar dan hidup berfoyafoya. Tak bertanggung jawab karena meninggalkan anak-istrinya
begitu saja. Sikap inilah yang kemudian membawanya pada
permasalahan pelik berupa kebangkrutan atas semua hartanya hingga
ia tak diterima lagi dalam keluarganya.
MAIMUN
Bagaimana rupa Ayah yang sebenarnya, Bu?
IBU
Waktu ia masih muda, ia tak suka belajar. Tidak seperti kau. Ia
lebih suka berfoya-foya. Ayahmu pada masa itu sangat
disegani orang. Ia suka meminjamkan uang kesana kemari.
Dan itulah.... (Usmar Ismail, halaman 7)

15

3. Gunarto memiliki watak keras dan angkuh. Akan tetapi, ia merupakan


sosok pengayom bagi adik-adiknya. Ia juga pekerja keras yang tak
mau menyerah terhadap keadaan yang serba keterbatasan.
MAIMUN
Kau masih ingat rupa Ayah, Bang?
GUNARTO (Cepat)
Tidak ingat lagi aku. (Usmar Ismail, halaman 8)
4. Maimun merupakan sosok yang cerdas dan enerjik. Dapat dibuktikan
pada dialog.
GUNARTO
Betul bu itu? Maimun memang pintar, otaknya encer. (Usmar
Ismail, halaman 6)
5. Mintarsih meskipun tidak secerdas kakaknya, akan tetapi ia
merupakan sosok perempuan yang rajin dan periang.
IBU
Mereka semua sudah jadi orang pandai sekarang. Gunarto
bekerja diperusahaan tenun. Dan Maimun tak pernah tinggal
kelas selama bersekolah. Tiap kali keluar sebagai yang pertama
dalam ujian. Sekarang mereka sudah mempunyai penghasilan
masing-masing. Dan Mintarsih dia ini membantu aku menjahit.
MINTARSIH (malu)
Ah, Ibu. (Usmar Ismail, halaman 12)
3

Dialog
Dialog, yaitu percakapan dalam drama. Dalam drama, dialog harus
memenuhi dua tuntutan berikut ini.
a Dialog harus menunjang gerak dan laku tokohnya
Gerakan dalam sebuah naskah drama biasanya dituangkan dalam
bentuk tanda kurung. Tanda tersebut merupakan bentuk gerakan yang
harus dilakukan ketika sebuah naskah dipentaskan. Dengan adanya
dialog akan lebih memperjelas maksud dan tujuan antar tokoh.
Di buktikan pada dialog :
MAIMUN (gembira lalu berlutut dihadapan raden saleh)
Ayah, aku Maimun.
R. SALEH
16

Maimun? Engkau sudah besar sekarang, Nak. Waktu aku pergi


dulu, engkau masih kecil sekali. Kakimu masih lemah, belum
dapat berdiri.
(Diam sebentar lalu melihat mintarsih)
Dan Nona ini, siapa?
MINTARSIH
Saya Mintarsih, Ayah.
(LALU MENCIUM TANGAN AYAHNYA) (Usmar Ismail,
halaman 11)
b

Dialog dalam pentas harus lebih tajam daripada dialog sehari-hari.


I B U (Agak Mengoda)
Narto...siapa gadis yang sering ku lihat bersepeda
bersamamu?
GUNARTO (Kaget. Gugup)
Ah...dia itu cuma teman sekerja, Bu.
IBU
Tapi Ibu rasa pantas sekali dia buat kau, Narto. Meskipun Ibu
rasa dia bukanlah orang yang rendah seperti kita derajatnya.
Tapi kalau kau suka ....
GUNARTO (Memotong Bicara Ibu)
Ah... buat apa memikirkan kawin sekarang, Bu? Mungkin
kalau sepuluh tahun lagi nanti kalau sudah beres. (Usmar
Ismail, halaman 6)

Latar (setting)
Dalam sebuah karya sastra, setting cerita merupakan penunjang pokok
lainnya selain yang telah di sebutkan di atas. Berbagai hal dapat terkait dalam
setting cerita, seperti yang di paparkan Waluyo, Setting cerita merupakan
tempat kejadian cerita atau latar cerita tidak berdiri sendiri, berhubungan
dengan waktu dan ruang (2002: 23). Dalam drama unsur ini sangatlah
penting, selain sebagai bentuk penyimbolan terhadap sesuatu, latar cerita juga
berfungsi sebagai penanda waktu (dapat berupa tanggal, tahun, bulan, pagi,
siang, sore, malam), dan untuk memberikan kesan dramatis terhadap suatu
peristiwa yang terjadi dalam cerita drama tersebut.
Setting/landasan/tempat kejadian cerita biasanya disebut juga latar
cerita. Setting biasanya mencakup hal-hal berikut.

17

Setting tempat berhubungan dengan tempat peristiwa tersebut terjadi.


Tempat dalam naskah terjadi hanya berlangsung di tempat tunggal. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan naskah berkiut.
PANGGUNG MENGGAMBARKAN SEBUAH RUANGAN DALAM
DARI SEBUAH RUMAH YANG SANGAT SEDERHANA DENGAN
SEBUAH JENDELA AGAK TUA. DIKIRI KANAN RUANGAN
TERDAPAT PINTU. DISEBELAH KIRI RUANGAN TERDAPAT SATU
SET KURSI DAN MEJA YANG AGAK TUA, DISEBELAH KANAN
TERDAPAT SEBUAH MEJA MAKAN KECIL DENGAN EMPAT BUAH
KURSINYA, TAMPAK CANGKIR TEH, KUE-KUE DAN PERALATAN
LAINNYA DIATAS MEJA. (Usmar Ismail, halaman 3)

Setting waktu berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, sore, atau
malam hari. Setting waktu dalam cerita naskah tersebut terjadi dalam
waktu satu kurun waktu saja.
SUARA ADZAN DI LATAR BELAKANG MENUNJUKKAN SAAT
BERBUKA PUASA. (Usmar ismail, halaman 3)
Dalam kutipan tersebut, latar waktu terjadi pada waktu setelah berbuka
puasa dengan latar tempat berada di dalam rumah bagian ruangan dapur.

Setting suasana atau budaya yaitu penggambaran suasana ataupun budaya


yang melatar belakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama
tersebut.
TAMPAK IBU SEDANG DUDUK DIKURSI DEKAT JENDELA.
EKSPRESINYA KELIHATAN SEDIH DAN HARU MENDENGAR
SUARA BEDUK DAN TAKBIRAN YANG BERSAHUT-SAHUTAN
ITU. (Usmar Ismail, halaman 3)
Kutipan dialog tersebut menggambarkan bahwa pengarang mencoba

membangun situasi sedih dan haru pada malam idul fitri. Suasana sedih dan
haru tersebut merupakan akibat mengingat kembali kenangan kejadian
sepuluh tahun silam yang membuat kehidupan keluarga ini menjadi semakin
sulit

18

Tema
Dalam karya sastra, tema merupakan akar dari ide-ide yang terdapat
dalam sebuah cerita. Menurut Prof. Dr. Herman J. Waluyo, tema
merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama (2002: 24).
Sementara menurut Adhy Asmara, setiap lakon drama memiliki ide utama
atau yang di sebut dengan tema yang memiliki kepentingan di akhir drama.
Tema merupakan dimensi pekerjaan artis dalam menghidupkan nilai hiburan
menjadi lebih panjang sehingga penonton akan bertanya, apakah maksud
drama itu? (1983: 28).
Ide pokok dari tema tersebutlah yang mengawali sebuah cerita atau
karya sastra di bentuk. Tanpa tema sebuah karya sastra akan terasa tidak
hampa.
Dalam naskah drama berjudul Ayahku Pulang memiliki tema yang
berlingkup pada kehidupan sosial masyarakat yaitu rasa penyesalan. Sebuah
rasa bersalah dari seorang anak yang menyesal tidak menerima maaf dari
sang ayahanda yang telah meninggalkannya sejak ia berusia 8 tahun.
Penyesalan tersebut muncul akibat sifat angkuh dari sang anak dan
kekecawaan terhadap ayahandanya. Berikut kutipan yang menyiratkan hal
tersebut:
GUNARTO (berbicara sendiri sambil memeggang pakaian dan kopiah
ayahnya. Tampak menyesal)
Dia tak tahan menerima penghinaan dariku. Dia yang biasa dihormati
orang, dan dia yang angkuh, yah, angkuh seperti diriku juga.... Ayahku.
Aku telah membunuh Ayahku. Ayahku sendiri. Ayahku pulang, Ayahku
pulang...... (Usmar Ismail, halaman 18)

Amanat
Amanat atau pesan pengarang yang hendak disampaikan pengarang
melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton. Amanat adalah
maksud yang terkandung dalam suatu drama. Menurut Sudjiman (1992:52)

19

bahwa tema merupakan gagasan, ide atau pikiran utama yang mendasari
suatu karya sastra. Dari sebuah karya sastra adakalanya dapat diangkat
suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan pengarang, itulah
yang disebut amanat. Jika permasalahan yang diajukan juga diberi jalan
keluarnya oleh pengarang, makan jalan keluarnya itulah yang disebut
amanat.
Amanat yang terdapat pada sebuah karya sastra, bisa secara implisit
ataupun secara eksplisit. Implisit jika jalan keluar atau ajaran moral
diisyaratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit
jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran,
peringatan, dan nasehat (Sudjiman, 1992: 57).
Amanat berkaitan dengan pesan yang hendak disampaikan oleh
seorang penulis kepada pembaca untuk bisa memaknai dari keseluruhan isi
naskah drama. Amanat berisi pesan moran dan nilai kehidupan yang dapat
dijadikan renungan berpikir dan implementasi bertindan pembaca nantinya
sesuai dengan kaidah atau norma yang berlaku. Amanat yang coba
ditampilkan dalam naskah drama di atas, yaitu.
1

Keangkuhan akan mengakibatkan penyesalan yang begitu


mendalam, sehingga sebisa mungkin kita dapat menghindari sifat

angkuh tersebut bersemayam dalam jiwa kita.


Tidak mudah tergiur untuk mencari kekayaan yang di batas
kemampuannya karena kehidupan itu berputar ada kalanya di
bawah dan di atas karena harta bukan ukuran untuk bahagia jika

3
7

dengan harta seorang itu tidak bisa bertanggung jawab.


Bagaimanapun kesalahannya, kita harus saling memaafkan.

Judul
Judul adalah kepala karangan atau nama yang dipakai untuk
buku atau bab dalam buku yang dapat menyiratkan isi buku
tersebut. Judul suatu karya (buku) drama juga merupakan kunci

20

untuk melihat keseluruhan makna drama. Judul isi karangan selalu


berkaitan erat. Drama sebagai karya sastra dan merupakan cabang
sini tergolong sebagai karya fiksi. Sugiarta dalam Sudjarwadi (2004)
menjelaskan, judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat
diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita,
dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik
perhatian.
Judul naskah drama ini sangatlah sederhana tidak ada yang
menarik hanya judul sering terdengar entah di televisi atau sebuah
lagi. Tetapi keserhanaan itu lebih mengarah pada cerita yang sering
terjadi di lingkungan sekitar jadi memungkinkan semua orang ingin
membacanya.
Kemungkinan

yang

dapat

penulis

paparkan

mengapa

pengarang mengambil judul Ayahku Pulang karena .

Judul naskah drama Ayahku Pulang dapat menunjukkan objek


yang dikemukakan dalam suatu cerita. Judul tersebut
menunjukan tokoh utama yang sentral, tokoh Ayah memiliki
peran yang dominan dalam drama dan dijadikan pusat
permasalahan. Jadi judul Ayahku Pulang mengambil dari

nama salah satu tokohnya.


Judul naskah drama karya Usmar Ismail dalam analisis ini
adalah Ayaku Pulang. Ayah disini memiliki makna seorang
laki-laki dewasa yang sudah mempunyai istri dan anak dan
sebagai kepala keluarga.

Unsur Ekstrinsik Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Usmar Ismail


Menurut Tjahyono (1985), unsur ekstrinsik karya sastra adalah hal-hal
yang berada di luar struktur karya sastra, namun amat mempengaruhi karya
sastra tersebut. Unsur ekstrinsik pada karya sastra merupakan wujud murni
pesan yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca. Adapun unsur
ekstrinsik dalam drama terdiri atas empat bagian, yaitu:

21

Nilai Sosial-budaya
Nilai sosial-budaya adalah nilai yang berkaitan dengan norma yang ada
di dalam masyarakat. Nilai sosial-budaya ini berhubungan dengan nilai
peradaban kita sebagai manusia. Karena budaya mempunyai makna
pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan
yang sukar di ubah, dan sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang/ beradab/ maju, maka nilai-nilainya pun berkembang sesuai
dengan masalah-masalah yang terjadi pada manusia.
Cerita dalam naskah tersebut ternyata terjadi juga pada
kehidupan sosial di masyarakat. Peristiwa meninggalkan istri dan
anak-anaknya hanya tergiur dengan harta semata. Dan ketika kekayaan
itu melimpah akan mencari dan menikah lagi dengan yang lain.
Setelah waktu berjalan dan mengakibatkan ia bangkrut dalam
kehancuran, dengan sesuka hatinya akan kembali kepada istri dan

anak-anaknya yang dulu pernah ia tinggalkan.


Nilai Moral
Nilai moral adalah nilai yang berkaitan dengan akhlak atau budi
pekerti/susila atau baik buruk tingkah laku.
Dalam naskah ini terdapat moral yang buruk karena Gunarto
salah satu tokohnya memiliki watak yang angkuh. Dan karena

keangkuhannya ia mengakibatkan ayah kandungnya bunuh diri.


Nilai Agama/religius
Nilai agama/religius adalah nilai yang berkaitan dengan tuntutan
beragama.
Pada naskah drama Ayahku Pulang tersirat pesan bahwa kita
harus saling memaafkan atas kesalahan yang telah dipebuat olehnya
atau orang lain karena dalam agama dilarang bermusuhan. Dan ketika

bermusuhan akan terjadi tindak kejahatan ataupun pembunuhan.


Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi adalah nilai yang berkaitan dengan perekonomian.
Pada naskah drama Ayahku Pulang memiliki nilai ekonomi, yaitu
bagaimana sulitnya istri dan ketiga anaknya berusaha untuk tetap hidup.

22

Gunarto yang merupakan anak sulung bekerja keras untuk mencukupi


2.3.5

semua kebutuhan keluarganya.


Biografi
Berisi riwayat hidup pengarang secara keseluruhan terutama pada saat

menulis naskah.
Usmar Ismail dilahirkan di Bukittinggi, 20 Maret 1921 dan wafat di
Jakarta, 2 Januari 1971. Selama hidupnya, beliau sangat berperan aktif dalam
bidang seni di Indonesia. Nama beliau diabadikan sebagai nama pusat
perfilman di Jakarta, yakni pusat perfilman Haji Usmar Ismail.
Karya-karya beliau dalam bidang sastra, antara lain: Mutiara dari Nusa
Laut (1943), Lakon-lakon sedih dan Gembira (1950), Mekar melati (1945).
Beliau juga aktif dalam memproduksi film, diantaranya, Citra (1950), The
Long March (1950), Enam Jam di Yogya (1950), Tiga dara (1956) dan
Liburan Seniman (1965).

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Naskah drama berjudul Ayahku Pulang karya Usmar Ismail setelah
dikaji secara struktural memberikan sejumlah pembelajaran dan hasil analisis
struktur naskah tersebut. Diantaranya dari segi tema, judul, latar, alur, tokoh
dan penokohan juga amanat.
Tema dalam naskah tersebut mengenai rasa penyesalan seorang anak
karena telah mengakibatkan ayahnya bunuh diri atas perilakunya. Dalam
naskah ini, pengarang menggunakan judul yang sanagt sederhana namun tetap
memiliki rasa ketertarikan. Latar yang ada pada naskah drama tersebut yaitu

23

di dalam rumah tepatnya di dapur waktu berbuka puasa. Naskah ini


menggunakan alur maju sehingga mempermudah pembaca untuk memahami
isi ceritanya.
Penulis menggambarkan nama para tokoh dengan menggunakan
sebutan nama Ayah, Ibu, Gunarto, Maimun dan Mintarsih. Amanat yang
terkandung dalam naskah tersebut yaitu keangkuhan akan mengakibatkan
penyesalan yang begitu mendalam, sehingga sebisa mungkin kita dapat
menghindari sifat angkuh tersebut bersemayam dalam jiwa kita, tidak mudah
tergiur untuk mencari kekayaan yang di batas kemampuannya karena
kehidupan itu berputar ada kalanya di bawah dan di atas karena harta bukan
ukuran untuk bahagia jika dengan harta seorang itu tidak bisa bertanggung
jawab dan yang terakhir bagaimanapun kesalahannya, kita harus saling
memaafkan.

3.2 Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis tentu masih banyak
kekurangan. Penulis berharap pembaca dapat mengambil sesuatu yang positif
dan bermanfaat dari pembahasan naskah drama berjudul Ayahku Pulang ini.
Untuk itu dibutuhkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca.
Untuk kedepannya, diharapkan menganalisis naskah ini dengan gaya dan
pendekatan yang lebih mendalam dan mutakhir lagi.

24

Daftar Pustaka
Al Adzani Art. 2012. Drama. http://aladzaniart.blogspot.com [Minggu, 19 April 2015]
Harymawan, R.M.A. 1988. Dramaturgi. Bandung: Rosda Karya
Lokerseni. 2011. Naskah Drama Ayahku Pulang Karya Umar.
http://www.lokerseni.web.id [Minggu, 19 April 2015]
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Sutrasurga. 2013. Unsur-Unsur Intrinsik Drama. http://sutrasurga.blogspot.com
[Minggu, 19 April 2015]
Waluyo, Herman J. 2001. Drama Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: PT
PrasetiaWidya Pratama

25

SINOPSIS
1.

Identitas naskah

Judul
Pengarang
Halaman
Sumber
2.

: Ayahku Pulang
: Umar Ismail
: 17 halaman
: Lokerseni

Sinopsis
Menceritakan kehidupan rumah tangga seorang ayah yang bernama Raden

Saleh dengan istriya yang bernama Tina. Biduk rumah tangga mereka kurang
harmonis karena sang ayah tega meninggalkan istri dan ketiga anaknya yang masih
kecil demi kesenangannya. Saat itu putra sulungnya yang bernama Gunarto berumur
8 tahun, Maimun anak keduanya masih balita sedangkan putri ketiganya masih dalam
kandungan yang bernama Mintarsih.
Sejak kepergian sang ayah, Gunarto kini menjadi pria dewasa dan menjadi
tulung punggung keluarganya. Gunarto bekerja di pabrik tenun dan memiliki watak

26

keras karena beratnya perjuangan hidup yang harus ia lalui tanpa kasih sayang dan
didikan sosok ayahnya. Maimun juga bekerja demi keluarga agar dapat membiayai
pernikahan adiknya. Mintarsih, si bungsu juga bekerja dengan menerima jahitan
karena telah belajar menjahit dari ibunya.
Pada malam hari raya, ibunya sedang melamun teringat akan 20 tahun silam
dimana malam itu suaminya pergi meninggalkan mereka semua. Gunarto yang
mengetahui membuat luka lama di hatinya kembali terbuka. Ia memilih tidak
membicarakan dan mengalihkan pembicaraan tentang Mintarsih. Kemudian maimun
pulang dengan bahagia dan membawa kabar bahwa Pak Tirto tetanggnya bahwa
melihat seorang lai-laki tua yang mirip dengan ayah mereka. Tak lama Mintarsih anak
perempuan di rumah itu datang dan berkata bahwa ada lelaki tua di seberang jalan
sedang melihat kearah rumah mereka. Terjadilah perdebatan dan sang ibu yakin
bahwa itu mungkin suaminya yang telah lama pergi.
Konflik muncul saat kedatangan Raden saleh dengan penampilan yang
berbeda, ia kini seperti pengemis. Ibu kaget hampir tidak percaya namun bahagia dan
akhirnya menyuruhnya untuk masuk. Ibu langsung mengenalkan Raden Saleh kepada
anak-anaknya. Maimun dan Mintarsih yang tidak mengerti permasalahan apa yang
dulu pernah terjadi, langsung saja menerima orang tersebut sebagai ayah sedangkan
Gunarto yang masih meiliki rasa dendam yang mendalam pada ayahnya hanya diam.
Kemarahan Gunarto semakin menjadi setelah mendengarkan cerita dari ayahnya yang
waktu di Singapura mempunyai istri, kemudisan tokonya terbakar habis dan kini
kehidupan terlunta-lunta. Ia mengingatkan ayah, ibu dan adik-adiknya tentang
kesalahan yang telah diperbuat oleh ayahnya di masa lalu, serta mengingatkan
perjuangannya selama ini. Sang ayah menyesal dan memilih untuk pergi.
Ibu dan Mintarsih menangis. Ibu menahan kepedihan dan penderitaan yang
dialaminya lagi, ditinggalkan suaminya saat malam hari raya. Maimun menyesalkan
perilaku Gunarto yang tidak mau menerima kembali ayah mereka dan bertekad

27

menentang kakaknya dan pergi untuk memanggil ayahnya pulang kembali. Tetapi
maimun hanya menemukan kopiah dan baju ayahnya saja dipinggir jembatan.
Akhinya Maimun membawa pulang kopiah dan baju sang ayahnya ke rumah.
Saat itulah Gunarto terkejut dan menyesali perlakuannya terhadap sang ayah.

28

Vous aimerez peut-être aussi