Vous êtes sur la page 1sur 30

BAB I LATAR BELAKANG

Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen


kebijakan multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal
tersebut tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran secara langsung merefleksikan arah
dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Sejak pertengahan tahun 1980-an telah
terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup signifikan dari sistem manajemen
tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarki menjadi model manajemen sektor publik
yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik juga telah mengalami
banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai
dengan dinamika perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Anggaran sektor publik
di buat untuk menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti air bersih, kualitas kesehatan,
pendidikan , dan sebagainya agar terjamin secara layak. Anggaran juga merupakan alat bagi
pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Anggaran diperlukan untuk meyakinkan bahwa
pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat. dalam hal ini anggaran publik merupakan
instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik yang ada. Oleh sebab
itu, makalah ini akan membahas tentang Penganggaran Sektor Publik yang ada di Indonesia.
Apa saja fungsi anggaran sektor publik, tujuan, karakteristik, serta bagaimana penyusunannya.
Anggaran merupakan penyataan mengenai esitimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penggaran
adalah proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran.

Penganggaran dalam

organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung nuansa politik
yang tinggi. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Hal
tersebut berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta yang relatif kecil nuansa politiknya.
Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk
publik, namun sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada
publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan
instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang
dibiayai dengan uang publik.
Penggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk
tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor

publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan.
Anggaran merupakan artikulasi dari hasil perumusan strategi dan perencaan strategik yang
telah dibuat. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif
dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan

perencanaan yang sudah

disusun. Anggaran meupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan
organisasi.
Aspek-aspek yang harus tercakup dalam anggaran sektor publik meliputi:
1.
2.
3.

Aspek perencanaan;
Aspek pengendalian; dan
Aspek akuntanbilitas publik.

Penganggaran sektor publik harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan. Proses penganggaran akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas
khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian
anggaran. Tujuan bab ini adalah memperkenalkan konsep penganggaran sektor publik dan
masalah mendasar yang berhubungan dengan penentuan kebijakan, prioritas, rencana
strategis, dan penentuan program.
RUMUSAN MASALAH
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apa definisi dari anggaran sektor publik ?


Bagaimanakah pendekatan anggaran sektor publik ?
Bagaimana pengembangan system anggaran sektor publik ?
Jelaskan bagaimana proses penyusunan anggaran sektor publik ?
Apa sajakah prinsip prinsip pokok dalam siklus anggaran sektor publik ?
Bagaimanakah penerapan anggaran di Indonesia ?

TUJUAN
Tujuan makalah disusun
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui apa yang dimaksud dengan anggaran sektor publik


Mengetahui pendekatan yang dilakukan dalam anggaran sektor publik
Mengetahui bagaimana pengembangan sistem anggaran sektor publik saat ini
Mengetahui bagaimana proses penyusunan anggaran sektor publik secara terperinci
Mengetahui apa prinsip-prinsip pokok yang terdapat dalam siklus anggaran sektor publik
Mengetahui penerapan anggaran di Indonesia sudah sesuai atau belum.
BAB II TEORI TEORI

2.1

DEFINISI ANGGARAN SEKTOR PUBLIK

(Noerdiawan, 2006) mendefinisikan Anggaran adalah sebuah proses yang dilakukan


oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke dalam
kebutuhan-kebutuhan tidak terbatas (the process of allocation resources to unlimited demands).
(Wiratna Sujarweni, 2015) Anggaran sektor publik adalah pertanggungjawaban dari
pemegang manajemen organisasi untuk memberikan informasi tentang segala aktivitas dan
kegiatan organisasi kepada pihak pemilik organisasi atas pengelolaan dana publik dan
pelaksanaan berupa rencana-rencana program yang dibiayai dengan uang publik. Menurut
National committee on Governmental Accounting (NCGA), saat ini Governmental Accounting
Standarts Board (GASB), definisi anggaran (budget) adalah rencana operasi keuangan, yang
mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan
untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu. Akuntansi manajemen sektor publik salah
satunya berperan sebagai pemberi fasilitas terciptanya anggaran.
(Mardiasmo, 2009) Anggaran sektor publik berisi

rencana

kegiatan

yang

direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan
moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen
yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi
mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang
akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi
mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang.
Isi dari anggaran adalah rencana kegiatan dalam suatu periode yang direpresentasikan
dalam bentuk rencana pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran itu berbentuk
suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi sektor publik
yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi
mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang.
Secara singkat anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan:
a. Berapa biaya-biaya atas rencana yang telah dibuat.
b. Berapa banyak dan bagaimana cara memperoleh uang untuk mendanai rencanarencana tersebut.
2.2 PENDEKATAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Terdapat 2 macam pendekatan yang dipakai dalam melakukan penyusunan anggaran yaitu:
1. Anggaran tradisional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di Negara
berkembang dewasa ini. Terdapat beberapa ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu:
a. Cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism
yaitu dalam membuat anggaran saat ini adalah dengan melakukan penambahan

dan pengurangan anggaran tahun sebelumnya tanpa mengkaji lebih dalam.


Kelemahannya adalah karena tidak melakukan pengkajian mendalam dalam
membuat anggaran, maka menyebabkan kesalahan yang berkelanjutan dan juga
tidak menjamin tidak terpenuhinya kebutuhan yang riil.
b. Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item yaitu bahwa anggaran
yang dibuat berdasarkan penerimaan dan pengeluaran dan tidak memungkinkan
menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam
struktur anggaran, meskipun ada penerimaan dan pengeluaran yang sudah tidak
relevan untuk periode sekarang. Sehingga kinerja penilaian hanya bertolak ukur
pada ketaatan menggunakan dana yang diusulkan saja.
c. Cenderung sentralitis
Bahwa penyiapan anggaran dilakukan secara terpusat dan informasinya tidak
memadai, maka penilaian kinerja tidak maksimal dan akan mengakibatkan
kesenjangan anggaran
d. Bersifat spesifikasi
Pembuatan anggaran yang fokus, maka dibuatlah terpisah antara pengeluaran
operasional dan pengeluaran modal.
e. Tahunan
Untuk proyek investasi, pembuatan anggaran tahunan terlalu pendek, sehingga
mengakibatkan muncul praktek-praktek yang tidak diinginkan seperti korupsi dan
f.

kolusi.
Menggunakann prinsip anggaran bruto. Membuat anggaran yang dibuat kurang
sistematik, karena jumlahnya masih kotor dan seharusnya jumlah bersih.

Pendekatan tradisional terdiri atas 3 proses, sebagai berikut (Nordiawan,2006).


1) Pihak lembaga yang memerlukan anggaran mengajukan permintaan anggaran
kepada kepala eksekutif dan anggaran tersebut di perinci berdasarkan jenis
pengeluaran yang hendak di buat.
2) Kepala eksekutif mengumpulkan permintaan anggaran dari berbagai lembaga,
lalu anggaran ini di modifikasi oleh kepala eksekutif (di konsolidasikan). Dari
hasil modifikasi, kepala eksekutif kemudian mengajukan permintaan secara
keseluruhan untuk organisasi tersebut kepada lembaga legislative dengan
menggunakan perincian yang sama dengan anggaran yang di ajukan
sebelumnya oleh lembaga-lembaga di bawahnya (dengan menggunakan
pendekatan tradisional).

3) Setelah merevisi jumlah permintaan anggaran pihak legislative kemudian


menuliskan jumlah anggaran yang di seeetujui dengan menggunakn pendekatan
tradisional.
2. Anggaran New Public Management (NPM)
Pendekatan ini lebih sistematis dalam merencanakan anggaran dibandingkan dengan
pendekatan tradisional. Ciri-ciri pendekatan ini adalah (Moh Mahsun,dkk,2013)
a. Komprehensif/komparatif
b. Terintegrasi dan lintas departemen
c. Proses pengambilan keputusan yang rasional
d. Berjangka panjang
e. Spesifikasi tujuan dan perankingan prioritas
f. Analisis total cost & benefit (termasuk opportunity cost)
g. Berorientasi, input, output & outcome
h. Adanya pengawasan kinerja
Adanya beberapa teknik yang dikembangkan dalam pendekatan anggaran New Public
Management (NPM), yaitu:
a. Sistem Anggaran Kinerja
Merupakan sistem yang mencakup penyusunan program sekaligus dengan tolak ukur
kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan organisasi sektor publik.
b. Sistem Zero Based budgeting (ZBB)
Teknik penyusunan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini, bukan berpedoman
pada anggaran yang sudah dibuat tahun lalu. Diasumsikan anggaran dimulai dari nilai 0.
c. Sistem Planning, Program, dan Budgeting (PPBS)
Teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada
keluaran dan tujuan dengan menekankan pada pengalokasian sumber daya. Sistem
anggaran PPBS ini mendasarkan program dengan cara mengelompokkan aktivitas.
PBBS adalah salah satu model penganggaran yang ditunjukan untuk membantu
manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih
baik. Mengingat sumber daya pemerintah terbatas, sedangkan tuntutan masyarakat
tidak terbatas. Sehingga pemerintah harus memilih alternatif keputusan yang
bermanfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi. Teknik ini mampu
memberikan gambaran untuk membuat pilihan-pilihan tersebut.
2.3 PENGEMBANGAN SISTEM ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangan telah menjadi instrument kebijakan
multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut
terutama tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung

merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat
perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat
digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan dan pengawasan dapat
berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan
pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai dengan
dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul
dimasyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan
penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang
memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah; (a) Anggaran tradisional
atau anggaran konvensional; dan (b) Pendekataan baru yang sering dikenal dengan
pendekataan New Public Management.
2.4 PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan
setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tenang
program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan
rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan
anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran
mempunyai empat tujuan, yaitu:
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan kordinasi antarbagian
dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transparansi dan pertanggung-jawaban pemerintah kepada DMPR/DPRD
dan masyarakat luas.
Faktor dominan yang terdapat dalam proses penganggaran adalah:
1. Tujuan dan target yang hendak dicapai
2. Ketersediaan sumber daya (factor-faktor produksi yang dimiliki pemerintah)
3. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan target

4. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi anggaran, seperti: munculnya peraturan


pemerintah yang baru, fluktuasi pasar, perubahan sosial dan politik, bencana alam, dan
sebagainya.
Pengelolaan keuangan publik melibatkan beberapa aspek, yaitu aspek penganggaran,
aspek akuntansi, aspek pengendalian, dan aspek auditing. Aspek penganggaran
mengantisipasi pendapatan dan belanja (revenues and expenditures), sedangkan aspek
akuntansi terkait dengan proses mencatat, mengelolah, dan melaporkan segala aktivitas
penerimaan dan pengeluaran (receipts and disbursments) atas dana pada saat
anggaran dilaksanakan. Kedua aspek tersebut dianggap penting dalam manajemen
keuangan publik. Namun, di antara kedua aspek tersebut aspek penganggaran
dianggap sebagai isu sentral bila dipadang dari sisi waktu. Kalau aspek akuntansi lebih
bersifat retrospective (pencatatan masa lalu), maka aspek penganggaran lebih bersifat
prospective atau anticipatory (perencanaan masa yang akan datang). Karena aspek
penganggaran dianggap sebagai isu sentral, maka para manajer publik perlu
mengetahui prinsip-prinsip pokok yang ada pada siklus anggaran.
2.5 PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Sebelum membahas lebih jauh tentang siklus anggaran, perlu diketahui arti penting dan
keterlibatan pemerintah (temasuk juga pemerintah daerah) dalam proses penganggaran.
Richard Musgrave seperti yang dikutip Coe (1989) mengidentifikasi tiga pertimbangan
ekonomis mengapa pemerintah perlu terlibat dalam bisnis pengadaan barang dan jasa bagi
masyarakat. Ketiga pertimbangan tersebut meliputi stabilitas ekonomi, redistribusi pendapatan,
dan alokasi sumber daya.
Keterkaitan ketiga hal tersebut dikarenakan pada umumnya sektor swasta hanya
menyediakan market goods, sedang sektor pemerintah pada umumnya berkewajiban
menyediakan pure public goods dan partia public goods. Pertimbangan pertama dan kedua
umumnya hanya dapat dilakukan pemerintah pusat, sedangkan pertimbangan ketiga dapat
dilakukan oleh pemerintah daerah. Atas ketiga pertimbangan itulah anggaran diperlukan untuk
perencanaan dan pengendalian atas penerimaan dan pengeluaran dana dalam rangka
pencapaian tujuan akhir pemerintah.
Selama ini kapabilitas dan efektivitas pemerintah dan pengendalian keuangan dirasakan
masih terlalu lemah. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pada umumnya, lembaga-

lembaga pemerintah belum menjalankan fungsi dan perannya secara efisien. Pemborosan
adalah fenomena umum yang terjadi di berbagai departemen pemerintahan. Kondisi seperti ini
muncul karena pendekatan umum yang digunakan dalam penetuan besar alokasi dana untuk
tiap kegiatan adalah pendekatan incrementalism yang didasarkan pada perubahan satu atau
lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat infasi dan jumlah penduduk. Sementara itu,
analisis untuk mengetahui struktur, komponen, dan tingkat biaya untuk setiap kegiatan masih
sedikit dilakukan. Padahal studi seperti ini akan menjamin teridentifikasinya jumlah ebutuhan
alokasi dana yang lebih akurat sesuai dengan kebutuhan riil dari seluruh kegiatan.
Lemahnya perencanaan anggaran memungkinkan munculnya underfinancing atau
overfinancing yang akan mempengaruhi tingkat efiesien dan efetivitas anggaran. Dalam situasi
seperti itu menyebabkan banyak layanan publik yang dijalankan tidak efisien dan kurang sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan publik, sementara dana pada anggaran yang pada dasarnya
merupakan dana publik (public money) habis dibelanjakan seluruhnya. Dalam jangka panjang
kondisi seperti ini cenderung memperlemah peran pemerintah sebagai stimulator, fasilitator,
koordinator, dan entrepreneur dalam proses pembangunan.
Prinsip-prinsip pokok siklus anggaran perlu diketahui dan dikuasai dengan baik oleh
penyelenggara pemerintah. Pada dasarnya prinsip-prinsip dan mekanisme penganggaran
relative tidak berbeda antara sektor swasta dengan sektor publik (Henley et al., 1990).Siklus
anggaran tersebut ada tahap (Moh Mahsun, dkk, 2013):
1.
2.
3.
4.

Tahap persiapan anggaran (preparation);


Tahap ratifikasi (approval/ratification);
Tahap implementasi (implementation); dan
Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting & evaluation)

1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)


Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran
pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah
sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran
pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup
berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan
keputusan tentang anggaran pengeluaran.
Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya fakor
uncertainty (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, majaer keuangan publik

harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran. Besarnya suatu
mata anggaran sangat tergantung pada sistem anggaran yang digunakan. Besarnya mata
anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan line-item budgeting, akan berbeda pada
input-output budgeting, program budgeting, atau zero based budgeting.
Di Indonesia, proses perencanaan APBD dengan paradigm baru menekankan pada
pendekatan buttom-up planning dengan tetap mengacuh pada arah kebijakan pembangunan
pemerintah pusat. Arahan kebijakan pembangunan pemerintah pusat tertuang dalam dokumen
perencanaan berupa GBHN, Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana
Strategis (RENSTRA), dan Rencana Pembangunan Tahunan (RAPETA).
Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah pusat dan
perencanaan pembanguna daerah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105
dan 108 Tahun 2000. Pada pemerintah pusat, perencanaan pembangunan dimulai dari
penyusunan PROPENAS yang merupakan operasionalisasi GBHN, PROPENAS tersebut
kemudian dijabarkan dalam bentuk RENSTRA. Berdasarkan PROPENAS dan RENSTRA serta
analisis fiscal dan makro ekonomi, kemudian dibuat persiapan APBN dan REPETA.
Sementara itu, di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 pemerintah daerah disyaratkan untuk membuat
dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPEDA (RENSTRADA). Dokumen
perencanaan daerah tersebut diupayakan tidak menyimpang dari PROPENAS dan RENSTRA
yang dibuat pemerintah pusat. Dalam PROPEDA dimungkinkan adanya penekanan prioritas
program pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain sesuai
dengan kebutuhan masing-masing daerah. PROPEDA (RENSTRADA) dibuat oleh pemerintah
daerah bersama-sama dengan DPRD dalam kerangka waktu lima (5) tahun yang kemudian
dijabarkan pelaksanaannya dalam kerangka tahunan. Rincian RENSTRADA untuk setiap
tahunnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan RAPETADA dan APBD.
Berdasarkan RENSTRADA yang telah dibuat serta analisis fiscal dan ekonomi daerah,
menurut ketentuan PP No. 105 Tahun 2000 pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD
menetapkan Arah dan Kebijakan Umum APBD, setelah itu pemerintah daerah menetapkan
Strategi dam Prioritas APBD. RAPETADA memuat program pembangunan daerah secara
menyeluruh dalam satu tahun. REPETADA juga memuat indicator kinerja yang terukur untuk
jangka waktu satu tahun. Pendekatan ini diharapkan akan lebih memperjelas program kerja

tahunan pemerintah daerah, termasuk sasaran yang ingin dicapai dan kebijakan yang akan
ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut.
Penjabaran rencana strategis jangka panjang dalam REPETADA tersebut dilengkapi
dengan:
1. Pertimbangan-pertimbangan yang berasal dari hasil evaluasi kinerja pemerintah daerah
pada periode sebelumnya.
2. Masukan-masukan dan aspirasi masyarakat.
3. Pengkajian kondisi yang saat ini terjadi, sehingga bisa diketahui kekuatan, kelemahan,
peluang dan tantangan yang sedang dan akan dihadapi.
Proses perencanaan arah dan kebijakan pembangunan daerah tahunan (REPETADA)
dan rencana anggaran tahunan (APBD) pada hakekatnya merupakan perencanaan instrumen
kebijakan publik sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. APBD
menunjukan implikasi anggaran dari REPETADA yang telah dibuat. Dengan demikian
REPETADA merupakan kerangka kebijakan (policy framework) bagi penyediaan dana dalam
APBD.
2. Tahap ratifikasi (approval/ratification)
Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan
proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya
memiliki managerial skill namun juga harus mempunyai political skill, salesmanship, dan
coalition building yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif
sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif
harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional
atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap pelaksanaan anggaran (implementation)
Setelah anggaran disetujui oleh legislative, tahap berikutnya adalah pelaksanaan
anggaran. Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh
manajemen keuangan publik adalah dimlikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem
pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk
menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian
anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan

anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya sistem
pengendalian intern yang memadai.
4. Tahap pelaporan dan evaluasi (reporting & evaluation)
Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran,
sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntanbilitas. Jika tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansidan sistem pengendalian manajemen
yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemui banyak
masalah.
BAB III PEMBAHASAN

3.1 ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.
Menurut (Noerdiawan, 2006) mendefinisikan Anggaran adalah sebuah proses yang
dilakukan oleh organisasi sektor publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke
dalam kebutuhan-kebutuhan tidak terbatas (the process of allocation resources to unlimited
demands) dan (Wiratna Sujarweni, 2015) mendefinisikan Anggaran sektor publik adalah
pertanggungjawaban dari pemegang manajemen organisasi untuk memberikan informasi
tentang segala aktivitas dan kegiatan organisasi kepada pihak pemilik organisasi atas
pengelolaan dana publik dan pelaksanaan berupa rencana-rencana program yang dibiayai
dengan uang publik. (Mardiasmo, 2009) Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang
direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan
moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen
yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi
mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas.
Sesuai dengan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa anggaran sektor publik
mempunyai strategi organisasi untuk mencapai tujuan organisasi sektor publik, yaitu
penyediaan pelayanan publik.
3.2 PENDEKATAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK YANG DITERAPKAN

Pendekatan anggaran sektor publik ada 2 macam, yaitu: anggaran tradisional dan anggaran
New Public Management (NPM).
Pada pendekatan anggaran tradisional terdapat ciri-ciri, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Cara penyusan anggaran berdasarkan pendekatan incrementalism


Struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item
Cenderung sentralisis
Bersifat spesifikasi
Tahunan
Menggunakan prinsip-prinsip anggota bruto

Pendekatan tradisional terdiri atas 3 proses, sebagai berikut (Nordiawan,2006).


1. Pihak lembaga yang memerlukan anggaran mengajukan permintaan anggaran kepada
kepala eksekutif dan anggaran tersebut di perinci berdasarkan jenis pengeluaran yang
hendak di buat.
2. Kepala eksekutif mengumpulkan permintaan anggaran dari berbagai lembaga, lalu
anggaran ini di modifikasi oleh kepala eksekutif (di konsolidasikan). Dari hasil modifikasi,
kepala eksekutif kemudian mengajukan permintaan secara keseluruhan untuk
organisasi tersebut kepada lembaga legislative dengan menggunakan perincian yang
sama dengan anggaran yang di ajukan sebelumnya oleh lembaga-lembaga di
bawahnya (dengan menggunakan pendekatan tradisional).
3. Setelah merevisi jumlah permintaan anggaran pihak legislative kemudian menuliskan
jumlah anggaran yang di seeetujui dengan menggunakn pendekatan tradisional.
Dibuku (Mardiasmo,2009) telah menjelaskan sedikit tentang beberapa masalah yang
ditimbulkan melalui pendekatan anggaran tradisional, masalah lain yang tak kalah penting juga
timbul adalah tidak di perhatikannya konsep value for money. Akibatnya, setiap akhir tahun
anggaran sering kali terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian di paksakan
kepada aktifitas-aktifitas yang kurang penting.
Sedangkan pada pendekatan anggaran New Public Management (NPM) berfokus pada
management sektor publik yang berorientasi pada kinerja bukan pada kebijakan. Oleh karena
itu, bagian dari reformasi dari new public management adalah dengan kemunculannya
management berbasis kinerja. Fokus management berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja
organisasi sektor public yang berorientasi pada pengukuran outcome (hasil), bukan lagi sekedar
pengukuran input atau output saja.
Era New Public Management

Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup
drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi
model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan
tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah
peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.
Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New
Public Management.
Model New Public Management mulai dikenal tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990an yang mengalami beberapa bentuk inkarnasi, misalnya munculnya konsep "managerialisnf
(Pollit, 1993); "market-based public administration" (Lan, Zhiyong, and Rosenbioom, 1992);
"post-bureaucratic paradigm" (Barzelay, 1992); dan "Entrepreneurial Government" (Osborne
and Gaebler, 1992). New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang
berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public
Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya
adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi
tender.
Safari satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model peme-rintahan
yang diajukan oleh Osborne dan Gaebfer (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang
dikenal dengan konsep "Reinventing Government". Perspektif baru pemerintah menurut
Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
a. Pemerintahan katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan
publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat
secara langsung dengan proses produksinya (producing). Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan
pada pihak swasta dan/atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan nonprofit
lain-nya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai
pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik
yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini, banyak
pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM).
Bahkan, pada beberapa negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak
non-pemerintah.

b. Pemerintah milik masyarakat memberdayakan masyarakat daripada melayani.


c. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka
mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community).
Sebagai misal, masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab
masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya
mem-perbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu
warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal.
Contoh lain: untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang
optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
d. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian
pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya
sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan
publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya
pada pelayanan pos negara, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan
kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya di masa lalu.
e. Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh
peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya.
Namun tujuan pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.
f.

Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan.


Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja
ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang
dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya
logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki
kinerjanya. Justru, mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapat
dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat diperoleh.
Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu
membiayai hasil dan bukan masukan. Pemerintah daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu
memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik kinerjanya,
semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang
telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.

g. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan


birokrasi.
Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya.
Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya
harus di-setujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa
DPR/ DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah
pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif tidak menomorsatukan
kepentingan kelom-poknya, maka hal ini tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila
mereka

menomorsatukan

kepentingan

kelompoknya,

maka

pelanggan

yang

sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini,
pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi,
sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi arogan.
Pemerintah wirausaha tidak akan seperti itu. la akan mengidentifikasikan pelanggan
yang sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak
bertanggung-jawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan sistem
pertangungjawaban ganda (dual accountability): kepada legislatif dan masyarakat.
Dengan cara seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapi secara terus menerus akan
berupaya untuk lebih me-muaskan masyarakat.
h. Pemerintahan wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak

sekedar mem-

belanjakan.
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan
pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah daerah wirausaha
dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: EPS dan Bappeda,
yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian;
BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan
i.

masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.


Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati.
Pemerintah tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik
untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif:
seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak
akan ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak
hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi juga berupaya keras untuk

mengantisipasi masa depan. la menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan


j.

visi.
Pemerintah desentralisasi: dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja.
Lima puluh tahun yang lalu, pemerintahan yang sentralistis dan hierarkhis

sangat

diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai


komandonya hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat
dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi
masih sangat primitif, komu-nikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur
pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung
atas apa-apa yang harus dilaksa-nakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah
berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat
dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang
berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan
masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
k. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan
mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem
prosedur dan pemaksaan).
Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif.
Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi
sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan
pemerintah
administratif,

wirausaha
pemerintah

menggunakan
tradisional

mekanisme

menggunakan

pasar.
perintah

Dalam
dan

mekanisme
pengendalian,

mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk
melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar,
pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan
dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang
merugikan masyarakat.
Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap konsep
anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran
dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.
Adapun karakteristik yang melekat pada pendekatan New Public Management (Moh
Mahsun,dkk,2013) ;

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Komprehensip/komparatif
Terintegrasi dan lintas departemen
Proses pengambilan keputusan yang rasional
Bersifat jangka panjang
Spesifikasi tujuan dan pemerigkatan prioritas
Analisis total cost dan benevit ( termasuk opportunity cost).
Berorientasi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar input
Adanya pengawasan kinerja

New Public Management mengembangkan beberapa teknik, yaitu:


a. Sistem Anggaran Kinerja
Penggunaan anggaran dengan pendekatan kinerja memiliki beberapa keunggulan,
antara

lain

adanya

pendelegasian

wewenang

dalam

pengambilan

keputusan

merangsang partisipasi dan memotivasi unit kerja, pengalokasian dana secara optimal
dengan didasarkan efisiensi unit kerja, dan menghindari pemborosan.
Namun, anggaran kinerja juga memiliki beberapa kelemahan yaitu:
Hanya sedikit dari pemerintah pusat dan daerah yang memiliki staf anggaran
atau akuntansi yang memiliki kemampuan memadai untuk mengidentifikasi unit

pengukuran dan melaksanakan analisis biaya


Banyak jasa dana aktivitas pemerintah tidak dapat langsung terukur dalam

satuan unit output atau biaya perunit yang dapat dimengerti dengan mudah.
Akun-akun dalam pemerintahan telah secara khusus dibuat dengan dasar
anggaran yang dikeluarkan (cash basis). Hal ini membuat pengumpulan data
untuk keperluan pengukuran kinerja sangat sulit, bahkan kadang kala tidak

memungkinkan.
Aktivitas langsung diukur biayanya secara detail dan dilakukannya pengukuran
lainnya tanpa adanya pertimbangan yang memadai apakah aktivitas tersebut

perlu atau tidak


b. Sistem Zero Based Budgeting (ZBB)
Metode penganggaran ini menekankan bahwa keputusan penganggaran harus
didasarkan pada tujuan-tujuan atau dari output-output dari aktivitas pemerintahan dari
pada input untuk menghasilkan barang dan jasa pemerintah. Teknologi penganggaran
ini tergantung pada metodologi-metodologi dari program peramalan dan analisis sistem.
c. Sistem Planning, Program, dan Budgeting (PPBS)
Kelebihan dari PPBS adalah memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari
atasan kepada bawahan, dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja, dapat
memperbaiki kualitas pelayan melalui pendekatan standart biaya dalam perncanaan
program, dan menghilangkan program yang over lapping. Sedangkan kelemahan PPBS
adalah dalam pengimplementasiannya membutuhkan biaya yang besar, karena sistem

anggaran ini membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data yang
lengkap, adanya sistem pengukuran dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi, sehingga
ini mengakibatkan sulitnya sistem untuk diimplementasikan. Penetapan tujuan dan
sasaran yang tidak jelas baik dalam organisasi atau unit organisasi menambah
kompleksitas masalah. Indicator kinerja sering kali salah merepresentasikan capaian
kinerja yang seharusnya. Atau, indicator kinerja terlalu menyederhanakan ukuran-ukuran
kinerja pelayanan sektor public yang umumnya bersifat multidimensi. Tidak adanya
kepastian konsekuensi yang jelas atas penerapan anggaran berbasis kinerja baik
penghargaan bagi pihak yang telah menunjukkan peningkatan kinerja atau sebaliknya
dapat menciderai keseriusan usaha reformasi anggaran ini. Anggaran berbasis kinerja
(ABK) memerlukan ukuran yang pasti dalam mengukur efesiensi anggaran yaitu analisis
standart belanja (ASB) dan standart pelayanan minimal (SPM). Realitas yang ada
bahwa pemerintah provinsi/ kkabupaten/kota di Indonesia, setelah memasuki ke tahun 9
penerapan ABK, masih belum atau baru menyusun dan menerapkan ASB dan SPM,
sehingga pengukuran efesiensi anggaran belum dapat dilakukan.
Perbandingan pendekatan anggaran tradisional dan pendekatan New Public Management
(NPM).
Pendekatan Anggaran Tradisional
Senralis
Berorientasi pada input

Pendekatan New Public Management


Desentralis & devolved management
Berorientasi pada input, output (value for

Tidak terkait dengan perencanaan jangka

money)
Utuh dan

panjang
Line-item da incrementalism
Batasan departemen yang

panjang
Berdasarkan sasaran kinerja
Lintas departemen (cross departement)

kaku

(rigid

departement)
Menggunakan aturan klasik : vote accounting
Prinsip anggaran bruto
Bersifat tahunan
Spesifik

komprehensif

Zero-basebudgeting,

dengan

planning

jangka

budgeting

system
Sistematik dan Rasional
Buttom-up budgeting

3.3 PENGEMBANGAN SISTEM ANGGARAN SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA


Dalam perkembangannya, mekanisme birokrasi menjadi mekanisme yang sangat
penting karena besarannya semakin meningkat. Mekanisme birokrasi itu sendiri mempunyai

instrument

yang

disebut

sistem

penganggaran

yang

berfungsi

sebagai

alat

untuk

mengalokasikan sumber daya dalam bentuk barang dan jasa yang ada ke masyarakat. Sesuai
perkembangan sistem administrasi publik itu sendiri dan tuntutan masyarakat dalam konteks
system social serta politik tertentu, sistem penganggaran dapat berkembang. Pada dasarnya
terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor
publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar.
Kedua pendekatan tersebut adalah: a. Anggaran tradisional atau anggaran konvensional b.
Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management (NPM)
Seiring dengan berkembangnya jaman, sistem perencanaan anggaran sektor publik
telah menjadi alat pengendalian, perencanaan dan pengawasan guna meningkatkan mutu
pelayanan kepada publik. Agar pelayanan menjadi baik, cepat serta akurat dalam penyajian
data dipilihlah pendekatan yang sesuai dan disetai pengawasan intensif.
3.4 PROSES PENYUSUNAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Proses penyusunan anggaran dalam sektor publik umumnya disesuaikan dengan
peraturan lembaga yang lebih tinggi. Sejalan dengan pemberlakuan Undang-Undang No 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang No 25 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi UndangUndang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No 33 Tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dan lahirlah 3
paket per Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UndangUndang No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan
Negara, Undang-Undang sistem perencanaan Pembangunan Nasional yang telah membuat
perubahan mendasar dalam penyelenggaraan Pemerintahan serta pengaturan keuangan,
khususnya Perencanaan Anggaran Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Menurut pendapat Indra Bastian (2005:167) menyatakan bahwa sistem penyusunan anggaran
telah berkembang sesuai dengan pencapaian kualitas yang semakin tinggi, maka sistem
penyusunan yang dipakai oleh Indra bastian adalah:

Line Item Budgeting.


Line Item Budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada dan darimana

dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos

pengeluaran). Tujuan utama Line Item Budgeting adalah untuk melakukan kontrol keuangan
dan sangat berorientasi pada input organisasi, penetapannya melalui pendekatan Incremental
(kenaikan bertahap) dan tidak jarang dalam prateknya memakai kemampuan menghabiskan
atau menyerap anggaran sebagai salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan
organisasi.
Keunggulan Line Item Budgeting adalah sebagai berikut :
1. Relatif mudah menulusurinya;
2. Mengamankan komitmen diantara partisipan sehingga dapat mengurangi konflik.
Kelemahan Line Item Budgeting adalah sebagai berikut :
1. Perhatian terhadap laporan pelaksanaan anggaran penerimaan dan pengeluaran sangat
sedikit;
2. Diabaikannya pencapaian prestasi Realisasi Penerimaan dan Pengeluaranyang
disasarkan;
3. Para penyusun anggaran tidak memiliki alasan rasional dalam menetapkan target
penerimaan dan pengeluaran.
(Mardiasmo, 2009) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD)
yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD
dan masyarakat tenang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai.
Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran.
Proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan, yaitu:
1. Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan kordinasi antarbagian
dalam lingkungan pemerintah.
2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa
publik melalui proses pemrioritasan.
3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja.
4. Meningkatkan transparansi dan pertanggung-jawaban pemerintah kepada DMPR/DPRD
dan masyarakat luas.
Proses penyusunan anggaran sektor publik harus berdasarkan undang-undang yang
diberlakukan agar informasi yang dihasilkan tertata dengan baik, akurat dan merinci.
Pelaksanaan program-program anggaran tiap tahunnya mencapau tujuan anggaran sektor
publik melalui proses penyusunan ini.

3.5 PRINSIP-PRINSIP POKOK DALAM SIKLUS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK


Menurut (Madiasmo, 2009), Richard Musgrave dikutip Coe (1989) menjelaskan bahwa
pemerintah perlu ikut campur dalam bisnis pengadaan barang dan jasa bagi masyrakat melalui
identifikasinya tiga pertimbangan ekonomis, yaitu stabilitas ekonomi, redistribusi pendapatan
dan alokasi sumber daya karena melihat dari sektor swasta yang hanya menyediakan market
goods sedangkan sektor pemerintahan berkewajiban menyediakan pure public goods dan
partial public goods. Peran anggaran dalam perencanaan dan pengendalian keuangan
menjadi pokok dan kunci pencapaian tujuan pemerintah guna pelayanan publik secara
maksimal. Masalah pokok yang selalu dihadapi adalah pemborosan dalam departemen
pemerintah akibat pendekatan yang digunakan dalam penetuan besar alokasi dana untuk
setiap kegiatan adalah pendekatan incrementalism. Lemahnya perencanaan anggaran
memungkinkan munculnya underfinancing/overfinancing yang berpengaruh dalam efektivitas
dan efisiensi anggaran.
Maka dari pemerintah harus mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip pokok siklus
anggaran. Siklus anggaran meliputi 4 tahap, yakni:
Tahap persiapan anggaran.
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran
pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan
adalah sebelum menyetujui taksiranj pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu
diulakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari
adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat
bersamaan drengan pembuatan keputusan tentang angggaran pengeluaran

Tahap ratifikasi
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup
berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga
harus mempunyai political skill, salesman ship, dan coalition building yang memadai.
Integritas dan kesioapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap
ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai

kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala
pertanyaan-pertanyaan dan bantahan- bantahan dari pihak legislatif.
Tahap implementasi/pelaksanaan anggaran.
Dalam tahap ini yang paling penting adalah yang harus diperhatikan oleh manajer
keuangan

publik

adalah

dimilikinya

sistem

(informasi)

akuntansi

dan

sistem

pengendalian manajemen.
Tahap pelaporan dan evaluasi.
Tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap
implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak
akan menemukan banyak masalah.
Pelaksanaan tahapan siklus anggaran melalui perencanaan dan pengendalian yang tepat agar
menghasilkan laporan anggaran yang berisikan informasi yang akurat agar meminimalisir
pemborosan anggaran dan penyimpangan lainnya yang merugikan pemerintah.
3.6 PENERAPAN ANGGARAN DI INDONESIA
Paradigma (pandangan) baru pada masyarakat modern telah membentuk suatu
perubahan di berbagai bidang salah satunya adalah di bidang keuangan dengan
mengedepankan keterbukaan (transparansi), peningkatan efisiensi (efisiensi), tanggung jawab
yang lebih jelas (responsibility), kewajaran (fairness) yaitu dengan penerapan anggaran
berbasis kinerja (performance based budgeting). Paradigma tersebut merupakan akibat
perkembangan proses demokrasi dan profesionalisme di dunia. Paradigma ini memasuki
berbagai aspek kehidupan manusia. Proses reformasi dan krisis multidimensional (ekonomi,
moneter, hukum, politik) di Indonesia mendorong berkembangnya paradigma tersebut.
Paradigma tersebut di Indonesia sering disebut good governnance. Good governance dapat
diartikan sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan,
pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada publiknya. Prinsip-prinsip dari good
governance

antara

lain

adalah

seperti

transparansi,

partisipasi

dan

akuntabilitas

(Taufiequrachman Ruki, Buletin Komisi Yudisial, Vol 2 No. 3, Hal. 17).


Paradigma good governance

tersebut mendorong adanya reformasi manajemen

keuangan daerah. Reformasi keuangan daerah ditandai dengan dikeluarkan berbagai undang-

undang dan peraturan pemerintah. Paket undang-undang di bidang Pengelolaan Keuangan


Negara tersebut adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Ketiga undang-undang ini telah mengubah sistem penganggaran di Indonesia dan
merupakan fondasi bagi pelaksanaan reformasi di bidang keuangan di Indonesia. Reformasi
bidang keuangan negara tersebut antara lain adalah penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
(Performance Based Budgeting), penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
(Medium Term Expenditure Framework / MTEF), Penerapan Anggaran terpadu (Unified
Budget).
Ketiga hal tersebut bertujuan untuk menciptakan tranparansi, akuntabilitas dan
profesionalitas dalam pengelolaan APBN. Sistem penganggaran yang berbasis kinerja
(Performance Based Budgeting) merupakan pengganti sistem penganggaran lama dengan
sistem Line Item Budgeting yang lebih mementingkan input daripada output serta kurang
mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang ditetapkan secara nasional. Penerapan
penganggaran berdasarkan kinerja ini diharapkan akan meningkatkan kualitas pelayanan
publik. Performance Based Budgeting memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan
keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut sehingga prinsip-prinsip transparansi, efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dapat
dicapai.
Penyediaan informasi dilakukan secara terus menerus sehingga dapat digunakan dalam
manajemen perencanaan, pemrograman, penganggaran dan evaluasi. Kondisi yang harus
disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan implementasi penggunaan anggaran berbasis
kinerja, yaitu kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi, kemudian fokus
pada penyempurnaan administrasi secara terus menerus, sumber daya yang cukup untuk
usaha penyempurnaan tersebut (uang, waktu dan orang), penghargaan (reward) dan sanksi
(punishment) yang jelas, serta keinginan yang kuat untuk berhasil.

Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja


Sesuai dengan Pasal 3 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2004, Kementrian

Negara / Lembaga diwajibkan menyusun program dan kegiatan yang berbasis kinerja.
Anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang

ditetapkan (Penjelasan PP No. 105 Tahun 2000, Pasal 8). Untuk menyusun anggaran berbasis
kinerja, Kementerian Negara / Lembaga terlebih dahulu harus mempunyai perencanaan
stratejik (Renstra). Substansi Renstra memberikan gambaran tentang kemana organisasi harus
menuju dan bagaimana cara (strategi) untuk mencapai tujuan itu. Renstra kementerian Negara /
lembaga harus mencakup pernyataan visi dan misi, rumusan tentang tujuan dan sasaran, serta
uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran, yang terdiri dari program dan
kegiatan/subkegiatan. RENSTRA ini memberikan petunjuk bagaimana mengerjakan sesuatu
program / kegiatan yang benar (doing the right things). Oleh karena itu, bahasa yang digunakan
dalam perumusan renstra haruslah jelas dan nyata serta tidak bermakna ganda sehingga tidak
terjadi salah tafsir sehingga dapat dijadikan sebagai petunjuk / arah perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan operasional. Dalam rencana strategis juga diperhitungkan hambatanhambatan, baik dari dalam maupun dari luar yang akan dapat menghalangi pencapaian tujuan
serta struktur dari organisasi yang disusun untuk mendukung perencanaan strategis dimaksud.
Dari rencana strategis kemudian disusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang
bersifat operasional dan penjabaran lebih lanjut dari rencana RKP tersebut sehingga dapat
ditentukan kinerja yang harus dicapai oleh masing-masing unit organisasi.
Masing-masing Kementerian Negara / Lembaga harus menyusun dan menetapkan
program berdasarkan prioritas. Beberapa kriteria yang dapat membantu dalam penentuan skala
prioritas suatu program, antara lain adalah program yang direncanakan untuk mendukung
pencapaian platform presiden terpilih, program yang mendukung pencapaian misi Kementerian
Negara / Lembaga yang bersangkutan, program yang cukup sensitif secara politis dan
mendapat perhatian dari masyarakat dan pengguna. Selanjutnya juga harus ditetapkan
sumberdaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu program dan kegiatan yang terdiri dari
: (i) anggaran yang dibutuhkan, (ii) tenaga kerja yang dibutuhkan, (iii) aset pendukung seperti
bangunan, kendaraan dan aset-aset lainnya.

Perumusan / Penetapan Indikator Kinerja


Bagian penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja adalah adanya indikator

kinerja yang merupakan performance commitment yang dijadikan dasar atau kriteria penilaian
kinerja kementerian negara/lembaga. Indikator kinerja memberikan penjelasan tentang apa
yang akan diukur untuk menentukan apakah tujuan sudah tercapai yang terdiri dari : (i)
Masukan (input), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber :
dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi dan sebagainya yang digunakan untuk

melaksanakan program dan atau kegiatan / subkegiatan, (ii) Keluaran (output), yaitu tolok ukur
kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari program dan atau kegiatan /
subkegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan, (iii) Hasil (outcome), yaitu tolok ukur
kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program dan
atau kegiatan / subkegiatan yang sudah dilaksanakan, (iv) Manfaat (benefit), yaitu tolok ukur
kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan sebagai nilai tambah bagi
masyarakat dan pemerintah, (v) Dampak (impact), yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan
dampaknya terhadap kondisi makro yang ingin dicapai dari manfaat.
Dalam penetapan kinerja harus ditetapkan lebih dari satu indikator kinerja dengan
menekankan pada indikator kunci (key performance indicators) sehingga terhindar dari indikator
yang tidak jelas. Penetapan indikator kinerja umumnya terkait dengan kuantitas dan kualitas. Di
samping itu dalam penyusunan indikator harus jelas (clear), relevan (relevant) atau sejalan
dengan pencapaian tujuan organisasi, dapat tersedia dengan biaya yang ada (economic),
mempunyai

dasar

yang

cukup

untuk

ditetapkan

(adequate),

dan

dapat

dimonitor

keberhasilannya (monitorable).

Pengukuran kinerja/ Akuntabilitas kinerja


Pengukuran kinerja kegiatan merupakan proses penilaian kemajuan pelaksanan

kegiatan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan termasuk informasi atas efisiensi
penggunaan sumber daya dan efektivitas pencapaian sasaran. Konsekuensi Anggaran
Berbasis Kinerja yang menghubungkan perencanaan strategis dengan penganggaran untuk
mencapai tujuan strategis adalah harus menentukan program dan kegiatan dengan jelas.
Pembiayaan dari masing-masing program, kegiatan dan keluaran juga harus tergambar dengan
jelas. Struktur pembiayaan yang jelas akan muncul apabila sistem akuntansi yang dipakai
berdasarkan akrual.
Dalam rangka pengukuran kinerja yang baik diperlukan adanya sistem informasi yang
mampu menghasilkan informasi yang memadai untuk menilai pencapaian kinerja dari masingmasing lembaga/unit kerja yang bertanggung jawab atas suatu kegiatan. Tingkat informasi
dasar yang harus dikembangkan meliputi : (i) Ekonomis, sejauh mana masukan yang ada
digunakan dengan sebaik-baiknya; (ii) Efisiensi, sejauh mana perbandingan antara tingkat
keluaran suatu kegiatan dengan masukan yang digunakan; (iii) Efektivitas, sejauh mana
keluaran yang dihasilkan mendukung pencapaian hasil yang ditetapkan.

Pengukuran kinerja harus dilakukan secara efisien dan efektif dengan membandingkan
biaya dan manfaat atas sistem yang dibangun. Jadi harus dipertimbangkan cost benefit dari
sistem pengukuran kinerja yang akan dikembangkan. Suatu sistem pengukuran kinerja
sebaiknya hanya mengukur kinerja yang strategis (key performance indicators), bukan
menekankan tingkat komprehensif dan birokratis atas kinerja yang disusun.

Pelaporan kinerja
Langkah akhir dari anggaran berbasis kinerja adalah pertanggungjawaban kinerja yang

dituangkan dalam laporan akuntabilitas kinerja yang disusun secara jujur, obyektif dan
transparan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 2006 tentang Pelaporan
Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, maka instansi-instansi pemerintah diwajibkan untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya serta kewenangan
pengelolaan sumber daya dengan didasarkan suatu perencanaan strategis yang ditetapkan
oleh masing-masing instansi. Laporan tersebut menggambarkan kinerja instansi pemerintah
melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), meliputi perencanaan
stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja.

Penghargaan dan Hukuman (Reward and Punishment)


Pelaksanaan penganggaran berdasarkan kinerja sulit dicapai dengan optimal tanpa

didukung dengan penerapan insentif atas kinerja yang dicapai dan hukuman atas
kegagalannya. Pemberian reward dan punishment ini perlu dilakukan untuk mendorong instansi
pemerintah untuk menerapkan kinerja yang lebih baik mengingat masih banyak kekurangan
yang diterapkan di lapangan dan rendahnya komitmen untuk melaksanakan peraturan tersebut.
Penerapan insentif di sektor publik bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan karena
penerapan sistem insentif perlu didukung oleh mekanisme non keuangan, terutama keinginan
dan kebutuhan atas pencapaian kinerja.
Pendekatan lain dalam pemberian insentif adalah berdasarkan kapasitas yang dimiliki
oleh suatu lembaga dalam mencapai suatu target kinerja. Apabila suatu lembaga dapat
mencapai target yang ditetapkan, dapat diberikan keleluasaan yang lebih dalam mengelola
anggaran yang dialokasikan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Hal ini memungkinkan
setiap lembaga untuk maju dan berkembang secara konsisten dengan kapasitas yang mereka
miliki.

Bentuk lain untuk peningkatan kinerja melalui insentif atau disinsentif yaitu penerapan
efisiensi (savings) yang dapat dilakukan untuk program dan kegiatan yang bersifat pelayanan
publik. Alokasi anggaran untuk setiap program dan kegiatan tersebut dikurangi dengan jumlah
tertentu untuk penghematan dalam rangka meningkatkan efisiensi atas pelayanan yang
diberikan.

Peluang dan Tantangan


Penerapan anggaran berbasis kinerja ditujukan untuk menciptakan tata kelola

pemerintahan yang lebih baik (good governance) yaitu penyelenggaraan kepemerintahan yang
berorientasi kepada pelanggan / masyarakat. Tata kelola yang baik membuat pengelolaan
urusan masyarakat dengan cara yang transparan, akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan.
Tata kelola yang baik juga mencakup partisipasi dalam pembuatan kebijakan publik yang efektif,
penegakan hukum dan sistem peradilan yang independen, checks and balances, dan adanya
lembaga pengawas yang efektif. Dengan adanya good governance ini maka celah
penyimpangan penggunaan anggaran yang rawan korupsi dapat diminimalisir.
Penerapan penganggaran berbasis kinerja di Indonesia mempunyai tantangan yang
tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Tantangan yang lebih berat adalah
mengubah mind set tidak hanya pada lingkungan Pemerintah (eksekutif), tetapi juga Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Mind set DPR dalam rangka pembahasan
dan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah
menjadi output base, tidak lagi input base.
Lambatnya anggaran di awal-awal tahun anggaran, menjadikan kegiatan sering tertunda
dan tidak sesuai jadwal yang diharapkan. Hal ini biasanya terjadi untuk kegiatan-kegiatan kecil
di daerah sehingga kegiatan menumpuk di akhir tahun anggaran yang mengakibatkan output
dan outcome tidak optimal. Apalagi ada anggapan bahwa jangan sampai ada anggaran tersisa
agar ada kenaikan untuk anggaran tahun depan, sehingga masih timbul pola tradisional, bukan
lagi anggaran berbasis kinerja, namun anggaran berbasis kegiatan.

Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk


mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan
hasil yang diharapkan termasuk efisisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut.
Pemerintah Indonesia telah melakukan persiapan pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja

dengan mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan serta petunjuk teknis dan


pelaksanaannya. Berdasarkan paket undang-undang keuangan negara terjadi perubahan
mindset pengelolaan keuangan negara yang lebih mengedepankan efisiensi dan efektivitas
serta mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi. Perubahan paradigma baru
seharusnya didukung oleh personalia atau sumberdaya manusia yang handal, memiliki
kompetensi yang sesuai dan memiliki kinerja yang jelas dan terukur.
Walau demikian belum semua aturan tersebut diimplementasikan dengan baik dan konsisten.
Masih kurangnya pemahaman semua pihak tentang peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan masih lemahnya komitmen untuk melaksanakannya menjadikan implementasi
anggaran berbasis kinerja belum berjalan dengan baik. Oleh karena itu dibutuhkan kesadaran
(awareness) dan komitmen yang tinggi dari seluruh pihak untuk menerapkan anggaran berbasis
kinerja ini sehingga dapat tercipta tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good governance).

BAB IV KESIMPULAN
Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi pengendalian dan
pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas
penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan angaran sektor publik, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan New Public Management. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk
mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari
beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja, Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning Program
Budgeting (PPBS). Anggaran dengan pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value
for money dan pengawasan atas kinerja output.
Perubahan dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM
merupakan bagian penting dari reformasi anggaran. Reformasi anggaran sektor publik
dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan
menekankan value for money. Beberapa jenis anggatan dengan pendekatan NPM, seperti ZBB,
PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada
masing-masing jenis anggaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem

anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan teknologi yang
dimiliki oleh pemerintah.
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja di Indonesia sesuai dengan Pasal 3 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 20 Tahun 2004, Kementrian Negara / Lembaga. Untuk menyusun anggaran
berbasis kinerja, Kementerian Negara / Lembaga terlebih dahulu harus mempunyai
perencanaan stratejik (RENSTRA).

DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul. 2013. Akuntansi Sektor Publik: Dari Anggaran Hingga Laporan Keuangan Dari
Pemerintah Hingga Tempat Ibadah. Jakarta: Salemba Empat.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik: Bab 4 Anggaran Sektor Publik, Bab 5 Jenis Jenis
Anggaran Sektor Publik. Yogyakarta: ANDY OFFSET
Sujarweni, Wiratna. 2015. Akuntansi Sektor Publik: Bab III Anggaran Sektor Publik. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press

http://elanurlaela433.blogspot.co.id/2016/04/makalah-penganggaran-sektor-publik.html
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/6727/Bab%202.pdf?
sequence=9
https://riswanarifin.wordpress.com/2012/09/12/penganggaran-sektor-publik/
https://www.scribd.com/doc/249606946/Perkembangan-Anggaran-Sektor-Publik-DanPendekatannya
http://tintamuhardi.blogspot.com/2015/03/akuntansi-sektor-publik-anggaran-sektor.html
http://repository.widyatama.ac.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Sektor_Publik
http://dokumen.tips/documents/penerapan-anggaran-berbasis-kinerja-di-indonesia.html

Vous aimerez peut-être aussi