Vous êtes sur la page 1sur 8

PENATALAKSANAAN

a. Tata Laksana Non-Farmakologi


a.1. Manajemen Perawatan Mandiri
a.1.1. Ketaatan Pasien minum obat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan
kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien
yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi (PERKI,
2015).
a.1.2. Pemantauan Berat Badan Mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat
kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis
diuretik atas pertmbangan dokter (PERKI, 2015; Ghanie A, 2014).
a.1.3. Asupan Cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada
pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan
rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis (PERKI, 2015; Ghanie A, 2014).
a.1.4. Penurunan Berat Badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan
gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal
jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup (PERKI,
2015; Ghanie A, 2014).
a.1.5. Latihan Fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung
kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik
dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (PERKI, 2015).
b. Tata Laksana Farmakologi
Tujuan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Pada gambar dibawah ini menyajikan strategi pengobatan
mengunakan obat dan alat pada pasien gagal jantung simtomatik dan
disfungsi sistolik (penurunan ejection fraction).

Gambar 1. Strategi Pengobatan pada gagal jantung kronik (Disadur dari


ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012.

1. Diuretik
Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia
(kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur
sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi (PERKI,
2015; Ghanie A, 2014)..
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi
keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten (PERKI,
2015; Ghanie A, 2014)..

Tabel . Dosis oral diuretik yang digunakan untuk gagal jantung


(ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2012).
2. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (PERKI,
2015; Ghanie A, 2014).
3. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis

aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini,
ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular (PERKI,
2015; Ghanie A, 2014)..
4. Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
(PERKI, 2015; Ghanie A, 2014)..
5. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.

Tabel . Dosis Obat yang dipakai pada gagal jantung (ESC Guidelines
for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012).
6. Ivabradine
Pemberiannya harus dipertimbangkan untuk menurunkan risiko hospitalisasi
pada pasien dengan EF 35%, laju nadi 70 x/menit, dan dengan gejala yang
persisten ( NYHA II-IV), walaupun sudah mendapat terapi optimal penyekat
beta, ACEI dan MRA.
Pemberiannya dapat dipertimbangkan untuk menurunkan risiko hospitalisasi
pada pasien dengan irama sinus, EF35% dan laju nadi 70 x/menit, yang
intoleran terhadap penyekat beta, tetapi pasien harus mendapat ACEI (ARB)
dan MRA (PERKI, 2015).
7. Hydralazine Dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB.
Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
Naikan dosis secara titrasi.

Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 4 minggu.


Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik.
Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50
mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari) (PERKI, 2015).
8. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup.
Indikasi:
Fibrilasi atrial
Dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat aktifitas> 110 120 x/menit
Irama sinus
Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat dan antagonis aldosteron jika
ada indikasi (PERKI, 2015).
9. Terapi Lain
Sekitar separuh dari pasien dengan gagal jantung kronik dengan gejala yang
tidak terlalu berat meninggal secara tiba-tiba dan kebanyakannya disebabkan oleh
aritmia

ventrikel.

menurunkan

resiko

Obat-obatan
terjadinya

yang

telah

kematian

disebutkan
mendadak

diatas

karena

tidak
aritmia

ventrikel, beberapa obat golongan anti-aritmia juga tidak menurunkan resiko ini
(malahan ada yang meningkatkan resiko kematian). Maka, Pemasangan
implantable cardioverter-defibrillator

(ICD)

memainkan

peranan

yang

penting dalam mengurangkan resiko kematian akibat arimia ventrikel (Ghanie A,


2014).

ICD juga diindikasikan untuk dipasangkan pada pasien dengan dilated


cardiomiopathy yang iskemik dan non-iskemik dan penurunan ejection fraction
kurang dari 35% meskipun tanpa adanya aritmia ventrikel (Ghanie A, 2014).
Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama
pada kelompok dengan resiko tinggi.
a. Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor resiko
jantung koroner
b. Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark
c.
d.
e.
f.

ulangan
Pengobatan hipertensi yang agresif
Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup
Memerlukan pembahasan khusus
Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eleminasi penyebab yang
mendasari, selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik
menjadi gagal jantung (Ghanie A, 2014).

KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
a. Kerusakan atau kegagalan ginjal

Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang


akhirnya dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak di tangani.
Kerusakan ginjal dari gagal jantung dapat membutuhkan dialysis
untuk pengobatan.
b. Masalah katup jantung

Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat


terjadi kerusakan pada katup jantung.
c. Kerusakan hati

Gagal jantung dapat menyebabkan penumpukan cairan yang


menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat
menyebabkab jaringan parut yang mengakibatkanhati tidak dapat
berfungsi dengan baik.

d. Serangan jantung dan stroke.

Karena aliran darah melalui jantung lebih lambat pada gagal


jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin besar
kemungkinan Anda akan mengembangkan pembekuan darah, yang
dapat meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke.
Prognosis
Prognosis gagal jantung kronik menjadi buruk jika tidak terdapat etiologi
yang dapat dikoreksi. Tingkat mortalitas 5 tahun setelah diagnosis berkisar antara
45% hingga 60% dengan laki-laki mempunyai prognosis yang lebih buruk dari
wanita. Pasien dengan gejala yang berat (NYHA kelas III atau IV) mempunyai 1year survival rate setinggi 40%. Mortalitas paling banyak disebabkan oleh gagal
jantung refractory (gejala gagal jantung yang berat saat istirahat meskipun telah
diberikan terapi maksimal), tetapi banyak pasien mati secara tiba-tiba
yang mungkin diakibatkan oleh aritmia ventrikel.

Sumber:
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi pertama. Centra Coumminications.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task
Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure
2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with
the Heart. Eur Heart J [Internet] 2013;32:e1641 e61. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22611136.
Ghanie A. 2014. Gagal Jantung Kronik Dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: InternaPublishing.

Vous aimerez peut-être aussi