Vous êtes sur la page 1sur 14

STU10November2011

ISSN:16931750

Pengaruh Jenis dan Kecepatan Pengaduk pada Fermentasi Etanol Secara


Sinambung dalam Bioreaktor Tangki Berpengaduk Sel Tertambat
Ronny Kurniawan*, S. Juhanda, Rusyad Syamsudin, Moh. Alief Lukman
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Itenas Bandung
Jl. PHH. Mustafa No 23 Bandung 40132, Telp (022)7272215 Fax (022)7202892
* Kurniawan_Itenas@yahoo.co.id
Abstrak
Etanol atau etil alkohol (C2H5OH) merupakan senyawa organik yang sangat penting dalam
industri kimia dan memiliki cukup banyak manfaat dalam kehidupan manusia. Pembuatan etanol
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sintetik melalui reaksi kimia dan secara fermentasi
melalui aktivitas mikroorganisme. Proses pembuatan etanol secara fermentasi telah dilakukan sejak
ribuan tahun yang lalu dengan menggunakan bahan yang mengandung karbohidrat sebagai bahan
bakunya.
Fermentasi glukosa menjadi etanol dilakukan dengan mikroorganisme yang terbagi ke dalam
dua jenis, yaitu bakteri dan ragi. Namun penggunaan ragi sebagai biokatalis lebih sering dilakukan,
karena ragi lebih mudah dikembangbiakan dan lebih mudah dikontrol pertumbuhannya. Kesulitan
yang sering dijumpai dalam proses fermentasi etanol yaitu dalam pemisahan produk dari ragi yang
digunakan. Metode sel tertambat (Immobilized cell) dianggap dapat mengatasi masalah tersebut, dan
penggunaan batu apung sebagai media penambat dapat dijadikan alternatif. Pada proses fermentasi
etanol dapat menggunakan dua jenis bioreaktor yaitu bioreaktor tubular dan bioreaktor tangki
berpengaduk. Pada bioreaktor tangki berpengaduk pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengaduk
merupakan faktor yang dianggap dapat mempengaruhi laju pertumbuhan sel dan produksi etanol.
Pengadukan dilakukan untuk meratakan kontak sel dan substrat di dalam bioreaktor, menjaga agar
mikroorganisme tidak mengendap di bawah bejana bioreaktor dan meratakan temperatur di seluruh
bagian bioreaktor.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pada proses fermentasi glukosa
secara sinambung, dengan menggunakan ragi Schizosacharomyces pombe yang ditambatkan pada
batu apung di dalam bioreaktor tangki berpengaduk dengan memperhatikan nilai konsentrasi etanol,
yield yang dihasilkan dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk. Penelitian ini
dilakukan dengan memvariasikan jenis pengaduk (propeller, paddle, turbine) dan kecepatan pengaduk
(100 dan 150 rpm), fermentasi berlangsung dalam kondisi anaerob pada temperature 34C, pH 4,5,
konsentrasi glukosa 150 gr/L, ukuran batu apung 35/40 mesh, waktu tinggal substrat 48 jam. Kondisi
terbaik pada penelitian ini diperoleh pada jenis pengaduk propeller dengan kecepatan pengaduk 100
rpm, dimana konsentrasi etanol sebesar 13,235 %v/v, % yield etanol sebesar 4,442 % dan % sel
terlepas sebesar 12%.
Kata kunci: Etanol, Fermentasi, Immobilized Cell, Pengaduk, Kecepatan Pengaduk
.
1. Pendahuluan
Etanol atau ethyl alcohol (C2H5OH) termasuk kelompok hydroksil yang memberikan polaritas
pada molekul dan mengakibatkan meningkatnya ikatan hidrogen intermolekuler. Etanol ini
merupakan cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, jernih, dan tidak berwarna. Etanol memiliki
massa jenis 0.7893 g/mL. Titik didih etanol pada tekanan atmosfir adalah 78.32 C. Indeks bias dan
viskositas pada temperatur 20 C adalah 1,36143 dan 1,17 cP (Kirk dan Othmer, 1965). Etanol
digunakan pada berbagai produk meliputi campuran bahan bakar, produk minuman, penambah rasa,
industri farmasi, dan bahan-bahan kimia.
Dalam proses pembuatannya, etanol dapat diproduksi dengan 2 cara, yaitu secara sintetik
melalui reaksi kimia dan fermentasi. Proses fermentasi etanol dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
secara curah (batch) dan sinambung (continue). Kedua metode tersebut memiliki kekurangan dan

C71

STU10November2011

ISSN:16931750

kelebihan. Kelebihan dari proses curah antara lain mudah dilakukan, resiko kerugian cukup rendah
dan lebih mudah dalam pengontrolan bahan baku, tetapi kekurangannya membutuhkan waktu yang
cukup lama dalam proses fermentasi. Sedangkan untuk proses sinambung kelebihannya, waktu yang
diperlukan relatif lebih singkat, hasil yang didapat lebih banyak, dan kerugiannya mudah
terkontaminasi (terjadinya mutasi atau adanya mikroorganisme lain) dan lebih sulit dalam mengatur
laju fermentasinya.
Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas produksi etanol secara
fermentasi, antara lain pemilihan jenis mikroorganisme yang akan digunakan, teknik pemisahan
produk dari mikroorganisme, pemilihan proses fermentasi dan jenis fermentor yang digunakan.
Mikroorganisme merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam fermentasi etanol.
Hal ini disebabkan karena mikroorganisme berfungsi sebagai biokatalis. Mikroorganisme yang biasa
digunakan dalam proses fermentasi ada 2 jenis, yaitu bakteri dan ragi. Namun dalam hal ini ragi lebih
sering digunakan dalam proses fermentasi, karena ragi lebih mudah dikembangbiakkan, lebih mudah
dikontrol pertumbuhannya dan dapat menghasilkan etanol dengan konsentrasi yang tinggi. Salah satu
jenis ragi yang dapat digunakan adalah Schizosaccharomyces pombe.
Jenis fermentor yang sering digunakan dalam proses fermentasi yaitu tubular fermentor dan
fermentor tangki berpengaduk . Tubular fermentor ini terdiri dari dua jenis yaitu fluidized bed reactor
dan fixed bed reactor. Permasalahan yang timbul dari fluidized bed reactor adalah adanya agitasi
berat yang terjadi akibat kerusakan dari katalis dan terbentuknya debu. Sedangkan masalah yang
timbul pada fixed bed reactor adalah sering terjadinya gradien panas yang tidak diinginkan, sulit
dalam pengontrolan suhu dan sulit untuk dibersihkan atau diperbaiki sedangkan fermentor jenis
tangki berpengaduk memiliki kelebihan dari sisi perpindahan panasnya lebih merata dan perpindahan
massanya relative lebih baik.
Salah satu permasalahan lain yang biasa timbul adalah sulitnya pemisahan produk dari ragi
yang digunakan. Untuk menangani masalah tersebut, maka dapat digunakan cara penambatan ragi
pada suatu media penambat (Immobilized cell), yakni suatu teknik peningkatan sel bebas pada suatu
penambat yang ukurannya lebih besar daripada sel sehingga sel tersebut tidak dapat bergerak.
Dalam proses ini digunakan batu apung sebagai media penambat karena memiliki porositas
yang cukup besar. Selain itu kemungkinan terjadinya reaksi yang dapat menghambat proses
fermentasi kecil karena peran batu apung disini hanya untuk menambatkan ragi di permukaannya.
Faktor yang mempengaruhi proses fermentasi etanol dalam bioreaktor tangki berpengaduk
adalah pengadukan. Pengadukan berfungsi untuk meratakan kontak sel dan substrat, menjaga agar
mikroorganisme tidak mengendap di bawah dan meratakan temperatur di seluruh bagian bioreaktor.
Oleh karena itu pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengaduk yang tepat diharapkan dapat
menunjang fungsi pengadukan sehingga dapat meningkatkan hasil fermentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik pada proses fermentasi glukosa
secara sinambung, dengan menggunakan ragi Schizosacharomyces pombe yang ditambatkan pada
batu apung di dalam bioreaktor tangki berpengaduk melalui variasi jenis pengaduk dan kecepatan
pengadukan dengan memperhatikan nilai konsentrasi etanol, produktivitas etanol, yield yang
dihasilkan dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk.
2. Metodologi
Pendekatan Percobaan
Proses pembuatan etanol dari fermentasi glukosa ini dilakukan secara sinambung dalam
Bioreaktor tangki berpengaduk. Mikroorganisme (ragi) yang digunakan adalah Schizosaccharomyces
pombe yang ditambatkan (immobilized cell).
Bahan penambat yang digunakan dalam proses ini adalah batu apung dengan menggunakan
metode adsorpsi. Alasan pemilihan batu apung sebagai media penambat yang digunakan dalam teknik
penambatan sel ini, karena porositas yang dimiliki batu apung yang cukup besar sehingga diharapkan
mudahnya mengadsorpsi ragi.
Pada penelitian ini variabel yang dibuat tetap adalah:
- Temperatur fermentasi 34 oC
- Waktu tinggal substrat 2 hari
- Konsentrasi glukosa 150 g/L, dan
- pH fermentasi 4,5

C72

STU10November2011

ISSN:16931750

- Ukuran batu apung 30/40 mesh


Sedangkan variabel yang berubah pada penelitian ini adalah:
- Jenis pengaduk (impeller), Paddle, Turbine, Propeller
- Kecepatan pengaduk: 100, 150 rpm
Peralatan Percobaan

Gambar 1 : Skema Alat Bioreaktor Tangki Berpengaduk Sel Tertambat Proses Sinambung
1. Bioreaktor tangki berpengaduk
7. Screen support
13. Lubang
2. Termometer
8.Tangki produk
14. valve
3. Motor pengaduk
9. Water bath
4. Leher angsa
10. Thermostat
5. Baffle
11. Pompa
6. Pengaduk
12.Tangki substrat
Bahan
Bahan bahan yang yang digunakan,yaitu:
- Glukosa,
- Ragi Schizosaccharomyces pombe,
- Batu apung
Prosedur Penelitian
Tahap Pendahuluan dilakukan dalam beberapa kegiatan kerja:
- Pertumbuhan secara batch
- Pertumbuhan inokulum.
- Penambatan sel
Analisis yang perlu dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis konsentrasi glukosa
(analisis Somogyi-Nelson), Jumlah sel (Counting Chamber), dan konsentrasi etanol (Refraktometri).
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pengaruh Variasi Jenis Pengaduk terhadap Jumlah Sel Tertambat
Proses fermentasi etanol pada penelitian ini, sel ditambatkan pada media penambat berupa
batu apung dengan ukuran 35/40 mesh. Dalam pelaksanaannya, jumlah batu apung yang sudah
ditentukan sebanyak 400 gram dimasukan kedalam bioreaktor dan diaduk. Pengaduk dijadikan
variabel yang divariasikan jenisnya. Variasi jenis pengaduk yang digunakan adalah propeller, turbine
dan paddle. Pemilihan variasi jenis pengaduk ini berdasarkan pada perbedaan pola aliran yang

C73

STU10November2011

ISSN:16931750

dihasilkan dari masing-masing jenis pengaduk yang akan berpengaruh terhadap jumlah sel yang
tertambat. Setelah dimasukan batu apung, kemudian ditambahkan substrat atau glukosa ke dalam
bioreaktor sebanyak 4000 mL. Volume bioreaktor dalam keadaan kosong adalah 5000 mL dan
dioprasikan pada volume 4000 mL dengan waktu tinggal (waktu fermentasi) 2 hari (48 jam),
kemudian didapatkan laju alir 1,38 ml/menit.
Proses penambatan sel pada batu apung yang dilakukan dalam bioreaktor ini yaitu dalam
keadaan diaduk pelan sebesar 20 rpm. Pemilihan kecepatan ini digunakan karena jika pengadukan
terlalu lambat mobilitas dan kontak antara sel ragi dan batu apung kurang, sehingga sel ragi banyak
yang tidak teradsorpsi pada batu apung dan mengakibatkan jumlah sel yang tertambat pada batu
apung sedikit, sedangakan kecepatan pengaduk yang terlalu cepat akan menyebabkan ragi yang sudah
tertambat akan terlepas kembali. Fungsi pengadukan pada proses penambatan yaitu agar mobilitas dan
kontak antara sel ragi dan batu apung menjadi lebih merata sehingga ragi akan lebih mudah
teradsorpsi ke permukaan batu apung.
Jenis pengaduk juga mempengaruhi jumlah sel yang tertambat. Jenis pengaduk akan
mempengaruhi pola aliran yang dapat digunakan untuk penambatan sel. Berdasarkan percobaan dapat
dilihat pada Tabel 1 penambatan pada kecepatan 20 rpm dengan jenis pengaduk paddle menghasilkan
jumlah sel yang tertambat lebih banyak bila dibandingkan dengan jenis pengaduk turbine dan
propeller.
Tabel 1 : Jumlah Sel Tertambat Untuk Berbagai Jenis Pengaduk
Jenis Pengaduk
Jumlah Sel yang Tertambat
Turbine
1,9 x1010
Propeller
2,5 x 1010
Paddle
2,9 x 1010
Hal tersebut disebabkan jenis pengaduk paddle cocok digunakan pada kecepatan pengaduk
rendah dengan pola aliran yang dihasilkan tangensial sehingga arus bergerak ke arah horizontal dan
setelah mencapai dinding arus dibelokkan ke atas dan ke bawah. Dengan demikian pada kecepatan
tersebut, pengadukan menjadi homogen dan ragi akan banyak tertambat di batu apung.Sedangkan
jenis pengaduk propeller dan turbine adalah jenis pengaduk yang biasa digunakan pada kecepatan
tinggi, jika digunakan pada kecepatan rendah pencampuran yang terjadi kurang homogen. Akibatnya
ragi tidak banyak yang tertambat di batu apung.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi banyaknya jumlah sel tertambat pada batu apung yaitu
faktor waktu penambatan. Waktu penambatan yang paling baik adalah pada saat sel ragi berada pada
fasa stationer yaitu pada jam ke- 13 sampai dengan jam ke-19. Proses penambatan pada penelitian ini
dilakukan selama 3 jam pada fasa stationer dengan metode adsorpsi, karena rentan waktu pada fasa
stationer hanya 6 jam maka pemilihan waktu 3 jam dianggap sudah cukup. Selebihnya sisa waktu
dipakai untuk menyiapkan batu apung dan inokulum sel ragi yang ditambatkan.
Pengaruh Variasi Jenis Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol
Jenis pengaduk akan berpengaruh kepada jumlah sel yang tertambat serta berpengaruh langsung
pada produksi etanol yang dihasilkan. Pola aliran yang dihasilkan dari jenis pengaduk berpengaruh
terhadap homogenitas dari campuran, jumlah ragi yang terlepas, homogenitas temperatur dan
perpindahan massa di dalam reaktor. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan semakin meningkat
seiring bertambahnya waktu dan kemudian konstan pada saat keadaan steady state untuk berbagai
variasi jenis pengaduk. Keadaan steady state pada proses fermentasi ini adalah keadaan saat jumlah
sel ragi didalam reaktor tetap, dimana jumlah ragi yang mati dan keluar terbawa aliran produk akan
sama dengan jumlah ragi yang tumbuh, sehingga enzim yang dihasilkan ragi akan tetap jumlahnya
dan jumlah glukosa yang terkonversi menjadi etanol akan tetap. Pada Gambar 2 dapat dilihat
konsentrasi etanol pada pengambilan sampel pada saat awal waktu steady state pada masing-masing
jenis pengaduk berbeda-beda pada kecepatan 100 rpm. Pada jenis pengaduk propeller kondisi steady
state dicapai pada jam ke- 54 dengan menghasilkan konsentrasi etanol pada saat awal steady state
sebesar 13.235%v/v, jenis pengaduk turbine kondisi steady state dicapai pada jam ke- 66 dengan

C74

STU10November2011

ISSN:16931750

menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 9.412%v/v dan jenis pengaduk Paddle kondisi steady state
dicapai pada jam ke- 54 dengan menghasilkan konsentrasi etanol pada saat awal steady state sebesar
8.824%v/v. Perbedaan pencapaian kondisi steady state dan konsentrasi etanol yang dihasilkan
dikarenakan jenis pola aliran dari masing masing pengaduk berbeda sehingga berpengaruh pada
distribusi dan homogenisasi enzim yang dihasilkan oleh ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi
etanol di dalam reaktor.

Gambar 2 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada


Kecepatan 100 rpm dan Waktu Fermentasi 48 jam
Batu apung dengan ukuran 35/40 mesh memiliki densitas yang lebih besar dari substrat
sehingga bila dimasukkan ke dalam substrat, maka batu apung yang sudah mengadsorpsi ragi akan
mengendap di bawah reaktor. Untuk mendistribusikan batu apung diperlukan pengadukan dengan
pola aliran axial. supaya batu apung akan terangkat ke atas reaktor sehingga proses fermentasi
berlangsung lebih merata. Jenis pengaduk yang menghasilkan aliran aksial yaitu propeller.
Lain halnya pada pengaduk turbine yang cocok digunakan pada kecepatan tinggi dan
memiliki pola aliran radial. Akibatnya batu apung akan bergerak di bagian bawah reaktor, sehingga
fermentasi terjadi hanya di bagian bawah reaktor. Sedangkan pada jenis pengaduk paddle
menghasilkan arus yang lebih besar dibandingkan dengan jenis pengaduk propeller dan turbine.
Akibatnya waktu kontak enzim yang dihasilkan oleh ragi dengan substrat glukosa lebih cepat
sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol sedikit. Yang dimaksud waktu kontak enzim disini
adalah waktu kontak antara enzim dengan substrat sehingga substrat tersebut terkonversi menjadi
etanol.

Gambar 3 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada


Kecepatan 150 rpm dan Waktu Fermentasi 48 jam
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa konsentrasi etanol yang dihasilkan semakin meningkat
seiring bertambahnya waktu dan kemudian konstan untuk berbagai variasi jenis pengaduk pada

C75

STU10November2011

ISSN:16931750

kecepatan 150 rpm. Pada Gambar 3 dapat dilihat konsentrasi etanol pada pengambilan sampel pada
saat awal waktu steady state pada masing-masing jenis pengaduk berbeda-beda pada kecepatan 150
rpm. Pada jenis pengaduk propeller menghasilkan konsentrasi etanol pada saat awal steady state
sebesar 12.353%v/v, turbine menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 11.765%v/v dan Paddle
menghasilkan konsentrasi etanol sebesar 6.471%v/v. Perbedaan hasil konsentrasi etanol pada
kecepatan 100 rpm dengan 150 rpm dikarenakan homogenitas serta jumlah ragi yang terlepas dan
terbawa aliran produk.
Pengaruh Variasi Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol
Pada jenis pengaduk yang sama dengan kecepatan pengaduk divariasikan. Pada kecepatan
100 rpm dan 150 rpm jenis pengaduk Propeller menghasilkan perolehan konsentrasi etanol yang
berbeda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 4.

Gambar 4 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada


Pengaduk Propeller dan Waktu Fermentasi 48 Jam
Pada pengaduk propeller dapat di lihat pada Gambar 4 bahwa peningkatan kecepatan
pengadukan menjadi 150 rpm dapat menurunkan perolehan konsentrasi akhir etanol. Penurunan
perolehan etanol ini dapat diakibatkan karena pada kecepatan 150 rpm arus yang dihasilkan lebih
besar dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya waktu kontak enzim yang dihasilkan oleh
ragi dengan substrat glukosa lebih cepat sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol sedikit.
Jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan terbawa aliran produk menjadi faktor penurunan
konsentrasi etanol, pada kecepatan 150 rpm jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan
terbawa aliran produk lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya jumlah ragi
pada reaktor semakin berkurang sehingga enzim yang dihasilkan ragi berkurang dan berakibat pada
penurunan perolehan etanol.
Pada jenis pengaduk turbine dimana kecepatan pengaduk divariasikan menghasilkan perolehan
konsentrasi etanol yang berbeda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 5
Pada Gambar 5 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat
meningkatkan perolehan konsentrasi etanol. Hal ini dikarenakan pada kecepatan 100 rpm pengadukan
yang terjadi kurang homogen yang di tandai dengan masih terdapatnya batu apung yang mengendap
di bawah sehingga proses fermentasi hanya terjadi di bagian bawah bioreaktor. Sedangkan pada
kecepatan 150 rpm pencampuran terjadi lebih homogen dikarenakan ragi yang tertambat di batu
apung bergerak ke arah horizontal dan setelah mencapai dinding arus dibelokkan ke atas dan ke
bawah reaktor. Sehingga proses fermentasi terjadi di seluruh bagian, yang berakibat pada peningkatan
kenaikan konsentrasi etanol.
Ditinjau dari pencapaian kondisi steady state, peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150
rpm waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi steady state menjadi lebih lama jika
dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan pada kecepatan 150 rpm
memberikan gangguan terhadap ragi untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol. Selain itu jumlah
ragi yang terlepas dan ikut terbawa aliran produk pada kecepatan 150 rpm lebih banyak dibandingkan

C76

STU10November2011

ISSN:16931750

pada kecepatan 100 rpm, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama agar jumlah ragi didalam
reaktor tetap.

Gambar 5 Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol Pada


Pengaduk Turbine dan Waktu Fermentasi 48 Jam
Pada jenis pengaduk Paddle dimana kecepatan pengaduk divariasikan menghasilkan perolehan
konsentrasi etanol yang berbeda. Seperti yang ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 6 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Konsentrasi Etanol pada


Pengaduk Paddle dan Waktu Fermentasi 48 Jam
Pada pengaduk paddle dapat di lihat bahwa peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150
rpm dapat menurunkan perolehan konsentrasi akhir etanol. Penurunan perolehan etanol ini dapat
diakibatkan karena pada kecepatan 150 rpm arus yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan
kecepatan 100 rpm. Akibatnya waktu kontak enzim yang dihasilkan oleh ragi dengan substrat glukosa
lebih cepat sehingga glukosa yang terkonversi menjadi etanol sedikit. Jumlah ragi yang terlepas dari
medium penambat dan terbawa aliran produk menjadi faktor penurunan konsentrasi etanol, pada
kecepatan 150 rpm jumlah ragi yang terlepas dari medium penambat dan terbawa aliran produk lebih
banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Akibatnya jumlah ragi pada reaktor semakin
berkurang sehingga enzim yang dihasilkan ragi berkurang dan berakibat pada penurunan perolehan
etanol.
Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Yield Etanol
Yield etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi secara sinambung dalam bioreaktor tangki
berpengaduk sel tertambat dimana jenis pengaduk divariasikan pada kecepatan 100 rpm, dapat dilihat
pada Gambar 7.

C77

STU10November2011

ISSN:16931750

Gambar 7 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Yield Etanol pada Kecepatan 100 rpm
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa nilai yield etanol mengalami kenaikan terhadap waktu
fermentasi untuk semua variasi jenis pengaduk pada kecepatan 100 rpm. Kenaikan nilai yield etanol
ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi, dengan konsentrasi umpan glukosa yang tetap, etanol
yang dihasilkan konsentrasinya semakin tinggi, hal ini dapat disebabkan karena semakin lamanya
waktu fermentasi maka semakin banyak substrat yang terkonversi oleh enzim yang dihasilkan sel ragi.
Namun, jumlah etanol yang dihasilkan relatif kecil walaupun glukosa yang terkonsumsinya besar
karena substrat yang terkonsumsi tidak seluruhnya dikonversi menjadi etanol melainkan ada sebagian
yang digunakan oleh sel ragi untuk mempertahankan hidupnya, sehingga kenaikan konsentrasi etanol
yang dihasilkan lebih kecil hal ini berpengaruh pada yield etanol.
Dilihat dari jenis pengaduk yang menghasilkan konsentrasi etanol paling besar maka nilai
yield etanol akan semakin besar juga. Selain itu juga semakin lamanya waktu fermentasi, konsentrasi
glukosa semakin menurun sedangkan konsentrasi etanol semakin meningkat. Hal ini dikarenakan
seiring dengan waktu kontak yang terjadi semakin intens, pengkonversian glukosa menjadi etanol
akan meningkat.

Gambar 8 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Yield Etanol pada Kecepatan 150 rpm
Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa yield etanol yang dihasilkan semakin meningkat seiring
bertambahnya waktu dan kemudian konstan untuk berbagai jenis pengaduk pada kecepatan 150 rpm.
yield etanol yang dihasilkan pada kecepatan 150 rpm berbeda dengan pada kecepatan 100 rpm untuk
jenis pengaduk yang sama. Perbedaan tersebut dikarenakan homogenitas yang dihasilkan dari masing
masing jenis pengaduk serta jumlah ragi yang terlepas dan terbawa aliran produk.
Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol
Pada jenis pengaduk yang sama dengan kecepatan pengaduk divariasikan. Pada jenis
pengaduk propeller pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm menghasilkan perolehan yield etanol yang
berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Gambar 9.

C78

STU10November2011

ISSN:16931750

Gambar 9 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol pada Pengaduk Propeller
Pada Gambar 9 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat
menurunkan yield etanol. Hal ini dikarenakan konsentrasi etanol yang dihasilkan dari jenis pengaduk
propeller pada kecepatan 150 rpm lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm.
Pada jenis pengaduk turbine pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm menghasilkan perolehan
yield etanol yang berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Gambar 10.

Gambar 10 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol Pada Pengaduk Turbine
Pada Gambar 10 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat
meningkatkan yield etanol. Hal ini dikarenakan konsentrasi etanol yang dihasilkan dari jenis
pengaduk turbine pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm.
Sedangkan pada jenis pengaduk paddle pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm menghasilkan
perolehan yield etanol yang berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Gambar 11.

C79

STU10November2011

ISSN:16931750

Gambar 11 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Yield Etanol Pada Pengaduk paddle
Pada Gambar 11 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm dapat
menurunkan yield etanol. Hal ini dikarenakan konsentrasi etanol yang dihasilkan dari jenis pengaduk
paddle pada kecepatan 150 rpm lebih kecil dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm.
Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Sel Terlepas
Pengaruh jenis pengaduk terhadap Jumlah sel ragi yang terlepas pada fermentasi secara
sinambung dalam bioreaktor tangki berpengaduk sel tertambat dimana jenis pengaduk pengaduk
divariasikan pada kecepatan 100 rpm. Dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Jumlah Sel Terlepas pada Kecepatan 100 rpm
Jumlah sel terlepas
% Sel Terlepas
Jumlah
Jenis
sel
jam kejam kejam kepengaduk
jam ke-66 jam ke-114 jam ke- 6
tertambat
66
114
6
2.9.E+10 8.6.E+09 7.2.E+09
6.5.E+09
29%
25%
22%
Paddle
1.9.E+10 3.0.E+09 1.9.E+09
1.3.E+09
16%
10%
7%
Turbin
2.1.E+09
16%
11%
8%
Propeller 2.5.E+10 4.0.E+09 2.8.E+09
Dari Tabel 2 dapat dilihat jenis pengaduk paddle jumlah sel yang terlepas lebih banyak
dibandingkan dengan jenis pengaduk yang lain. Hal tersebut dikarenakan pola aliran yang dihasilkan
yaitu tangensial dan arus yang dihasilkan dari pengaduk paddle terlalu besar. Dengan pola aliran
tangensial dan arus yang besar mengakibatkan ragi yang tertambat di batu apung bergerak menuju
dinding reaktor dan menabraknya. Sehingga hal tersebut dapat melepaskan ikatan antara sel ragi dan
batu apung.
Pada pengaduk turbine jumlah sel ragi yang terlepas paling sedikit dibandingkan dengan jenis
pengaduk lain. Hal tersebut dikarenakan meskipun pengaduk turbine memiliki pola aliran radial yang
memungkinkan ragi yang tertambat di batu apung menabrak dinding reaktor. Tetapi arus yang
dihasilkan dari pengaduk turbine kecil, maka jumlah sel yang terlapas lebih sedikit dibandingkan
dengan jenis pengaduk yang lain
Pada pengaduk propeller jumlah ragi yang terlepas lebih sedikit dari pengaduk paddle dan
lebih besar dari pengaduk turbine. Hal ini dikarenakan pada pengaduk propeller menimbulkan arah
aliran aksial sehingga mengakibatkan sel ragi terkikis dari batu apung akibat benturan pada bagian
dasar reaktor selain itu arus yang dihasilkan dari pengaduk propeller pada kecepatan yang sama lebih
besar dibandingkan dengan pengaduk turbine. Sehingga jumlah sel yang terlepasnya lebih besar dari
jenis pengaduk turbine. Sedangkan pada kecepatan pengaduk 150 rpm dan kecepatan pengaduk
divariasikan dapat dilihat pada Tabel 3.

C710

STU10November2011

ISSN:16931750

Tabel 3 : Pengaruh Jenis Pengaduk Terhadap Jumlah Sel Terlepas pada Kecepatan 150 rpm
Jumlah sel terlepas
% Sel Terlepas
Jumlah
Jenis
sel
jam kejam kepengaduk
jam ke-66
jam ke- 6 jam ke-66 jam ke-114
tertambat
6
114
2.9.E+10 9.3.E+09 7.5.E+09
6.5.E+09
32%
26%
23%
Paddle
1.9.E+10 3.3.E+09 2.0.E+09
1.5.E+09
17%
10%
8%
Turbin
2.8.E+09
18%
13%
10%
Propeller 2.7.E+10 4.8.E+09 3.6.E+09
Pada Tabel 3 dapat dilihat jumlah sel yang terlepas pada kecepatan pengaduk 150 rpm lebih
banyak dibandingkan dengan sel yang terlepas pada kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan arus
yang dihasilkan dari masing masing pengaduk pada kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan
dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan sel ragi dengan
batu apung.
Pada pengambilan tiga sampel acak dapat dilihat semakin lama waktu fermentasi maka
semakin kecil persen sel yang terlepas. Sel ragi yang ada di dalam bioreactor tidak seluruhnya
tertambat pada batu apung, sebagian ragi bisa saja hanya terperangkap diantara porositas hamparan
batu apung sehingga pada kondisi awal banyak sel ragi yang terbawa aliran keluar
Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas
Pada jenis pengaduk yang sama dengan kecepatan pengaduk divariasikan. Pada jenis
pengaduk propeller pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm mengakibatkan jumlah ragi yang terlepas
berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Tabel 4.
Tabel 4 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada Pengaduk Propeller
Jumlah sel terlepas
% Sel Terlepas
Kecepatan
Jumlah
Pengaduk
sel
jam ke- jam ke- jam kejam
jam ke- jam ke(rpm)
tertambat
6
66
114
ke- 6
66
114
100
2.5.E+10 4.0.E+09 2.8.E+09 2.1.E+09
16%
11%
8%
150
2.5.E+10 4.8.E+09 3.6.E+09 2.8.E+09
19%
14%
11%
Pada Tabel 4 dapat dilihat pada pengaduk propeller peningkatan kecepatan pengadukan
menjadi 150 rpm menyebabkan jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan
kecepatan 100 rpm. Hal tersebut dikarenakan arus yang dihasilkan dari pengaduk propeller pada
kecepatan 150 rpm lebih besar dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan
lebih banyak melepaskan ikatan sel ragi dengan batu apung. Selain itu meskipun dengan adanya
pengadukan memungkinkan sel ragi tertambat kembali, tetapi karena kecepatan pengadukan yang
terlalu besar mengakibatkan sel ragi yang akan tertambat menjadi terlepas kembali sehingga jumlah
sel ragi yang terlepas pada kecepatan 150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm.
Pada jenis pengaduk turbine pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm mengakibatkan jumlah ragi
yang terlepas berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada Pengaduk Turbine
Jumlah
Jumlah sel terlepas
% Sel Terlepas
Kecepatan
sel
Pengaduk
jam kejam ke- jam ke- jam ketertamba jam ke- jam ke(rpm)
6
66
114
6
66
114
t
3.0.E+0 1.9.E+0
100
1.9.E+10
1.3.E+09
16%
10%
7%
9
9
3.3.E+0 2.0.E+0
150
1.9.E+10
1.5.E+09
17%
10%
8%
9
9

C711

STU10November2011

ISSN:16931750

Pada Tabel 5 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm menyebabkan
jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut
dikarenakan arus yang dihasilkan dari pengaduk turbine pada kecepatan 150 rpm lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan
sel ragi dengan batu apung. Selain itu meskipun dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi
tertambat kembali, tetapi karena kecepatan pengadukan yang terlalu besar mengakibatkan sel ragi
yang akan tertambat menjadi terlepas kembali sehingga jumlah sel ragi yang terlepas pada kecepatan
150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm.
Pada jenis pengaduk paddle pada kecepatan 100 rpm dan 150 rpm mengakibatkan jumlah ragi
yang terlepas berbeda. Seperti yang di tunjukan pada Tabel 6.
Tabel 6 : Pengaruh Kecepatan Pengaduk Terhadap Sel Terlepas Pada Pengaduk Paddle
Jumlah sel terlepas
% Sel Terlepas
Kecepatan
Jumlah
Pengaduk
sel
jam ke- jam kejam kejam ke- jam ke- jam ke(rpm)
tertambat
6
66
114
6
66
114
100
2.9.E+10 8.6.E+09 7.2.E+09 6.5.E+09
29%
25%
22%
150
2.9.E+10 9.3.E+09 7.5.E+09 6.5.E+09
32%
26%
23%
Pada Tabel 6 dapat dilihat peningkatan kecepatan pengadukan menjadi 150 rpm menyebabkan
jumlah sel yang terlepas lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm. Hal tersebut
dikarenakan arus yang dihasilkan dari pengaduk paddle pada kecepatan 150 rpm lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan pengaduk 100 rpm. Sehingga akan lebih banyak melepaskan ikatan
sel ragi dengan batu apung. Selain itu meskipun dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi
tertambat kembali, tetapi karena kecepatan pengadukan yang terlalu besar mengakibatkan sel ragi
yang akan tertambat menjadi terlepas kembali sehingga jumlah sel ragi yang terlepas pada kecepatan
150 rpm lebih banyak dibandingkan dengan kecepatan 100 rpm.
Pada pengambilan tiga sampel acak dapat dilihat semakin lama waktu fermentasi maka semakin
kecil persen sel yang terlepas. Sel ragi yang ada di dalam bioreactor tidak seluruhnya tertambat pada
batu apung, sebagian ragi bisa saja hanya terperangkap diantara porositas hamparan batu apung
sehingga pada kondisi awal banyak sel ragi yang terbawa aliran keluar. Namun, semakin lama waktu
fermentasi dengan adanya pengadukan memungkinkan sel ragi yang terlepas tertambat kembali di
permukaan batu apung, sehingga seiring jalannya proses fermentasi jumlah ragi yang terlepas akan
semakin berkurang.
4. Simpulan
- Jenis pengaduk berpengaruh terhadap konsentrasi etanol, yield yang dihasilkan dan jumlah
mikroorganisme yang terbawa aliran produk.
- Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap konsentrasi etanol, yield yang dihasilkan dan
jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk.
- Semakin cepat kecepatan pengaduk, % sel yang terlepas akan semakin banyak.
- Substrat glukosa yang digunakan pada proses fermentasi continue tidak hanya terkonversi
menjadi etanol tetapi digunakan juga sebagai makanan sel ragi untuk mempertahankan hidup dan
bereproduksi.
- Kondisi terbaik pada penelitian ini dilihat dari konsentrasi etanol, % yield etanol yang diperoleh
dan jumlah mikroorganisme yang terbawa aliran produk yaitu pada jenis pengaduk propeller
dengan kecepatan pegaduk 100 rpm. Dimana konsentrasi etanol sebesar 13.235 %v/v,
% yield etanol sebesar 4.442% dan % sel terlepas sebesar 12%.
Pustaka
1. Dita dan Nanda. 2009. Produksi Etanol Secara Sinambung dengan Sel Tertambat Menggunakan
Bioreaktor Tower Fixed Bed. ITENAS: Bandung
2. Gita dan Vinny. 2006. Pengaruh pH Substrat dan Temperatur Fermentasi Terhadap Produksi
Etanol Dengan Schizosaccharomyces pombe dan Batu Apung Sebagai Media Penambat,
ITENAS.

C712

STU10November2011

ISSN:16931750

3. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 42 : 285 - 293 (2008). Optimization of Agitation Conditions for Maximum
Ethanol Production by Coculture
4. McCabe, W.L., and J.C., Smith. 1999. Operasi Teknik Kimia, edisi keempat, jilid 1, Erlangga,
Jakarta.
5. Najafpour, Ghasem. 2004. Ethanol fermentation in an immobilized cell reactor using
Saccharomyces cerevisiae. Pulau Pinang, Malaysia
6. Nurdyastuti Indah, Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol, 2008
7. Othmer, Kirk. 2005. Encyclopedia of Chemical Technology, volume 10, 5th edition. New Jersey,
USA : John Wiley and Sons.
8. Ozaki, Nobuhiko. 2004. Method Of Immobilizing Cell. U.S Patent 2004/0224367 A1
9. Proceeding Of The Second Asean Workshop On Fermentation Technology, 1983
10. Rich Mirro dan Kevin Voll, 2009. A Guide to Impeller Selection for Stirred-Tank Bioreactors
11. Rizani, K. Z. 2000. Pengaruh Konsentrasi Gula Reduksi dan Inokulum
(Saccharomyces
cerevisiae) pada Proses Fermentasi Sari Kulit Nanas (Ananas comosus L. Merr) untuk Produksi
Etanol.. Universtas Brawijaya. Malang.
12. Sandhi dan Hadi. 2010. Produksi Etanol Secara Sinambung Dengan Menggunakan Bioreaktor
Tangki Berpengaduk. ITENAS
13. Taufiq dan Indri. 2006. Produksi Etanol Melalui Proses Fermentasi Batch Dari Glukosa
Menggunakan Schizosaccharomyces pombe dengan immobilized cell dan Batu Apung Sebagai
Media Penambat. ITENAS

C713

STU10November2011

ISSN:16931750

Pustaka
1. Bisnis Indonesia, 2009, Ekspor Pulp Diduga Anjlok Pelaku Usaha Butuh Percepatan
Insentif, http://www.spsindonesia.or.id, Juni 2009
2. Bierman, C. J., 1996, Handbook of Pulping and Papermaking, 2nd ed., USA, Acedemic Press.
3. Haroen, W. K., 2008, Pulp Mekanis (TMP) dan Kimia Termo Mekanis (CTMP) dari Limbah
Batang Kenaf, Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, vol.6, no.2, pp. 69-74.
4. Hasim,
1999,
Eceng
Gondok
Pembersih
Polutan
Logam Berat,
http://petanidesa.wordpress.com/2007/03/11/eceng-gondok-pemersih-polutan-logam-berat/, Mei
2009
5. Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Bogor
6. Hosokawa, J. M., R. Kamishima., H. Akamatsu., I. Bin Husin., M. Bin Miswan., O. Ramli, R, O.,
1989, Chemi-thermomechanical Pulping of Oil Palm Fronds Using Bunch Ash Extract as
Chemical. Appita, Vol. 42 (No. 6), pp. 429-432
7. Gunawan, P., Sahwalita, 2007, Pengolahan Eceng Gondok Sebagai Bahan Baku Kertas Seni,
Balai Litbang Kehutanan Sumatera, Medan
8. Joedodibroto, R., Widyanto, L. S., Soerjani, M., 1983, Potential Uses of Some Aquatic Weeds
as Paper Pulp, Jurnal Aquat Plant Manage 21, Cellulose Research Institute and Tropical Pest
Biology Program, SEAMEO Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Bogor
9. Nolan, W. J., Krimse, D. W., 1974,The Papermaking Properties Of Waterhyacinth , pp. 9097.
10. Rionaldo, H., Edison, Zulfansyah, Fermi, M. I., 2008, Pembuatan Pulp Batang Jagung dengan
Larutan Pemasak Estra Abu Tandan Kosong Sawit, Prosiding Seminar Teknik Kimia Soehadi
Reksowardoyo, Kampus Institut Teknologi Bandung, 3-4 November 2008.
11. Rowell, R. M., Han, J. S., Rowell, J. R., 2000, Characterization and Factors Effecting Fiber
Properties, Natural Polymers and Agrofibers Composites, pp. 115-134.
12. Snell, R., Mott, L., Suleman, A., Sule, A and Mayhead, G., 2004, Pottassium-Based Pulping
Regimes For Oil Palm Empty Fruit Bunch Material [Internet], Bangor, Biocomposite Center,
http://www.bc.bangor.ac.uk/03research/research4_pulp_paper.htm, Januari 2010
13. Yoeswono, Triyono, Tahir, I., 2007, Pemanfaatan Limbah Abu Tandan Kosong Sawit sebagai
Katalis Basa pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Sawit, Jurnal Manusia dan Lingkungan
Vol 14 No 12, Juli 2007, pp. 55-62.

D85

Vous aimerez peut-être aussi