Vous êtes sur la page 1sur 11

Analisis Semiotik Mitos Roland Barthes

Juni 11, 2012 oleh Eko Mandala Putra


ANALISIS SEMIOTIK
MITOS ROLAND BARTHES
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia kagum atas apa yang
dilihatnya, manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh pancaindranya, dan mulai menyadari
keterbatasaanya. Dalam kehidupan sehari-harinya manusia juga tak dapat terpisahkah dari
aktivitas. Baik itu dilakukan secara individu maupun kelompok. Dalam aktivitas tersebut
kadang-kadang (bahkan harus) terdokumentasi. Baik itu dalam catatan pribadi maupun media,
baik cetak maupun elektronik.
Terlebih pada zaman globalisasi sekarang ini, hampir semua yang dialami manusia dapat dikases
oleh manusia yang lain, baik informasi yang baik-baik maupun yang kurang baik untuk dilihat.
Apalagi suatu informasi itu dapat mendatangkan nilai jual yang tinggi.
Untuk itu dalam meneliti pesan yang terdapat dalam dokumen atau sumber pesan yang terdapat
di media cetak atau elektronik bahkan media-media yang lain, dibutuhkan suatu metode
tersendiri yang dikenal dengan analisi semiotik. Analisi ini dimaksudkan agar kita dapat
memahami maksud dari tanda-tanda yang ada, seperti di media masa yang telah disinggung di
atas.
Dalam makalah ini kami segenap penulis dengan sekuat kemampuan pengetahuan kami akan
menjelaskan secara lebih detail mengenai apa itu analisis semiotik serta bagaiman kita
memahami tanda-tanda yang sering kita temukan terutama di media masa yang terkadang
dikibulin karena gara-gara kita kurang jeli dalam memahami tanda tersebut. Jadi sekali lagi yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah mengenai analisis semiotik.
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada
kami khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai analisis semiotik /mitos Roland Barthes.
Karena di dalam kita beraktivitas sehari-hari kita selalu berhubungan dengan tanda-tanda saat
berkomunikasi yang terkadang dapat membodohi kita, apabila kita kurang jeli memahami tandatanda tersebut. Terlebih lagi dengan kemajuan teknologi saat ini tentu hal-hal seperti itu sering
kita jumpai.
Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini, adalah semoga dengan adanya makalah ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan serta dapat membantu para pelajar/mahasiswa
didalam melakukan analisis semiotik (ilmu tanda) terhadap tanda-tanda yang mungkin sering
ditemukan dalam kesehariannya.
Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan dalam
makalah ini, sebagai berikut :
1.

Apakah yang dimaksud dengan seniotik serta pengertian dari analisis semiotik ?

2.

Bagaiman konsep dari mitos rolan barthes ?

3.

Bagimana lagkah-lagkah dalam melakukan analisis semiotik ?

PEMBAHASAN
Seputar Tentang Semiotik
Secara etimologis istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti
tanda(Sudjiman dan van Zoest, 1996: vii) atau seme,yang berarti penafsir tanda (Cobley
dan Jansz, 1999: 4) (dalam Sobur, .2004: 16). Semiotika kemudian didefinisikan sebagai studi
tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja.
Adapun nama lain dari semiotika adalah semiologi. Jadi sesunguhnya kedua istilah ini
mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah
tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya; mereka yang bergabung dengan Peirce
menggunakan kata semiotika,dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata
semiologi. Namun yang terakhir, jika dibandingkan dengan yang pertama, kian jarang dipakai
(van Zoest, 1993: 2). Tommy Christomy, 2001: 7) dalam Sobur, 2004: 12) menyebutkan adanya
kecenderungan, istilah semiotika lebih populer daripada istilah semiologi sehingga para penganut
Saussure pun sering menggunakannya.
Pokok perhatian semiotika adalah tanda. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang
memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu
dapat ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa
menggantikan, mewakili dan menyajikan.
Preminger (dalam Pradopo, 2003: 119) berpendapat semiotik adalah ilmu tentang tandatanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial/ masyarakat dan kebudayaan itu merupakan
tanda-tanda, semiotik itu mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan konvensi-konvensi yang
memungkikan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Sementara Pierce (dalam Zoest 1978: 1) mengatakan pengertian semiotik adalah cabang
ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi pengunaan tanda.
Dari Pengertian Semiotik di atas dapat disimpulkan bahwa semiotik adalah ilmu untuk
mengetahui tentang sistem tanda, kovensi-konvensi yang ada dalam komunikasi dan makna yang
tekandung di dalamnya.
Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Dalam pandangan Piliang,
penjelajahan semiotika sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini
dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai
fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh praktek sosial dapat dianggap sebagai fenomena
bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena
luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang, 1998:262).
Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan
Charles Sander Peirce (1839-1914). Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika
secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Peirce di Amerika
Serikat. Latar belakang keilmuan adalah linguistik, sedangkan Peirce filsafat. Saussure
menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi (semiology).
Semiologi menurut Saussure seperti dikutip seperti dikutip Hidayat, didasarkan pada anggapan
bahwa selama perbuatan dan tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi
sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem perbedaan dan konvensi yang memungkinkan
makna itu. Di mana ada tanda di sana ada sistem (Hidayat, 1998:26).
Sedangkan Peirce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika (semiotics). Bagi Peirce yang ahli
filsafat dan logika, penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya
dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya, logika sama dengan semiotika dan semiotika
dapat ditetapkan pada segala macam tanda (Berger, 2000:11-22). Dalam perkembangan
selanjutnya, istilah semiotika lebih populer daripada semiologi.
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda (sign), berfungsi tanda, dan produksi
makna. Tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Dalam pandangan
Zoest, segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu,
tanda tidaklah terbatas pada benda. Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang
ditemukan adalah sesuatu, suatu kebiasaan, semua ini dapat disebut benda. Sebuah bendera kecil,
sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan, sebuah gejala
mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang
tertentu, suatu sikap, setangkah bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap. Bicara cepat,
berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk bersudut tajam, kecepatan, kesabaran,
kegilaan, kekhawatiran, kelengahan semuanya itu dianggap sebagai tanda (Zoest, 1993:18).
Menurut Saussure, seperti dikutip Pradopi (1991:54) tanda sebagai kesatuan dari dua
bidang yang tidak dapat dipisahkan seperti halnya selembar kertas. Di mana ada tanda di

sana ada sistem. Artinya, sebuah tanda (berwujud kata atau gambar) mempunyai dua
aspek yang ditangkap oleh indra kita yang disebut dengan signifier, bidang penanda atau
bentuk dan aspek lainnya yang disebut signified, bidang petanda atau konsep atau makna.
Aspek kedua terkandung di dalam aspek pertama. Jadi petanda merupakan konsep atau apa yang
dipresentasikan oleh aspek pertama.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa penanda terletak pada tingkatan ungkapan (level of expression)
dan mempunyai wujud atau merupakan bagian fisik seperti bunyi, huruf, kata, gambar, warna,
obyek, dan sebagainya.
Pertanda terletak pada level of content (tingkatan isi atau gagasan) dari apa yang diungkapkan
melalui tingkatan ungkapan. Hubungan antara kedua unsur melahirkan makna.
Tanda akan selalu mengacu pada (mewakili) sesuatu hal (benda) yang lain yang disebut reerent.
Lampu merah mengacu pada jalan berhenti. Wajah cerah mengacu pada kebahagiaan. Air mata
mengacu pada kesedihan. Apalagi hubungan antara tanda dan yang diacu terjadi, maka dalam
benak orang yang melihat atau mendengar akan timbul pengertian (Eco, 1979:59).
Menurut Piere, tanda (representamen) ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam
batas-batas tertentu (Eco, 1979:15). Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce
disebut obyek (denotatum). Ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut obyek (denotatum).
Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan
dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang
muncul dalam diri penerima tanda. Aritnya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat
ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground, yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam
suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segi
tiga semiotik.
Selanjutnya dikatakan, tanda dalam hubungan dengan acuannya dibedakan menjadi tanda yang
dikenal dengan ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda yang antara tanda dengan acuannya
ada hubungan kemiripan dan biasa disebut metafora. Contoh ikon adalah potret. Bila ada
hubungan kedekatan eksistensi, tanda demikian disebut indeks. Tanda seperti ini disebut
metonimi. Contoh indeks adalah tanda
Semiotik
Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama.
Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh
ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda atau sign
dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode,
sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics is
usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and
symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics
includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which
are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which
systematically communicate information or massages in literary every field of human

behaviour and enterprise. (Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum
yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi
tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang
bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda
tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau
pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).

Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui


dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat
atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi
atau in absentia antara yang ditandai (signified) dan yang menandai (signifier). Tanda adalah
kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified).
Dengan kata lain, penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna. Jadi,
penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang
ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah
aspek mental dari bahasa (Bertens, 2001:180). Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa
dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan
atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan
dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. Penanda dan petanda merupakan kesatuan
seperti dua sisi dari sehelai kertas, kata Saussure. Louis Hjelmslev, seorang penganut
Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal
antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung
hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev,
sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah
petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan
persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific semiotics). Sama halnya
dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan
bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu
dalam waktu tertentu. Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to
sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to
communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal
mana objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari
tanda. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah
peran pembaca (the reader). Konotasi, walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan
keaktivan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering
disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang
telah ada sebelumnya. sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam
buku Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari denotative atau sistem pemaknaan tataran
pertama.
1. signifier (penanda)

2. signified (petanda)
3. denotative sign (tanda denotatif)
4. connotative Signifier (Penanda Konotatif)
5. Connotative Signified (Petanda Konotatif)
6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Dari uraian Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda
(2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Jadi,
dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Pada dasarnya, ada
perbedaan antara denotasi dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan
konotasi yang dipahami oleh Barthes. Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya,
denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat
kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai
reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba
menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut
mengatakan bahwa makna harfiah merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman,
1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya
sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilainilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga
dimensi penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun
oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga
suatu sistem pemaknaan tataran ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki
beberapa penanda. Berbeda dengan para ahli yang sudah dikemukakan di atas, Charles Sanders
Peirce, seorang filsuf berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui
kajian semiotik. Bagi Peirce, tanda is something which stands to somebody for something in
some respect or capacity. Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi disebut ground.
Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni
ground, object, dan interpretant (lihat gambar 3). Atas dasar hubungan ini, Peirce membuat
klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan
legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda. Sinsign adalah eksistensi aktual benda
atau peristiwa yang ada pada tanda. Sedangkan legisign adalah norma yang dikandung oleh
tanda. Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu: sintaksis semiotik, semantik
semiotik, dan pragmatik semiotik. Sintaksis semiotik mempelajari hubungan antartanda.
Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana
iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama
dalam membentuk keutuhan wacana iklan. Semantik semiotik mempelajari hubungan antara
tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses
semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan
(dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana. Pragmatik semiotik
mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda. Berdasarkan
objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon

adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah.
Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat
kemiripan; misalnya foto. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan; misalnya asap sebagai tanda adanya api. Tanda seperti itu
adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang
menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya
bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat. Berdasarkan interpretant, tanda
(sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah
tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Dicent sign atau dicisign
adalah tanda sesuai dengan kenyataan. Sedangkan argument adalah yang langsung memberikan
alasan tentang sesuatu.
Macam-macam Semiotik
Ada 9 macam semiotik yang kita ketahui :
1.

Semiotik Analitik

Semiotik analitik adalah semiotik yang menganalisis sistem tanda


2.

Semiotik Deskriptif

Semiotik deskriptif adalah semiotik yang memeperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami
sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksiskan sekarang.
3.

Semiotik Faunal (Zoo semiotic)

Semiotik Faunal adalah semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh
hewan
4.

Semiotik Kultural

Semiotik kultural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam
kebudayaan masyarakat tertentu.
5.

Semiotik Naratif

Semiotik Naratif adalah semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos
dan cerita lisan (Folkkore)
6.

Semiotik Natural

Semiotik natural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.
7.

Semiotik Normatif

Semiotik normatif adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang di buat oleh
manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.
8.

Semiotik Sosial

Semiotik sosial adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh
manusia yang berupa lambang.
9.

Semiotik Struktural

Semiotik struktural adalah semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan
melalui struktur bahasa.
2.2. Langkah-langkah Penelitian Semiotik
Berikut ini langkah-langkah umum yang bisa dijadikan pedoman (Cristomy, 2001b) Penelitian
Semiotika / semiotik khususnya dalam kajian Ilmu Komunikasi :
1.

Cari topik yang menarik perhatian anda

2.

Buat pertanyaan penelitian yang menarik (mengapa, bagaimana, dimana, apa)

3.

Tentukan alasan /rationale dari penelitian anda?

4.
Rumuskan penelitian anda dengan mempertimbangkan tiga langkah sebelumnya (topik,
tujuan, dan rationale)
5.

Tentukan metode pengolahan data (kualitatif/semiotika)

6.
Klasifikasi data : (a) Identifikasi teks; (b) Berikan alasan mengapoa teks tersebut dipilih
dan perlu diidentifikasi; (c) Tentukan pola semiosis yang umum dengan mempertimbangkan
hierarki maupun sekuennya atau, pola sintagmatik dan paradigmatik; (d) Tentukan kekhasan
wacananya dengan mempertimbangkan elemen semiotika yang ada.
7.
Analisis data berdasarkan : (a) Ideologi, interpretan kelompok, frame work budaya; (b)
Pragmatik, aspek sosial, komunikatif; (c) Lapis makna, intekstualitas, kaitan dengan tanda lain,
hukum yang mengaturnya; (d) Kamus vs ensiklopedi.
8.

Kesimpulan.

Pengertian Analisis Semiotik


Analisis semiotik merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam tentang sistem
tanda atau isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa.

Analisis semiotik dapat digunakan untuk menganalisis segala bentuk komunikasi Baik surat
kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan dokumentasi yang lain
Analisis Semiotik (Semiotic Analysis)
Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objekobjek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai
ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya
dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Menurut Eco, ada sembilan belas bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian untuk
semiotik, yaitu semiotik binatang, semiotik tanda-tanda bauan, komunikasi rabaan, kode-kode
cecapan, paralinguistik, semiotik medis, kinesik dan proksemik, kode-kode musik, bahasa yang
diformalkan, bahasa tertulis, alfabet tak dikenal, kode rahasia, bahasa alam, komunikasi visual,
sistem objek, dan sebagainya.
Semiotika di bidang komunikasi pun juga tidak terbatas, misalnya saja bisa mengambil objek
penelitian, seperti pemberitaan di media massa, komunikasi periklanan, tanda-tanda nonverbal,
film, komik kartun, dan sastra sampai kepada musik.
Contoh-contoh analisis semiotik :
Analisis semiotik iklan-iklan Televisi
Iklan merupakan saranan untuk mempromosikan barang/ jasa yang ingin ditawarkan terutama
kepada masyarakat, untuk menggait hati para konsumen para pengiklan dituntut kreatif sehingga
diharapkan mampu menjadi daya tarik tersendiri. Lebih dari itu sebuah iklan diharapkan mampu
menjadi jembatan untuk menanamkan kepercayaan pada masyarakat umumnya dan konsumen
produk tersebut khususnya. Jika hal ini tercapai maka sebuah iklan dapat dikatakan berhasil,
dengan artian timbulnya sebuah kepercayaan terhadap suatu produk/ jasa yang ditawarkan. Dari
kepercayaan yang timbul menjelmalah sebuah kata mitos.
Contoh nyata mitos yang dibangun dari iklan adalah iklan-iklan teantang produk kecantikan,
khususnya tentang produk pemutihan. Dalam iklan tersebut di tampilkan model-model yang
cantik, langsing, berkulit putih. Sehingga munculah anggapan dalam benak masyarakat bahwa
jika ingin cantik seperti model-model dalam iklan tersebut maka harus menggunakan produk
kencantikan tersebut. Misalnya iklan Pons, rokok, extra joss,dll.
Analisa Semiotika Terhadap Iklan Televisi PT Garuda Indonesia
PT. Metro Exim Indonesia (1997) Analisa Terhadap Iklan Jamu Adem Sari Di Media televisi PT.
Garuda Indonesia Jakarta (2001) 9086. Pengaruh Pesan Iklan Terhadap iklan televisi dan
keputusan membeli perusahaan penerbangan pt. garuda indonesia (1996) 54. persepsi terhadap
iklan perempuan dalam film indonesia [analisis semiotika terhadap PT. Pos Indonesia Televisi
(2002) Strategi membangun Ekuitas Merek Pada PT. Garuda Indonesia PT. Garuda Indonesia

Jakarta (2001) 9086. Pengaruh Pesan Iklan Terhadap Daya Indonesia Melalui Stasiun Televisi
Analisa PT. Garuda Indonesia
PT. Bank Muamalat Indonesia (2001) Pengaruh Sumber Pesan terhadap Persepsi Konsumen
Dalam
Jakarta (2001) Iklan iklan televisi dan keputusan penerbangan Pt. garuda indonesia (1996) 53.
persepsi terhadap iklan rokok perempuan dalam film indonesia [analisis semiotika terhadap PT.
Coca-Cola Amatil Indonesia (2001) 6057 * Analisa Kualitas Pelayanan Kesehatan Pasien
Rawat Inap Terhadap Terhadap Iklan Jamu Adem Sari Di Media televisi PT. Garuda Indonesia
Studi Pemanfaatan Karya Seni Lukis Sebagai Penunjang Pembelajaran Bahasa Inggris Analisa
Semiotika Terhadap Iklan Televisi PT Garuda Indonesia Airline analisa usaha beternak itik
pedaging; langit kresna pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan pt telkom pengaruh
dan implikasi globalisasi terhadap indonesia Per terhadap Expected Return Saham di Bursa Efek
Jakarta Konstruksi makna budaya dalam proses pembuatan iklan di televisi Analisa yuridis
terhadap PT Garuda Indonesia Studi skripsi Analisis semiotik terhadap iklan produk.
Konsep Mitos Roland Barthes
Mitos Rolan Barthes muncul dikarenakan adanya persepsi dari Roland sendiri bahawa dibalik
tanda-tanda tersebut terdapat makna yang misterius yang akhirnya dapat melahirkan sebuah
mitos. Jadi intinya bahwa mitos-mitos yang dimaksud oleh Roland Barthes tersebut muncul dari
balik tanda-tanda dalam komunikasi sehari kita, baik tertulis maupun melalui media cetak.
Untuk mendapat pemahaman secara detail berikut sedikit diuraiakan konsep semiotik dari
Roland Barthes, yakni bahwa tanda denotatif terdiri atas penanda dan petanda . Akan tetapi, pada
saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Jadi, dalam konsep Barthes,
tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian
tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi
dan konotasi dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang dipahami oleh
Barthes. Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem
signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi
justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan
keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya.
Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna harfiah
merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes,
konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk
mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan
tanda. Namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang
telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran
ke-dua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.

PENUTUP

Simpulan
Berdasararkan uraian di atas dapt disimpulkan bahwa yang maksud dengan semiotik adalah ilmu
untuk mengetahui tentang sistem tanda, kovensi-konvensi yang ada dalam komunikasi dan
makna yang tekandung di dalamnya. Akan tetapi tanda-tanda yang maksud disini adalah tandatanda yang memiliki arti/ mengandung arti. Tanda yang dimaksud dalam kajian semiotik ini tidak
hanya terbatas pada tanda yang berwujud benda saja namun lebih dari itu. Misalnya sebuah
bendera kecil, sebuah isyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan, suatu kebiasaan makan,
sebuah gejala mode, suatu gerak syaraf, peristiwa memerahnya wajah, suatu kesukaan tertentu,
letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkah bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap.
Bicara cepat, berjalan sempoyongan, menatap, api, putih, bentuk bersudut tajam, kecepatan,
kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan semuanya itu dianggap sebagai tanda.
Sedangkan analisi semiotik mengkaji bagaiman kita mengkaji sesuatu tanda-tanda yang terdapat
dalam komunikasi. Hal ini sesuai dengan mitos Roland Barthes yang mengatakan bahwa dari
tanda-tanda dalam kounikasi tersebut dapat melahirkan sebuah kepercayaan pada masyarakat
yang akhirnya lahirlah sebuah mitos.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_grafis
Sobur, Alex.2001.Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing).Jakarta : Rosda
http://www.google.com

Vous aimerez peut-être aussi