Vous êtes sur la page 1sur 20

Am J Neurodegener Dis 2013;2(4):228-246

www.AJND.us/ISSN:2165-591X/AJND1309003

Tinjauan Artikel:

Penuaan, Irama sirkadian, dan gangguan


depresi: sebuah tinjauan ulang.
Ins Campos Costa1, Hugo Nogueira Carvalho1, Lia Fernandes2,3
Faculty of Medicine, University of Porto, Portugal; 2Psychiatry Service, Centro Hospitalar de So
Joo, Porto, Portugal; 3CINTESIS & Faculty of Medicine, University of Porto, Porto, Portugal
Diterima 8 September 2013; Disahkan 23 September 2013; Epub 29 November 2013; Dipublikasi
15 Desember 2013
1

Abstrak: Pendahuluan: Penuaan secara umum diasosiasikan dengan pola tingkah laku
memburuk yang sering dan secara tidak benar dianggap sebagai normal. Perubahan
irama sirkadian dan gangguan depresi telah diajukan sebagai dua perubahan utama
yang saling berkaitan yang ada pada usia tua. Studi ini bertujuan untuk meninjau
perubahan terkini mengenai epidemiologi, mekanisme patofisiologis, temuan klinis, dan
relevansi serta pilihan terapi yang tersedia. Metode: Sebuah tinjauan nonsistematik dari
seluruh artikel PubMed berbahasa Inggris yang dipublikasi antara tahun 1995 sampai
Desember 2012 menggunakan kata kunci irama sirkadian, gangguan mood,
depresi, usia, penuaan, lansia, dan tidur. Diskusi dan kesimpulan: Gangguan
tidur, terutama insomnia, dan depresi telah didemonstrasikan sebagai kondisi yang
benar-benar saling berkaitan dan saling bersifat kausatif pada populasi lansia. Terdapat
sebuah penelitian lanjutan mengenai mekanisme patofisiologis pada rentang usia berapa
sirkadian mulai terkondisikan untuk mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem
Melatonin sebagai salah satu perubahan utama. Akan tetapi, tidak ditemukan penelitian
yang secara jelas menghubungkan antara gangguan sirkadian dengan gangguan mood.
Biarpun begitu, terdapat perubahan molekuler yang secara konsisten dideskripsikan
pada gen yang sama dan juga beberapa model patofisiologi yang mengaitkan antara
depresi dan gangguan tidur yang diajukan, dengan studi klinis yang juga menunjukkan
suatu hubungan dua arah antara kedua patologi tersebut. Walaupun diajukan adanya
hubungan antara kedua patologi tersebut, evaluasi klinis pada pasien lansia biasanya
cukup rumit karena seringnya ditemukan komorbiditas yang juga saling terkait, beberapa
ditunjukkan dapat mengubah pola tidur dan mood. Misalnya, pada kasus stroke,
beberapa jenis demensia seperti Alzheimer dan Parkinson, dan beberapa kelainan
neurodegeneratif lainnya. Walapun sampai sekarang belum ada tatalaksana pengobatan
yang spesifik pilihan pengobatan yang tersedia biasanya didasari pada fakta bahwa
depresi dan gangguan tidur memiliki hubungan dua arah, dan oleh sebab itu diambil
suatu metode dimana terapi pada kondisi yang satu akan memiliki dampak baik pada
kondisi yang lain. Pilihan terapi beragam dimulai dari Cognitive Behavioral Therapy
(CBT), Chronotherapy, dan Light Therapy, sampai dengan obat-obatan seperti
Melatonin/Melatonin agonis, antidepresan, dan sedative.
Kata kunci: Penuaan, irama sirkadian, gangguan depresi, Alzheimer, Parkinson, tidur.
Pendahuluan
Penuaan diasosiasikan dengan beragam jenis perubahan multi-organ yang secara
bersamaan menghasilkan suatu pola karakteristik perilaku yang dihubungkan dengan
usia lanjut dan sering dan disalahartikan sebgai normal dan merupakan aspek yang
dapat diprediksi dari penuaan [1]. Dua dari perubahan ini adalah irama sirkadian (biasa

dianggap sebagai siklus tidur-bangun) dan gangguan mood (manifestasinya secara


umum adalah depresi).
Walapun bukan merupakan subyek yang jelas, terdapat bukti adanya keterkaitan antara
irama sirkadian dan penuaan yang menunjukkan bahwa karakteristik utama dari
perubahan sirkadian ini adalah kemajuan-fase dari siklus tidur-bangun dan berkurangnya
amplitude sirkadian dari sekresi hormone dan suhu basal [2].
Perubahan ini dalam tidur ini tidak dipandang sebagai suatu hal yang lumrah dalam
proses penuaan[1]. Perubahan tersebut bisa merupakan suatu efek sekunder dari
gangguan lainnya, seperti penyakit psikiatri [3]. Perubahan ini merupakan sesuatu yang
penting pada lansia, seperti yang termanifestasi dalam survey baru-baru ini terhadap
80% orang dewasa berusia di atas 50 tahun di Amerika [1].

Gambar 1. Bagan hubungan antara gangguan mood dan tidur (berdasarkan Foley et al [6] dan [7].

Mengenai perubahan mood, meskipun kelainan seperti depresi berat merupakan


karakteristik yang dilaporkan secara signifikan pada penuaan, gangguan psikiatri primer
dan sekunder lainnya juga dapat terjadi. Dua gangguan di antaranya adalah Alzheimer
dan Parkinson.Alzheimer dan Parkinson yang perannya dalam pembentukan suatu
kelakuan lansia tipikal perlu diperhitungkan.
Secara timbal balik, mood dan irama sirkadian telah diperlihatkan memiliki hubungan
dua arah dan memiliki karakteristik serupa dalam epidemiologi, bukti klinis, neurobiologi,
dan efek terapi [4-6]. Sebuah model konseptual telah dibuat oleh Foley [6] yang
mendeskripsikan hubungan antara usia, tidur, mood dan komorbiditas dan polimedikasi
(Gambar 1).
Siklus tidur-bangun hanyalah salah satu fungsi yang dikontrol oleh irama sirkadian.
Hubungan antara sistem-sistem yang berbeda tersebut telah didiskusikan dalam
berbagai artikl dan telah ditunjukkan bahwa banyak dari sistem tersebut yang
diregulasikan terbebas dari siklus tidur dan disebut mekanisme sleep-independent [7].

Usia diasosiasikan dengan berkurangnya aktivitas elektrik, hormonal, dan ekspresi


genetik dari sel nukleus suprachiasmatik (SCN), yang diperkirakan dapat mengganggu
aktivitas sirkadian tubuh secara global. Secara timbal balik, gangguan jam sirkadian
telah dibuktikan dapat meningkatkan laju penuaan pada tikus.
Malfungsi dari jam sirkadian tidak hanya ditunjukkan dapat mempengaruhi karakteristik
pola tidur pada hewan dan manusia tetapi juga merupakan faktor yang berkontribusi
pada gangguan mood seperti depresi berat, gangguan bipolar, dan gangguan afektif
musiman. Pengaruhnya pada pola tidur dianggap sebagai jalan menuju alasan mengapa
perubahan irama sirkadian dapat mempengaruhi formasi memori dan fungsi kognitif,
yang merupakan proses yang bergantung pada tidur. Selain itu, Gangguan tidur diketahui
merupakan faktor resikodari gangguan mood, terutama depresi berat.
Komorbiditas seperti penyakit neurodegeneratif (mis: Alzheimer) telah beberapa kali
diperlihatkan dapat mengganggu irama sirkadian dan perubahan waktu internal mungkin
merupakan salah satu tanda primordial penyakit tersebut. Terlebih lagi, secara langsung
atau tidak langsung, komorbiditas tersebut dapat mempengaruhi mood atau perubahan
pola tidur. Komorbiditas lain meliputi penyakit serebrovaskular, penyakit ginjal, nokturia,
gangguan respiratorial, penyakit gastrointestinal, sakit kronis dan arthritis, penyakit
neurologis, menopaus, dan penyakit kardiovaskular.
Epidemiologi
Di antara manifestasi psikiatris yang berbeda, gejala depresi dan gangguan depresi berat
lebih prevalen pada orang dewasa tua (masing-masing 8-16% [8], dan sampai 4% [9,
10]) dan pada pasien dengan demensia (sampai 18% [11, 12] pada penyakit Alzheimer).
Abnormalitas pada pengaturan waktu dari Sirkadian merupakan karakteristik dari proses
penuaan.. Faktanya, studi epidemiologi telah mengkonfirmasi bahwa lebih dari 80%
orang dewasa dengan depresi memiliki perubahan pola tidur [13], dan bahwa insomnia
adalah keluhan tidur paling umum pada pasien dewasa tua [4] dan bertambahkan
berdasarkan fungsi usia [14].

Tabel 1. Faktor Resiko Insomnia dan Depresi


Insomnia
Usia (Faktor resiko #1) [3]
Jenis Kelamin
Status Sosial-ekonomi
Komorbiditas Kronik

Riwayat Insomnia sebelumnya


Riwayat depresi sebelumnya [20, 21]
Depresi [5, 21, 22]

Penyalahgunaan obat-obatan [24]

Depresi
Jenis Kelamin
Status Sosial-ekonomi
Komorbiditas Kronik (stroke, demensia,
Alzheimer, penyakit serebrovaskular,
penyakit jantung koroner, kanker)
Insomnia (sebuah meta-analisis terkini
menunjukkan resiko dua kalinya [23],
sedangkan studi lain menunjukkan
hubungan dua arah [20,21] )
Penyalahgunaan obat-obatan

Insomnia, didefinisikan sebagai laporan keluhan sulit tidur pada individu, bisa di subklasifikasikan sebagai transient (kurang dari satu minggu), akut (lebih dari satu minggu
dan kurang dari satu bulan), atau kronik (durasi >1 bulan). Dengan arti klinis lebih
signifikan semakin lama durasinya[5].
Ketika ditanyakan mengenai adanya insomnia berdasarkan definisi yang tidak spesifik
sulit tertidur atau teta tidur atau tidur yang tidak menyegarkan antara 60 [15, 16] dan
90% [17] dari orang dewasa lebih tua mengeluhkan setidaknya satu dari gejala tersebut.
Namun, ketika mempertimbangkan definisi yang lebih spesifik insomnia kronis yang

mengakibatkan gangguan dan kelemahan angkanya berkurang sampai kira-kira 1220% [4]. Terlebih lagi, di antara penderita dengan insomnia pada satu titik, 50-75%
memiliki masalh yang persisten dalam 2-3 tahun ke depan [18, 19].
Terkait spektrum yang bertolak belakang pada gangguan tidur, 6 sampai 29% pasien
depresi mengeluhkan hypersomnia [17] (Tabel 1).
Epidemiologi (catatan singkat mengenai perbedaan terkait jenis kelamin)
Perbedaan yang terkait dengan jenis kelamin pada pola tidur pada subyek lansia telah
dicatat. Walaupun deskripsi terinci bukanlah tujuan penelitian ini, ada fakta menarik
mengenai hal ini; ternyata, wanita berumur menunjukkan REM laten yang secara
signifikan lebih panjang [25] dan bertambahnya periode tidur REM [26], dimana wanita
secara umum lebih banyak mengeluhkan gangguan tidur dibandingkan pria [27,28], dan
insomnia dilaporkan dalam 15% wanita antara usia 50-64 tahun (25% prevalen pada
kelompok usia 65 tahun).
Fakta menarik lainnya adalah bahwa wanita menopause memiliki angka gangguan tidur
yang signifikan yang dapat menjadi merupakan suatu konsekuensi dari menopause atau
mungkin hanya kebetulan [29].
Penelitian mengenai kelompok wanita menopause melaporkan gangguan tidur, kualitas
tidur yang kurang, kesulitan untuk tertidur, sering terbangun malam hari, dan bangun
saat dini hari [29-30]. Keluhan tersebut diasosiasikan dengan mood yang rendah dan
depresi.
Sekresi melatonin nokturnal berkurang dengan signifikan pada wanita usia 48-60 tahun
[31] telah dicatat. Hal tersebut diajukan sebagai kausa dari berkurangnya waktu tidur
pada wanita lansia [32]. Hal ini telah didokumentasikan [33].
Hasil studi lainnya dengan jumlah wanita dan pria yang sama menunjukkan suatu
penurunan sekresi melatonin yang bersifat gender-spesifik pada wanita yang tidak
ditemukan pada pria. Hal ini menandakan adanya relevansi tertentu berdasarkan
perbedaan jenis kelamin ketika meneliti hubungan antara melatonin dengan gangguan
yang berhubungan dengan usia [32]. Karena prevalensi insomnia hampir dua kali lipat
pada wanita usia tua dibandingkan pria [27, 28], hal tersebut memungkinkan terjadinya
pengurangan dari level melatonin dalam sirkulasi yang mungkin memiliki peran penting
dalam gangguan tidur yang berkaitan dengan usia pada wanita usia lanjut.
Gejala vasomotor, dilaporkan pada 68-85% wanita menopause dan pada 51-77% wanita
dengan insomnia [29, 34], telah diperlihatkan memiliki kontribusi terhadap gangguan
tidur. Hipotesis bahwa melatonin mungkin merupakan modulator dari tonus pembuluh
darah, terutama sirkulasi serebrospinal, telah diusulkan dengan identifikasi suatu subtipe reseptor melatonin spesifik pada jaringan pembuluh darah [35]. Oleh karena itu,
memungkinkan bahwa estrogen dan/atau level melatonin yang rendah dapat
memodulasi reaktivitas dan tonus vaskuler pada wanita menopause.
Mekanisme di mana usia menyebabkan gangguan sirkadian
Seperti yang disebutkan di atas, usia mengarah ke perubahan irama sirkadian yang
penting [3] yang diduga dapat bermanifestasi sebagai pola perilaku yang khas.
Bagaimanapun juga, walaupun perubahan-perubahan tesebut diasumsikan berkaitan
dengan usia, faktor lain diduga prevalen pada lansia bukan hanya karena usia, tetapu
juga karena komorbiditas, yang prevalen pada kelompok usia ini [1, 36]. Ini merupakan
kasus dimana siklus tidur-bangun berubah. Nyatanya, ketika kriteria diperketat untuk
mengeksklusi komorbitas diaplikasikan pada lansia sehat, prevalensi insomnia berkurang
menjadi sangat rendah [37].
Penelitian mekanisme fisiologis dan molecular mengenai gangguan irama sirkadian
memberikan hasil yang cukup menarik dan konsisten.

Salah satu mekanisme yang terganggu adalah sistem melatonin, yang telah diketahui
terdapat 5 perubahan utama [38]. Perubahan pertama mengacu pada berkurangnya
fungsi pineal yang konsisten seiring bertambahnya usia, yang meskipun terdapat
perubahan level plasma melatonin yang berhubungan dengan usia menunjukkan
variabilitas inter-individual yang tinggi. Hal ini bisa bervariasi mulai dari irama sirkadian
yang dipertahankan dengan baik dengan sedikit pengurangan cahaya pada level
nokturnal, sampai pada irama sirkadian yang menghilang dengan level melatonin yang
setara siang dan malam. Pada individu dengan irama sirkadian yang terpelihara,
diketahui bahwa terdapat fase-lanjutan yang konsisten dari puncak plasma melatonin
nokturnal dibandingkan dengan orang muda. Perubahan kedua terkait jalur input cahaya.
Pada penuaan, terdapat pengurangan pada jumlah cahaya yang ditangkap akibat miosis
pupil dan gangguan pada transmisi cahaya lensa kristalina (terutama cahaya biru) oleh
ganglion sel retina yang mengandung melanopsin. Hal ini diduga mengarah ke gangguan
tidur dan ikut menyumbang terbentuknya gangguan afektif. Lebih lanjut, penelitian
terkini mengkonfirmasi berkurangnya sensitivitas pada subyek usia lanjut terhadap
perlambatan-fase dari cahaya senja [39]. Perubahan ketiga terdapat pada SSP dan terdiri
dari gangguan innervasi/interkoneksi pineal antara nukleus suprachiasmatik dengan
kelenjar pineal, disebabkan oleh penuaan atau disfungsi SSP secara umum. Gangguan
konektivitas tersebut dapat menyebabkan ritme sirkadian yang disfase atau mendatar,
sehingga menyebabkan berkurangnya sekresi [3]. Keempat, disfungsi pineal lokal
(umumnya kalsifikasi pineal) dapat menyebabkan jumlah sekresi melatonin berkurang
dan menyebabkan feedback yang buruk dari nukleus suprachiasmatik [38]. Terakhir,
degenerasi nukleus suprachiasmatik dapat terjadi. Jumlah sel tidak berubah, namun
ekspresi gen dapat berubah secara dramatis [7].
Bukan hanya terdapat pada sistem Melatonin tetapi juga pada mekanisme lain
perubahan bersifat age-related terjadi yang dapat mengganggu irama sirkadian. Seperti:
degenerasi oscillator perifer (bertolakan dengan degenerasi utama dari pengontrol
sirkadian sentral) teori desinkronisasi irama sirkadian perifer [40]; adanya berbagai
penyakit kronis (nyeri kronis, penyakit peradangan kronis seperti artritis), yang
diasosasikan dengan bertambahnya resiko munculnya gangguan tidur [1, 6]; obesitas
dan gangguan memori[6].
Perubahan yang dilaporkan terjadi secara alamiah berdasarkan usia, efek komorbiditas
tipikal pada lansia harus diperhitungkan ketika meninjau irama sirkadian (umumnya pola
tidur) dan perubahan sosial.
Alzheimer dan berbagai tipe senilitas diasosiasikan dengan banyak [41] penurunan yang
jelas pada level melatonin dibandingkan dengan control dengan rentang usia yang sama,
dengan banyak pasien tersebut menunjukan ritme sirkadian yang benar-benar hilang.
Perubahan ini merupakan akibat dari penghancuran jaringan dalam SCN [38]. Degenerasi
macular terkait usia juga sering diasosiasikan dengan berkurangnya sekresi melatonin
[38]. Katarak dapat mengurangi paparan cahaya pada lansia [1]. Selain itu, REM SleepBehaviour Disorder dan Periodic Limb Movements saat tidur, dua kondisi yang
mempengaruhi kualitas tidur, telah ditemukan secara signifikan lebih prevalen pada
populasi lansia [3].
Terakhir, teori paparan cahaya juga telah dipertimbangkan ketika membicarakan irama
sirkadian. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang lebih sedikit terpapar intensitas
cahaya tinggi (biasanya pada saat senja) dan mendapat paparan cahaya yang lebih
banyak saat pagi hari sebagai akibat terbangun di dini hari [39]. Oleh karena itu,
terdapat pengurangan paparan cahaya pada saat sensitive terhadap cahaya dalam
periode perlambatan-fase dari irama sirkadian, mengakibatkan suatu fase-lanjutan (fase
maju) pada lansia[39].
Tabel 2. Perbandingan antara gangguan irama sirkadian pada depresi dan penuaan
berdasarkan [3, 13]
Penuaan
Berkurangnya amplitudo/normalitas dari

Depresi
Berkurangnya amplitudo dari marker

marker sirkadian:
- Suhu basal tubuh
- Melatonin
- Kortisol

Fase lanjutan dari marker sirkadian


Disfungsi irama sirkadian (uncoupling dari
sleep wake pattern)

sirkadian:
- Suhu basal tubuh (menurun saat
diurnal, tinggi saat nokturnal)
- Melatonin (berkurangnya sekresi
nokturnal dan rata-rata konsentrasi
24 jam)
- Kortisol (hipersekresi global dan
sekresi puncak saat tidur)
- TSH: lebih tinggi diurnal, lebih
rendah nokturnal
- Noradrenalin (variasi sirkadian
yang menumpul)
Fase lanjutan dari marker sirkadian (data
dari orang dewasa yang bukan lansia)

Mekanisme dua arah yang menghubungkan gangguan sirkadian dan gangguan moods
Usia tidak hanya terkait dengan gangguan sirkadian, mengingat gangguan irama
sirkadian sendiri berkaitan dengan perubahan/gangguan mood. Hubungan saling
keterkaitan antara keduanya adalah suatu kesulitan yang sering diobservasi ketika
mambahas gangguan mood pada dewasa. Malfungsi dari sistem sirkadian (mulai dari
perubahan sistem melatoninergis dengan sekunder perubahan jam internal sampai
perubahan pada primer genetik sirkadian/jalur aksonal) dapat mengarah ke disfungsi
neurologis, yang dapat bermanifestasi menjadi gejala depresi. Selain itu, mood tidak
stabil dapat menentukan hilangnya ritme dari sistem sirkadian [13].
Menghubungkan regulasi mood dan irama sirkadian merupakan beberapa mekanisme
fisiologis dan molekuler. Salah satunya hipotesis perubahan-fase, di mana gangguan
mood dianggap sebagai hasil dari perlanjutan (kemajuan) atau perlambatan dari dari
pacemaker sentral dan irama sirkadian regular yang terdiri atas kortisol, melatonin,
temperature, dan tidur REM dan juga ritme sirkadian lain (terutama siklus tidur-bangun)
[17]. Observasi pada pasien depresi menunjukkan bukan hanya sekresi endokrin dengan
pola sirkadian tipikal (seperti kortisol, TSH, norepinefrin, melatonin) kehilangan pola
sirkadiannya [13, 17], tetapi juga proses sirkadian paling nyata pada manusia, tidur, juga
kehilangan ritme dan struktur sirkadiannya (Table 2). Pada subjek lansia, perubahan
ritme temperature tubuh dan juga sekresi melatonin dilaporkan berbeda antara jenis
kelamin dengan amplitudo berkurang pada pria lebih tua, tetapi tidak terjadi pada wanita
lebih tua [7].
Penjelasan patofisiologis lainnya adalah Internal Phase Coincidence Modelyang
mengatakan bahwa depresi terjadi katika bangun pada fase sensitive dari irama
sirkadian, tetapi model ini telah digantikan karena inkompatibilitas pada temuan klinis.
Distribusi sirkadian pada REM sleep, sekresi kortisol dan variasi suhu sepanjang siklus
sirkadian gagal menunjukan ritme sirkadian konsisten dan maka dari itu, solusi
ketidakcocokan antar siklus sirkadian tidak ditemukan [17].
Penjelasan model ketiga yang mungkin adalah Shortened REM Sleep Latency
hypothesisyang berdasarkan observasi bahwa penekanan REM sleep (misalnya pada
pasien kurang tidur) diasosiasikan dengan perbaikan mood. Akan tetapi, latensi REM
singkat tidak hanya spesifik pada depresi, supresi tersebut juga tidak terlalu
berpengaruh pada perbaikan mood. Diyakini bahwa kurang tidur memberi efek antidepresan karena adanya perbaikan proses tidur, yang menambahkan tidur gelombang
pendek yang berkurang saat depresi. Akan tetapi, antidepresan yang diresepkan tidak
menambah waktu tidur gelombang pendek [17].

Social Rhythms hypothesis, menyatakan bahwa individu yang rentan menampilkan lebib
gangguan sirkadian lebih berat dengan disorganisasi irama sosial. Improvisasi pada
zeitgebers sosial dapat mempengaruhi outcome menjadi lebih baik [17].
Juga menghubungkan perubahan mood dan irama sirkadian yaitu observasi bahwa
banyak gejala utama dari gangguan depresi berat menunjukkan irama sirkadian, yang
diregulasi oleh jam molekuler pada SCN. Hal ini menyangkut variasi diurnal mood, yang
mencapai titik terendah di pagihari pada pasien dengan depresi berat yang unipolar [13,
17]. Ketika dibandingkan dengan pasien yang tidak depresi, variasi tersebut terlihat
berhubungan terbalik dengan aktivasi irama sirkadian pada regio tertentu otak [17].
Selain itu terdapat hipotesis lain: pengaruh cahaya terhadap humour pada mata
merupakan mekanisme yang mungkin kontributif karena cahaya dianggap berbanding
terbalik dengan mood depreasi pada wanita usia lanjut [42]. Di lain pihak, gangguan
tidur mengaktivasi jalur autonomy dan inflamasi, yang berefek pada regulasi mood dan
menyebabkan depresi [43, 44].
Terakhir berdasarkan banyaknya asosiasi antara gangguan tidur dengan gangguan
mood, studi molekuler telah dilakukan dan menunjukkan data yang menarik. Gejala
insomnia dianggap sebagai predictor gangguan depresi [38]. Studi tersebut didukung
oleh observasi bahwa gangguan tidur terjadi sebelum terjadi rekurensi gangguan depresi
[38]. Walau ada observasi tersebut, relevansi etiologis yang jelas dari malfungsi sirkadian
hanya terdapat pada subtipe dari gangguan mood, yang jelas merupakan coupling yang
buruk dari sirkadian oscillator ritme internal/eksternal. Hal ini didukung observasi bahwa
polimorfisme pada inti gen oscillator Per2, Cry2, Bmal1 (= Arntl) dan Npas2 diasosiasikan
dengan Seasonal Affective Disorder (SAD) [38]. Selain itu, Delayed Sleep Phase
Syndrome juga diasosiasikan dengan penyakit [38]. Polimorfisme pada melatoninergis
gen GPR50 juga diasosiasikan dengan SAD [38].
Polimorfisme dalam inti gen oscillator Per3, Cry2, Bmal1 (= Arntl), Bmal2 (= Arntl2),
Clock, Dbp, Tim, CsnK1 dan NR1D1 ditemukan pada Bipolar Disorder [38]. Polimorfisme
dalam Clock gene diasosiasikan dengan Bipolar Disorder kronis [17]. Polimorfisme pada
melatoninergik RORB dan gen GPR50 juga telah diasosiasikan dengan gangguan bipolar
[38].
Ketika menilik tentang Major Depressive Disorder (MDD), hubungan antara penyakit ini
dengan irama sirkadian tidak sejelas pada Bipolar Disease atau SAD. Studi yang telah
ada that polymorphisms in sirkadian genes Cry1 dan Npas2 dihubungkan dengan MDD
[38]. Selain itu, AANAT alterasi dari gen melatoninergik telah dihubungkan dengan MDD
dan depresi rekuren [38]. Polimorfisme gen Clock diasosiasikan dengan MDD rekuren
[17]. Di lain pihak, penelitian lain menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang kuatuntuk
menghubungkan sistem sirkadian dalam etiopatogenisitas MDD, menunjukan adanya
fotoperiodik depresi [38].
Terakhir, komponen irama sirkadian ditemukan dapat meregulasi aktivitasthe activity of
the enzyme IMAO-A, and consequently, mood [45].
Selain model etiopatogenesitas moleculer, hipotesis psikososial dan iatrogenic juga
muncul. Hipotesis psikososial menganggap gangguan tidur mengganggu kualitas hidup
lansia sehingga meningkatkan resiko depresi lansia [8, 43, 44]. Hipotesis iatrogenic
menyatakan dewasa tua yang menggunakan banyak medikasi untuk kondisi medis kronis
or psikiatrik menyebabkan gangguan pada tidur [1]. Termasuk dalam obat-obat tersebut:
beta-blocker, bronkodilator, kortikosteroid, diuretik, dekongestan, dan masih banyak
obat-obatan kardiovaskular, neurologis, psikiatrik dan gastrointestinal lain (Tabel 2).
Adanya bukti dan temuan klinis
Usia mencakup perubahan penting dalam struktur tidur (Tabel 3) [46]. Bukti menyatakan
bahwa perubahan pada tidur bukan karena pemendekan periode sirkadian akibat usia,
yang sama pada subyek tua dan muda [39]. Hal yang terjadi adalah kemajuan dari irama
sirkadian; siklus sleep-wake lebih cepat disbanding yang lain [39]. Dengan prevalensi 1-

7% pada dewasa tua, hal ini diberi nama Advanced Sleep Phase Disorder (ASPD) dan
ditandai oleh waktu tidur-bangun yang lebi cepat dari normal selama satu minggu [1].
Namun, hal ini tidak sema dengan kemajuan dari irama sirkadian, bila irama sirkadians
fisiologis seperti suhu tubuh telah diobservasi pada individu lansia [47, 48]. Siklus tidur
ini mengalami kemajuan dan memaparkan lansia pada cahaya pagi hari, yang
mempotensiasi siklus ini dengan memajukan siklus tidur-bangun lebih lama[39].

Tabel 3. Perubahan tidur pada Penuaan, Depresi berat, dan Lansia dengan Depresi berat.
Sumber: [3, 4, 13, 46, 51]
Penuaan

Depresi (tipikal)

Decreased total nocturnal sleep time

Delayed onset of sleep

Delayed onset of sleep

Late Insomnia (Early to bed, early to


rise - advanced circadian phase)
Decreased percentage of Stages 3 and
4 of NREM sleep (slow wave sleep or
delta wave sleep)
Increased percentage of Stages 1 and
2 of NREM sleep

Terminal Insomnia (early morning


awakening)
Decreased percentage of slow wave
sleep (Delta wave sleep - Stages 3 and
4 of NREM Sleep)

Decreased percentage of REM sleep

Reduced threshold for arousal from


sleep (decline is progressive with age)
Fragmented sleep with multiple
arousals
Excessive daytime sleepiness

Increased percentage of Stage 1 NREM


sleep
Increased phasic REM Density
Decreased REM latency (proposed as a
good non-specific biomarker of mood
disorders) [17}
?

Pasien Tua dengan Depresi


[4]

Terminal Insomnia (early morning


awakening) prominent feature
Decreased percentage of slow wave
sleep (Delta wave sleep - Stages 3 and
4 of NREM Sleep)

Decreased REM latency

Fragmented sleep with multiple


arousals
Possible daytime napping

Gangguan prevalen irama sirkadian lain pada dewasa tua (terutama padaapsien dengan
demensia) adalah Irregular Sleep-Wake Disorder (ISWD), yang ditandai kurangnya pola
sirkadian yang teridentiikasi untuk waktu tidur dan bangun [1]. Walau jumlah waktu tidur
total sama, waktu tidurnya terbagi menjadi tiga ataua lebih periode dengan kisaran
waktu berbeda.
Depresi diasosiasikan denganperubahan waktu tidur (Tabel 3), dengan insomnia sebagai
gangguan tidur paling sering pada paasien depresi [5, 49].meta analisis longitudinal
menunjukkan pasien tidak depresi dengan insomnia memiliki resiko dua kali untuk
muncul depresi, ketika dibandingkan dengan orang tanpa gangguan tidur [50]. Proses
penuaan tidak mempengaruhi insomnia dalam mempresiksi terjadinya depresi [50]. Akan
tetapi, studi terkini menunjukkan adanya hubungan dua arah di mana salah satu bisa
untuk memprediksi onset yang lain [20, 21]. Karena penuaan dan depresi samasamamemiliki karakteristik klinis serupa, sulit membedakan pola masing-masing
patologinya, dan temuan klinis yang muncul ketika keduanya saling overlap (Tabel 3).
Gangguan tidur pada depresi berat sering ditemukan dan keberadaannya merupakan
residu dari gangguan depresi [5, 52]. Temuan itu juga merepakan suatu precursor
gangguan depresi berat [53, 54]. Selain itu gangguan tidur merupakan faktor resiko
bebas terhadap tingkat rekurensi depresi pada dewasa tuadengan riwayat depresi
sebelumnya (Gambar 2) [5].

Gambar 2. Existing evidence for the possible causal relation between sleep disorders and
Depressive disorders in older adults [4, 5, 13]. The figures evidences the established relationship
between depression and sleep, based on broad age range studies, and not older people in
particular (A) even after accounting for depression at baseline and in patients with previous history
of depression; (B) in subjects with a prior history of depression, independently of other depressive
symptoms, sociodemographic characteristics, chronic medical conditions and antidepressant
medication use. (C) Predicting value proportional to degree of depression (stronger with major
depression than with non-major).

Dampak depresi dan gangguan tidur pada kehidupan sehari-hari


Kedua gangguan ini masing-masing diketahui memiliki dampak buruk terhadap kualitas
hiduppopulasi lansia: kurang tidur dan depresi pada lansia diasosiasikan dengan
peningkatan resiko kecelakaan, jatuh, kesehatan buruk dan mortalitas [52, 55-60]. Studi
tentang depresi dan gangguan tidur bersamaan menemukan bahwa adanya gangguan
tidur dalam konteks depresi (riwayat depresi sebelumnya) diasosiasikan dengan
penurunan fungsi fisik dan peningkatan resiko kematian pada dewasa tua [52]. Sehingga
terdapat penurunan kualitas hidup secara jels.
Mempertimbangkan fungsi kognitif lansia, gangguan tidur dan depresi masing-masing
berhubungan dengan deficit neuropsikologis, bahkan pada subyek sehat [61]. Naismith
et al [61] meneliti gangguan tidur pada lansia dengan depresi berat, dan hipotesis bahwa
insomnia late (dibandingkan tipe insomnia early) secara independen berhubungan
dengan performa neuropsikologis yang buruk terutama kelancaran verbal dan memori.
Sehingga gangguan tidur merupakan marker biologis bagi penurunan kogniti pada lansia,
baik sendiri [3] maupun bersamaan dengan depresi [61] (Tabel 4).
Tabel 4. Asosiasi klinis dari tipe insomnia yang berbeda pada pasien lansia dengan
depresi (berdasarkan [61])
Early Insomnia
Severitas depresi
Kognisi global

Late Insomnia
Severitas depresi
Onset depresi pada usia

buruk

lebih tua
Kecakapan verbal buruk
Memori buruk

Dalam perspektif iatrogenic, gangguan tidur pada pasien yang diberi psikotropik atau
sedatif mendata resiko jatuh 28 kali. Gangguan kognitif menyebabkan gejala yang sama
namun hanya 5 kalinya [3].
Irama sirkadian dan Demensia
Dapat dilihat di atas bahwa berkurangnya sinkronisasi antara oscillator internal dan
eksternal diasosiasikan dengan performa neurobehavioral yang buruk di mana faktor
eksternal bergantung terhadap fungsi internal yang benar [40]. Memang, fungsi kognitif
terganggu bila terdapat ketidakcocokan antara tidur dan mekanisme bergantung jam,
seperti pada studi tentang jet lag, jam kerja, atau kurang tidur [62, 63]. Secara timbal
balik, pasien demensia memiliki irama sirkadian dan pola tidur yang terganggu [64].
Karena usia telah dihubungkan dengan disfungsi progresif mekanisme sirkadian,
gangguan kognitif kemudian diteliti dari perspektif keterkaitannya dengan sirkadian.
Gangguan aktivitas sirkadian ditemukan oleh Tranah et al [34] memiliki korelasi dengan
bertambahnya resiko terbentuk demensia atau gangguan kognitif ringan pada wanita
usia lanjut. Temuan aktigraf pada amplitudo lebih rendah dan ritme aktivitas timedelayed ditemukan berhubungan dengan terbentuknya demensia atau gangguan kognitif
ringan.
Irama sirkadian dan penyakit neurodegeneratif
Penuaan pada sistem sirkadian bukan hanya mengakibatkan penurunan performa
mental, tetapi juga turut berperan dalam penyakit neurodegeneratif yang berhubungan
dengan usia seperti Alzheimer, Parkinson and Huntington [65]. Studi klinis menunjukkan
bahwa walaupun tiap penyakit memiliki ciri khas patologis masing-masing, gangguan
pada tidur dan irama sirkadian adalah yang paling awal dari gejala- gejala tersebut.
Abnormalitas pada jam sirkadian dan kualitas tidur memburuk sejalan dengan
progresivitas penyakit [65, 66].
Aktivitas Melatonin telah dihubungkan dengan berbagai penyakit, seperti radikal bebas
telah dibuktikan memiliki peranan penting pada patogenesis [67, 68], dan sehingga
aktivitas antioksidan Melatonin diasumsikan dapat membantu. Hal ini penting pada
penyakit Alzheimer dan Parkinson, yang karakteristiknya adalah kerentanan SSP
terhadap serangan oksidatif dan neoplasia[69].
Sebagai tambahan, banyak jalur yang berhubungan dengan neurodegenerasi seperti
metabolism, spesies oksigen reaktif, homeostasis dan respon stress oksdatif, kerusakan
dan perbaikan DNA dan, secara potensial, autophagy dikontrol oleh irama sirkadian.
Oleh karena itu, gangguan pada fungsi sirkadian memiliki peran dalam etiopathogenitas
dari penyakit di atas [7].
Walaupun terdapatsuatu mekanisme patogenesis yang potensial, banyak pertanyaan
yang masih belum terjawab. Penelitian lebih lanjut dapat mengaarahkan pada suatu
pengobatan kondisi penuaan/neurodegeneratif tersebut, melalui pengembalian fungsi
irama sirkadian [7].
Irama sirkadian dan Alzheimer
Pasien dengan Alzheimer dideskripsikan memiliki gangguan radikal arsitektural pada
tidur [70, 71]. Gangguan irama tidur bangun ini dimulai segera setelah onset Alzheimer,
temuan lain seperti berkurangnya efisiensi tidur, bertambahnya frekuennsi terbangun
dan berkurangnya jumlah total waktu tidur juga dapat dijumpai [3]. Pasien Alzheimer
juga memperliahtkan gangguan sirkadian seperti berkurangnya amplitudo dan phase
delay dari variasi sirkadian pada aktivitas dan suhu basal tubuh [70, 72-74]. Akibat
perubahan sirkadian, pasien menunjukan kenaikan dalam penurunan fungsi

kognitif/demensia [34, 75-77], jumlah tidur siang, insomnia malam hari, disorientasi dan
kebingungan [78].
Di bawah manifestasi klinis tersebut terdapat perubahan pada jam sirkadian. Gangguan
irama sirkadian pada pasien Alzheimer berakibat berkurangnya ekskresi
vasopressindapat menjadi alasan mengapa terdapat gangguan ritme tidur pada pasien
tersebut [79, 80]. Subyek menunjukkan berkurangnya melatonin level di sirkulasi [38,
81-85] dan iregularitas sekresi melatonin [86], yang dipercaya berhubungan dengan
severitas dari gangguan mental [85].
Mengingat efek antioksidan dari melatonin dan perubahan irama biologis, melatonin
diasumsikan baik untuk pasien Alzheimer [38]. Akan tetapi walaupun secara in vivo dan
pada hewan ditemukan hasil yang baik [87, 88], tidak ditemukan keuntungan pada
manusia pada pemberian terapi late onset [89], yang kemudian relevan karena
Alzheimer biasanya terlambat untuk didiagnosis. Pengobatan dengan melatonin tidak
dapat menghentikan progresivitas penyakit ataupun memperpanjang hidup [38]. Akan
tetapi belum dipastikan apakah ionoterapi bisa berhasil, pada kasus tersebut melatonin
dapat menjadi terapi adjuvant untuk memperbaiki chronobiology dan parameter
tidur[38].
Banyaknya hasil penelitian yang berbeda dapat dikarenakan banyaknya perbedaan
idiosinkratik antar individu pada pasien Alzheimer. Penelitian klinis terbesar [102]
menyebutkan bahwa pasien yang telah diterapi dengan melatonin tidak memperlihatkan
perbedaan signifikan pada pengukuran objektif terhadap pola tidur [38].
Irama Sirkadian dan Parkinson
Pada Parkinson, antara 60% dan 90% pasien memiliki gangguan tidur, yang berhubungan
dengan bertambah beratnya penyakit. Manifestasi klinis yang sering dilaporkan paling
awal dan paling sering adalh kesulitan untuk memulai dan tetap tertidur [3].
Abnormalitas lain mencakup tidur terputus dan sering terbangun dan sulit tertidur lagi
yang merupakan bagian dari fenomena motorik Parkinson seperti imobilitas malam hari,
resting tremor, eye blinking dan diskinesia [103-106]. Selain itu pasien Parkinson
dilaporkan lebih sering terjadi somnolen saat siang hari [3, 107].
Tidur terputus pada Parkinson dikarenakan kenaikan aktivitas otot skelet, gangguan
pernapasan, dan variasi REM-ke-NREM dari senditivitas reseptor dopaminergik [104].
Dugaan awal mekanisme dari gangguan tidur tersebut bisa jadi adalah perubahan pada
neuron dopaminergik, noradrenergik, serotoninergik and cholinergik pada batang otak
[108]. REM behaviour disorder (RBD) sering dijumpai pada pasien Parkinson [109-112]
dan mungkin merupakan onset awal Parkinson. Pasien dengan penyakit Parkinson
dengan abnormalitas reflex postur dan gangguan fungsi otonom memiliki resiko lebih
tinggi untuk gangguan pernapasan saat tidur [105]. Pasien tersebut memiliki
abnormalitas irama sirkadian yang berkaitan dengan abnormalitas dopaminergic pada
abnormalitas sistem mesokortikolimbik and mesostriatal [104]. Abnormalitas pada
neuron dopaminergis di area ventral tegmentum mengarah ke desinkronisasi EEG dan
gangguan abnormalitas jadwal sleep-wake [108]. Usaha untuk menjelaskan gangguan
tidur pada Parkinson dihubungkan dengan berkurangnya neuron serotonergis dari dorsal
raphe, neuron noradrenergis dari lokus coeruleus, dan neuron kolinergic dari nukleus
pedunculopontine [104]. Kerusakan neuron dopamin disebabkan autooksidasi akibat
paparan rasdikal bebas karena kurangnya melatonin [113, 114].
Dibandingkan dengan Alzheimer, terdapat lebih banyak keraguan pada penyakit tersebut
terkait manfaat melatonin. Bukti bahwa penelitian berfokus pada tahapan akhir dari
penyakit (degenerasi nigrostriatal), mekanisme dan fase awal etiologisnya telah
terbengkalai, yang mengakibatkan sedikitnya perubahan pada pengetahuan dan pilihan
terapi untuk masalah ini [115-117].

Walaupun peneliti menganggap penyakit ini berdasar pada ketidakseimbangan


melatonin-dopamin (penyakit hiperplasia melatonin) dan telah dilaporkan bahwa
melatonin antagonis dapat bermanfaat [118, 119], konklusi tersebut tidak sesuai dengan
temuan berkurangnya ekspresi gen MT1 dan MT2 pada striatum dan daerah otak lain
seperti amygdala [120], tidak juga dengan observasi sekresi melatonin berkurang atau
tidak bertambah [121-123]. Temuan mengenai efek menguntungkan dari melatonin
antagonis menimbulkan keraguan mengenai terapi dengan melatonin atau agonisnya.
Walau begitu, melatonin dan agonis sintetisnya dapat dipertimbangkan untuk terapi
gangguan tidur terkait Parkinson dan gejala depresi [122], dengan cukup perbaikan pola
tidur telah didemonstrasikan [38].
Pilihan pengobatan/pencegahan
Pencegahan
Literatur yang tersedia jarang menampilkan tatalaksana mengenai masalah ini. Hyong et
al [5] mengajukan stratgi sua langkah yang mudah untuk mengidentifikasi lansia dengan
resiko relapse dan rekurensi depresi: 1) Riwayat depresi merupakan faktor resiko terjadi
depresi pada usia lanjut 2) di antara subyek dengan riwayat depresi, penggunaan PSQI
dapat memperlihatkan adanya gangguan tidur, factor resiko dapat diubah dari depresi
rekuren [124, 125].
Terapi
Pengobatan berdasar perubahan tidur yang didiskusikan merupakan terapi konvensional
(rekomendasi hygiene tidur dan Cognitive Behavioral Therapy), Chronotherapy,
Melatonin dan agonis reseptor Melatonin, dan terapi cahaya.
Rekomendasi hygiene tidur dan Cognitive Behavioral Therapy, telah direkomendasikan
secara ambigu dalam konteks ASPD pada lansia. Beberapa menganggap hal tersebut
tidak terlalu berguna. Beberapa mengatakan bahwa menghindari tidur sore hari
membantu mengukuhkan pola tidur di malam hari [126], dan beberapa mengatakan hal
tersebut justru membantu [1]. Dalam konteks non-ASPD, dilaporkan rekomendasi
hygiene tidur dan Cognitive Behavioral Therapy [127], walaupun hanya sedikit penelitian
yang menggunakan kelompok subyek lansia. Pengobatan konvensional dilakukan dalam
tatalaksana insomnia pada lansia dan juga pada Irregular Sleep-Wake Disorder lansia [1].
Terapi ritme sosial menggunakan pendekatan behavioral dan menargetkan normalisasi
irama sirkadian. Wlaupun hanya dianjurkan pada pasien bipolar, bebeapa prinsipnya
dapat digunakan untuk pasien depresi unipolar.Perlu dilakukan banyak penelitian untuk
mengesahkan terapi tersebut [17].
Pilihan pengobatan kedua (tetapi bukan nomor dua) adalah Chronotherapy, perubahan
terapeutik pada siklus tidur-bangun. When based on 3-hour sleep advances every 2 days
it has been deemed efficient and with a 5-month long maintainable efficiency, although it
is not practical and very disruptive [1, 126]. Conversely, sleep delay, a more feasible
option, can be prescribed to achieve the desired sleep period. An option is the delay of 1
to 3 hours every 2 days [40]. Sleep-restriction-sleep- compression, a therapy based on
limiting time in bed to consolidate actual time sleeping, has been recommended by a
panel of experts for the management of chronic insomnia in older people [1].
Chronotherapy telah dilaporkan oleh Naismith et al [61] memiliki efek menguntungkan
pada pasien lansia yang mengalami gangguan tidur dengan gangguan depresi,
mengingat hal tersebut dapat membalik fungsi neuropsikologis.
Ketiga, Melatonin diajukan sebagai obat sedatif/hipnotik pada lansia [95]. Akan tetapi,
tidak ada data ataupun tatalaksana yang menyebutkan kegunaannya pada depresi
dengan gangguan tidur. Pemberian Melatonin pagi hari dengan minimalisasi paparan
cahaya matahari pagi dianjurkan, walaupun tidak ada bukti mengenai efikasinya [126].
Pemberian melatonin (3 mg p.o.) sampai 6 bulan pada pasien insomnia bersamaan
dengan pengobatan hipnotik (benzodiazepine) memperlihatkan bertambahnya kualitas

dan lama tidur, dan berkurangnya latensi tidur dan berkurangnya episode terbangun
pada wanita lansia dengan insomnia, begitujuga perbaikan signifikan terhadap fungsi
pada hari berikutnya. Melatonin eksogen tidak mempengaruhi jumlah PRL, FSH, TSH atau
estradiol dalam sirkulasi, selain itu tidak terdapat perubahan hematologis dan biokimia
darah pada subyek penelitian. Efek potensiasi benzodiazepine terhadap melatonin telah
didemonstrasikan pada penelitian sebelumnya.
Melatonin memfasilitasi diskontinyu terapi benzodiazepin dengan mempertahankan
kualitas tidur. Studi lain memperlihatkkan diskontinyu total terapi benzodiazepinpada
pasien yang juga mendapatkan melatonin, pada pasien lainnya, dosis benzodiazepin bisa
berkurang sampai 25-66% dari dosis awal.
Studi pada subyek >65 tahun dengan gangguan depresi berat dan gangguan tidur,
ditemukan bahwa slow-release melatonin lebih efektif bila dibandingkan dengan placebo
dalam memperbaiki tidur. Secara subjektif, kualitas tidur membaik pada kelompok
dengan yang diberi 2.5-mg melatonin dibandingkan placebo pada pasien Alzheimer [95].
Dalam konteks Irregular Sleep-Wake Disorder, Melatonin menunjukan hasil inkonsisten
dan inkonklusif [1].
Terapi lainnya adalah Melatonin Receptor agonists. Agomelatine, antidepresan dengan
mekanisme unik (agonis reseptor MT-1 dan MT-2 dan antagonis reseptor 5-HT2c)
berfungsi secara konseptual ketika terdapat gangguan depresi yang berhubungan
dengan gangguan tidur. Hasilnya menjanjikan pada orang anak dan dewasa, tetapi
hanya sedikit uji klinis mengenai efeknya pada populasi lansia. Beberapa bahkan
mengatakan tidak ada efek pemberian Agomelatine pada variabel tidur selain perubahan
fase kortisol, temperatur dan profil TSH [128]. Beberapa menunjukan adanya profil eikasi
dan telerabilitas yang baik pada dewasa tua [129]. Studi non intervensional [130]
menunjukkan adanya efek perbaikan mencakup anti depresan dan kinerja siang hari
(irama sirkadian) pada pemberian Agomelatine.
Sebuah penelitian randomized and double blind clinical trial telah mengkonirmasi efikasi
dari Agomelatine (25-50 mg selama 8 minggu) pada populasi lansia dengan MDD sedang
atau berat, dengan efek samping minimal [131].
Dibutuhkan penelitian intervensional pada kelompok usia ini untuk mengetahui kegunaan
Agomelatine, bukan hanya pada depresi dan gangguan tidur, tetapi juga pada periode
singkat gangguan sirkadian seperti yang diajukan oleh R. Leprout et al [128].
Terakhir adalah terapi cahaya. Pada lansia pacemaker sirkadian berespon terhadap
cahaya, cahaya terang dapat membuat suatu gangguan fase sirkadian dan berhubungan
dengan gangguan pada tidur. Cahaya biru didukung sebagai terapi untuk perbaikan
siklus tidur-bangun (misalnya yang berhubungan dengan ASPD) pada lansia, walaupun
efeknya pada orang muda tidak terlalu terlihat [126]. Dalam ASPD akibat penuaan,
diharapkan dapat memperbaiki fase yang maju pada jam sirkadian, tetapi tidak
menghilangkan insomnia pada pagi hari yang diakibatkan mekanisme homeostatik [126].
Cahaya terang (2500 to 10000 lux) diberikan 1-2 jam di sore hari (antara jam 7:00 pm
sampai 9:00 pm) [1]. Pada gangguan Irregular Sleep-Wake disorder pada lansia, paparan
cahaya diberikan sepanjang hari kecuali pada sore hari. Cahaya terang pagi hari (25005000 lux) selama 2 jam dalam 4 minggu memiliki efek baik pada pasien demensia dan
ISWD [1].
Menangani depresi pada dewasa tua dapat meningkatkan kualitas tidur. Pada kasus
tertentu ketika depresi tertangani tidak perlu diberikan terapi untuk gangguan tidur [4].
Beberapa cara penanganannya meliputi: (1) agen anti-depresan standar dan psikoterapi:
dilaporkan memperbaiki pola tidur (pada penelitian yang mencakup lansia); (2)
antidepresan sedatif: Nefazodone, Mirta-zapine atau tricyclic antidepresan sedatif dapat
berguna dan juga berbahaya. (3) anti depresan standar dan agonis reseptor
benzodiazepine: terapi ini tidak memperlambat respon anti-depressant dan memfasilitasi
tingkat kepatuhan pada dewasa tua[4]. Short-action benzodiazepine (sseperti zolpidem
dan zaleplom) lebih pantas pada lansia[4]. (4) Antidepressant standar dan Trazodone,
walau dengan sedikit penelitian yang mencakup lansia mungkin bermanfaat. Trazodone

dosis rendah serta antidepresan standar telah dilaporkan bermanfaan dalam pengobatan
insomnia [127]; (5) Agomelatine seperti dijelaskan di atas; (6) Chronotherapy: terapi
cahaya pada depression musiman dan non musiman menunjukkan efek ketika bekerja
langsung sebagai terapi. Dapat digunakan sebagai terapi adjuvant atau berdiri sendiri
(misal selama kehmilan, intoleransi farmakologis, depresi yang resisten obat). Dapat juga
dikombinasikan dengan melatonin bila dilakukan dengan hati-hati[17].
Terkait intervensi spesifik yang dites dalam konteks depresi dan usia lanjut, intervensi
yang mengacu pada gangguan tidur, umumnya insomnia, memiliki potensi untuk
mencegah rekurensi depresi dan relaps pada lansia [5].
Faktanya, gangguan tidur merupakan faktor resiko yang secara potensial dapat
dimodifikasi [56]. Meskipun telah didokumentsikan memiliki efek tidur yang baik,
medikasi antidepresan telah dibuktikan tidak protektif mengingat terdapat resiko
gangguan tidur pada depresi rekuren [5]. Penggunaan medikasi hipnotik pada dewasa
tuadianggap beresik, diikuti meningkatnya resiko jatuh dan gangguan kognitif. Selain itu,
beberapa studi mendokumentasikan bahwa medikasi tersebut tidak efisien dalam
pencegahan rekurensi depresi dan memperbaiki kualitas tidur pasien lansia [5].
Di sisi lain, intervensi perilaku non-farmakologis merupakan pengobatan yang aman
untuk insomnia pada dewasa tua dan telah dibuktikan efektif. Cognitive Behavioral
Therapy [58, 125, 132, 133] dan Tai Chi telah dibuktikan meningkatkan kualitas tidur
pada dewasa tua. [124]
Terakhir, aktivitas fisik, berdasarkan hipotesis desinkronisasi irama sirkadian perifer telah
diajukan sebagai aktivitas berpotensial untuk resinkronisasi pada orang dewasa tua [40].
Efek menguntungkan dari olah raga pada dewasa tua ini telah disetujui beberapa
penelitian [132, 133], walaupun rekomendasi hanya berbasis bukti [1]. Faktanya, dewasa
tua yang mengikuti regimen olah raga dalam waktu lama melaporkan lebih sedikit
masalah tidur.
Prognosis
Hanya terdapat sedikit penelitian dengan populasi lansia yang melakukan pendekatan
prognosis pada pasien tersebut. Maka dari itu, prognosis biasanya didapat dari penelitian
yang tidak berdasarkan pasien usia lanjut.
Telah diketahui bahwa kualitas tidur buruk berdampak pada respon buruk pada terapi
non-farmakologis dari depresi dan juga diasosiasikan dengan bertambahnya resiko bunuh
diri. Selain itu, kualitas tidur yang lebih baik setelah terapi diasosiasikan dengan
bekurangnya rekurensi [17].
Mengenai temuan polisomnografi, persistensi dari abnormalitas tidur REM diasosiasikan
dengan kurangnya respon pada terapi depresidan rekurensi depresi. Pernyataan yang
sama juga valid untuk pengobatan post-psikoterapi untuk depresi [17].
Kesimpulan
Walaupun banyak studi yang secara meneliti tentang masing-masing kronobiologi usia
tua, gangguan mood, dan irama sirkadian, dalam laboratorium, rumah sakit, atau
wilayah komunitas, literatur yang mencakup usia tua dan gangguan mood jarang
ditemukan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Apresiasi
Karya ini didukung oleh Servier Portugal, Especialidades Farmacuticas Lda, diberikan
kepada L. Fernandes.
Penyertaan konflik kepentingan

Tidak ada.
Alamat korespondensi: Lia Fernandes, CINTESIS & Faculty of Medicine, University of Porto, Al,
Hernni Monteiro, 4202-451 Porto, Portugal. E-mail: lfernandes@med.up.pt; Ins Campos Costa or
Hugo Nogueira Carvalho, Faculty of Medicine, University of Porto, Portugal. E-mail: inescampos costamd@gmail.com (Ins Campos Costa); carvalho.hn@gmail.com (Hugo Nogueira Carvalho)

Daftar Pustaka
[1] Bloom HG, Ahmed I, Alessi CA, Ancoli-Israel S, Buysse DJ, Kryger MH, Phillips BA, Thorpy MJ,
Vitiello MV and Zee PC. Evidence-based recommendations for the assessment and management of sleep disorders in older persons. J Am Geriatr Soc 2009; 57: 761-789.
[2] Mendlewicz J, Frank E, Hajak G, Lam RW, Popp R, Swartz HA and Turek FW. Sirkadian Rythms
and Depression. Current understanding and new therapeutic perspectives. France: Wolters
Kluwer Health France, 2008.
[3] Crowley K. Sleep and sleep disorders in older adults. Neuropsychol Rev 2011; 21: 41-53.
[4] Buysse DJ. Insomnia, depression, and aging: Assessing sleep and mood interactions in old er
adults. Geriatrics 2004; 59: 47-52.
[5] Hyong JC, Lavretsky H, Olmstead R, Levin MJ, Oxman MN and Irwin MR. Gangguan tidur and
depression recurrence in community-dwelling older adults: A prospective study. Am J
Psychiatry 2008; 165: 1543-1550.
[6] Foley D, Ancoli-Israel S, Britz P and Walsh J. Gangguan tidurs and chronic disease in older
adults: Results of the 2003 National Sleep Foundation Sleep in America Survey. J Psychosom
Res 2004; 56: 497-502.
[7] Kondratova AA and Kondratov RV. The sirkadian clock and pathology of the ageing brain. Nat
Rev Neurosci 2012; 13: 325-335.
[8] Foley DJ, Monjan AA, Brown SL, Simonsick EM, Wallace RB and Blazer DG. Sleep complaints
among elderly persons: an epidemiologic study of three communities. Sleep 1995; 18: 425432.
[9] Alexopoulos GS. Depression in the elderly. Lancet 2005; 365: 1961-1970.
[10] Steinberg M, Sheppard JM, Tschanz JT, Norton MC, Steffens DC, Breitner JC and Lyketsos CG.
The incidence of mental and behavioral disturbances in dementia: the cache county study. J
Neuropsychiatry Clin Neurosci 2003; 15: 340-345.
[11] Burns A, Jacoby R, Luthert P and Levy R. Cause of death in Alzheimers disease. Age Ageing
1990; 19: 341-344.
[12] Hohagen F, Rink K, Kappler C, Schramm E, Riemann D, Weyerer S and Berger M. Prevalence
and treatment of insomnia in general practice. A longitudinal study. Eur Arch Psychiatry Clin
Neurosci 1993; 242: 329-336.
[13] Mendlewicz J. Irama sirkadian Disturbances in Depression. France: Wolters Kluwer Health
France, 2008.
[14] Foley D, Ancoli-Israel S, Britz P, Walsh J. National Sleep Foundation: Sleep in America Poll:
2002. J Psychosom Res 2004; 56: 497-502.
[15] Dodge R, Cline MG and Quan SF. The natural history of insomnia and its relationship to respiratory symptoms. Arch Intern Med 1995; 155: 1797-1800.
[16] Haponik EF, Frye AW, Richards B, Wymer A, Hinds A, Pearce K, McCall V and Konen J. Sleep
history is neglected diagnostic information. Challenges for primary care physicians. J Gen
Intern Med 1996; 11: 759-761.
[17] Germain A and Kupfer DJ. Irama sirkadian disturbances in depression. Hum Psychopharmacol
2008; 23: 571-585.
[18] Ganguli M, Reynolds CF and Gilby JE. Prevalence and persistence of sleep complaints in a rural
older community sample: the MoVIES project. J Am Geriatr Soc 1996; 44: 778-784.
[19] Katz DA and McHorney CA. Clinical correlates of insomnia in patients with chronic illness. Arch
Intern Med 1998; 158: 1099-1107.
[20] Sivertsen B, Salo P, Mykletun A, Hysing M, Pallesen S, Krokstad S, Nordhus IH and Overland S.
The bidirectional association between depression and insomnia: the HUNT study. Psychosom
Med 2012; 74: 758-765.
[21] Jansson-Frojmark M and Lindblom K. A bidirectional relationship between anxiety and depression, and insomnia? A prospective study in the general population. J Psychosom Res 2008;
64: 443-449.
[22] Breslau N, Roth T, Rosenthal L and Andreski P. Gangguan tidur and psychiatric disorders: a
longitudinal epidemiological study of young adults. Biol Psychiatry 1996; 39: 411-418.
[23] Baglioni C, Spiegelhalder K, Nissen C and Riemann D. Clinical implications of the causal relationship between insomnia and depression: how individually tailored treatment of sleeping
difficulties could prevent the onset of depression. EPMA J 2011; 2: 287-293.
[24] Canellas F and de Lecea L. [Relationships between sleep and addiction]. Adicciones 2012; 24:
287-290.

[25] Ohayon M. Epidemiological study on insomnia in the general population. Sleep 1996; 19: S715.
[26] Leger D, Guilleminault C, Dreyfus JP, Delahaye C and Paillard M. Prevalence of insomnia in a
survey of 12,778 adults in France. J Sleep Res 2000; 9: 35-42.
[27] Dzaja A, Arber S, Hislop J, Kerkhofs M, Kopp C, Pollmacher T, Polo-Kantola P, Skene DJ, Stenuit
P, Tobler I and Porkka-Heiskanen T. Womens sleep in health and disease. J Psychiatr Res 2005;
39: 55-76.
[28] Kripke DF, Jean-Louis G, Elliott JA, Klauber MR, Rex KM, Tuunainen A and Langer RD. Ethnicity,
sleep, mood, and illumination in postmenopausal women. BMC Psychiatry 2004; 4: 8.
[29] Kos-Kudla B, Ostrowska Z, Marek B, Kajdaniuk D, Ciesielska-Kopacz N, Kudla M, Mazur B,
Glogowska-Szelag J and Nasiek M. Irama sirkadian of melatonin in postmenopausal asthmatic
women with hormone replacement therapy. Neuro Endocrinol Lett 2002; 23: 243-248.
[30] Tuunainen A, Kripke DF, Elliott JA, Assmus JD, Rex KM, Klauber MR and Langer RD. Depression
and endogenous melatonin in postmenopausal women. J Affect Disord 2002; 69: 149-158.
[31] Anderson WM and Falestiny M. Women and sleep. Prim Care Update Ob Gyns 2000; 7: 131137.
[32] Harrod CG, Bendok BR and Hunt Batjer H. Interactions between melatonin and estrogen may
regulate cerebrovascular function in women: clinical implications for the effective use of HRT
during menopause and aging. Med Hypotheses 2005; 64: 725-735.
[33] Vitiello MV, Moe KE and Prinz PN. Sleep complaints cosegregate with illness in older adults:
clinical research informed by and informing epidemiological studies of sleep. J Psychosom Res
2002; 53: 555-559.
[34] Tranah GJ, Blackwell T, Stone KL, Ancoli-Israel S, Paudel ML, Ensrud KE, Cauley JA, Redline S,
Hillier TA, Cummings SR and Yaffe K. Sirkadian activity rhythms and risk of incident dementia
and mild cognitive impairment in older women. Ann Neurol 2011; 70: 722-732.
[35] Hampp G, Ripperger JA, Houben T, Schmutz I, Blex C, Perreau-Lenz S, Brunk I, Spanagel R,
Ahnert-Hilger G, Meijer JH and Albrecht U. Regulation of monoamine oxidase A by sirkadian
clock components implies clock influence on mood. Curr Biol 2008; 18: 678-683.
[36] Ancoli-Israel S. Sleep and its disorders in aging populations. Sleep Med 2009; 10: S7-S11.
[37] Wallace-Guy GM, Kripke DF, Jean-Louis G, Langer RD, Elliott JA and Tuunainen A. Evening light
exposure: implications for sleep and depression. J Am Geriatr Soc 2002; 50: 738-739.
[38] Hardeland R. Melatonin in Aging and Disease -Multiple Consequences of Reduced Secretion,
Options and Limits of Treatment. Aging Dis 2012; 3: 194-225.
[39] Welsh DK and Ptcek LJ. Irama sirkadian dysregulation in the elderly: advanced sleep phase
syndrome. Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2010.
[40] Lustberg L and Reynolds CF. Depression and insomnia: questions of cause and effect. Sleep
Med Rev 2000; 4: 253-262.
[41] Lieverse R, Van Someren EJW, Nielen MMA, Uitdehaag BMJ, Smit JH and Hoogendijk WJG. Bright
light treatment in elderly patients with nonseasonal major depressive disorder: A randomized
placebo-controlled trial. Arch Gen Psychiatry 2011; 68: 61-70.
[42] Monk TH and Kupfer DJ. Irama sirkadians in healthy aging--effects downstream from the
pacemaker. Chronobiol Int 2000; 17: 355-368.
[43] Munch M, Knoblauch V, Blatter K, Schroder C, Schnitzler C, Krauchi K, Wirz-Justice A and Ca jochen C. Age-related attenuation of the evening sirkadian arousal signal in humans. Neurobiol Aging 2005; 26: 1307-1319.
[44] Walker MP. The role of sleep in cognition and emotion. Ann N Y Acad Sci 2009; 1156: 168-197.
[45] Irwin MR, Wang M, Campomayor CO, Collado-Hidalgo A and Cole S. Sleep deprivation and
activation of morning levels of cellular and genomic markers of inflammation. Arch Intern Med
2006; 166: 1756-1762.
[46] Wolkove N, Elkholy O, Baltzan M and Palayew M. Sleep and aging: 1. Sleep disorders com monly found in older people. CMAJ 2007; 176: 1299-1304.
[47] Dew MA, Hoch CC, Buysse DJ, Monk TH, Begley AE, Houck PR, Hall M, Kupfer DJ and Reynolds
CF 3rd. Healthy older adults sleep predicts all-cause mortality at 4 to 19 years of follow-up.
Psychosom Med 2003; 65: 63-73.
[48] Loewenstein RJ, Weingartner H, Gillin JC, Kaye W, Ebert M and Mendelson WB. Disturbances of
sleep and cognitive functioning in patients with dementia. Neurobiol Aging 1982; 3: 371-377.
[49] Paudel ML, Taylor BC, Diem SJ, Stone KL, Ancoli-Israel S, Redline S and Ensrud KE; Osteoporotic
Fractures in Men Study Group. Association between depressive symptoms and gangguan
tidurs in community-dwelling older men. J Am Geriatr Soc 2008; 56: 1228-1235.
[50] Baglioni C, Battagliese G, Feige B, Spiegelhalder K, Nissen C, Voderholzer U, Lombardo C and
Riemann D. Insomnia as a predictor of depression: a meta-analytic evaluation of longitudinal
epidemiological studies. J Affect Disord 2011; 135: 10-19.
[51] Ohayon MM, Carskadon MA, Guilleminault C and Vitiello MV. Meta-analysis of quantitative
sleep parameters from childhood to old age in healthy individuals: developing normative sleep
values across the human lifespan. Sleep 2004; 27: 1255-1273.

[52] Motivala SJ, Levin MJ, Oxman MN and Irwin MR. Impairments in health functioning and sleep
quality in dewasa tuawith a history of depression. J Am Geriatr Soc 2006; 54: 1184-1191.
[53] Livingston G, Blizard B and Mann A. Does gangguan tidur predict depression in elderly people?
A study in inner London. Br J Gen Pract 1993; 43: 445-448.
[54] Roberts RE, Shema SJ, Kaplan GA and Strawbridge WJ. Sleep complaints and depression in an
aging cohort: A prospective perspective. Am J Psychiatry 2000; 157: 81-88.
[55] Backhaus J, Junghanns K, Broocks A, Riemann D and Hohagen F. Test-retest reliability and va lidity of the Pittsburgh Sleep Quality Index in primary insomnia. J Psychosom Res 2002; 53:
737-740.
[56] Cole MG and Dendukuri N. Risk factors for depression among elderly community subjects: A
systematic review and meta-analysis. Am J Psychiatry 2003; 160: 1147-1156.
[57] Buysse DJ, Reynolds CF 3rd, Monk TH, Berman SR and Kupfer DJ. The Pittsburgh Sleep Quality
Index: a new instrument for psychiatric practice and research. Psychiatry Res 1989; 28: 193213.
[58] Glass J, Lanctot KL, Herrmann N, Sproule BA and Busto UE. Sedative hypnotics in older peo ple
with insomnia: meta-analysis of risks and benefits. BMJ 2005; 331: 1169.
[59] Irwin MR, Cole JC and Nicassio PM. Comparative meta-analysis of behavioral interventions for
insomnia and their efficacy in middle-aged adults and in dewasa tua55+ years of age. Health
Psychol 2006; 25: 3-14.
[60] Sivertsen B, Omvik S, Pallesen S, Bjorvatn B, Havik OE, Kvale G, Nielsen GH and Nordhus IH.
Cognitive behavioral therapy vs zopiclone for treatment of chronic primary insomnia in older
adults: a randomized controlled trial. JAMA 2006; 295: 2851-2858.
[61] Naismith SL, Norrie L, Lewis SJ, Rogers NL, Scott EM and Hickie IB. Does gangguan tidur
mediate neuropsychological functioning in older people with depression? J Affect Disord 2009;
116: 139-143.
[62] Ancoli-Israel S and Cooke JR. Prevalence and comorbidity of insomnia and effect on functioning
in elderly populations. J Am Geriatr Soc 2005; 53: S264-271.
[63] Reynolds CF, Hoch CC, Buysse DJ, Monk TH, Houck PR and Kupfer DJ. Symposium: Normal and
abnormal REM sleep regulation: REM sleep in successful, usual, and pathological aging: the
Pittsburgh experience 1980-1993. J Sleep Res 1993; 2: 203-210.
[64] Foley DJ, Monjan A, Simonsick EM, Wallace RB and Blazer DG. Incidence and remission of insomnia among elderly adults: an epidemiologic study of 6,800 persons over three years. Sleep
1999; 22 Suppl 2: S366-372.
[65] Wulff K, Gatti S, Wettstein JG and Foster RG. Sleep and irama sirkadian disruption in psy chiatric and neurodegenerative disease. Nat Rev Neurosci 2010; 11: 589-599.
[66] Naismith SL, Lewis SJ and Rogers NL. Sleep-wake changes and cognition in neurodegenerative
disease. Prog Brain Res 2011; 190: 21-52.
[67] Reiter RJ. Oxidative damage in the central nervous system: protection by melatonin. Prog
Neurobiol 1998; 56: 359-384.
[68] Smith MA, Nunomura A, Zhu X, Takeda A and Perry G. Metabolic, metallic, and mitotic sources
of oxidative stress in Alzheimer disease. Antioxid Redox Signal 2000; 2: 413-420.
[69] Karasek M. Melatonin, human aging, and age-related diseases. Exp Gerontol 2004; 39: 17231729.
[70] McCurry SM, Reynolds CF, Ancoli-Israel S, Teri L and Vitiello MV. Treatment of gangguan tidur in
Alzheimers disease. Sleep Med Rev 2000; 4: 603-628.
[71] Vitiello MV, Bliwise DL and Prinz PN. Sleep in Alzheimers disease and the sundown syn drome.
Neurology 1992; 42: 83-93; discussion 93-84.
[72] Van Someren EJ, Hagebeuk EE, Lijzenga C, Scheltens P, de Rooij SE, Jonker C, Pot AM, Mirmiran
M and Swaab DF. Sirkadian rest-activity rhythm disturbances in Alzheimers disease. Biol
Psychiatry 1996; 40: 259-270.
[73] Witting W, Kwa IH, Eikelenboom P, Mirmiran M and Swaab DF. Alterations in the sirkadian restactivity rhythm in aging and Alzheimers disease. Biol Psychiatry 1990; 27: 563-572.
[74] Bhatt MH, Podder N and Chokroverty S. Sleep and neurodegenerative diseases. Semin Neurol
2005; 25: 39-51.
[75] Ancoli-Israel S, Klauber MR, Gillin JC, Campbell SS and Hofstetter CR. Sleep in non-institutionalized Alzheimers disease patients. Aging (Milano) 1994; 6: 451-458.
[76] Ancoli-Israel S, Klauber MR, Jones DW, Kripke DF, Martin J, Mason W, Pat-Horenczyk R and Fell
R. Variations in irama sirkadians of activity, sleep, and light exposure related to dementia in
nursing-home patients. Sleep 1997; 20: 18-23.
[77] Moe KE, Vitiello MV, Larsen LH and Prinz PN. Symposium: Cognitive processes and gangguan
tidurs: Sleep/wake patterns in Alzheimers disease: relationships with cognition and function. J
Sleep Res 1995; 4: 15-20.
[78] Pollak CP and Perlick D. Sleep problems and institutionalization of the elderly. J Geriatr Psy chiatry Neurol 1991; 4: 204-210.
[79] Van Someren EJW. Irama sirkadians and sleep in human aging. Chronobiol Int 2000; 17: 23343.

[80] Hofman MA. The human sirkadian clock and aging. Chronobiol Int 2000; 17: 245-259.
[81] Liu RY, Zhou JN, van Heerikhuize J, Hofman MA and Swaab DF. Decreased melatonin levels in
postmortem cerebrospinal fluid in relation to aging, Alzheimers disease, and apolipoprotein Eepsilon4/4 genotype. J Clin Endocrinol Metab 1999; 84: 323-327.
[82] Uchida K, Okamoto N, Ohara K and Morita Y. Daily rhythm of serum melatonin in patients with
dementia of the degenerate type. Brain Res 1996; 717: 154-159.
[83] Ohashi Y, Okamoto N, Uchida K, Iyo M, Mori N and Morita Y. Daily rhythm of serum melatonin
levels and effect of light exposure in patients with dementia of the Alzheimers type. Biol
Psychiatry 1999; 45: 1646-1652.
[84] Ferrari E, Arcaini A, Gornati R, Pelanconi L, Cravello L, Fioravanti M, Solerte SB and Magri F.
Pineal and pituitary-adrenocortical function in physiological aging and in senile dementia. Exp
Gerontol 2000; 35: 1239-1250.
[85] Magri F, Locatelli M, Balza G, Molla G, Cuzzoni G, Fioravanti M, Solerte SB and Ferrari E.
Changes in endocrine irama sirkadians as markers of physiological and pathological brain
aging. Chronobiol Int 1997; 14: 385-396.
[86] Mishima K, Tozawa T, Satoh K, Matsumoto Y, Hishikawa Y and Okawa M. Melatonin secretion
rhythm disorders in patients with senile dementia of Alzheimers type with disturbed sleepwaking. Biol Psychiatry 1999; 45: 417-421.
[87] Feng Z, Chang Y, Cheng Y, Zhang BL, Qu ZW, Qin C and Zhang JT. Melatonin alleviates behavioral deficits associated with apoptosis and cholinergic system dysfunction in the APP 695
transgenic mouse model of Alzheimers disease. J Pineal Res 2004; 37: 129-136.
[88] Matsubara E, Bryant-Thomas T, Pacheco Quinto J, Henry TL, Poeggeler B, Herbert D, CruzSanchez F, Chyan YJ, Smith MA, Perry G, Shoji M, Abe K, Leone A, Grundke-Ikbal I, Wilson GL,
Ghiso J, Williams C, Refolo LM, Pappolla MA, Chain DG and Neria E. Melatonin increases
survival and inhibits oxidative and amyloid pathology in a transgenic model of Alzheimers
disease. J Neurochem 2003; 85: 1101-1108.
[89] Quinn J, Kulhanek D, Nowlin J, Jones R, Pratico D, Rokach J and Stackman R. Chronic melato nin
therapy fails to alter amyloid burden or oxidative damage in old Tg2576 mice: implications for
clinical trials. Brain Res 2005; 1037: 209-213.
[90] Brusco LI, Marquez M and Cardinali DP. Melatonin treatment stabilizes chronobiologic and
cognitive symptoms in Alzheimers disease. Neuro Endocrinol Lett 2000; 21: 39-42.
[91] Cohen-Mansfield J, Garfinkel D and Lipson S. Melatonin for treatment of sundowning in elderly
persons with dementia - a preliminary study. Arch Gerontol Geriatr 2000; 31: 65-76.
[92] Brusco LI, Marquez M and Cardinali DP. Monozygotic twins with Alzheimers disease treated
with melatonin: Case report. J Pineal Res 1998; 25: 260-263.
[93] Cardinali DP, Brusco LI, Liberczuk C and Furio AM. The use of melatonin in Alzheimers dis ease.
Neuro Endocrinol Lett 2002; 23 Suppl 1: 20-23.
[94] Cardinali DP, Brusco LI, Perez Lloret S and Furio AM. Melatonin in sleep disorders and jet-lag.
Neuro Endocrinol Lett 2002; 23 Suppl 1: 9-13.
[95] Pandi-Perumal SR, Zisapel N, Srinivasan V and Cardinali DP. Melatonin and sleep in aging
population. Exp Gerontol 2005; 40: 911-925.
[96] Evans LK. Sundown syndrome in institutionalized elderly. J Am Geriatr Soc 1987; 35: 101-108.
[97] Rindlisbacher P and Hopkins RW. An investigation of the sundowning syndrome. Int J of Ger
Psychiatry 1992; 7: 15-23.
[98] Fainstein I, Bonetto AJ, Brusco LI and Cardinali DP. Effects of melatonin in elderly patients with
gangguan tidur: A pilot study. Curr Ther Res 1997; 58: 990-1000.
[99] Pappolla MA, Sos M, Omar RA, Bick RJ, Hickson-Bick DL, Reiter RJ, Efthimiopoulos S and Robakis
NK. Melatonin prevents death of neuroblastoma cells exposed to the Alzheimer amyloid
peptide. J Neurosci 1997; 17: 1683-1690.
[100] Pappolla MA, Chyan YJ, Poeggeler B, Frangione B, Wilson G, Ghiso J and Reiter RJ. An assess ment of the antioxidant and the antiamyloidogenic properties of melatonin: implications for
Alzheimers disease. J Neural Transm 2000; 107: 203-231.
[101] Daniels WM, van Rensburg SJ, van Zyl JM and Taljaard JJ. Melatonin prevents beta-amyloidinduced lipid peroxidation. J Pineal Res 1998; 24: 78-82.
[102] Singer C, Tractenberg RE, Kaye J, Schafer K, Gamst A, Grundman M, Thomas R and Thal LJ. A
multicenter, placebo-controlled trial of melatonin for gangguan tidur in Alzheimers disease.
Sleep 2003; 26: 893-901.
[103] Peralta CM, Frauscher B, Seppi K, Wolf E, Wenning GK, Hogl B and Poewe W. Restless legs
syndrome in Parkinsons disease. Mov Disord 2009; 24: 2076-2080.
[104] Stocchi F, Barbato L, Nordera G, Berardelli A and Ruggieri S. Sleep disorders in Parkinsons
disease. J Neurol 1998; 245 Suppl 1: S15-18.
[105] Chotinaiwattarakul W, Dayalu P, Chervin RD and Albin RL. Risk of sleep-disordered breathing
in Parkinsons disease. Sleep Breath 2011; 15: 471-478.
[106] Zoccolella S, Savarese M, Lamberti P, Manni R, Pacchetti C and Logroscino G. Sleep disorders
and the natural history of Parkinsons disease: the contribution of epidemiological studies.
Sleep Med Rev 2011; 15: 41-50.

[107] Weimerskirch PR and Ernst ME. Newer dopamine agonists in the treatment of restless legs
syndrome. Ann Pharmacother 2001; 35: 627-630.
[108] Eisensehr I, Linke R, Noachtar S, Schwarz J, Gildehaus FJ and Tatsch K. Reduced striatal
dopamine transporters in idiopathic rapid eye movement sleep behaviour disorder. Comparison with Parkinsons disease and controls. Brain 2000; 123: 1155-1160.
[109] Naismith SL, Rogers NL, Mackenzie J, Hickie IB and Lewis SJ. The relationship between acti graphically defined gangguan tidur and REM sleep behaviour disorder in Parkinsons Disease.
Clin Neurol Neurosurg 2010; 112: 420-423.
[110] Trotti LM. REM sleep behaviour disorder in older individuals: epidemiology, pathophysiology
and management. Drugs Aging 2010; 27: 457-470.
[111] Postuma RB, Gagnon JF, Vendette M and Montplaisir JY. Idiopathic REM sleep behavior
disorder in the transition to degenerative disease. Mov Disord 2009; 24: 2225-2232.
[112] Gagnon JF, Postuma RB, Mazza S, Doyon J and Montplaisir J. Rapid-eye-movement sleep be haviour disorder and neurodegenerative diseases. Lancet Neurol 2006; 5: 424-432.
[113] Fahn S and Cohen G. The oxidant stress hypothesis in Parkinsons disease: evidence supporting it. Ann Neurol 1992; 32: 804-812.
[114] Miller JW, Selhub J and Joseph JA. Oxidative damage caused by free radicals produced during
catecholamine autoxidation: protective effects of O-methylation and melatonin. Free Radic
Biol Med 1996; 21: 241-249.
[115] Braak H, Ghebremedhin E, Rub U, Bratzke H and Del Tredici K. Stages in the development of
Parkinsons disease-related pathology. Cell Tissue Res 2004; 318: 121-134.
[116] Grinberg LT, Rueb U, Alho AT and Heinsen H. Brainstem pathology and non-motor symptoms
in PD. J Neurol Sci 2010; 289: 81-88.
[117] Knaryan VH, Samantaray S, Le Gal C, Ray SK and Banik NL. Tracking extranigral degenera tion
in animal models of Parkinsons disease: quest for effective therapeutic strategies. J
Neurochem 2011; 118: 326-338.
[118] Willis GL. The role of ML-23 and other melatonin analogues in the treatment and management of Parkinsons disease. Drug News Perspect 2005; 18: 437-444.
[119] Willis GL. Parkinsons disease as a neuroendocrine disorder of sirkadian function: dopaminemelatonin imbalance and the visual system in the genesis and progression of the degenera tive process. Rev Neurosci 2008; 19: 245-316.
[120] Adi N, Mash DC, Ali Y, Singer C, Shehadeh L and Papapetropoulos S. Melatonin MT1 and MT2
receptor expression in Parkinsons disease. Med Sci Monit 2010; 16: BR61-67.
[121] Bordet R, Devos D, Brique S, Touitou Y, Guieu JD, Libersa C and Destee A. Study of sirkadian
melatonin secretion pattern at different stages of Parkinsons disease. Clin Neuropharmacol
2003; 26: 65-72.
[122] Srinivasan V, Cardinali DP, Srinivasan US, Kaur C, Brown GM, Spence DW, Hardeland R and
Pandi-Perumal SR. Therapeutic potential of melatonin and its analogs in Parkinsons disease:
focus on sleep and neuroprotection. Ther Adv Neurol Disord 2011; 4: 297-317.
[123] Sandyk R. The accelerated aging hypothesis of Parkinsons disease is not supported by the
pattern of sirkadian melatonin secretion. Int J Neurosci 1997; 90: 271-275.
[124] Li F, Fisher KJ, Harmer P, Irbe D, Tearse RG and Weimer C. Tai chi and self-rated quality of
sleep and daytime sleepiness in older adults: a randomized controlled trial. J Am Geriatr Soc
2004; 52: 892-900.
[125] Morin CM, Bootzin RR, Buysse DJ, Edinger JD, Espie CA and Lichstein KL. Psychological and
behavioral treatment of insomnia:update of the recent evidence (1998-2004). Sleep 2006; 29:
1398-1414.
[126] Sack RL, Auckley D, Auger RR, Carskadon MA, Wright KP Jr, Vitiello MV and Zhdanova IV.
Irama sirkadian sleep disorders: Part II, advanced sleep phase disorder, delayed sleep phase
disorder, free-running disorder, and irregular sleep-wake rhythm: An American Academy of
Sleep Medicine review. Sleep 2007; 30: 1484-1501.
[127] Kamel NS and Gammack JK. Insomnia in the Elderly: Cause, Approach, and Treatment. Am J
Med 2006; 119: 463-469.
[128] Leproult R, Van Onderbergen A, Lhermite-Balriaux M, Van Cauter E and Copinschi G. Phaseshifts of 24-h rhythms of hormonal release and body temperature following early evening
administration of the melatonin agonist agomelatine in healthy older men. Clin Endocrinol
(Oxf) 2005; 63: 298-304.
[129] Krombholz R and Drstov H. Agomelatin-klinick zkuenosti u starch pacient. Psychiatrie
2011; 15: 151-153.
[130] Laux G. The Antidepressant Agomelatine in Daily Practice: Results of the Non-Interventional
Study VIVALDI. Pharmacopsychiatry 2012; 45: 284-291.
[131] Heun R, Ahokas A, Boyer P, Gimnez-Montesinos N, Pontes-Soares F, Olivier V; Agomelatine
Study Group. The efficacy of agomelatine in elderly patients with recurrent major depressive
disorder: a placebo-controlled study. J Clin Psychiatry 2013 Jun; 74: 587-94.

[132] Baehr EK, Eastman CI, Revelle W, Olson SH, Wolfe LF and Zee PC. Sirkadian phase-shifting
effects of nocturnal exercise in older compared with young adults. Am J Physiol Regul Integr
Comp Physiol 2003; 284: R1542-1550.
[133] Reid KJ, Baron KG, Lu B, Naylor E, Wolfe L and Zee PC. Aerobic exercise improves self-reported sleep and quality of life in dewasa tuawith insomnia. Sleep Med 2010; 11: 934-940.

Vous aimerez peut-être aussi