Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Penganggaran dalam
organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik
yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal
tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya.
Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk
publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada
publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan
instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang
dibiayai dengan uang publik.
Penggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk
tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor
publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan.
Anggaran merupakan artikulasi dari hasil perumusan strategi dan perencaan strategik yang
telah dibuat. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif
dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan
disusun. Anggaran meupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan
organisasi.
Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi:
1.
2.
3.
Aspek perencanaan;
Aspek pengendalian; dan
Aspek akuntanbilitas publik.
Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas
khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian
anggaran. Tujuan bab ini adalah memperkenalkan konsep penganggaran sektor publik dan
masalah mendasar yang berhubungan dengan penentuan kebijakan, prioritas, rencana
strategis, dan penentuan program.
RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.
TUJUAN
Tujuan makalah disusun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.1
rencana
kegiatan
yang
direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan
moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen
yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi
mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang
akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi
mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang.
Isi dari anggaran adalah rencana kegiatan dalam suatu periode yang direpresentasikan
dalam bentuk rencana pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran itu berbentuk
suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi sektor publik
yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi
mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang.
Secara singkat anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan:
a. Berapa biaya-biaya atas rencana yang telah dibuat.
b. Berapa banyak dan bagaimana cara memperoleh uang untuk mendanai rencanarencana tersebut.
2.2 PENDEKATAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Terdapat 2 macam pendekatan yang dipakai dalam melakukan penyusunan anggaran yaitu:
1. Anggaran tradisional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di Negara
berkembang dewasa ini. Terdapat beberapa ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
a. Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism
yaitu dalam membuat anggaran saat ini adalah dengan melakukan penambahan
kolusi.
Menggunakann prinsip anggaran bruto. Membuat anggaran yang dibuat kurang
sistematik, karena jumlahnya masih kotor dan seharusnya jumlah bersih.
merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat
perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat
digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat
berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan
pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan
dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul
dimasyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah; (a) Anggaran tradisional
atau anggaran konvensional; dan (b) Pendekataan baru yang sering dikenal dengan
pendekataan New Public Management.
2.4 PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan
setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tenang
program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan
rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan
anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran
mempunyai empat tujuan, yaitu:
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan kordinasi antarbagian
dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transparansi dan pertanggung-jawaban pemerintah kepada DMPR/DPRD
dan masyarakat luas.
Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah:
1. Tujuan dan target yang hendak dicapai
2. Ketersediaan sumber daya (factor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah)
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target
lembaga pemerintah belum menjalankan fungsi dan perannya secara efisien. Pemborosan
adalah fenomena umum yang terjadi di berbagai departemen pemerintahan. Kondisi seperti ini
muncul karena pendekatan umum yang digunakan dalam penetuan besar alokasi dana untuk
tiap kegiatan adalah pendekatan incrementalism yang didasarkan pada perubahan satu atau
lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat infasi dan jumlah penduduk. Sementara itu,
analisis untuk mengetahui struktur, komponen, dan tingkat biaya untuk setiap kegiatan masih
sedikit dilakukan. Padahal studi seperti ini akan menjamin teridentifikasinya jumlah ebutuhan
alokasi dana yang lebih akurat sesuai dengan kebutuhan riil dari seluruh kegiatan.
Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau
overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efiesien dan efetivitas anggaran. Dalam situasi
seperti itu menyebabkan banyak layanan publik yang dijalankan tidak efisien dan kurang sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara dana pada anggaran yang pada dasarnya
merupakan dana publik (public money) habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang
kondisi seperti ini cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator,
koordinator, dan entrepreneur dalam proses pembangunan.
Prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh
penyelenggara pemerintah. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran
relative tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik (Henley et al., 1990).Siklus
anggaran tersebut ada tahap (Moh Mahsun, dkk, 2013):
1.
2.
3.
4.
harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran. Besarnya suatu
mata anggaran sangat tergantung pada sistem anggaran yang digunakan. Besarnya mata
anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan line-item budgeting, akan berbeda pada
input-output budgeting, program budgeting, atau zero based budgeting.
Di Indonesia, proses perencanaan APBD dengan paradigm baru menekankan pada
pendekatan buttom-up planning dengan tetap mengacuh pada arah kebijakan pembangunan
pemerintah pusat. Arahan kebijakan pembangunan pemerintah pusat tertuang dalam dokumen
perencanaan berupa GBHN, Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana
Strategis (RENSTRA), dan Rencana Pembangunan Tahunan (RAPETA).
Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah pusat dan
perencanaan pembanguna daerah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105
dan 108 Tahun 2000. Pada pemerintah pusat, perencanaan pembangunan dimulai dari
penyusunan PROPENAS yang merupakan operasionalisasi GBHN, PROPENAS tersebut
kemudian dijabarkan dalam bentuk RENSTRA. Berdasarkan PROPENAS dan RENSTRA serta
analisis fiscal dan makro ekonomi, kemudian dibuat persiapan APBN dan REPETA.
Sementara itu, di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 pemerintah daerah disyaratkan untuk membuat
dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPEDA (RENSTRADA). Dokumen
perencanaan daerah tersebut diupayakan tidak menyimpang dari PROPENAS dan RENSTRA
yang dibuat pemerintah pusat. Dalam PROPEDA dimungkinkan adanya penekanan prioritas
program pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain sesuai
dengan kebutuhan masing-masing daerah. PROPEDA (RENSTRADA) dibuat oleh pemerintah
daerah bersama-sama dengan DPRD dalam kerangka waktu lima (5) tahun yang kemudian
dijabarkan pelaksanaannya dalam kerangka tahunan. Rincian RENSTRADA untuk setiap
tahunnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RAPETADA dan APBD.
Berdasarkan RENSTRADA yang telah dibuat serta analisis fiscal dan ekonomi daerah,
menurut ketentuan PP No. 105 Tahun 2000 pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD
menetapkan Arah dan Kebijakan Umum APBD, setelah itu pemerintah daerah menetapkan
Strategi dam Prioritas APBD. RAPETADA memuat program pembangunan daerah secara
menyeluruh dalam satu tahun. REPETADA juga memuat indicator kinerja yang terukur untuk
jangka waktu satu tahun. Pendekatan ini diharapkan akan lebih memperjelas program kerja
tahunan pemerintah daerah, termasuk sasaran yang ingin dicapai dan kebijakan yang akan
ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
Penjabaran rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut dilengkapi
dengan:
1. Pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari hasil evaluasi kinerja pemerintah daerah
pada periode sebelumnya.
2. Masukan-masukan dan aspirasi masyarakat.
3. Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi, sehingga bisa diketahui kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi.
Proses perencanaan arah dan kebijakan pembangunan daerah tahunan (REPETADA)
dan rencana anggaran tahunan (APBD) pada hakekatnya merupakan perencanaan instrumen
kebijakan publik sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. APBD
menunjukan implikasi anggaran dari REPETADA yang telah dibuat. Dengan demikian
REPETADA merupakan kerangka kebijakan (policy framework) bagi penyediaan dana dalam
APBD.
2. Tahap ratifikasi (approval/ratification)
Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan
proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya
memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesmanship, dan
coalition building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif
sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif
harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional
atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap pelaksanaan anggaran (implementation)
Setelah anggaran disetujui oleh legislative, tahap berikutnya adalah pelaksanaan
anggaran. Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh
manajemen keuangan publik adalah dimlikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem
pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk
menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian
anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan
anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya sistem
pengendalian intern yang memadai.
4. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting & evaluation)
Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran,
sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntanbilitas. Jika tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansidan sistem pengendalian manajemen
yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemui banyak
masalah.
BAB III PEMBAHASAN
Pendekatan anggaran sektor publik ada 2 macam, yaitu: anggaran tradisional dan anggaran
New Public Management (NPM).
Pada pendekatan anggaran tradisional terdapat ciri-ciri, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup
drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi
model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan
tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah
peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.
Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New
Public Management.
Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep "managerialisnf
(Pollit, 1993); "market-based public administration" (Lan, Zhiyong, and Rosenbioom, 1992);
"post-bureaucratic paradigm" (Barzelay, 1992); dan "Entrepreneurial Government" (Osborne
and Gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public
Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya
adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi
tender.
Safari satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model peme-rintahan
yang diajukan oleh Osborne dan Gaebfer (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang
dikenal dengan konsep "Reinventing Government". Perspektif baru pemerintah menurut
Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
a. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan
publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat
secara langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan
pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit
lain-nya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai
pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik
yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini, banyak
pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM).
Bahkan, pada beberapa negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak
non-pemerintah.
menomorsatukan
kepentingan
kelompoknya,
maka
pelanggan
yang
sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini,
pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi,
sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi arogan.
Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. la akan mengidentifikasikan pelanggan
yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak
bertanggung-jawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem
pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat.
Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan
berupaya untuk lebih me-muaskan masyarakat.
h. Pemerintahan wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak
sekedar mem-
belanjakan.
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan
pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha
dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: EPS dan Bappeda,
yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian;
BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan
i.
visi.
Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis
sangat
wirausaha
pemerintah
menggunakan
tradisional
mekanisme
menggunakan
pasar.
perintah
Dalam
dan
mekanisme
pengendalian,
mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk
melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar,
pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan
dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
merugikan masyarakat.
Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap konsep
anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran
dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.
Adapun karakteristik yang melekat pada pendekatan New Public Management (Moh
Mahsun,dkk,2013) ;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Komprehensip/komparatif
Terintegrasi dan lintas departemen
Proses pengambilan keputusan yang rasional
Bersifat jangka panjang
Spesifikasi tujuan dan pemerigkatan prioritas
Analisis total cost dan benevit ( termasuk opportunity cost).
Berorientasi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar input
Adanya pengawasan kinerja
lain
adanya
pendelegasian
wewenang
dalam
pengambilan
keputusan
merangsang partisipasi dan memotivasi unit kerja, pengalokasian dana secara optimal
dengan didasarkan efisiensi unit kerja, dan menghindari pemborosan.
Namun, anggaran kinerja juga memiliki beberapa kelemahan yaitu:
Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf anggaran
atau akuntansi yang memiliki kemampuan memadai untuk mengidentifikasi unit
satuan unit output atau biaya perunit yang dapat dimengerti dengan mudah.
Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan dasar
anggaran yang dikeluarkan (cash basis). Hal ini membuat pengumpulan data
untuk keperluan pengukuran kinerja sangat sulit, bahkan kadang kala tidak
memungkinkan.
Aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan dilakukannya pengukuran
lainnya tanpa adanya pertimbangan yang memadai apakah aktivitas tersebut
anggaran ini membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data yang
lengkap, adanya sistem pengukuran dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi, sehingga
ini mengakibatkan sulitnya sistem untuk diimplementasikan. Penetapan tujuan dan
sasaran yang tidak jelas baik dalam organisasi atau unit organisasi menambah
kompleksitas masalah. Indicator kinerja sering kali salah merepresentasikan capaian
kinerja yang seharusnya. Atau, indicator kinerja terlalu menyederhanakan ukuran-ukuran
kinerja pelayanan sektor public yang umumnya bersifat multidimensi. Tidak adanya
kepastian konsekuensi yang jelas atas penerapan anggaran berbasis kinerja baik
penghargaan bagi pihak yang telah menunjukkan peningkatan kinerja atau sebaliknya
dapat menciderai keseriusan usaha reformasi anggaran ini. Anggaran berbasis kinerja
(ABK) memerlukan ukuran yang pasti dalam mengukur efesiensi anggaran yaitu analisis
standart belanja (ASB) dan standart pelayanan minimal (SPM). Realitas yang ada
bahwa pemerintah provinsi/ kkabupaten/kota di Indonesia, setelah memasuki ke tahun 9
penerapan ABK, masih belum atau baru menyusun dan menerapkan ASB dan SPM,
sehingga pengukuran efesiensi anggaran belum dapat dilakukan.
Perbandingan pendekatan anggaran tradisional dan pendekatan New Public Management
(NPM).
Pendekatan Anggaran Tradisional
Senralis
Berorientasi pada input
money)
Utuh dan
panjang
Line-item da incrementalism
Batasan departemen yang
panjang
Berdasarkan sasaran kinerja
Lintas departemen (cross departement)
kaku
(rigid
departement)
Menggunakan aturan klasik : vote accounting
Prinsip anggaran bruto
Bersifat tahunan
Spesifik
komprehensif
Zero-basebudgeting,
dengan
planning
jangka
budgeting
system
Sistematik dan Rasional
Buttom-up budgeting
instrument
yang
disebut
sistem
penganggaran
yang
berfungsi
sebagai
alat
untuk
mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa yang ada ke masyarakat. Sesuai
perkembangan sistem administrasi publik itu sendiri dan tuntutan masyarakat dalam konteks
system social serta politik tertentu, sistem penganggaran dapat berkembang. Pada dasarnya
terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor
publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar.
Kedua pendekatan tersebut adalah: a. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional b.
Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management (NPM)
Seiring dengan berkembangnya jaman, sistem perencanaan anggaran sektor publik
telah menjadi alat pengendalian, perencanaan dan pengawasan guna meningkatkan mutu
pelayanan kepada publik. Agar pelayanan menjadi baik, cepat serta akurat dalam penyajian
data dipilihlah pendekatan yang sesuai dan disetai pengawasan intensif.
3.4 PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Proses penyusunan anggaran dalam sektor publik umumnya disesuaikan dengan
peraturan lembaga yang lebih tinggi. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-Undang No 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang No 25 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi UndangUndang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No 33 Tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dan lahirlah 3
paket per Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UndangUndang No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan
Negara, Undang-Undang sistem perencanaan Pembangunan Nasional yang telah membuat
perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan serta pengaturan keuangan,
khususnya Perencanaan Anggaran Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Menurut pendapat Indra Bastian (2005:167) menyatakan bahwa sistem penyusunan anggaran
telah berkembang sesuai dengan pencapaian kualitas yang semakin tinggi, maka sistem
penyusunan yang dipakai oleh Indra bastian adalah:
dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos
pengeluaran). Tujuan utama Line Item Budgeting adalah untuk melakukan kontrol keuangan
dan sangat berorientasi pada input organisasi, penetapannya melalui pendekatan Incremental
(kenaikan bertahap) dan tidak jarang dalam prateknya memakai kemampuan menghabiskan
atau menyerap anggaran sebagai salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan
organisasi.
Keunggulan Line Item Budgeting adalah sebagai berikut :
1. Relatif mudah menulusurinya;
2. Mengamankan komitmen diantara partisipan sehingga dapat mengurangi konflik.
Kelemahan Line Item Budgeting adalah sebagai berikut :
1. Perhatian terhadap laporan pelaksanaan anggaran penerimaan dan pengeluaran sangat
sedikit;
2. Diabaikannya pencapaian prestasi Realisasi Penerimaan dan Pengeluaranyang
disasarkan;
3. Para penyusun anggaran tidak memiliki alasan rasional dalam menetapkan target
penerimaan dan pengeluaran.
(Mardiasmo, 2009) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD)
yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD
dan masyarakat tenang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai.
Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran.
Proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan, yaitu:
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan kordinasi antarbagian
dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transparansi dan pertanggung-jawaban pemerintah kepada DMPR/DPRD
dan masyarakat luas.
Proses penyusunan anggaran sektor publik harus berdasarkan undang-undang yang
diberlakukan agar informasi yang dihasilkan tertata dengan baik, akurat dan merinci.
Pelaksanaan program-program anggaran tiap tahunnya mencapau tujuan anggaran sektor
publik melalui proses penyusunan ini.
Tahap ratifikasi
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup
berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga
harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition building yang memadai.
Integritas dan kesioapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap
ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai
kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala
pertanyaan-pertanyaan dan bantahan- bantahan dari pihak legislatif.
Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran.
Dalam tahap ini yang paling penting adalah yang harus diperhatikan oleh manajer
keuangan
publik
adalah
dimilikinya
sistem
(informasi)
akuntansi
dan
sistem
pengendalian manajemen.
Tahap pelaporan dan evaluasi.
Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak
akan menemukan banyak masalah.
Pelaksanaan tahapan siklus anggaran melalui perencanaan dan pengendalian yang tepat agar
menghasilkan laporan anggaran yang berisikan informasi yang akurat agar meminimalisir
pemborosan anggaran dan penyimpangan lainnya yang merugikan pemerintah.
3.6 PENERAPAN ANGGARAN DI INDONESIA
Paradigma (pandangan) baru pada masyarakat modern telah membentuk suatu
perubahan di berbagai bidang salah satunya adalah di bidang keuangan dengan
mengedepankan keterbukaan (transparansi), peningkatan efisiensi (efisiensi), tanggung jawab
yang lebih jelas (responsibility), kewajaran (fairness) yaitu dengan penerapan anggaran
berbasis kinerja (performance based budgeting). Paradigma tersebut merupakan akibat
perkembangan proses demokrasi dan profesionalisme di dunia. Paradigma ini memasuki
berbagai aspek kehidupan manusia. Proses reformasi dan krisis multidimensional (ekonomi,
moneter, hukum, politik) di Indonesia mendorong berkembangnya paradigma tersebut.
Paradigma tersebut di Indonesia sering disebut good governnance. Good governance dapat
diartikan sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan,
pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada publiknya. Prinsip-prinsip dari good
governance
antara
lain
adalah
seperti
transparansi,
partisipasi
dan
akuntabilitas
keuangan daerah. Reformasi keuangan daerah ditandai dengan dikeluarkan berbagai undang-
Negara / Lembaga diwajibkan menyusun program dan kegiatan yang berbasis kinerja.
Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang
ditetapkan (Penjelasan PP No. 105 Tahun 2000, Pasal 8). Untuk menyusun anggaran berbasis
kinerja, Kementerian Negara / Lembaga terlebih dahulu harus mempunyai perencanaan
stratejik (Renstra). Substansi Renstra memberikan gambaran tentang kemana organisasi harus
menuju dan bagaimana cara (strategi) untuk mencapai tujuan itu. Renstra kementerian Negara /
lembaga harus mencakup pernyataan visi dan misi, rumusan tentang tujuan dan sasaran, serta
uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran, yang terdiri dari program dan
kegiatan/subkegiatan. RENSTRA ini memberikan petunjuk bagaimana mengerjakan sesuatu
program / kegiatan yang benar (doing the right things). Oleh karena itu, bahasa yang digunakan
dalam perumusan renstra haruslah jelas dan nyata serta tidak bermakna ganda sehingga tidak
terjadi salah tafsir sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk / arah perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan operasional. Dalam rencana strategis juga diperhitungkan hambatanhambatan, baik dari dalam maupun dari luar yang akan dapat menghalangi pencapaian tujuan
serta struktur dari organisasi yang disusun untuk mendukung perencanaan strategis dimaksud.
Dari rencana strategis kemudian disusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang
bersifat operasional dan penjabaran lebih lanjut dari rencana RKP tersebut sehingga dapat
ditentukan kinerja yang harus dicapai oleh masing-masing unit organisasi.
Masing-masing Kementerian Negara / Lembaga harus menyusun dan menetapkan
program berdasarkan prioritas. Beberapa kriteria yang dapat membantu dalam penentuan skala
prioritas suatu program, antara lain adalah program yang direncanakan untuk mendukung
pencapaian platform presiden terpilih, program yang mendukung pencapaian misi Kementerian
Negara / Lembaga yang bersangkutan, program yang cukup sensitif secara politis dan
mendapat perhatian dari masyarakat dan pengguna. Selanjutnya juga harus ditetapkan
sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu program dan kegiatan yang terdiri dari
: (i) anggaran yang dibutuhkan, (ii) tenaga kerja yang dibutuhkan, (iii) aset pendukung seperti
bangunan, kendaraan dan aset-aset lainnya.
kinerja yang merupakan performance commitment yang dijadikan dasar atau kriteria penilaian
kinerja kementerian negara/lembaga. Indikator kinerja memberikan penjelasan tentang apa
yang akan diukur untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai yang terdiri dari : (i)
Masukan (input), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber :
dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk
melaksanakan program dan atau kegiatan / subkegiatan, (ii) Keluaran (output), yaitu tolok ukur
kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program dan atau kegiatan /
subkegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan, (iii) Hasil (outcome), yaitu tolok ukur
kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program dan
atau kegiatan / subkegiatan yang sudah dilaksanakan, (iv) Manfaat (benefit), yaitu tolok ukur
kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi
masyarakat dan pemerintah, (v) Dampak (impact), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan
dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.
Dalam penetapan kinerja harus ditetapkan lebih dari satu indikator kinerja dengan
menekankan pada indikator kunci (key performance indicators) sehingga terhindar dari indikator
yang tidak jelas. Penetapan indikator kinerja umumnya terkait dengan kuantitas dan kualitas. Di
samping itu dalam penyusunan indikator harus jelas (clear), relevan (relevant) atau sejalan
dengan pencapaian tujuan organisasi, dapat tersedia dengan biaya yang ada (economic),
mempunyai
dasar
yang
cukup
untuk
ditetapkan
(adequate),
dan
dapat
dimonitor
keberhasilannya (monitorable).
kegiatan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan termasuk informasi atas efisiensi
penggunaan sumber daya dan efektivitas pencapaian sasaran. Konsekuensi Anggaran
Berbasis Kinerja yang menghubungkan perencanaan strategis dengan penganggaran untuk
mencapai tujuan strategis adalah harus menentukan program dan kegiatan dengan jelas.
Pembiayaan dari masing-masing program, kegiatan dan keluaran juga harus tergambar dengan
jelas. Struktur pembiayaan yang jelas akan muncul apabila sistem akuntansi yang dipakai
berdasarkan akrual.
Dalam rangka pengukuran kinerja yang baik diperlukan adanya sistem informasi yang
mampu menghasilkan informasi yang memadai untuk menilai pencapaian kinerja dari masingmasing lembaga/unit kerja yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan. Tingkat informasi
dasar yang harus dikembangkan meliputi : (i) Ekonomis, sejauh mana masukan yang ada
digunakan dengan sebaik-baiknya; (ii) Efisiensi, sejauh mana perbandingan antara tingkat
keluaran suatu kegiatan dengan masukan yang digunakan; (iii) Efektivitas, sejauh mana
keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian hasil yang ditetapkan.
Pengukuran kinerja harus dilakukan secara efisien dan efektif dengan membandingkan
biaya dan manfaat atas sistem yang dibangun. Jadi harus dipertimbangkan cost benefit dari
sistem pengukuran kinerja yang akan dikembangkan. Suatu sistem pengukuran kinerja
sebaiknya hanya mengukur kinerja yang strategis (key performance indicators), bukan
menekankan tingkat komprehensif dan birokratis atas kinerja yang disusun.
Pelaporan kinerja
Langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang
dituangkan dalam laporan akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, obyektif dan
transparan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, maka instansi-instansi pemerintah diwajibkan untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan
pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategis yang ditetapkan
oleh masing-masing instansi. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah
melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meliputi perencanaan
stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja.
didukung dengan penerapan insentif atas kinerja yang dicapai dan hukuman atas
kegagalannya. Pemberian reward dan punishment ini perlu dilakukan untuk mendorong instansi
pemerintah untuk menerapkan kinerja yang lebih baik mengingat masih banyak kekurangan
yang diterapkan di lapangan dan rendahnya komitmen untuk melaksanakan peraturan tersebut.
Penerapan insentif di sektor publik bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena
penerapan sistem insentif perlu didukung oleh mekanisme non keuangan, terutama keinginan
dan kebutuhan atas pencapaian kinerja.
Pendekatan lain dalam pemberian insentif adalah berdasarkan kapasitas yang dimiliki
oleh suatu lembaga dalam mencapai suatu target kinerja. Apabila suatu lembaga dapat
mencapai target yang ditetapkan, dapat diberikan keleluasaan yang lebih dalam mengelola
anggaran yang dialokasikan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Hal ini memungkinkan
setiap lembaga untuk maju dan berkembang secara konsisten dengan kapasitas yang mereka
miliki.
Bentuk lain untuk peningkatan kinerja melalui insentif atau disinsentif yaitu penerapan
efisiensi (savings) yang dapat dilakukan untuk program dan kegiatan yang bersifat pelayanan
publik. Alokasi anggaran untuk setiap program dan kegiatan tersebut dikurangi dengan jumlah
tertentu untuk penghematan dalam rangka meningkatkan efisiensi atas pelayanan yang
diberikan.
pemerintahan yang lebih baik (good governance) yaitu penyelenggaraan kepemerintahan yang
berorientasi kepada pelanggan / masyarakat. Tata kelola yang baik membuat pengelolaan
urusan masyarakat dengan cara yang transparan, akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan.
Tata kelola yang baik juga mencakup partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik yang efektif,
penegakan hukum dan sistem peradilan yang independen, checks and balances, dan adanya
lembaga pengawas yang efektif. Dengan adanya good governance ini maka celah
penyimpangan penggunaan anggaran yang rawan korupsi dapat diminimalisir.
Penerapan penganggaran berbasis kinerja di Indonesia mempunyai tantangan yang
tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih berat adalah
mengubah mind set tidak hanya pada lingkungan Pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Mind set DPR dalam rangka pembahasan
dan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah
menjadi output base, tidak lagi input base.
Lambatnya anggaran di awal-awal tahun anggaran, menjadikan kegiatan sering tertunda
dan tidak sesuai jadwal yang diharapkan. Hal ini biasanya terjadi untuk kegiatan-kegiatan kecil
di daerah sehingga kegiatan menumpuk di akhir tahun anggaran yang mengakibatkan output
dan outcome tidak optimal. Apalagi ada anggapan bahwa jangan sampai ada anggaran tersisa
agar ada kenaikan untuk anggaran tahun depan, sehingga masih timbul pola tradisional, bukan
lagi anggaran berbasis kinerja, namun anggaran berbasis kegiatan.
BAB IV KESIMPULAN
Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi pengendalian dan
pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas
penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan angaran sektor publik, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan New Public Management. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk
mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari
beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja, Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning Program
Budgeting (PPBS). Anggaran dengan pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value
for money dan pengawasan atas kinerja output.
Perubahan dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM
merupakan bagian penting dari reformasi anggaran. Reformasi anggaran sektor publik
dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan
menekankan value for money. Beberapa jenis anggatan dengan pendekatan NPM, seperti ZBB,
PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada
masing-masing jenis anggaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem
anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan teknologi yang
dimiliki oleh pemerintah.
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja di Indonesia sesuai dengan Pasal 3 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 2004, Kementrian Negara / Lembaga. Untuk menyusun anggaran
berbasis kinerja, Kementerian Negara / Lembaga terlebih dahulu harus mempunyai
perencanaan stratejik (RENSTRA).
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul. 2013. Akuntansi Sektor Publik: Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan Dari
Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik: Bab 4 Anggaran Sektor Publik, Bab 5 Jenis Jenis
Anggaran Sektor Publik. Yogyakarta: ANDY OFFSET
Sujarweni, Wiratna. 2015. Akuntansi Sektor Publik: Bab III Anggaran Sektor Publik. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press
http://elanurlaela433.blogspot.co.id/2016/04/makalah-penganggaran-sektor-publik.html
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/6727/Bab%202.pdf?
sequence=9
https://riswanarifin.wordpress.com/2012/09/12/penganggaran-sektor-publik/
https://www.scribd.com/doc/249606946/Perkembangan-Anggaran-Sektor-Publik-DanPendekatannya
http://tintamuhardi.blogspot.com/2015/03/akuntansi-sektor-publik-anggaran-sektor.html
http://repository.widyatama.ac.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Sektor_Publik
http://dokumen.tips/documents/penerapan-anggaran-berbasis-kinerja-di-indonesia.html